Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

Alasan Memilih Metode Primer :


a. Alasan nya adalah karena jangkauan observasi setiap perawat hanya 3 pasien dari 30
bed
b. Terdapat 10 perawat dengan kualifikasi pendidikan Ners
c. Terdapat 8 perawat dengan kualifikasi pendidikan diploma III
d. Karena dilihat dari jumlah ketergantungan untuk perawatan pasien pada klasifikasi
total care dan partial care membutuhkan perawatan secara penuh
e. Dengan menggunakan metode primer, tidak perlu memperkerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan. Dibuktikan pada kasus diatas hanya ada 18 perawat dengan
jumlah TT 30 bed
f. Karena pada kasus diatas ruang perawatan anak merupakan kelas 1 , hal ini berkaitan
dengan ekonomi klien yang bisa dikatakan mencukupi untuk melakukan perawatan
berbiaya tinggi di metode keperawatan primer
g. Dengan pengalaman kerja selama 20 tahun Kepala Ruangan bisa mengidentifikasi
siapa perawat yang layak menjadi perawat primer

Pembahasan Alasan :

A. Kualifikasi Pendidikan
Berdasarkan kasus diatas, terdapat keterangan bahwa Kepala ruang dengan kualifikasi S1
Ners dan masa kerja 20 tahun. Hal ini bisa menjadi keuntungan yang bagus bagi ruangan yang
dipimpin oleh Kepala Ruangan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
mumpuni. Mengingat metode yang kami pilih berdasarkan analisis masalah dari kasus tersebut
adalah Metode Keperawatan Primer, maka dalam proses memutuskan penerapan nya pun ada
campur tangan dari Kepala Ruangan sebagai orang yang bertugas dalam melakukan perencanaan
di suatu ruangan. Hal ini dikuatkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ana
Pratiwi(2016) berjudul “IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU PELAYANAN
KEPERAWATAN MELALUI KEPEMIMPINAN MUTU KEPALA RUANGAN” yang
menyatakan bahwa Dalam unsur masukan terdapat tenaga dan kepemimpinan mutu.Untuk itu
salah satu yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah mutu pelayanan adalah melalui
perbaikan kepemimpinan yang berbasis mutu, hal juga dapat ditemukan pada penelitian yang
dilakukan (Dhinamita Nivalinda, M.C. Inge Hartini 2013) bahwa kepemimpinan kepala ruang
yang efektif akan mempengaruhi upaya menggerakkan perawat dalam lingkup wewenangnya
untuk menerapkan budaya keselamatan pasien. Ana Pratiwi(2016) pada penelitian nya
menyatakan ”
Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa perencanaan yang baik akan menentukan
keberhasilan kegiatan dan pencapaian tujuan serta menghindari keterperangkapan dalam
ketidaksiapan dari seluruh komponen kepemimpinan. Fungsi perencanaan sebaiknya dilakukan
oleh kepala ruangan secara optimal agar dapat memberikan arah kepada perawat pelaksana,
mengurangi dampak perubahan yang terjadi, memperkecil pemborosan atau kelebihan dan
menentukan standart yang akan digunakan dalam melakukan pengawasan serta pencapaian
tujuan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga
makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki” Mengingat pada kasus diatas, bahwa terdapat
jumlah ketergantungan untuk perawatan pasien pada klasifikasi total care dan partial care
membutuhkan perawatan secara penuh. Maka dalam penerapan metode primer, Kepala Ruangan
harus bisa menetapkan seorang perawat primer secara berhati – hati. Karena sesuai dengan teori
yang kami dapatkan memerlukan beberapa kriteria, yaitu perawat yang menunjukkan
kemampuan asertif, perawat yang mandiri, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
mengusai keperawatan klinik, akuntabel, bertanggung jawab, serta mampu berkolaborasi dengan
baik dan disiplin.
Kemudian, berdasarkan penelitian yang telah di lakukan oleh Sitti Raodhah dkk(2017)
berjudul “ HUBUNGAN PERAN KEPALA RUANGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DI
RUANG RAWAT INAP RSUD SYEKH YUSUF KABUPATEN GOWA” yang mengatakan
bahwa perencanaan yang dilakukan oleh Kepala Ruangan di pengaruhi oleh pengetahuan dan
Pendidikan perawat diruangan, dengan Pendidikan yang tinggi maka pengetahuan perawat juga
semakin banyak. Sesuai dengan peran kepala ruang dalam metode primer yaitu Merencanakan/
menyelenggarakan pengembangan staf. Dengan menentukan perencanaan yang baik maka secara
tidak langsung tahap pelaksanaan akan mendapat hasil yang lebih baik pula mengingat dalam
kasus disebutkan bahwa kepala ruangan memiliki kualifikasi Pendidikan s1 ners yang sudah
pasti terlatih dengan bekal ilmu yang banyak sebelumnya di jenjang perkuliahan.
Kemudian, Sitti Raodhah dkk(2017) menyatakan dalam penelitian nya bahwa
pengorganisasian yang dilakukan kepala ruangan dengan hasil yang baik dipengaruhi oleh
pengalaman atau masa kerja perawat. Sesuai dengan data kasus di atas, bahwa kepala ruangan
sudah memiliki pengalaman kerja selama 20 tahun. Hal ini bisa menjadi keuntungan yang kuat
untuk ruangan yang dipimpin nya, karena kemampuan dan tanggung jawab kepala ruangan
dalam mengorganisir kegiatan yang akan dilaksanakan perawat harus berjalan dengan baik.
Mengingat beban tugas perawat primer yang ia bawahi adalah merawat 4-6 pasien sehingga
butuh koordinasi yang baik dalam menangani setiap permasalahan yang akan muncul di
kemudian hari pada saat proses perawatan sedang berlangsung.
Didalam kasus disebutkan bahwa tenaga keperawatan di ruangan tersebut adalah 10
orang ners, alasan kita memilih motode primer adalah karena jangkauan observasi setiap
perawat hanya 3 pasien dari 30 bed . Menurut Nursalam (2014 : 23) beban kasus pasien yaitu 3-
6 orang untuk satu perawat primer. jadi dari kasus tersebut perawat Ners sudah mencukupi beban
kasus pasien yakni 3 pasien per perawat primer.
Selain itu juga di kasus terdapat 8 orang dengan pendidikan D3 dengan adanya 8 perawat
dengan kualifikasi diploma 3 sebagai perawat associate dapat membantu dalam memberikan
asuhan keperawatan, diantara perawat associate da perawat primer juga harus memiliki
komunikasi yang baik agar asuhan dapat maksimal.
Manthey (1980) dalam USU (2017) menyatakan perawat primer memberikan asuhan
keperawatan selama 24 jam bagi 4-6 pasien, jika perawat primer tidak masuk (off) maka
pelaksanaan asuhan keperawatan dilanjutkan oleh perawat pelaksana. Perawat pelaksana tetap
berkomunikasi dengan perawat primer dalam pemberian asuhan keperawatan.

2. Biaya Tinggi
Apakah ada rumah sakit yang murah biaya tetapi cukup kualitas? Tentu ada. Di dunia ini
hanya ada dua rumah sakit yaitu milik pemerintah dan swasta. Mereka hidup dalam budaya yang
berbeda. Rumah sakit pemerintah menganut budaya birokrat yang tidak memerlukan pasien
hingga kwalitas pelayanan kurang. Sebaliknya, swasta berbisnis dan membutuhkan pasien.
Murah menjadi stempel pemerintah karena tarifnya ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya,
swasta mahal karena sesuai dengan harga pasar. Namun, murah dapat menjadi mahal dan
sebaliknya. Hanya saja, sebetulnya pengobatan tidak berbeda karena dokter dan alat medika
sama. Apa maksudnya murah dapat menjadi mahal dan sebaliknya? Murah atau mahal adalah
masalah angka yang harus dibayar. Murah dapat menjadi mahal jika pelayanannya lamban.
Sebaliknya, maha menjadi murah karena pelayanan yg cepat. Namun, bisa juga sangat mahal
karena boros pemeriksaan canggih(Bahar Azwar,2005).

Hal ini sejalan pula dengan adanya peningkatan mutu asuhan keperawatan di Rumah
Sakit, biaya perawatan yang tinggi tidak semena-mena pihak Rumah Sakit berikan. Karena pihak
Rumah Sakit pun harus memberikan pelayanan yang sepadan dengan jumlah biaya yang di
ajukan kepada pasien yang di rawat. Seperti, Rumah Sakit akan memberikan fasilitas lingkungan
yang nyaman selama pasien di rawat dengan memberikan ruangan dengan kelas yang berbeda
contonhnya adalah ruangan VIP, kelas 1, kelas 2. Kemudian, Rumah Sakit memberikan biaya
tinggi karena adanya teknologi yang dipakai selama masa perawatan pasien di Rumah sakit, lalu
karena adanya peningkatan profesionalisme keperawatan yang biasanya pasien jarang
mengetahui tentang hal ini, walaupun tak jarang pengembangan pendidikan tersebut belum
mampu meningkatkan mutu asuhan dalam Rumah Sakit karena pihak Rumah Sakit belum
mampu dan belum terbiasa dalam mengelolanya. Hal inilah yang menyebabkan jika ada Rumah
Sakit dalam pemberian asuhan keperawatan nya sudah dengan model MPKP maka kemungkinan
nya dalam pemberian asuhan dan biaya perawatan nya pun akan berubah. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ratna Sitorus(2003) berjudul" DAMPAK IMPLEMENTASI
MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL TERHADAP MUTU ASUHAN
KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT" yang menyatakan bahwa MPKP iyalah suatu
sistem( struktur, proses, dan nilai-nilai profesional) ya memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang dapat menopang pemberian
asuhan tersebut. Di indonesia, berdasarkan kondisi yang ada empek apa yang dikembangkan dan
diimplementasikan merupakan penataan struktur dan proses(sistem) pemberian asuhan
keperawatan sehingga memungkinkan hubungan perawat-klien
berkesinambungan(Sitorus,2002). Pada aspek struktur, faktor utama iyalah menetapkan jumlah
dan jenis tenaga yang dapat memberikan pelayanan profesional dan mengembangkan standar
rencana keperawatan agar waktu perawat tidak tersita untuk menulis. Pada aspek proses,
ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer, sehingga terdapat seseorang
perawat mr yang bertanggung jawab atas asuhan keperawatan klien. Demikian juga
Sitorus(2003) menambahkan dalam penelitiannya yang menyatakan pendapat dari Hoffart dan
Woods(1996) yang menyimpulkan dampak implementasi MPKP di berbagai rumah sakit
menunjukkan peningkatan kepuasan kelahiran dan keluarga terhadap keperawatan. Salah satu
penyebab yang mempengaruhi peningkatan kepuasan kelahiran dan keluarga ya allah
penggunaan metode modifikasi keperawatan primer yang menempatkan seorang perawat primer
(PP) untuk lewat kelahiran sejak datang sampai pulang sehingga hubungan perawat-klien
berkesinambungan. Hubungan ini membuat kelahiran merasa diperhatikan dan merasa aman
walaupun ia dalam keadaan sakit.

Dalam penelitian Sitorus(2003) ia juga menyatakan bahwa MPKP berdampak juga


terhadap kepatuhan perawat pada standar asuhan. Hal itu dapat terjadi karena kemampuan PP
masih perlu ditingkatkan agar lebih mampu mengelola pemberian asuhan keperawatan termasuk
dalam memberi pengarahan kepada PA. Sitorus(2003) menambahkan dampak MPKP terhadap
lama hari rawat bisa terlihat jika MPKP ini sudah menjadi model pada pemberian asuhan
kesehatan secara keseluruhan, kemampuan PP sebagai manajer harus ditingkatkan agar mampu
mempengaruhi PA menjadi suatu tim yang kohesif, dan yang terakhir adalah kemampuan PA
dalam bekerja sebagai tim. Oleh karena itu pada MPKP ditentukan jumlah dan jenis tenaga
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien dan digunakan metode modifikasi keperawatan
primer sehingga memungkinkan pemberian asuhan keperawatan yang profesional.

Sejalan dengan data dari kasus diatas, bahwa terdapat klasifikasi pasien total care dan
partial care yang berada di ruang rawat inap kelas 1 dan 2 yang bukan lagi hal umum jika melihat
dari ketergantungan perawatan dan klasifikasi kelas perawatan bisa menjadi faktor kenapa biaya
perawatan menjadi tinggi. Mengingat dalam perawatan nya pun di metoda Keperawatan primer,
dirawat oleh Perawat Primer dengan pelayanan profesional yang bagus dan handal selama 24
jam dari mulai dirawat hingga pasien pulang kerumah. Kelompok kami berpendapat bahwa biaya
tinggi yang diperoleh dari asuhan keperawatan metode primer sepadan dengan pelayanan yang
telah diberikan oleh Perawat hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tri
Nurani(2019) berjudul" ANALISIS SITUASI DAN OPTIMALISASI PELAKSANAAN
METODE ASUHAN KEPERAWATAN PRIMER DI RS ANAK DAN BUNDA DI
JAKARTA" yang menyatakan bahwa sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, rumah sakit
perlu menerapkan model asuhan keperawatan yang dapat memfasilitasi tujuan organisasi( sesuai
dengan visi dan misi organisasi), mendukung penerapan proses keperawatan dalam pemberian
asuhan keperawatan, menjamin penggunaan biaya yang efektif dan efisien, memenuhi harapan
dan kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat, memenuhi kepuasan kinerja sebagai perawat, dan
menciptakan lingkungan yang dapat mendorong komunikasi yang adekuat antar pemberi
pelayanan kesehatan(Marquis & Hutson,2013). Asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas
tidak terlepas dari peran penting perawat sebagai pemberi asuhan. Metode aswan keperawatan
primer(primary nursing) merupakan salah satu model asuhan keperawatan profesional yang
semakin dikembangkan. Metode aswan keperawatan primer adalah metode pemberian asuhan
keperawatan di mana perawat primer ditunjuk yang bertanggung jawab dan bertarung buka
terhadap perawatan pasien(Kelly, Maureen, & Marthaler, 2010).

Tri Nurani(2019) menambahkan bahwa " perawat primer memiliki tanggung jawab
profesional, komunikasi, pengkajian dan perencanaan keperawatan, asuhan berpusat pada pasien,
dan edukasi pasien. Yang jawab profesional dapat dipenuhi apabila mengambil keputusan,
membuat perencanaan dan pelaksanaan terhadap keputusan yang telah ditentukan(otonomi),
bertanggung jawab dan bertanggung gugah terhadap keputusan yang telah ditetapkan,
berkolaborasi dengan disiplin ilmu yang lainnya, dan bertindak sebagai advokat terhadap hak-
hak pasien, serta memfasilitasi kepentingan pasien. Tanggung jawab komunikasi perlu
diterapkan oleh perawat untuk mendapatkan informasi dari pasien dan keluarga tentang
kebutuhan perawatan dan meyakinkan informasi yang penting tidak terfilter. Tanggung jawab
pengkajian terhadap kebutuhan pasien dan membuat perencanaan keperawatan serta bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat dapat terpenuhi dengan
mengintegrasikan pemikiran dan tanggung jawab operasional terhadap kualitas pelayanan. Jawab
asuhan berpusat pada pasien dapat dipenuhi dengan membuat perencanaan perawatan yang
individual berdasarkan kebutuhan pasien dan memadukan kebutuhan pasien dengan kemampuan
perawat." Inilah yang membuat kami yakin bahwa metode Keperawatan primer memerlukan
biaya yang tinggi karena melihat dari kebutuhan perawatan/ tingkat ketergantungan pasien
selama perawatan yang mengharuskan perawat memberikan pelayanan yang optimal demi
kelancaran dan keberhasilan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
SUMBER :
Azwar,Bahar.(2005)."Menjadi Pasien Cerdas(Terhindar dari Malapraktik).
Jakarta:Kawan Pustaka
Nurani,Tri(2019)."ANALISIS SITUASI DAN OPTIMALISASI PELAKSANAAN
METODE ASUHAN KEPERAWATAN PRIMER DI RS ANAK DAN BUNDA DI
JAKARTA".Jurnal LINK Vol 15(2).9-16

Nurani,Tri(2019)."ANALISIS SITUASI DAN OPTIMALISASI PELAKSANAAN


METODE ASUHAN KEPERAWATAN PRIMER DI RS ANAK DAN BUNDA DI
JAKARTA".Jurnal LINK Vol 15(2).9-16

Sumber : Pratiwi,Ana(2016).” IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU


PELAYANAN KEPERAWATAN MELALUI KEPEMIMPINAN MUTU KEPALA
RUANGAN”.Jurnal Ners Vol 11(1).1-6
Raodhah,Sitti(2017).” HUBUNGAN PERAN KEPALA RUANGAN DENGAN
KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD SYEKH YUSUF KABUPATEN
GOWA”.Public Health Science Journal Vol 9(1).94-102
nursalam. (2014). manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan
professional ed. Jakarta : penerbit salemba
susanto, heru (2015). thesis : analisis faktor faktor yang mempengaruhi BOR rumah sakit
“Roemani” Semarang. semarang : Magister manajemen Program Pasca sarjana Universitas
Diponegoro.
Universitas Sumatra Utara. (2013). chaper II : primary Nursing. Sumatra : Universitas
Sumatra Utara

Anda mungkin juga menyukai