Anda di halaman 1dari 4

Mungkin bisa dijelaskan lebih lanjut mengenai komponen antigen dari S.

thypi dan
berpengaruh pada demam thypoid ini?

Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen antara lain

 antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup.
 Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan
bersifat spesifik spesies.
 Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel. Antigen ini menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti
O serum dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin.
 Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar dari
dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A.
 Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi agglutinin di dalam tubuh.
 Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan
bagian terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan
yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP sebagain besar terdiri dari
protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan antigen yang penting
dalam mekanisme respon imun host. OMP berfungsi sebagai barier mengendalikan
masuknya zat dan cairan ke membran sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor
untuk bakteriofag dan bakteriosin.

Mungkin bisa dijelaskan lebih lanjut apa itu pemeriksaan widal dan mengapa sensitifitas
dan spesifitas tes widal ini masih rendah?

Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H dari S. Typhi dan
sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang rendah, sehingga penggunaannya sebagai satu-satunya pemeriksaan
penunjang di daerah endemis dapat mengakibatkan overdiagnosis. Pada umumnya
antibodi O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak awal penyakit.25
Interpretasi pemeriksaan Widal harus dilakukan secara hati-hati karena dipengaruhi
beberapa faktor yaitu stadium penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium,
endemisitas dan riwayat imunisasi demam tifoid. Sensitifitas dan spesifisitas Widal
rendah tergantung, kualitas antigen yang digunakan, bahkan dapat memberikan hasil
negatif hingga 30% dari sampel biakan positif demam tifoid.25 Pemeriksaan Widal
memiliki sensitivitas 69%, spesifisitas 83%.17 Hasil pemeriksaan Widal positif palsu
dapat terjadi oleh karena reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella, infeksi bakteri
enterobacteriaceae lain, infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid atau
standardisasi reagen yang kurang baik.26 Hasil negatif palsu dapat terjadi karena teknik
pemeriksaan tidak benar, penggunaan antibiotik sebelumnya, atau produksi antibodi tidak
adekuat.17,25 Pemeriksaan Widal pada serum akut satu kali saja tidak mempunyai arti
penting dan sebaiknya dihindari. Diagnosis demam tifoid baru dapat ditegakkan jika pada
ulangan pemeriksaan Widal selang 1-2 minggu terdapat kenaikan titer agglutinin O
sebesar 4 kali. Uji Widal memiliki beberapa keterbatasan sehingga tidak dapat dipercaya
sebagai uji diagnostik tunggal.27

Saya pernah membaca beberapa literatur yang menyatakan sefriaxone lebih baik daripada
penggunaaan kloramfenicol pada demam tifoid, mungkin presentan sudah pernah
membaca terkait literatur tersebut dan bagaimana kesimpulannya?

Kriteria yang sebaiknya dipenuhi oleh antibiotik empiris antara lain cara pemberian mudah bagi
anak, tidak mudah resisten, efek samping minimal, dan telah terbukti efikasi secara klinis.1

Lama demam turun (time of fever defervescence) merupakan salah satu parameter keberhasilan
pengobatan. Demam yang tetap tinggi menunjukkan kemungkinan komplikasi, fokus infeksi lain,
resistensi S. typhi, atau salah diagnosis.

Multidrug resistant Salmonella typhi adalah resistensi terhadap lini pertama antibiotik yang
biasa digunakan pada demam tifoid yaitu kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol. Penyebab
MDRST adalah pemakaian antibiotik yang tidak rasional (over-used) dan perubahan faktor
instrinstik dalam mikroba

demam turun lebih cepat sehingga lama terapi lebih singkat, efek samping lebih ringan, dan
angka kekambuhan yang lebih rendah pada penggunaan seftriakson dibandingkan kloramfenikol

Durasi terapi seftriakson bervariasi antara 3 -10 hari dengan waktu demam turun rata-rata
empat hari, dan aman diberikan pada anak dengan dosis antara 50-100 mg/kg/hari, dosis

Pasien mengalami efek samping kloramfenikol berupa supresi sumsum tulang, setelah dosis
80mg/kg berat badan/hari dengan maksimal dosis 2 g/hari, demam turun setelah hari ketiga
terapi. Seftriakson dilanjutkan sampai lima hari pengobatan, terbukti memberikan respon klinis
yang baik.

Apakah kedua vaksin untuk demam tifoid ini sudah tersedia di Indonesia?

Di pasar internasional, tersedia dua jenis vaksin yang sudah disetujui penggunaannya
oleh WHO. Jenis yang pertama adalah vaksin oral yang mengandung bakteri hidup yang
sudah dilemahkan (S. typhi Ty21a) yang dikenal dengan nama vaksin Ty21a. Tersedia
dalam bentuk kapsul. Di Australia dan Eropa, dosis yang dipakai adalah 3 kapsul pada
hari ke-1, 3 dan 5. Dosis ini diulang setiap tahun bagi individu yang berasal dari negara
nonendemis dan berkunjung ke negara endemis. Bagi individu yang tinggal di negara
atau area yang endemis, dosis tersebut diulang setiap 3 tahun sekali. [1]

Di Amerika dan Kanada, dosis yang dipakai adalah 4 kapsul pada hari ke-1, 3, 5, dan 7.
Di Kanada, dosis tersebut diulang hanya setelah 7 tahun, sedangkan di Amerika, dosis
tersebut diulang setelah 5 tahun, tanpa memandang resiko demam tifoid di negara atau
area tempat tinggal. [1] Durasi proteksi setelah vaksinasi Ty21a bervariasi, bergantung
pada dosis vaksin dan paparan dari S. typhi (natural booster). [1]
Jenis lain yang tersedia di pasar internasional adalah vaksin Vi kapsuler polisakarida.
Jenis vaksin ini adalah vaksin tifoid yang dipakai di Indonesia. Vaksin ini mengandung
polisakarida Vi dari kapsul bakteri Salmonella. Level protektif akan dicapai setelah 2-3
minggu dari pemberian vaksin. Vaksin ini hanya direkomendasikan untuk individu diatas
usia 2 tahun. Vaksin tersedia dalam bentuk syringe siap pakai 0,5 ml yang berisi 25
mikrogram antigen Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara
intramuskular di deltoid. Dosis tersebut diulang setiap 3 tahun. [2]

Di Indonesia juga tersedia vaksin kombinasi Vi kapsuler polisakarida dan hepatitis


A inaktif. Vaksin kombinasi ini direkomendasikan untuk individu di atas usia 16 tahun.
Level protektif akan dicapai setelah 2-3 minggu pemberian vaksin. Vaksin tersedia
dalam bentuk dual chamber syringe siap pakai dengan volume 1 ml, masing-masing 0,5
ml untuk setiap vaksin. Dosis tersebut diulang setiap 3 tahun sekali. Tidak ada perbedaan
efektivitas pemberian vaksin kombinasi dengan vaksin tifoid dan hepatitis A yang
diberikan secara terpisah. [2, 3] Konsumsi obat proguanil, mefloquine dan antibiotik
sebaiknya dihentikan 3 hari sebelum dan 3 hari sesudah imunisasi Ty21a. [1]

Mengapa pada demam tifoid dapat menyebabkan hepatomegali dan perdarahan saluran
cerna?

 Bakterimia primer  menyebar ke organ retikuleedontel (terutama hati dan lien)


 bakteri meninggalkan sel makrofag  berkembang biak diluar sel atau ruang
sinusoid  rekrutment sel mononuklear dn respon imun spesifik karena adanya
kolonosasi S. thypi  hepatomegali

Anda mungkin juga menyukai