Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecantikan dan Kesuburan adalah dua hal utama yang dianggap penting

dalam kehidupan wanita yang diwakili oleh wajah, payudara dan uterus. Ketiga

bagian ini sangat dipengauruhi oleh keberadaan hormone estrogen yang sangat

berperan dalam keberlangsungan fungsi fisiologis wanita, yaitu mulai dari

mengatur siklus menstruasi dan reproduksi hingga berperan dalam modulasi

kepadatan tulang dan transport kolestrol (Jordan, 2004).

Estrogen merupakan hormon kelamin utama pada wanita. Hormone ini

berperan dalam diferensiasi sel, jaringan reproduksi, perlindungan terhadap

osteoporosis, dan sebagai hormon kardioprotektif yang beraksi dengan

meningkatkan kadar HDL dan menurunkan LDL (Ikawati, 2008). Aksi biologis

hormon estrogen diperantarai oleh reseptor estrogen, yang termasuk dalam

golongan reseptor inti (Matthews,dkk.,2003)

Kehilangan estrogen dalam jumlah besar berpengaruh besar terhadap

penurunan kualitas hidup wanita karena dapat mempengaruhi keindahan maupun

kesehatan payudara, dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan alat reproduksi

dan dapat menimbulkan gejala lainnya yang kurang menyenangkan pada wanita

menopause (Achadiat, 2003). Untuk itu perlu diperlukan asupan estrogen dari luar

tubuh untuk tetap menjaga keberadaan dan fungsi estrogen dalam tubuh.

Post menstrual atau menopause merupakan proses alamiah yang akan

dialami oleh setiap wanita. Pada masa ini, wanita mengalami defisiensi hormone

1
estrogen yang memiliki peeranan dalam regulasi produksi, modulasi kepadatan

tulang, transport kolestrol serta stimulasi proliferasi sel epitel kelenjar payudara.

(Jordan, 2004). Kekurangan hormon estrogen menimbulkan berbagai gangguan

fungsi fisiologis seperti osteoporosis dan penyakit kardiovaskular seperti

hiperkolesterolemia (Kenny,dkk.,2000).

Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa

tulang dan adanya berubahnya mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat

menurunnya kekuatan tulang dan berakibat menurunnya kekuatan tulang dan

meningkatnya kerapuhan tulang (Depkes RI, 2008).

Kecepatan resorpsi dan deposisi tulang baru untuk menggantikan yang

hilang dipengaruhi oleh sirkulasi kadar estrogen. Pada saat kadar ekstrogen rendah

yang biasanya terjadi pada wanita menopause, kemampuan pembentukan tulang

akan meningkat (Groff, dkk.,2000).

Penanganan yang biasa diberikan oleh kalangan medis adalah dengan

memberikan terapi hormone pengganti (Hormon Replacement Therapy/HRT)

yang secara efektif berperan dalam mengurangi ketidaknyamanan saat gejala

menopause menimpa seorang wanita. Terapi penanganan defisiensi estrogen

dengan HRT memiliki resiko besar terhadap terjadinya kanker. Alternative

penanganan lain yang relative lebih aman yakni terapi dengan fitoestrogen

(Messina and Loprinzi, 2001).

Kolestrol merupakan senyawa kimia alami tubuh yang berperan dalam

banyak proses metabolisme dalam tubuh. Estrogen juga merupakan faktor penting

dalam homeostasis kolestrol dengan meregulasi fungsi mitokondrial hepar.

Estrogen yang berinteraksi dengan reseptor estrogen berperan dalam peningkatan

2
HDL, penurunan kolestrol total, LDL, dan trigliserida (Gruber, 2002).

Peningkatan kadar HDL darah disebabkan oleh peningkatan ekspresi protein apo

A-1 yang selanjutnya akan meningkatkan kadar HDL dalam darah (Harnish,

dkk.,1998). Penurunan kadar LDL disebabkan oleh aktivitas estrogen dalam

meningkatkan transkripsi reseptor LDL. Semakin tinggi reseptor LDL yang

terbentuk, semakin turun kadar LDL dalam darah (Meyer,dkk., 2006).

Fitoestrogen termasuk isoflavon, lignin, dan senyawa steroida lain

ditemukan dalam tanaman maupun produk tanaman. Salah satu contoh

fitoestrogen adalah senyawa flavonoid yang banyak terdapat dalam tumbuh-

tumbuhan (Achadiat, 2007).

Mahoni (Swietenia mahagoni jacq. ) merupakan pohon yang dapat

ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain dekat pantai atau

ditanam ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Agoes, 2010). Telah dilakukan

beberapa penelitian terhadap biji mahoni. Penelitian pada batang mahoni yang

diekstraksi dengan etanol terbukti sebagai antimalaria Plasmodium falciparum,

klon D6 dan W2 yang diuji secara in vitro (McKinon et al. 1997).

Ekstrak heksan kulit batang mahoni mengandung triterpenoid dan

menunjukkan nilai LC50 dengan uji BSLT (brine shrimp lethality test) sebesar

3.73 µg/ml, sehingga spesies ini sangat berpotensi sebagai obat (Sukardiman

2000).

Penelitian pada biji mahoni terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri

Escheria coli dan bakteri subtilis (Hartati 2002). Shahidur et al. (2009)

melaporkan bahwa ekstrak metanol biji Swietenia mahagoni mengandung dua

jenis senyawa yang disebut limonoid, yaitu swietenolid dan 2 hidroksi3O-

3
tigloilswietenolide dan memiliki aktifitas sebagai antibakteri. Kandungan

senyawa kimia biji mahoni di antaranya flavonoid, saponin, alkaloid,

steroid/triterpenoid, dan tanin (Syamsuhidayat, dkk., 1991). Senyawa-senyawa

tersebut dapat berikatan dengan reseptor estrogen dan diduga menghasilkan efek

estrogenic melalui mekanisme yang serupa dengan estradiol.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk menguji efek ekstrak

etanol biji mahoni terhadap sel epitel kelenjar payudara tikus betina yang telah

diovariektomi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah

penelitian adalah:

a. Apakah ekstrak etanol biji mahoni mampu memberikan pengaruh

dalam perkembangan terhadap sel kelenjar epitel payudara pada tikus

betina yang telah di ovariektomi?

b. Apakah ada perbedaan efek estrogenik antara ekstrak etanol biji mahoni

dengan 17-β estradiol terhadap sel kelenjar epitel payudara tikus betina

yang telah diovariektomi?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah

sebagai berikut:

a. Ekstrak etanol biji mahoni dapat memberikan perkembangan terhadap

sel eptel kelenjar payudara tikus betina yang telah diovariektomi

4
b. Tidak ada perbedaan efek estrogenik pada sel kelenjar epitel payudara

antara ekstrak etanol biji mahoni dengan 17-β estradiol pada tikus

betina yang telah diovariektomi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui efek ekstrak etanol biji mahoni terhadap perkembangan

sel kelenjar epitel payudara tikus betina yang telah diovariektomi.

b. Mengetahui dosis efektif untuk efek estrogenik pada sel kelenjar epitel

payudara dari ekstrak etanol biji mahoni menggunakan 17-β estradiol

sebagai pembanding.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberi informasi kepada masyarakat tentang pengaruh eksstrak

etanol biji mahoni terhadap perkembangan sel kelenjar epitel payudara

b. Menambah inventaris tumbuhan obat yang berkhasiat sebagai efek

estrogenic terhadap sel kelenjar epitel payudara.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan subjek yaitu tikus betina putih yang

berumur 8 minggu dengan berat badan 150-280 g sebanyak 30 ekor yang telah di

ovariektomi dikelompokkan dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6

ekor. Penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Varibel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, yang menjadi

variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Ekstrak Etanol biji mahoni 50, 100, dan

200 mg/kg bb serta waktu pengamatan. Suspenci Na-CMC 0,5% digunakan

5
sebagai kelompok kontrol yang diketahui tidak memiliki efek estrogenik terhadap

sel kelenjar epitel payudara dan juga sebagai zat pensuspensi untuk membuat

suspensi Ekstrak etanol biji mahoni dan 17-β estradiol yang tidak larut dalam air.

17-β estradiol 2 µ/hari digunakan sebagai kelompok pembanding yang sudah

diketahui efek estrogenic terhadap sel epitel kelenjar payudara dan ekspresi KI-67.

Sehingga dalam penelitian ini, suspensi Na-CMC 0,5% dan 17-β estradiol 2 µ/hari

tidak termasuk

kedalam variabel bebas. Sedangkan yang menjadi variabel terikat dalam

penelitian ini adalah perkembangan sel kelenjar epitel payudara akibat adanya

pengaruh dari variabel bebas. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini

dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Terikat Variabel Bebas

Tikus di
Ovariektomi

Na-CMC 0,5 %
Selama 14 hari

Pada hari ke-15


Setelah dilakukan dilakukan pembedahan
ovariektomi diambil sel kelenjar
Tikus
epitel payudara tikus

17-β estradiol 0,09


Dilakukan pengamatan
mg/kg BB selama 14
perkembangan sel
hari
kelenjar epitel payudara
dan ekspresi KI-67

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian uji efek antidiabetes EEBM terhadap sel
kelenjar epitel payudara tikus betina yang telah diovariektomi

6
BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian eksperimen (eksperimental) bertujuan untuk mencari pengaruh variabel

tertentu terhadap variable lain dalam kondisi yang terkontrol. Penelitian ini

meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi sampel, pembuatan simplisia

karakterisasi dan skring fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol biji

mahoni, karakterisasi dan skrining fitokimia ekstrak biji mahoni, penyiapan

hewan percobaan, pengujian efek estrogenic terhadap sel kelenjar epitel payudara

dengan pengecatan Haematoksilin Eosin (HE) pada irisan mammae yang diamati

dibawah miskrokop cahaya (Zeiss) dan pengamatan ekspresi KI-67 pada sel-sel

epitel duktus dan lobulus dengan teknik immunohistokimia menggunakan

antibody KI-67 dilakukan pada irisan mammae yang lain

2.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi lemari pengering,

blender (National), rotary evaporator (Heidolph WB 2000), neraca hewan

(Presica GW-1500), neraca listrik (Mettler Toledo), penangas air, alat mikroskop

cahaya (Zeiss), oven, oral sonde, spuit, mortir, stamfer, gunting, spatula, alat-alat

gelas dan alat laboratorium lainnya.

2..2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji mahoni

(Switenia Mahagoni (L.,) Jacq). Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96%,

aloksan monohidrat (Sigma Aldrich), larutan fisiologis NaCl 0,9%,Na-CMC

7
(Natrium-Carboxy Methyl Cellulose), antibody KI-67, tablet 17-β estradiol

(Kalbe) dan air suling (teknis).

2.3 Hewan Percobaan

Hewan Percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tikus putih (Mus

musculus)betina berumur 8 minggu dengan bobot 150-280 g. sebelum digunakan

hewan percobaan, semua tikus betina dipelihara dahulu selama kurang lebih satu

minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan

serta menyeragamkan makanannya (Kusmardi dan Enif, 2007).

2.4 Prosedur Pembuatan Simplisia

2.4.1 Pengumpulan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel didapat

dari jalan prof. HM. Yamin Sh, Perintis Medan.

2.4.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi bahan tumbuhan biji mahoni (Switenia Mahagoni (L.,) Jacq.)

dilakukan oleh Herbarium Medanense (MEDAN) Universitas Sumatera Utara.

2.4.3 Pembuatan Simplisia

Sampel biji mahoni yang digunakan dikumpulkan, dibuang bagian yang

tidak diperlukan, dicuci hingga bersih lalu ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan

dalam lemari pengering dengan suhu 30-40°C. Biji dianggap kering apabila

ditumbuk tidak menggumpal lagi, kemudian simplisia yang telah kering diblender

dan diayak lalu serbuk ditimbang kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik

tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.

8
2.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia yaitu pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan

kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu

tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1995).

2.5.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dan organoleptic dilakukan dengan mengamati

bentuk dan rasa dari biji mahoni segar.

2.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskop terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara

menteskan kloralhidrat diatas kaca objek, kemudian diatasnya diletakkan serbuk

simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.

2.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode destilasi toluene. Alat terdiri

dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan

tabung penerima.

Cara kerja :

Dimasukkan 200 ml toluene dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat,

lalu di destilasi selama 2 jam. Setelah itu toluene dibiarkan mendingin selama 30

menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml.

kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah

ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene

mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluene. Destilasi

9
dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada

suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah sempurna, volume air yang dibaca

sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalm bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

2.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sling sampai 1 liter) dalam labu

bersumbat sambil dikocok seskali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan

selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes

RI, 1995)

2.5.5 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah

dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang

habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring

melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang

sama. Masukkan filtrate kedalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap,

timbang. Kadar abu dihitug terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI,

1995).

2.5.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

10
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

dipijarkan kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu

yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1995).

2.6 Skrining Fitokimia Simplisia Biji Mahoni

Skrining fitokimia serbu simplisia meliputi pemeriksaan senyawa

golongan alkaloid flavonoid, glikosida, saponin, tannin dan steroid / triterpenoid.

Adapun cara kerja skrining fitokimia EEBM yang dilakukan sama seperti skrining

fitokimia yang dilakukan terhadap simplisia.

2.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Mahoni ( EEBM)

Pembuatan ekstrak etanol dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol

96 %. Sebanyak 500 gram serbuk simplisia biji mahoni dimasukkan ke dalam

wadah kaca, ditambahkan etanol 96 % sebanyak 3,75 L, tutup, biarkan selama 5

hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan

cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 4 L. Pindahkan ke dalam bejana

tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari.

Dienaptuangkan atau disaring. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan rotary

evaporator sampai sebagian besar pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses

penguapan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI.,

1979).

2.8 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih

betina dengan berat badan 150-280 g sebanyak 30 ekor, dikelompokkan dalam

5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Sebelum pengujian,

11
terlebih dahulu mencit diaklimatisasi selama 2 minggu dalam kandang yang baik

untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.

Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Maryanto dan

Fatimah, 2004) sebagai berikut.

Keterangan: n = besar sampel


t = jumlah kelompok perlakuan

Kelompok penelitian berjumlah 5 (t=5), maka:

(n-1) (t-1) ≥ 15

(n-1) (5-1) ≥ 15

(n-1) (4) ≥ 15

4n−¿4≥ 15

4n ≥ 19

19
n≥
4

n ≥ 4,75 ~ 5

Besar sampel ideal menurut perhitungan rumus Federer di atas adalah 5

ekor tikus atau lebih. Sebagai cadangan, maka 1 ekor tikus ditambahkan pada

setiap kelompok perlakuan untuk mengantisipasi kemungkinan yang tidak

diinginkan seperti kemtian, kegagalan pengambilan sampel, dan lain-lain. Dengan

demikian jumlah tikus betina semua kelompok uji secara keseluruhan yaitu 30

ekor.

12
2.9 Pembuatan Pereaksi

2.9.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi air suling

panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang

transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air

suling,dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan

volumenya dengan air suling hingga 100 ml.

2.9.2 Pembuatan Suspensi 17-β Estradiol

Serbuk 17-β Estradiol dimasukkan kedalam lumpang, tambahkan suspense

Na-CMC 0,5 % digerus hingga merata. Sediaan suspensi β-estradiol dimasukkan

kedalam labu ukur 10 ml, kemudian cukupkan dengan suspense Na-CMC 0,5%

Sampai garis tanda.

2.9.2.1 Penetapan Dosis 17-β estradiol

Dosis 17-β estradiol pada tikus putih betina adalah 2 µg/ hari (Maria,dkk.,

2008)

2.9.3 Pembuatan Suspensi EEBM (Ekstrak Etanol Biji Mahoni)

Suspensi ekstrak biji mahoni (Switenia Mahagoni (L.,) Jacq

.) dibuat 3 variasi dosis yakni dosis 50 mg/kg bb; 100 mg/kg bb; dan 200 mg/kg

bb. Sejumlah 50 mg, 100 mg, dan 200 mg ekstrak biji mahoni ditimbang dan

dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% sedikit

demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml.

13
2.10 Pengujian Efek Fitoestrogen Pada Ekstrak Etanol Biji Mahoni

2.10.1 Operasi Ovariektomi Tikus

Tikus putih betina diaktimilasi selama 1 minggu . kemudian

ditimbangpada hari ke , 25 ekor tikus diantaranya dialakukan ovariektomi bilateral

dengan anastesi ketamine 1,8-2 mg /kg bb secara injeksi IM. Selanjutnya

dilakukan irisan pada punggung 2 cm dicaudal costa 13, disebelah lateral

vetebrata 1-1,5 cm. ovarium tampak seperti granul-granul, dilakukan pemotongan

dan atasi perdarahan yang terjadi. Setelah tindakan diberi injeksi procain

Penicillin untuk mencegah infeksi. Kemudian dipelihara selama 14 hari untuk

mendapatkan efek fitoestrgen.

2.10.2 Pemberian Suspensi Secara Oral

Tikus betina yang telah diovariektomi ditimbang berat badannya, setelah

itu dibagi menjadi 5 kelompok, yang terdiri dari 5 ekor tikus yaitu:

a. Kelompok 1: Suspensi Na-CMC 0,5% sebagai kontrol negatif

b. Kelompok 2: Suspensi 17 beta estradiol dosis 2 µg/hari sebagai

kontrol positif

c. Kelompok 3: Suspensi EEBM dosis 50 mg/kg bb sebagai

kelompok perlakuan 1

d. Kelompok 4 : suspensi EEBM dosis 100 mg/kg bb sebagai

kelompok perlakuan 2

e. Kelompok 5 : suspensi EEBM dosis 200 mg/kg bb sebagai

kelompok perlakuan 3

Kelima kelompok diberi perlakuan selama 14 hari berturut-turut.

14
2.10.3 Pembedahan Serta Pengamatan Morfologi Kelenjar Epitel Mammae

Pada hari ke 15, tikus dikorbankan kemudian diletakkan telentang,

selanjutnya dinding abdomen dibuka dengan gunting dan dilakukan pengambilan

kelenjar epitel payudara. dilakukan pengamatan terhadap perkembangan lobulus

kelenjar payudara.

2.10.4 Pemeriksaan Histologi Aorta Tikus

Pemeriksaan histologi aorta tikus dengan pembuatan preparat histologi

dengan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin (HE). Proses pembuatan preparat

histologi dan pewarnaan HE (Hasibuan, 2014):

Jaringan yang telah diblok parafin dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian

organ diambil menggunakan object glass dan disimpan dalam inkubator dengan

suhu 370C selama 24 jam.Dideparafinasi dengan larutan xylol (I dan II) selama 2

menit, Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara merendamkan sediaan ke

dalam alkohol bertingkat selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air

yang mengalir (air kran) selama 1 menit. Preparat direndam dalam larutan

Mayer’s Haematoxyllin selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir (air kran)

selama 30 detik.Dicelupkan kedalam larutan lithium carbonat selama 15-30 detik,

dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit, direndam dalam larutan

eosin selama 2-3 menit, dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30-60 detik.

Preparat dicelupkan kedalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut sebanyak

10 kali celupan selama 2 menit, kemudian dicelupkan ke dalam xylol I selama 1

menit dan xylol II selama 2 menit. Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat

Canada balsem (Entellan®) dan ditutup dengan cover glass. Diamati dengan

menggunakan mikroskop cahaya.

15
2.10.5 Pengujian Ekspresi Ki-67 dengan metode IHC

Langkah-langkah pengerjaan pulasan Ki-67 untuk mengamati proliferasi

sel adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2014):

Deparafinasi slide (xylol I, xylol II, xylol III) masing-masing 5 menit. Dilakukan

rehidrasi masing-masing 4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 5

menit, dimasukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitop Retrieval kemudian

dilakukan set up pre heat 650C, kemudian running time 980C selama 15 menit.

Waktu yang dibutuhkan proses ini adalah selama lebih kurang 1 jam. Kemudian

dilakukan Pap Pen dan segera dimasukkan dalam Tris Buffered Saline pH 7,4

selama 5 menit, dilakukan blocking dengan hidrogen peroksida, inkubasi selama

5-10 menit, dicuci dalam Tris Buffered Saline pH 7,4 selama 5 menit. Dilakukan

blocking dengan Normal Horse Serum (NHS) 3% selama 5 menit, dicuci kembali

dengan TBS pH 7,4 selama 5 menit, diinkubasi dengan antibodi monoklonal

MIB-1 (untuk pulasan Ki-67) konsentrasi 0,4 mg/ml pengenceran 1:50 selama 1

jam, dicuci dengan TBS pH 7,4 selama 5 menit. Dako Real Envision

Rabbit/Mouse dilabel biotin selama 30 menit, dicuci dengan TBS pH 7,4 selama

5-10 menit, diinkubasi dengan konjugat avidin-peroksidase suhu kamar selama

30 menit, dicuci dengan TBS pH 7,4 / Tween 20 selama 5-10 menit, diinkubasi

dengan campuran substrat-kromogen solution (20 μl DAB : 1000 μl substrat

hidrogen peroksida 0,01%) selama 10 menit suhu kamar. Kemudian dicuci dengan

air mengalir selama 10 menit lalu dilakukan counterstain dengan hematoksilin

selama 15 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 5 menit,

dimasukkan dalam larutan lithium carbonat selama 2 menit. Preparat dicuci

dengan air mengalir selama 5 menit lalu dilakukan dehidrasi masing-masing 5

16
menit, dilakukan clearing dengan xylol I, xylol II, xylol III masing-masing selama

5 menit, dilakukan mounting dan ditutup dengan cover glass.

2.11. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Solution) 17. Data dianalisis dengan

menggunakan metode Shapiro-Wilk untuk menentukan normalitasnya karena

sampel yang digunakan pada penelitian ini kurang dari 5,0. Jika data normal,

Kemudian dilanjutkan menggunakan metode One Way ANOVA untuk

menentukan perbedaan rata-rata di antara kelompok. Jika terdapat perbedaan,

dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat

perbedaan nyata antar perlakuan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, S., dan Adrian. (2012). Makanan Herbal Untuk Penderita Diabetes Mellitus.
Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 5-14, 80-91.

Depkes R.I. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI. Halaman 33, 744.

Firdous, M., Koneri, R., Sarvaraidu, C. H., Harish, M., dan Shubhapriya, K. H.
(2009).NIDDM Antidiabetic Activity of Saponin of Momordica Cymbalaria
in Streptozotocin-Nicotinamide NIDDM Mice.Journal of Clinical and
Diagnostic Research.3:1460-1465.
Frode, T.S., dan Medeiros, Y.S. (2008). Animal Models to Test Drugs With Potential
Antidiabetic Activity. Journal of Ethnopharmacology. 115(2): 173-183.

Hariana, H.A. (2009). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Halaman 164.

Harianja, E. (2011). Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Tumbuhan Alpukat (Persea
americana Mill) Segar Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Mencit
Jantan .Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara.

Haznam, M.W. (1991). Endokrinologi. Bandung: Percetakan Angkasa Offset. Halaman


37.

Indrawati, S., Yuliet., dan Ihwan. (2015). Efek Antidiabetes Ekstrak Air Kulit Buah
Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) terhadap Mencit (Mus musculus) Model
Hiperglikemia.Galenika Journal of Pharmacy. 2(1): 69-76.

Lukacinova, L. et al. (2008). Preventive Effects of Flavonoids on Alloxan-Induced


Diabetes Mellitus in Rats. ACTA VET. BRNO (77): 175-182.

Malole, M.B.M. dan Pramono, C.S.(1989).Penggunaan Hewan-hewan Percobaan


Laboratorium.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Marianne, Yuandani, dan Rosnani. (2011). Antidiabetic Activity from Ethanol


Extract of Kluwih’s Leaf (Artocarpus camansi).Jurnal Natural.11(2): 64-68.

Mokuna, N., Ramadhanil, P., Yuliet. (2014). Uji Efek Antidiabetes Ekstrak Akar
Garcinia rostrata Hassk.ex. Hook.f Pada Mencit Jantan (Mus musculus)
Dengan Metode Toleransi Glukosa dan Induksi Aloksan.Biocelebes. ISSN:
1978-6417. 8(2): 44.

Nugroho, A.E. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi Dan


Mekanisme Aksi Diabetogenik. Jurnal Biodiversitas UGM. 7(4): 378-382.

Pour, P.S.(editor). (2006). Toxicology of the Pancreas. Boca Raton: Taylor and
Francis Group. Halaman 552.

18
Prameswari, O.M., dan Simon, B.W. (2014).Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan Wangi
Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah dan Hispatologi Tikus Diabetes
Mellitus.Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2): 16-27.

Ratimanjari, D.A. (2011). Pengaruh Pemberian Infusa Herba Sambiloto


(Andrographis paniculata Ness) Terhadap Glibenklamid Dalam Menurunkan
Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Yang Dibuat Diabetes. Skripsi.
Depok: FMIPA, Universitas Indonesia.

Ravichandiran, V., Sankaradoss, N., dan Nazeer, A. (2012). Protective Effect of


Tannins from Ficus racemosa in Hypercholesterolemia and Diabetes Induced
Vascular Tissue Damage in Rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine.
5(5): 367-373.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Bandung:


Penerbit ITB. Halaman 191-193.

Sagala, F.R. (2017). Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifoliusRoxb.) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Paracetamol. Skripsi.
Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Suharmiati. (2003). Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat.


Cermin Dunia Kedokteran. No. 140. Surabaya: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Halaman 10.

Sukandar, Y.E., dkk. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit ISFI. Halaman 26-27.

Suyono, S. (2006). Diabetes Melitus di Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi
Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 2318.

Syah, M. I., Suwendar, dan Mulqie, L. (2015). Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun
Mangga Arumanis (Mangifera indica L. “Arumanis”) pada Mencit Swiss
Webster Jantan dengan Metode Tes Toleransi Glukosa (TTGO).Prosiding
Penelitian SpeSIA Unisba. ISSN 2460-6472

Szkudelski, T. (2001). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B


Cells of The Rats Pancreas.Department of Animal Physiology and
Biochemistry. Poznan. Poland: University of Agriculture. Halaman 537- 539.
Widowati, L., B. Dzulkarnain dan Sa’roni. (1997). Tanaman Obat Untuk Diabetes
Mellitus. Cermin Dunia Kedokteran. No. 116. Surabaya: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 53.

Widowati, W., (2008). Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. JKM. 7(2): 8

Yuningsih, R. (2012). Pengobatan Tradisional di Unit Pelayanan Kesehatan.Pusat


Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) SetJen DPR RI.4(5): 9.

Zastrow, V. M., dan Bourne, R. H. (2001). Reseptor dan Farmakodinamika Obat. Dalam
Bertram G. Katzung (Editor). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Medika. Halaman 53.

19

Anda mungkin juga menyukai