Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN SECTIO CAESAREA (SC)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Maternitas

Oleh :

HALMA NURLAELA
JNR0200023

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021
A. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
I. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Sofian,2012). Sectio Caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatann pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013).

II. Etiologi
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ),
ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta
tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ).
Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).

III. Klasifikasi Setio Caesarea


Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte,
2010).
1. Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman
sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka
insisi melintang segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam
pelaksanaan obstetric.
2. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti
insisi melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan
dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam
dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting
yang berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering
dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus
ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak
dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-
satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari
perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas
dengan mencegahh peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada
beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters,
Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering
tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica
urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan
sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5. Sectio Caesarea Extraperitoneal
pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari
perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas
dengan mencegahh peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada
beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters,
Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering
tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica
urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan
sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
IV. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah
komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok
perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ
abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio
Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan
ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii
(Anggi, 2011).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu
infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor,
seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan
infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus,
gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV,
Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi
buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga,
alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam
minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit
saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka
akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman
tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi
itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut.
(Valleria, 2012).
B. PENGKAJIAN
1. Identitas umum
Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, sumber informasi, diterima dari, dan cara
datang.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan klien postpartum adalah nyeri seprti
ditusuk-tusuk, panas, perih, mules, dan sakit pada jahitan perineum (Mohamed &
Saied, 2012).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, ppenyebab, gejala timbul tiba-
tiiba/perlahan, lokasi, obat yang diiminum, dan cara penanggulangan. (Suratun,
2008).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit kronis,
keturunan, maupun menular. (Potter & Perry, 2009).
5. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari pasca
partum karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38ºC
mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau karena awitan laktasi dalam 2 sampaii 4
hari. Demam yang menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam pertama
dapat menandakann adanya infeksi.
Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai 10
hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/ menit. Frekuensi
diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat menunjukkan adannya infeksi, hemoragi,
nyeri, arau kecemasan. Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan
hipotensi menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.
Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilam.
Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik karena diuresis dan
diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovaskuler.
Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Peningkatan tekanan darah menunjukkan hipertensii akibat kehamilan, yang dapat
muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejanng eklamsia dilaporkan terjadi
sampai lebih dari 10 hari pascaparum (Cuningham, et al , 1993 dalam Sharon J,
dkk 2011). Nadi dan tekanan darah diukur setiap 4 sampai 8 jam, kecuali jika
ada penyimpangan dari nilai normal sehingga perlu diukur lebih sering
b. Kepala dan wajah
Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya hiperpigmentasi pada
wajah ibu (cloasmagravidanum), amati warna dari keadaan rambut, kaji
kerontokan dan kebersiihan rambut, kaji pembengkakan pada muka.
c. Payudara
Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputu inspeksi ukuran,
bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah ada nyeri tekan
guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama pascapartum,
payudara tidak banyak berubah kecil kecuali skresi kolostrum yang banyak. Pada
ibu menyusui, saat ASI mulai diproduksi, payudara menjadi lebih besar, keras,
dan hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol atau bernodul. Wanita sering
mengalami ketidaknyamanandengan awitan awal laktasi. Pada wanita yang tidak
menyusui, perubahan ini kurang menonjol dan menghilang dalam beberapa hari.
Banyak wanita mengalami pembengkakan nyata seiring dengan awitan menyusui.
Payudara menjadi lebih besar dan teraba keras dan tegang, dengan kulit tegang
dan mengkilap serta terlihatnya pembesaran vena berwarna biru. Payudara dapat
terasa sangat nyeri dan teraba panas saat disentuh.
d. Abdomen
Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar
abdomen, bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae livida atau albican,
terdapat bekas luka operasi Sectiocaesarea. (Anggraini, 2010) mengkaji luka
jahitan post Sectiocaesarea yang meliputi kondisi luka (melintang atau membujur,
kering atau basah, adanya nanah atau tidak), dan mengkaji kondisi jahitan
(jahitan menutup atau tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta warna kemerahan
pada sekitar area jahitan luka post sectiocaeserea atau tidak).
C. DIAGNOSA KEPERAWATANN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik pembedahan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalann nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas (mokus dalam jumlah berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat
anestesi)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dari
kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi postpartum
4. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu,
terhentinya proses menyusui
5. Gangguan eliminasi urine
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan
7. Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko episiotomy, laserasi jalan
lahir, bantuan pertolongan persalinan
8. Deficit perawatan diri : mandi/kebersihan diri, makan, toileting berhubungan
dengann kelelahan postpartum
9. Konstipasi berhubungan dengan efek anestesi
10. Resiko syok (hipofolemik) berhubungan dengan kekurangan cairan dan
elektrolit
11. Defisiensi pengetahuan : perawatan post partum berhubungan kurangnya
informasi tentang pennanganan post partum
D. PERENCANAAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan Hasil
1. nyeri Pain lever a. Lakukan
berhubungan Pain control pengkajian
dengan agen Comfort nyeri secara
injuri fisik level komperhensif
pembedahan. a. Mampu termasul lokasi,
Definisi : mengontrol karakteristik,
Pengalaman nyeri (tahu durasi,
sensori dan penyebab nyeri, frekuensi,
emosional yang mampu kualitas, dan
tidak menggunakan faktor
menyenangkan tekhnik presipitasi
yang muncul nonfarmakologi b. Observasi
akibat kerusakan untuk adanya petunjuk
jaringan actual mengurangi nonverbal
atau potensial nyeri, mencari mengenai
yang bantuan) ketidaknyamana
digambarkan b. Melaporkan n terutama pada
sebagai kerusakan bahwa nyei mereka yyang
(international berkurang tidak dapat
Association For dengan berkomunikasi
the Study of menggunakan secara efektif.
Paint), manajemen c. Gunakan
Awitan yang tiba- nyeri strategi
tiba atau lambat c. Menyatakan komunikasi
rasa nyaman
dari intensitas Setela nyeri terapeutik untuk
ringan hingga berkurang menngetahui
berat dengan akhir pengalaman
yang dapat di nyeri pasien.
antisipasi atau d. Tenntukan
diprediksi. akibat dari
Faktor yang pengalaman
berhubungan : nyeri terhadap
a. Agen kualitas hidup
cidera pasien (tidur,
biologis Nafsu makan
(infeksi, penertian,
iskemia, perasaan,
neoplasma hubungan,
) perfoma kerja
b. Agen dan
cidera tanggung jawab
fisik peran)
(abses, e. Berikan
amputasi, informasi
luka mengenai nyeri,
bakar, seperti penyebab,
terpotong, berapa
mengangk lama nyeri
at berat, akan dirasakan
prosedur dan antisipasi
bedah, dari
trauma, ketidaknyamana
olahraga n akibat
berlebiiha prosedur.
n) f. Kurangi atau
c. Agens eliminasi faktor-
cidera faktor yang
kimiawi dapat
(luka mencetuskan
bakar, atau
kapsaisin, meningkatkan
metilen, nyeri
klorida, (ketakutan,
agens kelelahan,
mustard) keadaan
monoton dan
kurang
pengetahuan)
g. Gali
pennggunaan
metode yang
dipakai saait ini
untuk
menurunkan nyeri
h. Dorong pasien
untuk
memonitor nyeri
dan
mennangani
nyerinya dengan
cepat
i. Ajarkan metode
nonfarmakologi
untuk
menurunkann
nyeri
j. Pilih untuk
implementasika
n tindakan yang
beragam
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal)
untuk
memfasilitasi
peurunan nyeri
k. Kendalikann
faktor
lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon
pasien terhadap
ketidaknyamana
n
(suhu ruangan,
pencahayaan,
suara bising)
l. Berikan
individu
penurunan
nyeri
yang
optimal
dengan
peresepan
analgesic
m. Dukung
istirahat/tidur
yang adekuat
untuk mrmbantu
penurunan nyeri
n. Libatkan
kkeluarga dalam
modalitas
penurunan
nyeri, jika
memungkinkan
o. Monitor
kepuasan pasien
terhadap
manajemen nyeri
dalam interval
yang sspesifik
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Anggi, Desmiwarti, Husnil Kadri. 2013. Kasus Persalinan Dengan Bekas
Seksio Sesarea Menurut Keadaan Waktu Masuk di Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang : Universitas Andalas.
Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan.Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja
SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai