Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomielitis, dan dapat timbul akut atau
kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi
local yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali timbul sebagai
komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga
(otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus aureus, Streptococcus,
Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat
lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid.

Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan


yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali mendiagnosis osteomielitis
ini sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat
dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan
penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh
tulang mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang salah
pada anak-anak yang menderita osteomilitis dapat mengakibatkan keterlambatan dalam
memberikan pengobatan yang memadai.

Pada orang dewasa, osteomilitis juga dapat awali oleh bakteri dalam aliran darah,
namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi.
Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomielitis sangan resisten terhadap
pengobatan dengan antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan tindakan
drainase dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak cukup untuk
menghilangkan penyakit.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana anatomi tulang?
2. Apa yang dimaksud dengan osteomielitis?
3. Bagaimana klasifikasi dari osteomielitis?
4. Apa etiologi dari osteomielitis?

1
5. Bagaimana patofisiologi dari osteomielitis?
6. Apa yang menjadi factor resiko dari osteomielitis?
7. Apa manifestasi klinis dari osteomielitis?
8. Apa pemeriksaan penunjang dari osteomielitis?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari osteomielitis?
10. Bagaimana komplikasi yang dapat di timbulkan dari osteomielitis?
11. Bagaimana asuhan keperaawatan yang di berikan ke pasien dengan osteomielitis?

1.3TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana anatomi tulang.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan osteomielitis.
3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari osteomielitis.
4. Untuk mengetahui apa etiologi dari osteomielitis.
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari osteomielitis.
6. Untuk mengetahui apa yang menjadi factor resiko dari osteomielitis.
7. Untuk mengetahui apa manifestasi klinis dari osteomielitis.
8. Untuk mengetahui apa pemeriksaan penunjang dari osteomielitis.
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari osteomielitis.
10. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi yang dapat di timbulkan dari osteomielitis.
11. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperaawatan yang di berikan ke pasien dengan
osteomielitis.

2
BAB II

KONSEP MEDIK

2.1ANATOMI FISIOLOGI

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:

1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan
humerus, Ujung tulang panjang dinamakan epifisis. Plat epifisis memisahkan epifisis
dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada
orang dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago
artikular pada sendi-sendinya. Sedangkan, daearah batas disebut diafisis dan daerah
yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu
daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena
daerah ini merupakan daerah metabolic yang aktif dan banyak mengandung pembuluh
darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan
menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang. Tulang panjang disusun untuk menyagga
berat badan dan gerakan.

2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vetebra dan tulang-tulang karpal

3. Tulang pipih
Yang termaasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula dan tulang
pelvis.

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi oleh
periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal dari orang dewasa, yang memungkinkan
penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang dewasa.

3
.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas.

1. Osteoblast

Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang
sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat
memproduksi sunstansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di
kemidian hari. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan
mineral pada matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteosit dan
terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral.

2. Osteosit

Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang.

3. Osteoclast

Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan
sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan tulang.

Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Tulang


mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfor tubuh. Unit dasar
dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yg terdiri dari saluran haversian (yang berisi
pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna (berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran
kecil yang menghubungakan lacuna dan saluran haversian).

4
Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrus padat yang dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan
sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sum-sum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.

Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang
dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra
dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.
Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama,
yaitu:

1. Membentuk rangka badan


2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam,
seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam.
5. Sebagai organ yang berfugsi sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi
sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.

2.2 DEFINIS

Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi masuk dari dalam tubuh). (Reeves, 2001).

Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (m.tuberkulosa,jamur). (Arif mansjoer, 2002).
Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat akut maupun kronis. (Price
and wilson, 2005). Osteomyelitis adalah infeksi tulang ( smeltzer 2002)

5
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (M. tuberkulosa, jamur ). Menurut perjalanan
waktunya, osteomielitis dikategorikan atas akut, sub-akut, atau kronik dengan pembagian
pada tiap tipe berdasarkan onset penyakit (timbulnya infeksi). Osteomielitis akut berkembang
dalam dua minggu setelah onset penyakit, sedangkan osteomielitis sub-akut dalam dua
minggu sampai tiga bulan dan osteomielitis kronik setelah lebih dari tiga bulan.

2.3 KLASIFIKASI

Osteomielitis merupakan penyakit yang kompleks, sehingga sistem klasifikasi yang


bervariasi telah dikembangkan disamping kategori umum yaitu akut, sub-akut, dan kronik.
System klasifikasi Waldvogel membagi osteomielitis dalam kategori hematogenous,
contiguous and chronic, sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut sistem klasifikasi
Cierny-Mader berdasarkan status dari proses penyakit, bukan etiologi, kronisitas, atau factor
lainnya sehingga istilah akut dan kronik tidak dipergunakan pada system Cierny-Mader
derajat pada system ini bersifat dinamik dan dapat berubah-ubah sesuai sesuai kondisi medik
pasien, keberhasilan terapi antibiotic dan pengobatan lainnya.

Ross dan Cole (1985) membagi lesi-lesi ini sebagai yang bersifat agresif atau rongga
di dalam daerah metafisis atau diafisis. Klasifikasi ini membantu dalam perencanaan
pengobatan sebagai lesi yang sifatnya menyerang yang seharusnya diobati dengan
pembedahan untuk mendiagnosisnya.

6
Gledhill mengklasifikasikan osteomyelitis subakut berdasarkan gambaran
radiologinya (1973), dan klasifikasi ini telah dimodifikasi oleh Robert, dkk pada tahun 1982.
Klasifikasi ini berguna untuk pelaporan hasil pengobatan berdasarkan lokasi dan ini bukan
merupakan suatu prognosis atau rencana pengobatan.

A. Tipe I adalah lesi metafisis


 Tipe Ia merupakan lesi di sentral metafisis sebagai gambaran radiolusen, sering
merupakan sugestif dari histiositosis sel Langerhans.
 Tipe Ib merupakan lesi di metafisis yang aneh yang berlokasi pada erosi korteks,
yang mungkin memberikan gambaran dari sarkoma osteogenik.
B. Tipe II merupakan lesi diafisis
 Tipe IIa berlokasi di korteks dan reaksi periosteal meniru osteoid osteoma.
 Lesi tipe IIb merupakan abses meduler diafisis tanpa perusakan korteks tetapi
merupakan reaksi periosteal yang menyerupai kulit bawang mirip sarkoma
Ewing.
C. Tipe III merupakan lesi epifisis
 Tipe IIIa merupakan osteomielitis primer pada epifisis dan tampak sebagai
gambaran konsentrik radiolusen. Tipe ini biasanya tampak pada anak-anak usia 4-
5 tahun.
 Tipe IIIb adalah osteomielitis subakut yang menyilang epifisis dan meliputi baik
epifisis maupun metafisis.
D. Lesi tipe IV merupakan lesi yang sama dengan lesi metafisis, yang didefinisikan
sebagai bagian dari tulang yang rata atau ireguler yang dibatasi oleh kartilago
(pertumbuhan lempeng apofisis, kartilago artikuler, atau fibrokartilago), seperti
vertebra, pelvis, dan tulang-tulang pendek seperti tulang tarsal dan klavikula (Nixon,
1978).
7
 Tipe IVa meliputi tulang belakang dengan proses erosi atau destruksi.
 Tipe IVb meliputi penutup tulang dari pelvis dan paling sklerotik tidak adanya
proses erosi maupun destruksi. Ezra, dkk menyebutkan tipe ini pada tahun 1993
dan 1997.
 Tipe IVc meliputi tulang-tulang pendek, seperti tulang tarsal dan klavikula.

Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan klinis, yaitu


osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi
dan gejala yang terkait.

1. Osteomielitis Hematogen Akut

Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang


akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus
ditempat lain dan beredar  melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada
anak- anak dan sangat jarang pada orang dewasa.

2. Osteomielitis Hematogen Subakut
Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena organism
penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten. Osteomielitis hematogen
subakut biasanya disebabkan oleh Stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi
dibagian distal femur dan proksimal tibia.

3. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut
yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis kronis juga
dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi padatulang. Bakteri
penyebab osteomielitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli,
Proteus atau Pseudomonas

Walaupun sistem klasifikasi osteomielitis membantu mendiskripsikan infeksi dan


menentukan diperlukan atau tidaknya pembedahan, namun kategori ini tidak dapat digunakan
pada keadaan tertentu (infeksi pada sendi prostetik, material yang di implantasi, atau pada
tulang-tulang kecil dan osteomielitis vertebra).

2.4 ETIOLOGI
8
Organisme spesifik yang diisolasi dari osteomielitis seringkali dihubungkan dengan
usia pasien atau keadaan-keadaan tertentu yang menyertainya (trauma atau riwayat operasi).
Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan osteomielitis hematogenous
akut dan bertangguang jawab atas 90% kasus pada anak-anak yang sehat. Penyebab
osteomielitis pada anak-anak ialah Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%),
Haemophillus influenza (2-4%), Salmonella typhi dan Escherichia coli (1-2%). Bakteri
penyebab osteomielitis kronik terutama Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia coli,
Proteus atau Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab
utama osteomielitis kronik pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implan.

Selain disebabkan bakteri piogenik, osteomielitis juga dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri granulomatosa seperti tuberkulosis dan siphilis melalui proses spesifik, oleh jamur
seperti aktinomikosis yang pada awalnya seringkali bersifat kronik. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh virus.

2.5 PATOFISIOLOGI

Menurut Smletzher, 2002: Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai


80% infeksi tulang. Organism patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomilitis
meliputi proteus, pseudomonas, dan escerechia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobic.

Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama( akut
fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi
supervisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan
peingkatan tekanan jaringan dan medulla. Inveksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan kebawah poriesteum dan dapat menyeber ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya. Kecuali bila proses inveksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses
pada tulang.

9
Pada perjalan alamiahnya, abses dapat keluar secara spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan
tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat
mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan
tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum.jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan
abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

PATHWAY

Factor predisposisi : virulensi kuman,riwayat trauma,


usia, nutrisi
Invasi mikroorganisme
dari tempat lain melalui 10
darah
Fraktur terbuka

Masuk ke juksta epifisis Kerusakan pembuluh darah


tulang panjang dan adanya port de entree

Invasi kuman ke tulang sendi

osteomilitis

fagositosis

Proses inflamasi : gang fungsi ,pembengkakan, pembentukan pus,


kerusakan integritas jaringan

Proses Keterbatasan Peningkatan Pembentukan pus,


inflamasi pergerakan jaringan nekrosis jaringan
secara umum tulang dan
medula Penyebaran
Risiko Komplikasi
Demam , Penurunan Iskemia dan infeksi ke infeksi
malaise, kemampuan tinggi nekrosis tulang organ
penurunan pergerakan traum
penting
kemampuan a
tonus otot Pembentukan abses septikemia
Hambatan tulang
mobilitas fisik Kurang terpajan
informasi dan
Defisit perawatan Involucrum, nyeri pengetahuan
pengeluaran pus
dan luka Kerusakan lempeng
Ketidakseim Kelemahan fisik epifisis
bangan Deformitas, bau Risiko
nutrisi : Tirah baring lama, Gangguan
dari adanya luka osteomilitis
kurang dari penekanan lokal pertumbuhan
kronis

Gg citra Defisiensi pengetahuan


Kerusakan integritas
diri dan informasi
kulit

2.6 FAKTOR RESIKO

Osteomielitis biasanya tidak membedakan ras atau jenis kelamin. Tetapi beberapa orang
memiliki resiko lebih untuk terkena penyakit ini, resiko tersebut adalah :

11
 Diabetes mellitus
 Pasien yang mendapat hemodialisis
 Orang yang daya tahan tubuhnya lemah/buruk
 Sickel cell disease
 Penyalahguna obat – obatan IV
 Orang tua.
 Alkoholisme
 Penggunaan steroid jangka panjang
 Penyakit sendi kronik
 Trauma (pembedahan ortopedi atau fraktur terbuka)
 Pemakaian prosthetic ortopedi

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah
infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan
jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan
dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan
nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

1. Gambaran klinik Osteomielitis Akut

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,
sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini
dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin

12
disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ekstremitas
yang terkena, merupakan gejala osteomielitis hematogen akut. Pada anak – anak,
seringkali orang tua baru menyadari setelah anak tampak tidak mau menggunakan salah
satu anggota geraknya atau tidak mau disentuh. Mungkin saja sebelumnya didapatkan
riwayat infeksi seperti kaki yang terluka, nyeri tenggorokan, atau keluarnya cairan dari
telinga.

Pada bayi baru lahir, bayi tampak gelisah, dan irritable. Biasanya lebih sering terjadi
pada bayi dengan ’risiko tinggi’ seperti prematur, berat badan kurang, bayi riwayat
persalinan yang sulit atau pemasangan kateter arteri tali pusat.

Pada orang dewasa, predileksi tempat tersering adalah pada vertebra thorakolumbal.
Dapat saja menyerang penderita dengan riwayat masalah pada traktus urinarius. Nyeri
lokal bukanlah gejala yang menonjol, dan pemeriksaan x ray baru akan berarti beberapa
minggu kemudian. Tulang pada daerah lain biasanya terlibat pada penderita Diabetes
Mellitus, malnutrisi, ketergantungan obat, dan imunodefisiensi.

2. Gambaran klinik Osteomielitis subakut

Osteomielitis Hematogen Subakut biasanya ditemukan pada anak-anak dan remaja.


Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit
pembengkakan, dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terasa rasa nyeri pada daerah
sekitar sendi selama beberapa minggu atau berbulan-bulan. Suhu tubuh penderita
biasanya normal.

3. Gambaran klinik Osteomielitis kronik

Bentuk kronik dari osteomielitis seringkali timbul pada dewasa. Umumnya infeksi
tulang ini merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka, dan paling sering pada trauma
terbuka pada tulang dan jaringan sekitarnya. Biasanya terdapat riwayat osteomilitis pada
penderita. Nyeri tulang yang terlokalisir, kemerahan, dan drainase disekitar area yang
terkena seringkali timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau
sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan, deformitas, instabilitas, dan tanda-tanda dari
gangguan vaskularisasi, jangkauan gerakan, dan status neurologis. Mungkin dapat
ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar.

13
2.8PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan darah : Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai peningkatan
laju endap darah ; pemeriksaan titer antibody anti- stafilo- kokus; pemeriksaan kultur
darah untuk menentukan jenis bakterinya ( 50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas. Selain itu, harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang
merupakan jenis osteomielitis yang jarang terjadi.
 Pemeriksaan feses: Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan bila terdapat kecurigaan
infeksi olehh bakteri Salmonela.
 Pemeriksaan biopsy

Pemeriksaan ini dilakukan pada tempat yang dicurigai.

 Pemeriksaan ultrasound

Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi

 Pemeriksaan radiologi

Pada pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan
radiologis yang berarti, dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak.
Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah 10 hari (2 minggu). Pemeriksaan
radioisotope akan memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.

Diagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada penemuan klinik, melalui
data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium memberikan
data dimana respon terapi dapat diukur. Lekositosis, peningkatan laju endap darah, dan C-
reaktif protein harus diperhatikan. Kultur darah akan positif pada setengah dari anak-anak
dengan osteomielitis akut.

Jika tulang teraba, maka evaluasi mikrobiologi dan histologi langsung dilakukan
untuk mengkonfirmasi terdapatnya osteomielitis, setelah itu pengobatannya. Pemeriksaan
penunjang lainnya tidak diperlukan lagi.

14
1. Radiografi

Dalam osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos dan scintigrafi tulang
adalah alat pemeriksaan utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan muncul sampai
kira-kira dua minggu setelah onset dari infeksi.

Kuman biasanya bersarang dalam spongiosa metafisis dan membentuk pus sehingga
timbul abses. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periost dan kadang-
kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periost dan pada tempat-tempat tertentu
membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas dan terbentuk sekuester.
Periost yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal
sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada
trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis.

15
Tulang yang dibentuk di bawah periost ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan
disebut involukrum. Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar,
yang disebut kloaka.

Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian terlihat daerah-
daerah yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya dekstruksi
tulang, dan disebut rarefikasi.

Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik dengan gambaran
hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam tulang yang terinfeksi akan terdapat
sekuestra dan area destruksi. Kadang-kadang suatu abses, dikenal dengan brodie’s abscess
akan terlihat sebagai daerah lusen yang dikelilingi area sklerotik.

2. Scintigrafi tulang

Untuk pencitraan nuclir, Technetium Tc-99m metilen difosfonat adalah agen pilihan
utama. Sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu pertama dan sama sekali tidak
spesifik.

3. MRI (Magnetic resonance imaging)

16
Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam mendeteksi
osteomielitis. MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan radiografi, CT scan dan scintigrafi
tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi osteomielitis. MRI juga
memberikan gambaran resolusi ruang anatomi dari perluasan infeksi.

4. Ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan

Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed


tomographic) scan dapat membantu menegakkan diagnosa
osteomielitis. USG dapat menunjukkan perubahan sedini
mungkin 1-2 hari setelah timbulnya gejala. USG dapat
menunjukkan ketidakabnormalan termasuk abses jaringan
lunak atau penumpukan cairan (seperti abses) dan elevasi
periosteal. USG juga dapat digunakan untuk menuntun
dalam melakukan aspirasi. Tapi, USG tidak digunakan
untuk mengevaluasi cortex tulang.

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan ketidaknormalan


intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam mengevaluasi lesi pada tulang
vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area dengan anatomi yang kompleks, contohnya
pelvis, sternum, dan calcaneus.

5. Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi merupakan gold standard dalam


mendiagnosa osteomielitis. Kultur dari sediaan sinus tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk
mengidentifikasi etiologi dari osteomielitis, sehingga biopsi merupakan anjuran untuk
menentukan etiologi dari osteomielitis. Namun keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh
kurangnya pengumpulan spesimen yang sama dan penggunaan antibiotik sebelumnya.

2.9 PENATALAKSANAAN

17
Beberapa prinsip penatalaksanaan klien osteomielitis yang perlu diketahui perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan agar mampu melakukan tindakan kolaboratif adalah
sebagai berkut :

1. Istirahat dan pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri


2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
3. Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
4. Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
staphylococus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik diberikan
selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah klien.
Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju endap darah normal.
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibiotik
gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat dipertimbangkan drainase
bedah. Pada drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi
tekanan itra-oseus. Disamping itu, pus digunakan sebagai bahan untuk biakan
kuman. Drainase dilakuakan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan
NaCl dan antibiotik.

2.9.1 Osteomielitis akut

Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan
segera berikan antibiotik. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif
maupun gram negatif diberikan langsung sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik
diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah penderita.
Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan, dianjurkan untuk
mengebor tulang yang terkena.

Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan
intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk menentukan jenis kuman dan resistensinya.
Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2 minggu, kemudian
diteruskan secara oral paling sedikit 4 minggu.

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi
sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomielitis kronik.

Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah:

18
a. Adanya abses.
b. Rasa sakit yang hebat.
c. Adanya sekuester.
d. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan
(karsinoma epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum
telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

2.9.1 Osteomielitos subakut

Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan 1/3 kasus


tidak dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi dan kuretase
diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada saat diagnosis ditegakkan,
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok gram, kultur, dan sensitivitas harus sudah
dimulai secara intravena selama 2-7 hari, diikuti dengan antibiotik oral selama 6 minggu.

Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan dengan


antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan untuk mengevaluasi
ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti penatalaksanaan operasi dan antibiotik
yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi adalah perubahan bentuk sinus yang selanjutnya dan
drainase ke dalam sendi sinovial. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis
mengindikasikan bahwa infeksi subakut telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus
dilakukan drainase secara bedah.

Indikasi tindakan bedah :

a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan


dilakukan pengobatan dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan.
b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan
tulang).
c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi sinovial.
d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis.

Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa,
dikarenakan penyakit ini paling banyak menyerang kelompok usia anak. Operasi
diindikasikan dalam pengobatan pada orang dewasa.

19
2.9.2 Osteomielitis kronik

Pengobatan Osteomielitis Kronik:

1. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata

Pemberian antibiotik ditujukan untuk:

 Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya


 Mengontrol eksaserbasi
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat.

Operasi yang dilakukan bertujuan:

 Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun


jaringan tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa
hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian
tulang yang infeksi
 Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai
sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut

Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh :

a. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan


mikroorganisme penyebab
b. Dosis tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan (laboratorium)
f. Antibiotik antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik

20
2.10 KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada osteomielitis hematogen yang perlu
diketahui oleh perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik sehingga
resiko komplikasi dapat dihindari adalah sebagai berikut.

1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang memadai, kematian


akibat septikemia pada saat ini jarang terjadi atau ditemukan.
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastase ke tulang/ sendi lainnya,
otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada klien dengan
status gizi buruk.
3. Artritis supratif. Artritis supratif dapat terjadi pada bayi karena lempeng epifis bayi
(yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama
terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat intra-
kapsuler (mis ; pada sendi panggul) atau melalui infeksi metastastatuk
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan,
tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih besar, akan
terjadi hiperemia pada daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagitulang untuk
bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan
terjadinya pemanjangan tulang.
5. Osteomielitis kronik. Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan,
osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronis.

21
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan system
musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya komplikasi pada
tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.

A. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :


1.) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor registrasi, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Pada umumnya, keluhan utama pada kasus
osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST :
 Provoking Incident
Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah proses supurasi pada bagian
tulang. Trauma, hematoma akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut.
 Quality of pain
Rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
 Region, Radiation, Relief
Nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat, nyeri tidak menjalar atau
menyebar.
 Severity (scale) of pain
Nyeri yang dirasakan klien secara subjektif antara 2-3 pada rentang skala
pengukuran 0-4.
 Time
Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.

22
2.) Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh darah, edema,
hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehingga pada fraktur terbuka
umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan
fiksasi eksternal (invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis
akut yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses
supurasi di tulang.
3.) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal yang terjadi
akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat ditemukan adanya riwayat diabetes
mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
4.) Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan
timbul ketakutan akan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan, dan
apakah klien melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
masyarakat karena klien menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien
osteomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis penyakitnya, rasa
cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra diri).

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat ( local).

1. Keadaan umum meliputi :

23
a.) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis yang bergantung
pada keadaan klien).
b.) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus
osteomielitis biasanya akut).
c.) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis dengan komplikasi
septicemia.
2. B1 (Breathing)
Pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis tidak mengalami kelainan
pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Pada auskultasi, tidak didapatkan suara napas tambahan.
3. B2 (Blood)
Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukkan nadi
meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi didapatkan suara S1 dan S2 tunggal,
tidak ada murmur.
4. B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.

a. Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan,


tidak ada sakit kepala)
b. Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan, refleks menelan
ada).
c. Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau bentuk.
d. Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (pada klien
patah tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Klien osteomielitis yang
disertai adanya malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
e. Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f. Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
g. Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
h. Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien biasanya status
mental tidak mengalami perubahan.
i. Pemeriksaan saraf kranial :
 Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
 Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
24
 Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata,
pupil isokor.
 Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan
refleks kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
 Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli presepsi.
 Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
 Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
j. Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat refleks patologis

5. B4 (Bladder)
Pengkajian keadaan urine meliputi, warna, jumlah, karakteristik,dan berat
jenis. Biasanya osteomielitis tidak mengalami kelainan pada system ini.
6. B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi, turgor
baik, hepar tidak teraba. Perkusi, suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi, peristaltik usus normal (20x/menit). Inguinal-genitalia-anus : tidak ada
hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan
Metabolisme: klien osteomelitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari, sperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap nutrisi klien dapat membantu
menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada
osteomelitis menyebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan
nutrisi berkurang. Pola eliminasi: tidak ada gangguan eliminasi, tetapi tetap perlu
dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau fases. Pada pola berkemih, dikaji
frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumalah urine.
7. B6 (Bone).
Adanya osteomelitis hematogen akut akan ditemukan gangguan
pergerakan sendi karena pembekakan sendi akan menggangu fungsi motorik
klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai
dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
25
3.3 DIAGNOSA

1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.


2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman, kerusakan
muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang,
luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan metabolik.
5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan informasi,
interpretasi yang salah terhadap informasi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman

3.4 INTERVENSI

1. Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi dan pembengkakan


Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil: secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak
gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi Rasional

1 Kaji nyeri dengan skala 0-10 1 Nyeri merupakan respon subyaktif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya
di atas tingkat cidera.
2 Atur posisi imobilisasi pada 2 Imobilisasi yang adekuat dapat
daerah nyeri sendi atau nyeri mengurangi nyeri pada daerah nyeri
di tulang yang mengalami sendi atau nyeri di tulang yang
infeksi. mengalami infeksi.
3 Bantu klien dalam 3 Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan ,

26
mengidentifikasi factor pergerakan sendi
pencetus.
4 Jelaskan dan bantu klien 4 Pendekatan dengan menggunakan
terkait dengan tindakan relaksasi dan tindakan nonfarmakologi
peredaran nyeri lain menunjukkan keefektifan dalam
nonfarmakologi dan mengurangi nyeri.
noninvasi.

5 Ajarkan relaksasi: teknik 5 Teknik ini melancarkan peredaran darah

mengurangi ketegangan otot sehingga kebutuhan O2 pada jaringan

rangka yang dapat terpenuhi dan nyeri berkurang.

mengurangi intensitas nyeri


dan meningkatkan relaksasi
masase.
6 Ajarkan metode distraksi 6 Mengalihkan perhatian klien terhadap

selama nyeri akut. nyeri ke hal-hal yang menyenangkan.

7 Beri kesempatan waktu 7 Istirahat merelaksasi semua jaringan

istirahat bila terasa nyeri dan sehingga meningkatkan kenyamanan.

beri posisi yang nyaman


(misal: ketika tidur,
punggung klien diberi bantal
kecil).
8 Tingkatkan pengetahuan 8 Pengetahuan tersebut membantu

tentang penyebab nyeri dan mengurangi nyeri dan dapat membantu

hubungan dengan beberapa meningkatkan kepatuhan klien terhadap

lama nyeri akan berlangsung. rencana terapeutik.

9 Pemberian analgesik 9 Analgesik memblok lintasan nyeri


sehingga akan berkurang.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman,


kerusakan muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
Tujuan: meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin.

27
Kriteria Hasil: Pasien mampu :
a. mempertahankan posisi fungsional.
b. meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
c. menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas

Intervensi Rasional
1 Kaji derajat imobilitas yang 1 Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
dihasilkan oleh diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik
cedera/pengobatan dan aktual, memerlukan informasi, intervensi
perhatikan persepsi pasien untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
terhadap imobilisasi
2 Dorong partisipasi pada 2 Memberikan kesempatan untuk
aktivitas terapeutik/rekreasi. mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol diri/harga diri dan membantu
menurunkan isolasi sosial.
3 Instruksikan pasien 3 Meningkatkan aliran darah ke otot dan
untuk/bantu dalam rentang tulang untuk meningkatkan tonus otot,
gerak pasien mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium
karena tidak digunakan.
4 Dorong penggunaan latihan 4 Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
isometrik mulai dengan sendi atau menggerakkan tungkai dan
tungkai yang tak sakit. membantu mempertahankan kekuatan dan
masa otot.
5 Bantu/dorong perawatan 5 Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,
diri/kebersihan (contoh: meningkatkan kontrol pasien dalam
mandi, mencukur. situasi, dan meningkatkan kesehatan diri
langsung.

6 Berikan/bantu dalam 6 Mobilisasi dini menurunkan komplikasi

movilizáis dengan cursi roda, tirah baring (contoh: flebitis) dan

kruk, tongkat, sesegera meningkatkan penyembuhan dan

mungkin. Instruksikan normalisasi fungsi organ. Belajar

keamanan dalam memperbaiki cara menggunakan alat

28
menggunakan alat mobilitas. penting untuk mempertahankan mobilisasi
optimal dan keamanan pasien.

7 Awasi TD dengan melakukan 7 Hipotensi postural adalah masalah umum

aktivitas. Perhatikan keluhan menyertai tirah baring lama dan

pusing. memerlukan intervensi khusus (contoh:


kemiringan meja dengan peninggian
secara bertahap sampai posisi tegak).
8 Konsul dengan ahli terapi 8 Berguna dalam membuat aktivitas
fisik/okupasi dan/atau individual/program latihan. Pasien dapat
rehabilitasi spesialis. memerlukan bantuan jangka panjang
dengan gerakan, kekuatan, aktivitas, yang
mengendalikan berat badan, juga
penggunaan alat.

3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di


tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
Tujuan: integritas jaringan membaik secara optimal
Kriteria hasil: pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.

Intervensi Rasional
1 Kaji kerusakan jaringan 1 Menjadi data dasar untuk memberi
lunak informasi tentang intervensi perawatan
luka, alat, dan jenis larutan apa yang
akan digunakan.

2 Lakukan perawatan luka : 2 Perawatan luka dengan tehnik steril


lakukan perawatan luka dapat mengurangi kontaminasi kuman
dengan tehnik steril. langsung ke area luka.
3 Kaji keadaan luka dengan 3 Manajemen membuka luka dengan
tehnik membuka balutan dan mengguyur larutan NaCl ke perban
mengurangi stimulus nyeri, dapat mengurangi stimulus nyeri dan
bila perban melekat kuat, dapat menghindari terjadinya
perban diguyur dengan NaCl. perdarahan pada luka osteomielitis

29
kronis akibat perban yang kering oleh
pus.
4 Larutkan pembilasan luka 4 Tehnik membuang jaringan dan kuman
dari arah dalam keluar diarea luka sehingga keluar dari area
dengan larutan NaCl. luka.

5 Tutup luka dengan kasa steril 5 NaCl merupakan larutan fisiologis yang
atau kompres dengan NaCl lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan
yang dicampur dengan daripada larutan antiseptik. NaCl yang
antibiotik. dicampur dengan antibiotik dapat
mempercepat penyembuhan luka akibat
infeksi osteomielitis.
6 Lakukan nekrotomi pada 6 Jaringan nekrotik dapat menghambat
jaringan yang sudah mati. penyembuhan luka.
7 Rawat luka setiap hari atau 7 Memberi rasa nyaman pada klien dan
setiap kali bila pembalut dapat membantu meningkatkan
basah atau kotor. pertumbuhan jaringan luka.
8 Hindari pemakaian peralatan 8 Pengendalian infeksi nosokomial
perawatan luka yang sudah dengan menghindari kontaminasi
kontak dengan klien langsung dari perawatan luka yang tidak
osteomielitis, jangan steril.
digunakan lagi untuk
melakukan perawatan luka
pada klien lain.
9 Gunakan perban elastis dan 9 Pada klien osteomielitis dengan
gips pada luka yang disertai kerusakan tulang, stabilitas formasi
kerusakan tulang atau tulang sangat labil. Gips dan perban
pembengkakan sendi. elastis dapat membantu memfiksasi dan
mengimobilisasi sehingga dapat
mengurangi nyeri.
10 Evaluasi perban elastis 10 Pemasangan perban elastis yang terlalu
terhadap resolusi edema. kuat dapat menyebabkan edema pada
daerah distal dan juga menambah nyeri
pada klien.
30
11 Evaluasi kerusakan jaringan 11 Adanya batasan waktu selama 7x24 jam
dan perkembangan dalam melakukan perawatan luka klien
pertumbuhan jaringan dan osteomielitis menjadi tolok ukur
lakukan perubahan intervensi keberhasilan intervensi yang diberikan.
bila pada waktu yang Apabila masih belum mencapai kriteria
ditetapkan tidak ada hasil sebagainya kaji ulang faktor-faktor
perkembangan pertumbuhan yang menghambat pertumbuhan
jaringan yang optimal. jaringan luka.
12 Kolaborasi dengan tim bedah 12 Bedah perbaikan terutama pada klien
untuk bedah perbaikan pada fraktur terbuka luas sehingga menjadi
kerusakan jaringan agar pintu masuk kuman yang ideal. Bedah
tingkat kesembuhan dapat perbaikan biasanya dilakukan setelah
dipercepat. masalah infeksi osteomielitis teratasi
13 Pemeriksaan kultur jaringan 13 Manajemen untuk menentukan
(pus) yang keluar dari luka antimikroba yang sesuai dengan kuman
yang sensitif atau resisten terhadap
beberapa jenis antibiotik.
14 Pemberian antibiotik/ 14 Antimikroba yang sesuai dengan hasil
antimikroba kultur (reaksi sensitif) dapat membunuh
atau mematikan kuman yang
menginvasi jaringan tulang.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan


metabolik.
Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan keseimbangan di
antara produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas.
Kriteria Hasil: suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh dalam batas
normal, nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapakan, perubahan warna kulit
tidak ada, keletihan tidak tampak.

Intervensi Rasional
1 Pantau terhadap tanda 1 kewaspadaan terhadap hipertermia
hipertermia maligna (misalnya malignan dapat mencegah atau

31
demam, takipnea, aritmia, menurunkan respon hipermetabolik
perubahan tekanan darah, terhadap obat-obatan farmakologis yang
bercak pada kulit, kekakuan, digunakan selama pembedahan.
dan berkeringat banyak).
2 Pantau suhu minimal setiap 2 Regulasi suhu dapat mencapai atau
dua jam, sesuai dengan mempertahankan suhu tubuh yang
kebutuhan. Pantau warna kulit diinginkan selama intraoperasi.
dan suhu secara kontinu.
3 Pantau tanda vital 3 Pemantauan tanda vital seperti
pengumpulan dan analisis data
kardiovaskuler, respirasi, suhu tubuh
untuk menentukan serta mencegah
komplikasi.

4 Berikan obat antipiretik sesuai 4 Obat antipiretik digunakan untuk


dengan kebutuhan. menurunkan suhu tubuh.
5 Gunakan matras dingin dan 5 Matras dingin dan mandi air hangat
mandi air hangat digunakan untuk mengatasi gangguan
suhu tubuh, sesuai dengan kebutuhan.

5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan


informasi, interpretasi yang salah terhadap informasi.
Tujuan: pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Kriteria Hasil: melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan

intervensi Rasional
1 kaji ulang patologi, 1. memberikan dasar pengetahuan
prognosis dan harapan yang dimana pasien dapat membuat pilihan
akan datang informasi.

32
2 Memberikan dukung an
cara-cara mobilisasi dan 2. Sebagian besar osteomilitis
ambulasi sebagaimana yang memerlukan penopang selama proses pe-
dianjurkan oleh bagi- an nyembuhan sehingga keterlambatan pe-
fisioterapi. nyembuhan disebab- kan oleh
3 Memilah-milah aktif- itas penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
yang bisa mandiri dan yang 3. Mengorganisasikan kegiatan yang
harus dibantu. diperlu kan dan siapa yang perlu
menolongnya. (apakah fisioterapi,
4 identifikasi tersedianya perawat atau ke- luarga).
sumber pelayanan di 4. Memberikan bantuan untuk
masyarakat , contoh tim memudahkan perawatan diri dan
rehabilitasi, pelayanan mendukung kemandirian . meningkatkan
perawatan dirumah perawatan diri optimal dan pemulihan
5 Ajarkan cara teknik balutan
secara steril dan dan teknik 5. Memudahkan perawatan diri dan
kompres hangat. menjaga terjadi infeksi secara mandri dan
optimal

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak


Tujuan: Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Kriteria hasil :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam


melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.

Intervensi Rasionalisasi

1. Jelaskan aktivitas dan faktor 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre


yang dapat meningkatkan menyebabkan vasokonstruksi pembuluh
kebutuhan oksigen garah dan peningkatan beban jantung
2. Anjurkan program hemat energi 2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn

3. Buat jadwal aktifitas harian, 3. Mempertahankan pernapasan lambat

tingkatkan secara bertahap dengan tetap mempertahankan latihan


fiisk yang memungkinkan peningkatan
kemampuan otot bantu pernapasa

33
4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan
4. Kaji respon abdomen setelah darah, dan pernapasan yang meningkat
beraktivitas 5. Kompres air hangat dapat mengurangi
5. Berikan kompres air hangat rasa nyeri
6. Meningkatkan daya tahan pasien,
6. Beri waktu istirahat yang cukup mencegah keletihan

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan : Pola tidur kembali normal
Kriteria hasil : Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya
kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi

Intervensi Rasionalisasi

1. Tentukan kebiasaan tidur 1. Mengkaji perlunya dan


yang biasanya dan mengidentifikasi intervensi yang
perubahan yang terjadi tepat

2. Berikan tempat tidur 2. Meningkatkan kenyamanan tidur


yang nyaman dan serta dukungan fisiologis/
beberapa milik pribadi, psikologis
misalnya ; bantal dan
guling

3. Buat rutinitas tidur baru 3. Bila rutinitas baru mengandung

yang dimasukkan dalam aspek sebanyak kebiasaan lama,

pola lama dan lingkungan stres dan ansietas dapat berkurang

baru
4. Menurunkan kemungkinan bahwa
4. Cocokkan dengan teman
teman sekamar yang “burung
sekamar yang
hantu” dapat menunda pasien untuk
mempunyai pola tidur
terlelap atau menyebabkan
serupa dan kebutuhan
terbangun
malam hari
5. Dorong beberapa aktifitas
5. Aktivitas siang hari dapat
fisik pada siang hari,
membantu pasien menggunakan
jamin pasien berhenti

34
beraktifitas beberapa jam energi dan siap untuk tidur malam
sebelum tidur hari
6. Instruksikan tindakan
relaksasi 6. Membantu menginduksi tidur
7. Kurangi kebisingan dan
lampu
7. Memberikan situasi kondusif untuk
tidur
8. Gunakan pagar tempat
tidur sesuai indikasi, 8. Pagar tempat tidur memberikan
rendhkan tempat tidur keamanan dan dapat digunakan
bila mungkin untuk membantu merubah posisi

9. Berikan sedatif, hipnotik 9. Mungkin diberikan untuk


sesuai indikasi membantu pasien tidur atau istirahat
selama periode transisi dari rumah
ke lingkungan baru

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
35
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati).

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi
di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat
trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum).

Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.


Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan
teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan
insiden osteomielitis pascaoperasi.

4.2 SARAN
1.  Tenaga Keperawatan
Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan pada pasien dengan
osteomielitis.

2. Mahasiswa

Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua


mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien pada pasien dengan
osteomielitis.

DAFTAR PUSTAKA

Hinchliff,Sue. 2000. Kamus keperawatan.Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta

36
Donges Marilynn, E. 20000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit buku
kedokteran EGC: Jakarta

Price Sylvia, A 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4.
Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Smeltzer Suzanne, C 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3.
Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Penerbit buku
kedokteran EGC: Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai