DISUSUN OLEH:
12162201200062
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2021
A. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL PADA UMUMNYA
Hak Kekayaan intelektual biasa disebut HKI atau Intellectual Property Rights (IPR) pada
dasarnya merupakan hak yang lahir berdasar hasil karya intelektual seseorang. Berdasarkan
substansinya, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berhubungan erat dengan benda tidak berwujud
serta melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia (Tommi Suryo
Utomo, 2009:2). Pada prinsipnya, HKI memang berasal dari negara maju yang berkepentingan
untuk melindungi HKI dan mengamankan investasinya di negara berkembang. Bagi negara
berkembang, HKI merupakan sesuatu yang baru sejalan dengan masuknya penanaman modal
asing dan issue alih teknologi. Pada awalnya, perlindungan HKI di negara berkembang seperti
halnya di Indonesia seakan menjadi momok yang dipaksakan, tetapi saat ini pemerintah
memandang perlu untuk merangsang pertumbuhan teknologi dan industri dalam upaya
membangun ipteks Indonesia, sehingga diatur dalam perundangan di bidang HKI.
HKI selalu mengandung tiga unsur yaitu:
a) Mengandung hak eksklusif yang diberikan oleh hukum.
b) Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada
kemampuan intelektual.
c) Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.
Dengan berpegang pada disclosure clause yang terdapat pada prinsip hukum paten, Undang-
Undang Paten memungkinkan terjadinya pengembangan teknologi melalui alih teknologi. Dengan
adanya undang-undang paten, perusahaan transnasional bersedia membangun lembaga research
and development (R & D) di Indonesia. Penemuan-penemuan di yang dihasilkan oleh R & D dapat
mendorong dilakukannya inovasi terhadap penemuan, sehingga diharapkan juga akan
menciptakan suatu penemuan baru oleh putra bangsa Indonesia sendiri, yang selanjutnya
dikembangkan dalam dunia industri.
Pembangunan budaya paten perlu dilakukan secara berkesinambungan tidak hanya sebatas
sosialisasi HKI saja, tetapi langkah tindak juga perlu dibarengi dengan perhatian semua pihak
terkait dalam bentuk uluran tangan fasilitas dan insentif.
Alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan
dapat dilakukan secara komersial atau non komersial.
Pada Pasal 15, alih teknologi tersebut yang dilakukan secara non komersial, diarahkan
untuk hal berikut:
Kesadaran hukum akan pentingnya HKI bukan saja dirasakan oleh masyarakat
tetapi juga dirasakan oleh kalangan kampus, yang ditandai dengan berdirinya sentra HKI
ataupun klinik HKI. Untuk itu mas siswa dan dosen sudah dibekali dengan mata kuliah
Hukum Hak Kekayaan Intelektual.
Invensi bisa saja dihasilkan oleh masyarakat umum maupun oleh masyarakat
kampus. Invensi yang patentable harus memenuhi novelty, non-obvioysness/ invetive
step, dan industrial applicable. Dosen dan mahasiswa dituntut untuk menghasilkan karya
ilmiah, jadi bisa menghasilkan produk tangible seperti mesin atau robot, ataupun formula
obat dan sebagainya. kesadaran hukum akan perlunya perlindungan terhadap invensi dan
eksploitasi terhadap invensi tersebut harus ditanamkan bersama dengan pembangunan
budaya paten.
1) Hak cipta (copyrights) dan hak terkait lainnya yakni hak-hak pelaku ( rights of
performers), produser rekaman suara dan lembaga penyiaran ( producers of
soundrecording and broadcasting organizations).
2) Merek (trademarks).
3) Indikasi Geografis (geographical indications).
4) Desain Industri (Industrial design).
5) Paten (patent).
6) Desain rangkaian sirkuit terpadu ( layout design of integrated circuits ).
7) Informasi rahasia, rahasia dagang dan data test ( undisclosed information,
trade secret and test data).
8) Varietas tanaman baru (new plant varieties).
E. DARI PARIS CONVENTION KE TRIP’s
Dalam mempelajari HKI, utamanya hak milik industry, tidak bisa lepas dari historis
eksistensi Paris Convention yang asas-asasnya telah digabungkan di dalam TRIP’s. Ketentuan-
ketentuan Paris Convention yang terpenting adalah sebagai berikut:
1) Penanganan nasional atau asimilasi nasional yang mengatur bahwa sejauh berkaitan dengan
milik industrial, setiap anggota harus memberikan perlindungan yang sama kepada warga
negara dari negara anggota lain sebagaimana ia berikan kepada warga negaranya sendiri.
Penanganan ini seperti dikenal dengan principle of national treatment.
2) Penggunaan hak prioritas atas dasar pemerintahan pendaftaran pertama di negara anggota
pemohon dapat di dalam periode tertentu 6 atau 12 bulan meminta perlindungan seolah-olah
didaftarkan pada hari yang sama pada permintaan pertama, untuk hal yang menyangkut
paten, alat dan hasil produksi dan lain-lain yang ditentukan.
Prinsip pokok dalam Paris Convention yang tidak menguntungkan Negara sedang
berkembang adalah prinsip persamaan perlakuan.
TRIP’s sebagi hasil Putaran Urugay memuat prinsip most favoured nation(MFN), national
treatment, moral right, yang termasuk dalam prinsip-prinsip GATT berikut.
1. Most Favoured Nations pasal I, yakni apabila suatu negara anggota memberikan konsekuensi
kepada suatu negara anggota lainnya, maka konvensi tersebut harus diberikan kepada negara
anggota lain tanpa diskriminasi.
2. National Treatment pasal III, yakni suatu produk atau barang yang diimpor dari negara lain
tidak boleh diberi perlakuan yang berbeda dengan maksud untuk memberikan proteksi kepada
produksi dalam negeri.
3. Transparency pasal X, yakni semua ketentuan yang dikeluarkan oleh suatu negara anggota
yang menyangkut perdagangan internasional harus dipublikasikan sehingga dapat diketahui
oleh negara anggota lainnya.
4. Elimination of Quantitative Restrictions- pasal XI, Yakni setiap negara anggota tidak
diperbolehkan menerapkan pembatasan impor atau ekspor melalui Quota atau resensi.
Hambatan hanya diperbolehkan melalui tarif pajak dan sejenisnya.
5. Restriction to Safeguard pasal XII, Yakni untuk melindungi kesulitan serius dalam neraca
pembayaran, suatu negara anggota diperbolehkan melakukan pembatasan kuantitatif jumlah
atau nilai barang yang diimpor dengan persyaratan tertentu.
6. Special and Differential Treatment -pasal XXXVI-XXXVIII, Yakni pada dasarnya negara-negara
maju mengakui bahwa negara berkembang perlu mendapat kesempatan untuk meningkatkan
peranannya dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, negara maju tidak menuntut adanya
aktivitas dalam negoisasi nya dengan negara berkembang dan memberikan prioritas tinggi
pada penghapusan hambatan perdagangan yang menyangkut kepentingan negara-negara
berkembang.
TRIP’s Sebagai hasil Putaran Uruguay adalah agreement yang difokuskan pada hak
kekayaan intelektual yang terdiri atas 73 pasal dan mengandung kaidah yang harus berlaku secara
internasional berkaitan dengan penggunaan intellectual property rights.
Jadi, pokok pikiran TRIP's merupakan standar minimal bagi pengaturan hak milik industri
dan penerapan perlakuan nondiskriminatif, perlindungan dan penegakan hukum untuk memacu
penemuan baru dibidang teknologi demi pembangunan sosial, ekonomi, dan teknologi.
Dari sisi hukum, memandang kemajuan penelusuran informasi paten sebagai dukungan
yang signifikan terhadap upaya penegakan hukum, oleh karena itu sejak awal setiap orang sudah
diarahkan kepada upaya penghindaran terjadinya duplikasi penelitian karena selain dapat
menghindar terjadinya pemborosan dana juga akan mengurangi terjadinya perselisihan.