STASE ANAK
TYPHOID
PADA AN. A PASIEN PUSKESMAS ANREAPI KEC. ANREAPI
RATNAWATI
Nim :
CI LAHAN CI INSTITUSI
_______________ _______________
TAHUN 2020/2021
I. LAPORAN TYPHOID
a. Pengertian Demam
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Definisi lain dari demam tifoid
atau Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi
manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam
tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam
tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah,
2014)
B. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yaitu
Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009). Sumber utama
yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.
Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal
type) sedang yang lain termasuk urinary type.
C. Manifestasi klinis
1) Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12
hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot
- lidah kotor
- gangguan perut (perut kembung dan sakit
2) Gejala Khas
a) Minggu Pertam
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan
yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual,
muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan
semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare
lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta bergetar atau tremor.
b) Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran
umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat
sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang
kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan
c) Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak
dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat
dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak
terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
d) Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.
D. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi
A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus
halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi
(bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti
mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo
endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke
dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan
apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam
berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh
(hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya
organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur
mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien (Juwono,1999).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat
menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung,
sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-
sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Pathway
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)
Defisit
perawatan diri
E. Penatalaksanaan (Inawati, 2009)
a) Tirah baring absolut minimal 7-14 hari sampai bebas demam
b) Terapi suportif misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
1) Obat
a) Kloramfenikol
b) Tiamfeniko
c) Ko-trimoksazol
d) Ampisilin dan Amoksisilin
e) Sefalospori
f) Fluorokinolo
g) Furazolido
F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat dengan
demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes Widal adalah
melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam darah terhadap antigen O
(somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella enterica serotype typhi pada 2 kali
pengambilan spesimen serum dengan interval waktu 10-14 hari.Interpretasi hasil tes widal
yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes Widal positif dan jika reaksi positif diobservasi
dalam 20ul sampel tes, hal ini mengindikasikan adanya level klinis yang signifikan dari
respon antibodi pada serum pasien. Tidak terjadinya aglutinasi menandakan hasil tes Widal
negatif dan mengindikasikan tidak adanya level klinis yang signifikan dari respon
antibody (Wardana, 2014)
G. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermia berhubungan dengan Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
b) Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
c) Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan. kehilangan cairan aktip
e) Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik
H. Tujuan Rencana keperawatan
No Dx keperawatan Tujuan Intervensi
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal. Bali:
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah
Hasan, R.et.al 2010. Ilmu kesehatan anak. Jilid 1,2,3 bagian ilmu kesehatan anak. FKUI:
jakarta