TINJAUAN PUSTAKA
Baja struktur harus memiliki sifat – sifat utama guna memberikan kekuatan
untuk melayani beban yang timbul pada suatu struktur. Adapun sifat – sifat utama
dari baja adalah sebagai berikut :
1. Keteguhan (Solidity)
Adalah batas dari tegangan-tegangan dalam, dimana perpatahan mulai
berlangsung. Hal ini berarti daya lawan baja terhadap tarikan, tekanan dan
lentur.
2. Elastisitas (Elasticity)
Adalah kesanggupan untuk berubah bentuk dalam batas-batas pembebanan
tertentu dan apabila pembebanan ditiadakan, akan kembali ke bentuk semula.
3. Kekenyalan (Tenacity)
Adalah kemampuan baja untuk menyerap energy mekanis atau kesanggupan
untuk menerima perubahan-perubahan bentuk yang besar tanpa menderita
kerugian berupa cacat/kerusakan yang terlihat dari luar dan dalam jangka
pendek sebelum patah, masih bisa merubah bentunya dengan banyak.
4. Kemungkinan ditempa (Malleability)
Adalah dalam keadaan merah pijar, baja menjadi lembek dan plastis tanpa
mempengaruhi sifat-sifat keteguhan sehingga dapat dirubah bentuknya
dengan baik.
5. Kemungkinan di las (Weldability)
Adalah sifat baja dalam keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain
dengan memakai atau tidak memakai bahan tambahan, tanpa mempengaruhi
sifat-sifat keteguhan.
5
6. Kekerasan (Hardness)
Adalah kekuatan terhadap masuknya benda lain kedalamya.
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 52 520 360 14
BJ 55 550 410 13
(Sumber : SNI 03-1729-2002, Halaman. 11).
Beban beban yang bekerja pada suatu struktur tidak selalu bisa diramalkan
dengan tepat sebelumnya, bahkan apabila beban – beban tersebut telah diketahui
6
dengan baik pada salah satu lokasi sebuah struktur tertentu biasanya masih
membutuhkan asumsi dan pendekatan. Adapun beberapa jenis beban yang bekerja
pada suatu struktur antara lain :
Menurut PPURG 1987 halaman 1 beban mati adalah berat dari semua bagian
dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan,
penyelsaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari bangunan itu.
Menurut PPURG 1987 halaman 2 beban hidup adalah semua beban yang tejadi
akibat penghunian atau penggunaan gedung, termasuk beban-beban yang dapat
berpindah.
Dalam skripsi ini menggunakan tata cara perencanaan ketahanan gempa sesuai
dengan SNI 1726 2012 yang menyatakan bahwa gempa ditetapkan sebagai gempa
dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun
adalah sebesar 2%. Untuk peta gmpa pada skripsi ini menggunakan peta sumber
dan bahaya gempa Indonesia yang terbaru yaitu tahun 2017 yang disusun oleh Tim
Pusat Gempa Nasional (PUSGEN).
7
Gambar 2.1 Peta Percepatan Spectrum Respon 1 Detik (S1) Dengan Nisbah Redaman 5% di Batuan Dasar SB Untuk Probabilitas
Terlampaui 2% Dalam 50 Tahun Berdasarkan Peta Gempa 2017
8
Gambar 2.2 Peta Percepatan Spectrum Respon 1 Detik (S1) Dengan Nisbah Redaman 5% di Batuan Dasar SB Untuk Probabilitas
Terlampaui 2% Dalam 50 Tahun Berdasarkan Peta Gempa 2017
9
2.2.3.1 Parameter Perhitungan Beban Gempa
10
2. Menentukan faktor keutamaan gempa (Ie) (Tabel 2 SNI 1726-2012
Halaman 15).
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa
11
Tabel 2.5 Koefisien Situs (Fv)
Keterangan:
Keterangan:
12
8. Menghitung nilai percepatan desain pada periode pendek (SDS) dengan
rumus sebagai berikut, sesuai dengan SNI 1726-2012 pasal 6.3 halaman
22:
2
SDS = 3 SMS ....................................................................................(2-3)
Keterangan:
Keterangan:
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 ( Lr atau S atau R )
3. 1,2D + 1,6 ( Lr atau S atau R ) + ( L atau 0,5W )
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 ( Lr atau S atau R )
5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
13
Pengecualian :
Keterangan :
𝐸ℎ = 𝜌𝑄𝐸.........................................................................................(2-7)
14
Keterangan :
Keterangan :
15
Keterangan :
𝐸𝑚ℎ = pengaruh beban gempa horizontal termasuk kuat lebih struktur seperti
didefiniskan dalam 7.4.3.1
𝐸𝑚ℎ = Ω0 𝑄𝐸 ...........................................................................................(2-11)
Keterangan :
16
CATATAN :
1. Faktor beban pada L dalam kombinasi 5 diijinkan sama dengan 0,5 untuk
semua hunian dimana besarnya beban hidup merata kurang dari atau sama
dengan 5 kN/m², dengan pengecualian garasi atau ruang pertemuan
2. Faktor beban pada H harus ditetapkan sama dengan nol dalam kombinasi
7 jika aksi struktur akibat H melawan yang diakibatkan E. Jika tekanan
tanah lateral menyediakan tahanan terhadap aksi struktur dari gaya
lainnya, faktor beban tidak boleh dimasukan dalam H tetapi harus
dimasukan dalam tahanan desain.
Kombinasi beban dengan faktor kuat lebih :
1. 1,4𝐷
2. 1,4𝐷 + 1,6𝐿
3. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝐸𝑚ℎ + 𝐸𝑣
4. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝐸𝑚ℎ + 𝐸𝑣
Kombinasi beban gempa akibat pengaruh beban gempa horizontal dan vertikal
dengan faktor kuat lebih menjadi seperti berikut :
1. 1,4𝐷
2. 1,4𝐷 + 1,6𝐿
3. 1,2𝐷 + 𝐿 + Ω0 𝑄𝐸 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷
4. 0,9𝐷 + 𝐿 + Ω0 𝑄𝐸 − 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷
Sehingga kombinasi yang akan digunakan pada penyusunan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. 1,4𝐷
2. 1,4𝐷 + 1,6𝐿
3. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
4. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
5. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
6. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
17
7. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
8. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
9. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
10. 1,2𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
11. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
12. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
13. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
14. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
15. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
16. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
17. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
18. 0,9𝐷 + 𝐿 + 𝑄𝐸𝑦 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷) + 𝑄𝐸𝑥 (Ω0 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷)
18
2.3.1 Metode Analisis Statik Ekuivalen (Static Equivalent Analysis)
Berikut adalah parameter-parameter yang dibutuhkan dalam metode analysis
statik ekuivalen, yaitu :
Keterangan :
N = Jumlah tingkat
2. Untuk struktur dengan ketinggian < 12 tingkat (SNI 1726 2012 pasal
7.8.2.1 halaman 56)
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 . ℎ𝑛 𝑥 .................................................................................(2-13)
Keterangan :
hn = Ketinggian struktur
19
Tabel 2.6 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x
Keterangan :
Tabel 2.7 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
20
2.3.1.1.4 Batasan Penggunaan Prosedur Analisis Gaya Lateral Ekivalen
(ELF)
Syarat penggunaan prosedur analisis gempa statik ekivalen:
Keterangan:
Ts = SD1/SDS
V = Cs x W ..............................................................................................(2-16)
Keterangan :
W = Berat seismik efektif struktur (sesuai SNI 1726 2012 pasal 7.7.2)
Keterangan :
21
T = Periode fundamental struktur
𝑆𝐷1
b. 𝐶𝑠 = .................................................................................. (2-18)
𝑇 ×(𝑅⁄𝐼𝑒)
Keterangan :
𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 × 𝑉 ..................................................................................(2-19)
𝑤𝑥 ℎ𝑥𝑘
𝐶𝑣𝑥 = ∑𝑛 𝑘 .....................................................................................(2-20)
𝑖=1 𝑤𝑖 ℎ𝑖
Keterangan :
wi, wx = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan
22
• Untuk struktur dengan periode sebesar 2,5 detik atau lebih
(k=2)
• Untuk struktur dengan periode antara 0,5-2,5 detik, k harus
sebesar 2 atau dilakukan interpolasi liniear antara 1 dan 2.
Keterangan:
T0 = Periode
Keterangan:
Ts = Periode
23
Keterangan:
b. Untuk T ≥ T0
Sa = SDS ......................................................................................(2-24)
Keterangan:
c. Untuk T ≥ Ts
𝑆𝐷1
Sa = ...................................................................................(2-25)
𝑇
Keterangan:
T = Periode
24
2.4 Eksentrisitas (e)
Menurut SNI 1726 2002 halaman 5, e adalah eksentrisitas teoritis antara pusat
massa dan pusat rotasi lantai tingkat struktur gedung, dalam subskrip menunjukkan
kondisi elastik penuh.
atau,
ed = e – 0,05b ...............................................................................(2-27)
25
dan dipilih antara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk
unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.
atau,
26
keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur
gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah
benturan berbahaya antar-gedung yang dipisah dengan sela pemisah/sela delatasi.
Simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung
akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ζ = 0,7
x R (untuk gedung beraturan). Dalam pasal 8.2.2 halaman 36, disebutkan bahwa
untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan ultimit struktur gedung dalam
segala hal simpangan antar tingkat yang tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi
tingkat yang bersagkutan.
27
Keterangan :
= Faktor ketahanan
Rn = Kekuatan nominal
28
• kuat tekan
• kuat tumpu beton 12.3 0,85
12.3.4 0,60
• kuat lentur dengan distribusi tegangan
12.4.2.1 & 12.4.2.3 0,85
plastik
• kuat lentur dengan distribusi tegangan 12.4.2.1 & 12.4.3 0,90
elastik
Sambungan baut:
• baut yang memikul geser 13.2.2.1 0,75
• baut yang memikul tarik 13.2.2.2 0,75
13.2.2.3 0,75
• baut yang memikul kombinasi geser dan
Tarik
13.2.2.4 0,75
• lapis yang memikul tumpu
Sambungan las:
• las tumpul penetrasi penuh 13.5.2.7 0,90
• las sudut dan las tumpul penetrasi 13.5.3.10 0,75
sebagian
• las pengisi 13.5.4 0,75
Batang – batang tekan yang banyak dijumpai yaitu kolom dan batang –
batang tekan dalam struktur batang. Komponen struktur tekan dapat terdiri dari
profil tunggal atau profil tersusun yang digabungkan menggunakan pelat kopel.
Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan, akibat beban terfaktor Pu,
harus memenuhi :
Pu ≤ . Pn …...................................................................... (2-31)
Keterangan :
=
Pu = Beban terfaktor
29
Parameter batas tidak langsing kolom, dituliskan sebagai berikut :
b 𝐸
< = √𝐹𝑦 …............................................................... (2-32)
t
b 𝐸
< = . √ …............................................................... (2-33)
t 𝐹𝑦
Keterangan :
E = Modulus elastisitas
λ 𝑓𝑦
c = 𝜋 √ 𝐸 …................................................................. (2-34)
Keterangan :
30
= Parameter kelangsingan
E = Modulus elastisitas
fy
Pn = Ag. fcr = Ag . 𝜔 ...…...................................................... (2-35)
Dimana :
ω = Koefisien tekuk
𝟏,𝟒𝟑
Untuk 0,25 < c < 1,2 maka ω = 𝟏,𝟔−𝟎,𝟔𝟕 λc c
Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua atau lebih profil, yang disatukan
dengan menggunakan pelat kopel. Analisa kekuatannya harus dihitung terhadap
sumbu bahan yang dihitung sebagai berikut :
k .Lx
x = ...…................................................................. (2-36)
𝑟𝑥
k .Ly
y = ...…................................................................ (2-37)
𝑟𝑦
31
Keterangan :
Nilai k untuk masing – masing sistem portal tersebut dapat dicari dari gambar
nomogram untuk komponen struktur bergoyang dan tidak bergoyang dimana nilai k
merupakan fungsi dari GA dan GB yang merupakan kekakuan struktur yang dominan
terhadap tekan (kolom). Nilai G ditetapkan dengan persamaan :
𝐸𝐼
∑( )𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚
𝐿
G = 𝐸𝐼 ...…........................................................ (2-38)
∑( )𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
𝐿
Keterangan :
E = Elastisitas baja
I = Inersia baja
1. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubung secara kaku
dengan pondasi (contohnya tumpuan sendi), nilai G tidak boleh diambil
kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisa secara khusus untuk
mendapatkan nilai G tersebut.
2. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubung secara kaku pada
pondasi (tumpuan jepit), nilai G tidak boleh kurang dari 1, kecuali dilakukan
analisa secara khusus untuk mendapatkan nilai G tersebut.
32
Untuk menentukan faktor panjang efektif dapat digunakan Alignment chart
dibawah ini :
Komponen struktur ini merupakan kombinasi dari elemen tarik dan elemen
tekan, sehingga konsep dari komponen struktur tarik dan tekan dikombinasikan.
Komponen ini diasumsikan sebagai komponen tak tertekuk karena bagian elemen
mengalami tekan sepenuhnya dan terkekang, baik dalam arah sumbu kuat maupun
sumbu lemahnya.
Mn ≥ Mu ...….................................................................. (2-39)
33
Keterangan :
Momen Plastis
Mn = Mp = Fy . Zx ...…............................................................ (2-40)
Batasan kompak, tidak kompak, dan langsing pada badan (web) adalah :
𝑬
dengan batasan 𝛌p = 3,76 √𝑭𝒚
Sedangkan batasan kompak, tak kompak, dan langsing pada sayap (flens)
adalah :
𝑬
dengan batasan 𝛌p = 0,38 √𝑭𝒚
34
3. Penampang langsing : 𝛌 > 𝛌r
(Struktur Baja, AISC 2010, Halaman 262) ; (SNI 1729 – 2015, Halaman 20)
Penampang Kompak
Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang kompak
:
Mn = Mp = Z . fy ..................................................................... (2-41)
Keterangan :
Z = Modulus plastis
Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang tidak
kompak
Keterangan :
fy = Kuat leleh
S = Modulus penampang
Besarnya tegangan sisa (residu) fr = 70 MPa untuk penampang dilas panas, dan fr =
115 MPa untuk penampang yang dilas. Bagi penampang yang tidak kompak yang
mempunyai λp< λ < λr maka besar tahanan momen nominal dicari dengan
interpolasi liniar, sehingga diperoleh :
35
𝜆𝑟− 𝜆 𝜆− 𝜆𝑝
Mn = 𝜆𝑟− 𝜆𝑝 Mp + 𝜆𝑟− 𝜆𝑝 Mr .............................................. (2-43)
Keterangan :
𝒃
λ = Kelangsingan penampang balok = (𝟐𝒕𝒇 )
Tekuk torsi lateral adalah kondisi batas yang menentukan kekuatan sebuah balok.
Sebuah balok mampu memikul momen maksimum hingga mencapai momen plastis
lalu akan mengalami keruntuhan.
a) Bila L ≤ Lp, keadaan batas dari tekuk torsi lateral tidak boleh digunakan.
𝐸
Dengan : Lp = 1,76ry √𝐹𝑦 ............................................. (2-44)
𝑬 𝑱𝒄 𝑱𝒄 𝟎,𝟕𝑭𝒚
Dengan : Lr = 1,95rts 𝟎,𝟕𝑭𝒚 √𝑺𝒙𝒉𝒐 + √(𝑺𝒙𝒉𝒐)𝟐 + ( 𝑬 )𝟐 .... (2-45)
c) Lb > Lr
Maka momen nominalnya adalah :
36
Mn = fcr Sx ≤ Mp …………………………...….. (2-47)
(SNI-1729-2015, Halaman. 51)
Keterangan :
Lb = jarak antara pengaku/breis (mm)
Lp = panjang komponen struktur utama (mm)
Lr = pembatas panjang tidak dibreis secara lateral untuk analisis plastis
Mn = tahanan momen nominal
Cb = faktor modifikasi tekuk torsi lateral untuk diagram momen tidak
merata
Mp = momen tahanan plastis
Sx = modulus penampang elastis pada sumbu x (mm3)
Fcr = tegangan kritis penampang (MPa)
Keterangan :
Nu = gaya tekan aksial terfaktor (kg) = Ag.fcr
Nn = kuat tekan nominal dengan menganggap batang suatu elemen sebagai
tekan murni
∅ = faktor reduksi tahanan tekan = 0,85
Mux = momen lentur terfaktor terhadap sumbu x, dengan memperhitungkan efek
orde
kedua
Mnx = tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu x
37
Muy = momen lentur terfaktor terhadap sumbu y, dengan memperhitungkan efek
orde kedua
Mny = tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y
∅𝑏 = faktor reduksi tahanan lentur = 0,90
Keterangan :
Nu = gaya tekan aksial terfaktor (kg) = Ag.fcr
Ne1 = gaya tekan menurut Euler dengan kL/r terhadap sumbu lentur dan k ≤ 1,0
(untuk
Komponen struktur tak bergoyang)
𝑀1
Cm = 0,6 – 0,4 (𝑀2) …………………………..….….. (2-52)
Dimana nilai M1 dan M2 (M1<M2) didapatkan dari nilai momen pada ujung
tumpuan.
38
1
𝛿s = 𝛥𝑜ℎ ………………………..……...….. (2-54)
1−𝛴𝑁𝑢( )
𝐻𝐿
Atau
1
𝛿s = 𝑁𝑢 ……………………………..…...….... (2-55)
1−( )
𝑁𝑒2
Keterangan :
ΣNu = gaya tekan aksial terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh kolom
pada
Suatu tingkat yang ditinjau
Ne2 sama dengan Ne1, namun dengan menggunakan k untuk komponen struktur
bergoyang dimana k ≥ 1,0
Δoh = simpangan antar lantai pada tingkat yang ditinjau
ΣH = jumlah gaya horizontal yang menghasilkan Δoh pada tingkat yang
ditinjau
L = tinggi tingkat
39
Gambar 2.6 Distribusi tegangan ekuivalen dan aktual di sepanjang
lebar flens
40
2. Untuk gelagar luar :
d. beff ≤ bf + L/12
e. beff ≤ bf + 6ts
f. beff ≤ bf + 0,5 (jarak bersih balok ke balok berikutnya)
Dimana :
𝐿 : Panjang bentang (mm)
𝑏𝑜 : Jarak antar balok (mm)
𝑏𝑓 : Lebar flens baja (mm)
𝑡𝑠 : Tebal pelat (mm)
Sumber : SNI 03-1729-2015 Pasal I3.1a Halaman 94
41
2.10.3 Kuat Lentur Nominal
2.10.3.1 Daerah Momen Positif
a) Sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton
Dengan mengacu pada gambar, maka besar tekan C adalah :
Gambar 2.8 Distribusi Tegangan Plastis pada kekuatan momen nominal (Mn)
Jika dari hasil perhitungan ternyata a > ts, maka asumsi harus diubah. Hasil
ini menyatakan bahwa pelat beton tidak cukup kuat untuk mengimbangi
gaya tarik yang timbul pada baja.
b) Sumbu netral plastis jatuh pada pelat baja
Apabila dalam blok tegangan beton nilai a ternyata melebihi tebal pelat
beton (ts) , maka distribusi tegangan dapat ditunjukkan seperti pada gambar
diatas.
42
Gaya tekan Cc yang bekerja pada beton adalah sebesar :
C = 0,85 . f’c . bE . ts ……………………………..... (2-63)
Dari keseimbangan gaya, diperoleh hubungan :
T’ = Cc + Cs ……………………………..... (2-64)
Besar T’ sekarang lebih kecil daripada As . fy , yaitu :
T’ = As . fy - Cs ……………………………..... (2-65)
Dengan menyamakan persamaan diatas, maka diperoleh :
As .𝑓𝑦 − Cs
Cs = ……………………………..... (2-66)
2
43
2.10.3.3 Kontrol Lendutan
Apabila balok dibebani oleh beban (baik beban merata maupun terpusat),
maka akan melentur (deflected) sehingga menimbulkan lendutan. Besarnya
lendutan balok dan putaran sudut 𝜃 di titik A dan B tergantung pada nilai EI.
1
fijin = f = 360 . L ……………………........... (2-71)
lendutan maksimal yang terjadi (fmaks) harus lebih kecil dari lendutan yang diijinkan
(fijin). Sedangkan lendutan yang terjadi dihitung menggunakan metode momen area.
Lendutan menggunakan momen area dihitung sebagai berikut :
𝑀
f = 𝐸. ……………….……………................ (2-72)
𝐼𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡
Keterangan :
momen (N)
Dimana :
44
fu = tegangan putus penghubung jenis paku
𝑉ℎ
N1 = 𝑄𝑛 ........................................................................ (2-74)
Dimana :
Persyaratan mengenai jarak untuk penghubung geser diatur dalam SNI 03-1729-
2002 pasal 12.6.6 halaman 92.
45
Gambar 2.9 Kolom WF encased
Tata cara kekuatan tekan kolom baja diatur dalam SNI 03-1729-2015 pasal
E1. Kekuatan tekan desain ∅𝑐𝑃𝑛, dan kekuatan tekan yang diizinkan, 𝑃𝑛/𝛺𝑐,
komponen struktur kolom yang dibebani secara aksial simetris ganda harus
ditentukan untuk keadaan batas dari tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk torsi-lentur
berdasarkan kelangsingan komponen struktur sebagai berikut :
𝑃𝑢 ≤ ∅𝑐𝑃𝑛 ........................................................................................ (2-75)
Dimana :
Ø𝑐 = 0,90
𝑃𝑢 = Beban terfaktor
𝑃𝑛 = kuat tekan nominal komponen struktur = Ag.fcr
𝐸𝑐 = Modulus elastisitas beton = 4700√𝑓′𝑐, (Mpa)
Pada SNI 03-1729-2015 pasal E2, faktor panjang efektif (K) digunakan
untuk perhitungan kelangsingan komponen struktur (KL/r). Dalam hal ini struktur
cukup diklasifikasikan menjadi 2 kategori dengan K yang berbeda, yaitu :
• Rangka tidak bergoyang : 0,5 ≤ K ≤ 1,0
• Rangka bergoyang : 1,0 ≤ K ≤ ∞
46
Panjang efektif kolom (LK) didapat dengan mengalikan suatu faktor
panjang efektif (k) dengan panjang kolom (L), nilai “k” didapat dari nomogram,
dengan menghitung nilai G, yaitu :
I
∑( )kolom
L
G= I ........................................................... (2-76)
∑( )balok
L
Dimana :
𝐼 = Momen inersia kolom/balok (cm4)
𝐿 = Panjang kolom/balok (cm)
𝐼
𝑟 = Radius girasi penampang = √𝐴
Tekuk Lokal
SNI 03-1729-2015 pasal B4.1 untuk kondisi tekan, penampang
47
Untuk profil elemen non langsing, rasio tebal terhadap lebar dari elemen tekan tidak
boleh melebihi λr dari tabel, jika rasio tersebut melebihi λr , disebut penampang
4 stem dari T
dinding PSB
6 persegi dan boks
dari ketebalan
Elemen yang diperkaku
merata
Pelat penutup
sayap dan pelat
diafragma antara
7
deretan sarana
penyambung atau
las
Semua elemen
8
diperkaku lainnya
9 PSB bulat
48
Tekuk Lentur Struktur Tanpa Elemen Langsing
Pada SNI 03-1729-2015 pasal E3, kekuatan tekan nominal (Pn) harus
ditentukan berdasarkan keadaan batas dari tekuk lentur :
Pn = Fcr.Ag ............................................................... (2-77)
Tegangan kritis (Fcr), ditentukan sebagai berikut :
𝐾𝐿 𝐸 𝐹𝑦
a. Bila ≤ 4,71√𝐹𝑦 atau ≤ 2,25
𝑟 𝐹𝑒
𝐹𝑦
𝐹𝑐𝑟 = ( 0,658 𝐹𝑒 ) … ................................................ (2-78)
𝐾𝐿 𝐸 𝐹𝑦
b. Bila > 4,71√𝐹𝑦 atau > 2,25
𝑟 𝐹𝑒
𝐹𝑦
𝐹𝑐𝑟 = ( 0,877 𝐹𝑒 ) … ................................................ (2-79)
Dimana :
𝐴𝑔 = Luas bruto dari komponen struktur (mm2)
𝐸 = Elastisitas baja= 200000 Mpa
𝐹𝑦 = Tegangan leleh minimum baja (Mpa)
𝜋2𝐸
𝐹𝑒 = Tegangan tekuk kritis elastis = 𝐾𝐿 2
( )
𝑟
𝑄𝐹𝑦
𝐹𝑐𝑟 = 𝑄 ( 0,658 𝐹𝑒 )Fy ........................................... (2-80)
𝐾𝐿 𝐸 𝑄𝐹𝑦
b. Bila > 4,71√𝑄𝐹𝑦 atau > 2,25
𝑟 𝐹𝑒
49
Dimana :
𝑄 = Faktor reduksi neto yang menghitung untuk semua elemen tekan
langsing
Catatan : 1,0 untuk komponen struktur tanpa elemen langsing, seperti
dijelaskan dalam pasal B4.a untuk elemen dalam tekan merata
Qs Qa untuk komponen struktur dengan penampang elemen
langsing, seperti dijelaskan pada pasal B4.1 untuk elemen dalam
tekan merata.
2.13 Sambungan
Sambungan dalam suatu struktur merupakan bagian yang tidak mungkin
diabaikan begitu saja, karena kegagalan pada sambungan dapat mengakibatkan
kegagalan struktur secara keseluruhan. Sambungan terdiri dari komponen
sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung)
dan alat pengencang (baut dan las).
50
Perencanaan Sambungan Baut
kontrol jarak antar baut :
a) Jarak baut ke tepi (S1)
Tabel 2.10 Jarak tepi minimum.
∅ . Rn = fn . Ab………........................................................... (2-83)
Keterangan :
Rn = kuat tarik nominal
∅ = faktor reduksi tarik (0,75)
fn = tegangan tarik nominal fnt, atau tegangan geser fnv (MPa)
Ab = luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm2)
51
Kuat nominal tumpu pada lubang – lubang baut :
Keterangan :
lc = jarak bersih, dalam arah gaya, antara tepi lubang yang berdekatan atau
tepi dari
Kekuatan geser
Kekuatan tarik
nominal dalam
Deskripsi pengencang nominal, fnt
sambungan tipe
(MPa)
tumpu, fnv (MPa)
Baut A307 310 188
Baut group A(misal,A325), bila ulir
tidak dikecualikan dari bidang 620 372
geser
Baut group A(misal,A325), bila ulir
620 457
tidak termasuk dari bidang geser
Baut A490 atau A490M, bila ulir
tidak dikecualikan dari bidang 780 457
geser
52
Baut A490 atau A490M, bila ulir
780 579
tidak termasuk dari bidang geser
Bagian berulir yang memenuhi
persyaratan pasal A3.4, bila ulir
0,75 fu 0,45 fu
tidak dikecualikan dari bidang
geser
Bagian berulir yang memenuhi
persyaratan pasal A3.4, bila ulir 0,75 fu 0,563 fu
tidak termasuk dari bidang geser
𝑅𝑢
n = ∅. ………………………................................... (2-85)
𝑅𝑛
Keterangan :
n = jumlah baut
Ru = beban terfaktor
Keterangan :
Ab = luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm2)
53
Kekuatan geser blok pelat :
Rn = 0,6 . Fu . Anv + Ubs . Fu . Ant ≤ 0,6 . Fy . Agv + Ubs . Fu . Ant …….... (2-87)
Keterangan :
Anv = luas netto (dengan lubang) potongan yang mengalami gaya geser
Agv = luas bruto (tanpa lubang) potongan yang mengalami gaya geser
Ant = luas netto potongan (dengan lubang) yang mengalami gaya tarik
0,9 𝑓𝑦 . 𝑎2 . 𝑏
∅ . Mn = + ∑𝑛𝑖=1 𝑇 . 𝑑 . 𝑖 ……………………..... (2-88)
2
0,75 . 𝑓𝑢𝑏 . 𝑛1 . 𝑛2 . 𝐴𝑏
𝒶 = …………...……………………..... (2-89)
𝑓𝑏 . 𝑏
Keterangan :
Σd = penjumlahan d
b = lebar balok
54
𝒶 = tinggi penampang tekan
fy = tegangan leleh
Beberapa jenis sambungan yang sering ditemui dalam sambungan las adalah :
55
Gambar 2.11 Tipe – tipe sambungan las
56
Pembatasan ukuran las sudut
te = 0,707a
Ukuran maksimum dari las sudut dari bagian – bagian yang tersambung harus :
a. Sepanjang tepi material dengan ketebalan kurang dari 6 mm, tidak lebih
besar dari ketebalan material.
b. Sepanjang tepi material dengan ketebalan 6 mm atau lebih, tidak lebih besar
dari ketebaalan material dikurangi 2 mm, kecuali las yang secara khusus
diperlihatkan pada gambar pelaksanaan untuk memperoleh ketebalan throat
penuh. Untuk kondisi las yang sudah jadi, jarak antara tepi logam dasar dan
ujung kaki las boleh kurang dari 2 mm bila ukuran las secara jelas dapat
diverifikasi.
57
Kontrol sambungan las
Keterangan :
Keterangan :
𝑅𝑢
Lw = ∅. ……………………..……….…………..... (2-93)
𝑅𝑛𝑤
Dimana :
58
2.13.2.3 Sambungan Kolom – Kolom
Nama – nama sambungan didasarkan pada perencanaannya, yakni gaya
dasar yang ada pada plat kolom. Sambungan yang dimaksudkan untuk menahan
momen pada kolom disebut moment splices (sambungan momen), sedangkan untuk
menahan gaya geser disebut shear splices (sambungan geser). Kolom dijadikan
subyek untuk tiga macam gaya, yaitu gaya aksial, horizontal, dan momen torsi aksi
individu atau kombinasi. Sambungan dalam bentuk pelat diletakkan pada sayap
kolom untuk menahan beban aksial dan beban kombinasi untuk momen atau
diletakkan pada badan untuk menahan gaya horizontal.
Tipe – tipe sambungan kolom dapat dilihat pada gambar 2.11, dimana pada (a)
kolom bagian atas dan bagian bawah sama bentuknya dan disambung dengan plat
penyambung pada bagian sayapnya. Sambungan kolom ini cocok untuk tekan
aksial. (b) kolom bagian atas dan bawah memiliki lebar yang sama, tetapi ketebalan
flens atas lebih tipis dari kolom bawah. Sambungan kolom ini cocok untuk menahan
gaya aksial saja. (c) memperhatikan dua kolom dengan lebar yang tidak sama
dengan menggunakan pelat pengisi. Pelat pengisi akan memberikan ketebalan
untuk membuat kolom atas sama lebarnya seperti kolom bawah. jika kolom
menerima momen tambahan, jumlah baut yang sudah dihitung boleh menggunakan
pelat momen seperti pada gambar. (d) pada bagian yang lebarnya tidak sama,
kadang – kadang diperlukan plat tumpuan kira – kira setebal 5 cm untuk
mendapatkan tempat penghubung yang baik untuk mentransfer beban ke kolom
bawah seperti pada gambar.
59
Gambar 2.14 Sambungan kolom – kolom
60
Dimana tebal pelat minimum dapat dihitung dengan persamaan :
𝑀𝑢
∅ . 𝐹𝑝𝑦
tp ≥ [ 𝑏𝑓 1 1 2 𝑏𝑓 ℎ 1 ]1/2
………………...... (2-94)
( ( + ) + (𝑃𝑓.𝑖+𝑠) )(ℎ−𝑝𝑡)+ ( + )
2 𝑃𝑓,𝑖 𝑠 𝑔 2 𝑃𝑓,𝑜 2
Dengan nilai s :
1
s = 2 √𝑏𝑓 . 𝑔 ……………………..……….……………..... (2-95)
Keterangan :
Fpy = tegangan leleh material pelat ujung (MPa)
Mpl = kapasitas momen plastis pelat ujung (MPa)
Mu = momen batas sambungan pelat ujung/momen terfaktor (MPa)
∅ = keruntuhan lentur akibat leleh (0,9)
Keterangan :
Mnp = kapasitas sambungan baut end plate didasarkan pada kekuatan baut tanpa
efek
prying/congkel (MPa)
61
Bila balok merangka secara transversal ke gelagar atau balok lainnya, maka balok
– balok tersebut mungkin ditempelkan ke salah satu ataupun kedua sisi dari badan
gelagar dengan menggunakan sambungan balok dengan rangkasederhana atau
dengan menggunakan dudukan yang dikombinasikan dengan sambungan balok
rangka.
Untuk sambungan balok ke balok disarankan memberikan suatu sarana yang
memungkinkan gaya tarik yang ada pada suatu flens balok akan ditahan melintasi
balok disebelahnya pada sisi lain dari badan gelagar.
62
Untuk kesetimbangan statis, reaksi tumpuan pada beton (Pp) harus segaris
dengan beban aksial yang bekerja.
Pu ≤ ∅ . 𝑃𝑝 …………………………………..……..…..... (2-97)
𝐴2
Pp = ∅ . 0,85 . 𝑓 ′ . 𝐴1 . √𝐴1 …………………..……..…...... (2-98)
𝐴2
√ ≤ 2 …………………………………..……..…..... (2-99)
𝐴1
Keterangan :
Keterangan :
63
Ac = luas permukaan beton penumpu (mm2)
𝜇 = koefisien friksi (0,55 untuk baja ke grout ; 0,7 untuk baja ke beton)
64
Perhitungan eksentrisitas :
f e
Vu Pu
q
Tu Y
N
Gambar 2.19 Base plate dengan eksentrisitas beban
𝑀𝑢
e= ……………………………..………………..…..... (2-102)
𝑃𝑢
Keterangan :
𝐴2
q = ∅c . 0,85 . f’c . B . √𝐴1 …………………………....... (2-103)
𝑁 𝑵 𝟐𝑷𝒖(𝒇+𝒆)
Y = (f + 2 ) ± √(− (𝒇 + 𝟐 ))𝟐 − ….…………....... (2-104)
𝒒
Tu = q . Y – Pu ………………………………………....... (2-105)
Keterangan :
65
q = gaya merata pada pelat (N/mm)
Perhitungan angkur
Angkur yang dipasang pada suatu base plate direncanakan untuk memikul beban
geser dan tarik, dengan syarat sebagai berikut :
Kontrol geser :
Kontrol tarik :
Keterangan :
𝑽𝒖𝒃
Fv = tegangan geser yang terjadi pada angkur = 𝑨𝒃
(Sumber : Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD edisi II, 13.12 – 13.21)
66
Tebal pelat landasan (Base plate)
𝑁−0,95 .𝑑
m= ……………………………….……...…....... (2-108)
2
𝐵−0,8 .𝑏𝑓
n= ……………………………….……...…....... (2-109)
2
𝑑 𝑡𝑓
x=f- + ……………………………….……...…....... (2-110)
2 2
maka :
𝑌
𝑃𝑢 . 𝑚 −( )
tp = 2,11 √ 2
…………………….……...…....... (2-111)
𝐵 . 𝑓𝑦
Keterangan :
d = tinggi kolom
67
fy = tegangan leleh baja (MPa)
𝑇𝑢 . 𝑥
Mpl = ………….…………………………...…....... (2-113)
𝐵
𝑡𝑝2
Mn = Mp = . fy ……………………….……...…....... (2-114)
4
Keterangan :
68