Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/281614677

Perencanaan, Perilaku dan Keunggulan Portal Momen Rangka Batang


Khusus (PMRBK) terhadap Portal Momen Khusus (PMK) pada Bangunan
Baja Bertingkat Sedang

Conference Paper · August 2015


DOI: 10.13140/RG.2.1.2368.3041

CITATIONS READS

0 1,456

2 authors, including:

Wiryanto Dewobroto
Universitas Pelita Harapan
28 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Writing a book regarding Castellated Beam design View project

All content following this page was uploaded by Wiryanto Dewobroto on 09 September 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perencanaan, Perilaku dan Keunggulan Portal Momen Rangka
Batang Khusus (PMRBK) terhadap Portal Momen Khusus (PMK)
pada Bangunan Baja Bertingkat Sedang
Wiryanto Dewobroto (Universitas Pelita Harapan, Tangerang),
Rendy Wijaya (Alumni S2 - Universitas Tarumanagara, Jakarta)

ABSTRAK
Perilaku keruntuhan baja adalah daktail, sifat penting untuk pembuatan konstruksi tahan gempa.
Meskipun demikian, tidak berarti setiap konstruksi baja pasti akan secara otomatis bersifat tahan
gempa. Gempa Northridge (1994) menunjukkan adanya kerusakan non-daktail atau getas pada
kontruksi baja dengan sistem las, yang memenuhi kriteria perencanaan saat itu. Penelitian pasca
gempa menyimpulkan, bahwa untuk menghasilkan konstruksi baja tahan gempa yang daktail dan
handal, perlu merubah kebiasaan praktis yang ada. Mulai dari tahapan desain, pemilihan bahan
material, fabrikasi, erection dan pengawasan mutu pekerjaan konstruksi baja yang dibuat. Akibat-
nya, perlu dibuat peraturan perencanaan struktur baja tahan gempa yang khusus (AISC 1999).
Tidak sembarang sistem struktur dapat dipilih, tiap sistem mempunyai prosedur perencanaan
berbeda. Maklum, perilaku keruntuhannya tidak sama, sehingga perlu penanganan yang sesuai.
Oleh sebab itu kemampuan mengenali karakter masing-masing sistem struktur yang tersedia,
sangat perlu, agar konstruksinya menjadi optimal. Untuk itu akan dibahas Portal Momen Rangka
Batang Khusus (PMRBK) pada bangunan bertingkat sedang, ditinjau beberapa konfigurasi untuk
direncanakan sesuai ketentuan. Karena prosedur perencanaan masih didasarkan pada analisis
elastis-linier, sehingga tidak diketahui perilaku keruntuhannya, maka dilakukan analisis non-linier
statik pushover. Itu diperlukan untuk mengetahui, apakah prosedur perencanaan yang dipakai
mampu menghasilkan perilaku struktur daktail pada berbagai konfigurasi. Untuk mempelajari
karakter khas sistem PMRBK, dipilih konfigurasi geometri tertentu dan diubah menjadi sistem
struktur Portal Momen Khusus (PMK). Antara keduanya lalu dievaluasi, ternyata untuk konfigurasi
bentang bangunan bertingkat tertentu, sistem PMRBK dapat memberikan kapasitas dukung lantai
yang lebih besar dibanding sistem PMK. Ini tentu informasi yang menarik bagi para insinyur untuk
menentukan sistem konstruksi baja tahan gempa yang paling ekonomis.

Kata kunci: struktur baja tahan gempa, Portal Momen Rangka Batang Khusus (PMRBK), Portal
Momen Khusus (PMK), keruntuhan daktail

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Perencanaan, Perilaku dan Keunggulan Portal Momen Rangka
Batang Khusus (PMRBK) terhadap Portal Momen Khusus (PMK)
pada Bangunan Baja Bertingkat Sedang
Wiryanto Dewobroto (Universitas Pelita Harapan, Tangerang),
Rendy Wijaya (Alumni S2 - Universitas Tarumanagara, Jakarta)

1. Pendahuluan
Perilaku keruntuhan material baja adalah daktail, suatu perilaku material yang penting
bagi konstruksi tahan gempa. Meskipun demikian, itu tidak berarti konstruksi baja yang
sepenuhnya dari jenis material tadi, akan secara otomatis bersifat tahan gempa. Gempa
Northridge, USA (1994) telah menunjukkan bahwa kerusakan non-daktail atau getas
bisa saja terjadi pada kontruksi baja, yang telah memenuhi kriteria perencanaan saat itu,
khususnya dengan sistem sambungan las. Bentuk kerusakan yang banyak ditemui pada
bangunan baja akibat gempa Northridge sesuai laporan FEMA 350 (Hamburger 2000)
adalah sebagai berikut Gambar 1.

Gambar 1. Sambungan tipikal bangunan baja dan kerusakan akibat gempa Northridge (FEMA 2000)

Pada beberapa kasus, kerusakan fraktur juga berkembang menjadi retakan pada sayap
kolom di daerah belakang bagian yang dilas. Pada kasus tersebut, bagian sayap kolom
terlihat masih menyatu dengan sayap balok, tetapi tertarik lepas dari bagian kolom uta-
ma. Pola ini dikenal sebagai kerusakan “divot” atau “nugget” (Hamburger et. al 2000).

(a). Kerusakan pada transisi pengelasan (b). Kerusakan "divot" pada sayap kolom

Gambar 2. Kerusakan fraktur sambungan balok-kolom akibat gempa Northridge (Hamburger et. al 2000).

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Faktanya, tidak semua bangunan yang rusak seperti itu, langsung runtuh. Bahkan ada,
bangunan yang dari segi arsitekturnya tidak terlihat rusak parah, ternyata setelah evalu-
asi terdapat kerusakan struktur non-daktail tersebut. Ini tentu menyebabkan bangunan-
nya mengalami penurunan kualitas, baik dari segi kekuatan dan kekakuan struktur, se-
hingga jika kemudian terjadi gempa berikutnya lagi, pasti berbahaya bagi keselamatan
penghuni. Sisi lainnya, proses evaluasi kerusakan dan perbaikan yang perlu dilakukan,
kadangkala bisa lebih mahal jika dibanding bangunan yang rusak, dirobohkan saja seca-
ra menyeluruh dan dibangun kembali dengan yang baru (Hamburger et. al 2000).
Itu semua menimbulkan ketidak-pastian terhadap prosedur perencanaan bangunan yang
ada, sehingga memicu AISC (American Institute of Steel Construction) membuat satuan
gugus tugas mendata masalah dan penelitian (AISC 1994a,b). Akhir 1994 dibentuk SAC
Joint Venture, yaitu kerja sama beberapa asosiasi profesi AISC, AISI (American Iron and
Steel Institute) dan NIST (National Institute of Standards and Technology), menyeleng-
garakan workshop internasional (SAC 1994). Setelah itu FEMA (Federal Emergency
Management Agency) dari unsur pemerintah juga ikut bergabung. Hal seperti inilah yang
menjadi cikal bakal terbentuknya code perencanaan yang baru. Saat itu sampailah pada
kesimpulan bahwa untuk pembuatan konstruksi baja tahan gempa yang daktail dan han-
dal, diperlukan perubahan atas kebiasaan praktis yang ada, mulai tahap desain, pemilih-
an bahan, fabrikasi, erection, dan pengawasan mutu pekerjaan (Hamburger et.al 2000).
Sejak itu, bertubi-tubi penelitian struktur baja terkait gempa dilakukan. Puncaknya adalah
terbitnya peraturan perencanaan tahan gempa khusus struktur baja (AISC 1997).
2. Persyaratan Konstruksi Bangunan Baja Tahan Gempa AISC & SNI
Gempa Northridge (1994), menyebabkan peraturan konstruksi baja tahan gempa AISC
(1997) berubah secara signifikan, sehingga seperti ditulis ulang lagi secara menyeluruh.
Bahkan di tahun 1999 dan 2000 ada tambahan materi perbaikan yang besar lagi. Itu
menyebabkan selanjutnya peraturan konstruksi baja tahan gempa AISC (2002) atau
ANSI/AISC 341-02 menjadi dasar semua peraturan perencanaan konstruksi baja khusus
bangunan gedung di USA (Malley–Shaw 2008). Sejak itu ada beberapa pembaharuan,
yaitu AISC (2005), dan yang terkini adalah AISC (2010b).
Baru-baru ini setelah 13 tahun berjalan, SNI perencanaan struktur baja akhirnya diperba-
rui, dari SNI 1729:2002 menjadi SNI 1729:2015. SNI baru tersebut adalah adopsi identik
AISC (2010a) dengan cara penerjemahan. Oleh sebab itu, peraturan tahan gempa AISC
(2010b) tentu akan diadopsi juga untuk melengkapi SNI gempa yang umum (SNI 2012).
AISC gempa (2010b) hanya digunakan untuk perencanaan bangunan gedung atau yang
semacamnya, khususnya di daerah dengan risiko gempa yang tinggi. Lebih spesifik lagi
adalah menentukan spesifikasi struktur Sistem Pemikul Beban Gempa, struktur khusus
pada bangunan gedung yang diandalkan untuk menerima beban gempa dan mendisipa-
sikan enerjinya sehingga perilaku gedung secara keseluruhan menjadi daktail dan ber-
tahan terhadap gempa yang terjadi. Pada kondisi beban gempa rencana, keselamatan
penghuni dapat diandalkan, kalaupun terjadi kerusakan struktur tentu masih pada tahap
diterima dan dapat dilakukan perbaikan yang relatif cukup ekonomis.
Struktur bangunan gedung dapat dikategorikan menjadi dua, [1] Sistem Pemikul Beban
Gravitasi, dan [2] Sistem Pemikul Beban Gempa. Pada bangunan sederhana, keduanya
dapat dipenuhi oleh struktur yang sama, tetapi untuk bangunan besar dan kompleks
maka sistem yang terpisah akan lebih efektif dan ekonomis. Pada perencanaannya sis-
tem struktur penghubung yang menjamin kesatuan kedua sistem perlu dipertimbangkan
secara matang. Oleh sebab itu sistem lantai beton komposit, yang dapat menjamin kesa-
tuan lantai dengan baloknya, menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan. Selanjut-
nya pada makalah ini hanya akan membahas Sistem Pemikul Beban Gempa.

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Spesifikasi gempa AISC (2010) tidak membatasi jenis material yang dipakai, hanya saja
untuk tebal pelat baja ≥ 2” atau profil gilas ≥ 1.5” perlu uji Charpy V-notch, untuk menja-
min daktilitasnya. Terkait bahan material, bagian penting dari spesifikasi adalah menen-
tukan besarnya Fy dan Fu yang digunakan, khususnya di elemen Sistem Pemikul Beban
Gempa, yang diharapkan akan berperilaku inelastis. Ini berbeda dibanding persyaratan
ASTM, yang hanya persyaratan kuat minimum material. Pada bangunan tahan gempa,
maka kepastian atau lebih tepatnya estimasi paling dekat nilai Fy dan Fu sangat penting
untuk jaminan bahwa kondisi inelastis hanya terjadi di elemen khusus yang sengaja
dipilih, dan direncanakan pendetailannya, bukan di tempat yang lain.
Pada Sistem Pemikul Beban Gempa ada persyaratan umum bahwa sistem sambungan
harus memperhitungkan kondisi batas daktilitasnya. Syarat perencanaannya lebih ketat
dari struktur baja biasa (Sistem Rangka Pemikul Gravitasi), yaitu mengantisipasi jika pa-
da sambungan mengalami gaya sampai level dimana material penampangnya leleh. Itu
pula alasannya, mengapa persyaratan rasio lebar tebal (b/t) profil lebih ketat dari yang
disyaratkan pada AISC (2010a) agar tidak terjadi tekuk lokal sebelum tegangan lelehnya
tercapai terlebih dahulu. Kecuali itu, maka cara pengelasan juga mendapatkan perhatian
khusus. Ada istilah baru Zona Terproteksi, dan menghindari adanya elemen diskontinyu,
agar tidak terjadi kegagalan dini, atau rusak fraktur yang bersifat non-daktail. Sebagian
besar lainnya dari spesifikasi gempa adalah berfokus pada perencanaan kolom, yaitu
untuk memastikan kegagalannya minimum.
Belajar dari kerusakan gempa Northridge yang non-daktail, akibat fraktur profil baja yang
dilas, yang dipengaruhi oleh faktor geometri penampang / struktur, proses pengerjaan,
dan tidak sekedar jenis materialnya, maka pada spesifikasi gempa diberikan bentuk-
bentuk sistem struktur dan sambungannya untuk konstruksi baja tahan gempa.
Pada spesifikasi gempa AISC (2010b) ada dua sistem struktur portal daktail, yaitu Portal
Momen Khusus (Special Moment Frames) & Portal Momen Rangka Batang Khusus
(Special Truss Moment Frames). Catatan: istilah terjemahan mengacu draft SNI 1729.2
yang adalah adopsi penuh AISC (2010b). Terjemahan sesuai SNI (2012) adalah Rangka
Batang Baja Pemikul Momen Khusus. Jadi penulis cenderung mengacu SNI 1729.2.
Portal Momen Khusus (PMK) sudah banyak dikenal, maklum mirip dengan yang tersedia
di konstruksi beton bertulang. Adapun Portal Momen Rangka Batang Khusus (PMRBK)
relatif masih asing, padahal SNI baja lama (2002) sudah memuat dengan nama Sistem
Rangka Batang Pemikul Momen Khusus (SRBPMK). Jadi, meskipun sistem struktur
tersebut sudah lama ada di kasanah literatur rekayasa Indonesia, tetapi belum populer.
Bahkan banyak yang tidak tahu, kapan sistem PMRBK itu sebaiknya dipakai sebagai
ganti PMK. Oleh sebab itu akan diulas lebih jauh tentang PMRBK, strategi perencanaan,
dan pengujian perilaku inelastisnya dengan analisis nonlinier statik pushover sehingga
tingkat daktilitasnya dapat dievaluasi. Selanjutnya akan dievaluasi satu konfigurasi portal
momen yang sesuai untuk mengetahui keunggulan PMRBK terhadap sistem PMK.
3. Sistem PMRBK dan Tata Cara Perencanaannya
Portal Momen Rangka Batang Khusus (PMRBK) adalah pengembangan sistem rangka
batang (truss) pengganti balok pada bangunan bertingkat. Ini diperlukan karena bangu-
nan jenis seperti itu banyak yang runtuh saat gempa, khususnya gempa Meksiko 1985
(Reis dan Bonowitz 2000). Keruntuhan bangunan dengan sistem dengan rangka batang
umumnya menghasilkan perilaku kolom lemah - balok kuat, suatu kondisi yang harus
dihindari untuk konstruksi tahan gempa (Basha - Goel 1996). Memang, sistem rangka
batang sendiri populer dibandingkan balok profil I khususnya jika jarak antar kolom relatif
panjang. Selain itu, terdapatnya ruang kosong pada sistem rangka batang menguntung-
kan sekali untuk penempatan peralatan M&E dan yang semacamnya.

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Aplikasi struktur sistem PRMBK pada konstruksi bangunan terlihat di Gambar 3 berikut.

(a) Tampak luar (b) Kemudahan Penempatan Ducting M&E


Gambar 3. Sistem PMRBK pada Bangunan Gedung (Chao - Goel 2006).

Sistem PMRBK ditujukan untuk Sistem Pemikul Beban Gempa, adalah hasil penelitian
Prof Subhash C. Goel, sejak 1988 di Universitas Michigan (Basha - Goel 1996). Inovasi-
nya adalah memperbaiki perilaku portal-rangka-batang, dari kolom lemah – balok kuat
menjadi berperilaku kolom kuat – balok lemah, dengan menempatkan segmen khusus.
Perilaku inelastis saat gempa dan tipe segmen khusus yang tersedia, lihat Gambar 4.

(a) Segmen khusus X-diagonal (b) Segmen khusus Vierendeel


Gambar 4. Perilaku inelastis sistem PMRBK (Chao - Goel 2006).

Portal Momen Rangka Batang Khusus (PMRBK), menurut draft SNI 1729.2, atau Special
Truss Moment Frame (STMF), menurut AISC (2010b), adalah sistem struktur yang saat
gempa besar dapat mengalami deformasi inelastis hanya pada segmen khusus yang te-
lah disiapkan. Adapun bagian struktur yang lain, harus tetap berperilaku elastis.
Adanya elemen struktur khusus yang berperilaku inelastis dan elemen lain tetap elastis
menyebabkan prosedur perencanaan struktur menjadi tidak biasa. Apalagi diketahui
bahwa keruntuhan struktur baja, tidak hanya terjadinya leleh (yield), juga fraktur (retak)
yang bersifat non-daktail. Oleh sebab itu AISC (2010b) memberikan persyaratan ketat.
Panjang bentang rangka dibatasi ≤ 20 m, tinggi rangka batang ≤ 1.8 m. Pembatasan ini
diberikan karena PMRBK masih tergolong baru, hanya ukuran yang sesuai dengan hasil
percobaan yang boleh digunakan. Kolom-kolom dan segmen lain selain segmen khusus
harus direncanakan agar tetap dalam keadaan elastis ketika segmen khusus mengalami
pelelehan penuh hingga tahap strain-hardening.
Segmen khusus (special segment), dipasang di tengah-tengah bentang rangka batang,
panjangnya 0.1 ∼ 0.5 kali panjang bentang. Perbandingan panjang (L) terhadap tinggi
segmen khusus (d), adalah 0.67 ≤ L/d ≤ 1.5. Adapun konfigurasi panel segmen khusus

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


bisa berupa tipe X (Gambar 4a) dan Vierendeel (Gambar 4b). Kombinasi dari keduanya,
maupun bentuk konfigurasi lain, tidak diijinkan. Tipe Vierendeel menguntungkan dari sisi
ruang bebas, dan relatif sederhana. Jadi tipe ini yang jadi pembahasan lebih lanjut.
Batang atas / bawah rangka batang tidak boleh disambung di bagian segmen khusus,
dalam jarak sejauh 0.5 tinggi rangka dari ujungnya. Ada bagian "zona terproteksi", yaitu
ujung-ujung segmen khusus, ditambah 2 kali tinggi rangka batang. Bagian tersebut tidak
boleh mengalami diskontinuitas, baik dari fabrikasinya maupun untuk alasan erection.
Meskipun AISC (2010b) telah memberikan langkah-langkah dan ketentuan perencanaan
yang harus diikuti, tetapi dianggap kurang optimal (Krawinkler-Miranda 2004), sehingga
strategi Chao-Goel (2006) akan digunakan. Proses perencanaan mulai dengan mencari
“gaya geser perlu” bagian segmen khusus, terhadap dua kondisi pembebanan, yaitu [a]
1.2 D + 1.6 L (elastis); dan [b] 1.2D + 0.5L + 1.5E (mechanism). Ini contoh beban yang
diusulkan Basha - Goel (1996). Saat ini tentu perlu disesuaikan dengan ketentuan ASCE
7 (2010), termasuk gaya geser dasar gempa dan distribusinya.
Pada kombinasi beban pertama (elastis), yaitu beban gravitasi, semua elemen struktur-
nya, elemen rangka batang (truss) dan kolom harus dalam kondisi elastis. Batang tepi
segmen khusus belum boleh mencapai kondisi inelastis. Pada kombinasi beban kedua,
yaitu kombinasi beban gravitasi dan gempa, batang tepi segmen khusus bisa mengalami
kondisi inelastis. Gaya geser dari kombinasi beban kedua boleh mencapai kuat geser
rencana bagian segmen khusus tersebut. Elemen segmen khusus selanjutnya direnca-
nakan terhadap gaya geser berdasarkan dua kombinasi beban tersebut.
Pada pembebanan ke-2, perlu check terhadap risiko soft-story kolom bawah jepit (perlu
balok pengaku di level pondasi), dengan cara menghitung momen maksimumnya, Mpc,
berdasarkan penelitian Leelataviwat et.al (1999) dapat dihitung sebagai berikut.
M pc = 1.1V ′h1 / 4 ................................................................................................................ (1)

dengan h1 tinggi kolom bawah; V' gaya geser dasar ekivalen satu bentang saja, yaitu
dari membagi gaya geser dasar dengan jumlah bentang desain yang menahan gempa;
Mpc momen plastis perlu kolom bawah. Faktor 1.1 adalah faktor kuat lebih untuk mem-
perhitungkan adanya strain-hardening dan ketidak-pastian pada kekuatan material.

Gambar 5. Satu bentang portal dengan mekanisme soft-story (Leelataviwat et al., 1999)

Kuat perlu untuk batang tepi pada segmen khusus pada tingkat ke-i adalah
⎛ n ⎞ ⎛ L n ⎞
βi M pbr = βi ⎜ ∑ Fi hi − 2M pc ⎟ ⎜ 4 ∑ βi ⎟ ............................................................................. (2)
⎝ i =1 L
⎠ ⎝ s i =1 ⎠
Desain untuk batang tepi pada segmen khusus dilakukan dengan memakai
βi M pbr ≤ φ Mnci , dimana φ Mnci = φ Z i F y ............................................................................... (3)

dengan βi adalah rasio gaya geser tingkat i dengan gaya geser tingkat paling atas.

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Elemen selain segmen khusus, termasuk rangka batang dan kolom, didesain berdasar-
kan desain kapasitas, yaitu kombinasi antara beban gravitasi dan gaya geser maksimum
yang dapat terjadi pada batang tepi pada segmen khusus. Gaya geser maksimum yang
diharapkan terjadi pada segmen khusus, Vne, yang akan dipakai mendesain elemen di
luar segmen khusus dicari dari persamaan E4-5 (AISC 2010b) dengan menghilangkan
suku ketiganya yang khusus hanya untuk segmen khusus tipe X, sebagai berikut.
3.60 Ry M nc L
Vne = + 0.036 EI .............................................................................................. (4)
Ls Ls 3

Setelah gaya geser maksimum profil dicari, struktur dipisah menjadi diagram free body
bentang eksterior (Gambar 6a dan 6b) dan interior (Gambar 6c).

(a) gaya lateral ke kanan, (b) gaya lateral ke kiri (c) kedua arah sama
Gambar 6. Diagram free body bentang eksterior dan interior (Chao-Goel 2006)

Gambar 6a, gaya geser maksimum, Vne, pada tengah segmen khusus dianggap tercapai
di saat kolom lantai 1 mencapai kapasitas maksimum, Mpc. Tahap ini, gaya lateral peng-
imbang pada struktur free body dianggap tetap didistribusikan sama seperti sebelumnya,
besarnya dihitung dari keseimbangan gaya yang terjadi. Untuk bentang eksterior kondisi
beban lateral ke arah kanan, maka jumlah total gaya tersebut adalah:
⎛L n L2 n
⎞ ⎛ n ⎞
( FR )ext = ⎜ ∑ (Vne )i − ∑w iu + M pc ⎟ ⎜ ∑ α i hi ⎟ .................................................................... (5)
⎝ 2 i =1 8 i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠
Pada kondisi beban lateral ke arah kiri, jumlah total gaya tersebut adalah:
⎛L n L2 n
⎞ ⎛ n ⎞
( FL )ext = ⎜ ∑ (Vne )i + ∑w iu + M pc ⎟ ⎜ ∑ α i hi ⎟ ................................................................... (6)
⎝ 2 i =1 8 i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠
Untuk bentang interior, gaya lateral ke arah kanan dan kiri memberikan hasil yang sama:
⎛ n ⎞ ⎛ n ⎞
( FR )int = ⎜ L ∑ (Vne )i + 2 M pc ⎟ ⎜ ∑ α i hi ⎟ ................................................................................ (7)
⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠
Setelah semua gaya perlu untuk mencapai keseimbangan telah diberikan pada struktur
free body, elemen-elemen pada struktur free body (selain segmen khusus) dapat mulai
didesain dengan analisis elastis yang biasa.

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Pada bagian yang berperilaku elastis (bukan segmen khusus), pilihan penampang relatif
cukup banyak. Tetapi untuk segmen khusus, perlu perhatian, yaitu untuk memastikan
apakah keruntuhannya adalah daktail sebagaimana diharapkan. Maklum perilaku kerun-
tuhan struktur baja bisa getas (lihat Gambar 1 dan 2). Itu sebabnya profil yang dipilihpun,
yang sudah dilakukan uji empiris, seperti siku-ganda dan pelat (Itani-Goel 1991, Basha-
Goel 1994), profil-Tee (Leelataviwat et.al 1998), kanal-ganda (Parra et.al 2006).
4. Simulasi Perencanaan dan Evaluasi Daktilitas PMRBK Benchmark
Dari tahapan perencanaan, pada kondisi beban tetap sistem PMRBK berperilaku elastis.
Ini tak berbeda dari sistem gravitasi yang biasa. Keistimewaan baru muncul saat dikom-
binasikan dengan beban gempa, sampai terbentuknya kondisi inelastis. Untuk mengeva-
luasinya perlu analisis non-linier pushover. Dalam studi ini dipakai program SAP2000.
Problem terbesar dalam analisis non-linier adalah mengevaluasi hasil. Untuk mengatasi-
nya, sebelum simulasi dengan cara parametrik, prosedur analisisnya dikalibrasi terhadap
struktur benchmark untuk dilakukan perbandingan. Jika hasilnya sama, tentu analisisnya
dapat dianggap telah memenuhi kriteria yang diharapkan. Struktur benchmark-nya ada-
lah bangunan bertingkat tujuh dimana sistem struktur PMRBK ditempatkan pada rangka
perimeternya saja (Chao-Goel 2006), lihat Gambar 7 di bawah.

a) Denah b) Sistem rangka perimeter (STMF)


Gambar 7. Struktur benchmark untuk analisis pushover (Chao-Goel 2006, p109)

Struktur benchmark ini adalah salah satu konfigurasi PMRBK pada penelitian Chao-Goel
(2006). Tumpuan kolom bawah berupa jepit, dengan cara memberikan balok pengikat.
Semua rangka batang memakai profil kanal-ganda back-to-back, selain bagian segmen
khusus ditambahkan juga cover-plate. Itu untuk menjamin kondisi inelastis hanya terjadi
pada bagian yang dianggap lemah, yaitu segmen khusus. Kolomnya memakai profil-I,
dan pada bagian bawah dichek untuk menghindari terjadinya mekanisme soft-story.

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Kriteria beban dan desainnya mengacu code California (CBC 2001) dengan modifikasi.
Informasi lengkap, termasuk detail tipikal satu bentang rangka batang PMRBK bench-
mark, dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut.

a) Elevasi Satu Bentang b). Profil rangka-batang per-lantai

Gambar 8. Detail Tipikal PMRBK benchmark (Chao-Goel 2006, p109)

Selain tersedianya data konfigurasi geometri PMRBK benchmark yang lengkap, juga ter-
dapat perilaku struktur sampai kondisi inelastis, yaitu terbentuknya sendi-plastis yang
diharapkan. Itu semuanya diperlukan sebagai benchmark untuk :
• Kalibrasi terhadap prosedur perencanaan sebagaimana diuraikan di depan. Ini diper-
lukan untuk merencanakan berbagai konfigurasi struktur PMRBK yang nantinya akan
dievaluasi secara parametrik perilaku keruntuhannya masing-masing (Wijaya 2015).
• Kalibrasi terhadap prosedur analisis non-linier pushover, dengan cara membanding-
kan kurva beban-lendutan dan pola keruntuhan (Gambar 9), sekaligus mengevaluasi
ulang tingkat daktilitas struktur, apakah sesuai dengan rencana (code yang berlaku).

a) kurva gaya dasar - roof drift (%) b) pola keruntuhan

Gambar 9. Analisis nonlinier pushover struktur PMRBK benchmark (Wijaya 2015)

Untuk evaluasi daktilitas, dihitung nilai R atau "faktor reduksi gempa" (SNI 1729-2002)
atau "koefisien modifikasi respons" (SNI 1726-2012, ASCE 7-10), yang mewakili ratio
gaya akibat gempa jika struktur berperilaku elastis, terhadap gaya rencana pada kondisi
kuat batasnya (mengalami pelelehan). Nilai R > 1 berarti struktur berperilaku daktail, se-
makin besar nilai R-nya maka tingkat daktilitas struktur adalah semakin besar. Menurut
ATC-19 nilai R ditentukan tiga faktor, dan dinyatakan dalam persamaan R = Rs.Rμ .Rr .

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


Rs adalah faktor kuat, yaitu rasio gaya geser maksimum Vy=2531.65 kips terhadap gaya
geser rencana Vn=1727 kips, sehingga Rs=Vy/Vn=1.466. Adapun Rμ adalah faktor daktili-
tas, dihitung dari rasio daktilitas, μ yang umumnya rasio perpindahan daktilitas. Jika sim-
pangan maksimum menjelang runtuh δm = 2.027% dan saat leleh awal δy = 0.4482%
maka μ = δm/ δy= 4.52. Mengacu Newmark-Hall (hal 25 ATC-19) dengan menganggap
perioda T ≈ 1 detik, maka Rμ= μ = 4.52. Adapun Rr adalah faktor redundant. Untuk setiap
bentang PMRBK ketika mengalami kondisi inelastis minimal perlu terbentuk empat sendi
plastis sehingga redundantnya dianggap mencukupi untuk Rr = 1.0 (Chao-Goel 2006).
Dari ketentuan tadi maka koefisien modifikasi respons struktur PMRBK benchmark dapat
dicari, R =Rs.Rμ.Rr = 1.466*4.52*1 = 6.63, yang berarti lebih besar dari Rm = 6.5 menurut
SNI 1726-2002, tetapi masih lebih kecil dibanding SNI 1726-2012, yaitu R = 7.
Dari pola keruntuhan (Gambar 9b) tidak terlihat mekanisme soft-story pada kolom. Sendi
plastis hanya di kolom bawah dan segmen khusus. Tingkat daktilitas struktur dievaluasi
dari nilai R, dimana nilainya sama atau lebih besar dari ketentuan SNI 1726-2002, tetapi
masih lebih kecil dari SNI 1726-2002. Tahap ini hasilnya dianggap cukup.
5. Studi Parametrik Struktur PMRBK
Dengan prosedur perencanaan PMRBK dan analisis non-linier pushover yg terkalibrasi,
selanjutnya dibuat studi parametrik untuk meneliti berbagai konfigurasi struktur ini yang
sama, kecuali "jarak bentang" antara kolomnya yang bervariasi, lihat Gambar 10.

a) 0.5H b) 1.0H c) 1.5H d) 2.0H

e) 2.5H f) 3.0H

Gambar 10. Skema Parametrik Sistem PMRBK dengan Variasi Bentang (Wijaya 2015)

Studi parametrik memakai bentuk dasar sama seperti struktur benchmark, kecuali jarak
antar kolom yang bervariasi. Tentu saja ukuran profil disesuaikan sampai diperoleh rasio

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


kuat perlu terhadap kuat tersedia sekitar 0.9. Notasi model struktur yang akan dievaluasi
adalah : STMF 1 (0.5H), STMF 2 (1.0H), STMF 3 (1.5H), STMF 4 (2.0H), STMF 5 (2.5H),
dan STMF 6 (3.0H) dengan H adalah tinggi lantai paling bawah, yaitu 18 ft (± 5.48 m).
Tujuan studi parametrik adalah [a] Mempelajari efek perubahan jarak antar kolom terha-
dap efektifitas perilaku inelastis sistem struktur PMRBK; [b] Membandingkan tingkat dak-
tilitas, berdasarkan nilai R yang dihasilkan, apakah masih sesuai dengan code rencana.
Perilaku inelastis sistem PMRBK dengan parameter bentang antar kolom yang bervari-
asi, ditunjukkan dengan pola terbentuknya sendi plastis berdasarkan hasil analisis non-
linier pushover. Keseluruhannya disajikan dalam Gambar 11.

a) STMF 1 b) STMF 2 c) STMF 3

d) STMF 4 d) STMF 5 e) STMF 6

Gambar 11. Mekanisme sendi plastis struktur PMRBK (Wijaya 2015)

Karena "segmen khusus" telah direncanakan menjadi bagian terlemah, maka dari hasil
analisis pushover bagian tadi mengalami sendi plastis. Adapun PMRBK dengan bentang
terpendek, yaitu STMF 1 (0.5H), terjadi mekanisme soft-story pada kolom lantai 2, tanpa
terlebih terjadi terlebih dahulu sendi plastis pada ujung kolom bawah. Skenario kerun-
tuhan seperti ini tentu saja harus dihindari.

Tabel 1. Evaluasi koefisien modifikasi respons


Tipe Vy Vn δm δy Rμs Rμ R
STMF 1 - - - - - - -
STMF 2 572.6 307.9 2.04 0.53 1.86 3.85 7.17
STMF 3 1303.2 692.7 2.19 0.58 1.88 3.78 7.12
STMF 4 2087.6 1231.5 2.17 0.52 1.70 4.18 7.08
STMF 5 3082.9 1924.2 2.43 0.55 1.60 4.42 7.09
STMF 6 3902.2 2770.8 2.76 0.55 1.41 5.02 7.07
Catatan : Rr = μ dengan asumsi T ≈ 1.0

Gambar 12. Kurva pushover (gaya-deformasi) dan tingkat daktilitasnya (Wijaya 2015)

Kecuali tipe STMF 1 (bentang pendek), semua hasil analisis pushover struktur PMRBK
menghasilkan R ≥ 7, sesuai ketentuan code yang berlaku (ASCE 2010, SNI 2012). Itu
berarti, tingkat daktilitas dari struktur tahan gempa rencana, sudah sesuai harapan.

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


6. Studi Banding PMRBK vs PMK
Telah diuraikan prosedur perencanaan dan perilaku inelastis sistem struktur PMRBK,
sebagai salah satu alternatif perencanaan struktur tahan gempa. Sistem struktur ini rela-
tif masih jarang, atau bahkan belum pernah diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu jika
dapat dibandingkan dengan sistem yang biasa dijumpai, tentu akan sangat membantu.
Untuk itu, berdasarkan sistem struktur PMRBK parametrik yang diuji, akan direncanakan
sistem struktur PMK (Portal Momen Khusus) dengan kondisi beban dan bentang sama.
Selanjutnya akan dihitung berat total struktur PMRBK dan dibandingkan dengan sistem
PMK. Berat sendiri struktur dapat dilihat pada Tabel 2. Grafik perbandingan dari kedua
sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 13a untuk berat sendiri balok, Gambar 13b
untuk berat sendiri kolom, dan Gambar 13c untuk berat total struktur.
Tabel 2. Berat sendiri struktur PMRBK dan PMK (Wijaya 2015)
Berat Struktur PMRBK (kips) Berat Struktur PMK (kips)
Tipe Tipe
Balok Kolom Total Balok Kolom Total
STMF 1 18.16 63.94 82.10 MRF 1 8.36 48.67 57.03
STMF 2 70.19 59.66 129.86 MRF 2 36.62 110.02 146.64
STMF 3 130.60 109.02 239.63 MRF 3 67.88 142.94 210.82
STMF 4 225.12 150.42 375.54 MRF 4 123.69 250.55 374.24
STMF 5 371.47 217.37 588.84 MRF 5 162.05 384.81 546.87
STMF 6 502.55 246.81 749.36 MRF 6 367.24 682.01 1049.25
Note : STMF (Special Truss Momen Frame) ≅ PMRBK (Portal Momen Rangka Batang Khusus).
MRF (Momen Resisting Frame) ≅ PMK (Portal Momen Khusus)

a). Berat Balok b). Berat Kolom c). Berat Struktur


Gambar 13. Perbandingan berat PMRBK vs PMK (Wijaya 2015)
Dari kurva perbandingan di Gambar 13a, diketahui bahwa pada keseluruhan parameter bentang
portal momen yang ditinjau, elemen horizontal sistem PMRBK relatif lebih berat dibanding sistem
PMK. Itu terjadi khususnya untuk bentang pendek (≤ 2.5H), tetapi untuk kondisi lebih dari itu, dari
kurva juga diketahui adanya peningkatan tajam berat balok pada sistem PMK, sehingga bisa saja
menjadi tidak ekonomis lagi. Dari kurva di Gambar 13b, untuk bentang yang semakin besar, berat
kolom PMK meningkat tajam. Ini tentunya akibat adanya persyaratan strong-column-weak-beam,
untuk menghindari terjadinya mekanisme soft-story yang mungkin terjadi dengan adanya pening-
katan kekakuan balok pada bentang yang semakin besar.
Jika volume baja dapat dianggap paralel dengan biaya yang diperlukan, dari Gambar 13c dapat
diketahui bahwa sistem PMRBK hanya unggul digunakan pada portal bentang besar, jika balok
lebih besar 2.5 kali dari tinggi kolom, dan tentu saja harus ≤ 20 m sesuai ketentuan AISC (2010b).
7. Kesimpulan
Telah dibahas prosedur perencanaan struktur PMRBK, dan aplikasinya pada berbagai bentang.
Selanjutnya dengan analisis non-linier pushover telah dievaluasi perilaku keruntuhan inelastis dan
tingkat daktilitasnya. Sebagian memenuhi ketentuan yang berlaku, kecuali konfigurasi dengan
bentang sangat pendek (0.5H) yang mengalami kegagalan dengan mekanisme soft-story pada

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.


salah satu kolomnya. Oleh sebab itu, sistem portal momen tahan gempa dengan bentang pendek
tidak bisa memanfaatkan sistem PMRBK, harus menggunakan sistem PMK yang biasa dijumpai.
Untuk bentang 1.0H ≤ L ≤ 2.5H antara PMRBK dan PMK maka berat strukturnya hampir sama,
tidak terdapat perbedaan yang menyolok, antara keduanya. Kelebihan PMRBK adalah adanya
ruang bebas, dibanding balok pada sistem PMK yang solid. Perlu dipikirkan juga, adanya detail
rangka batang yang lebih rumit, yang tentunya akan mempengaruhi biaya dan waktu pengerjaan.
Pada bentang portal momen dengan 2.5H ≤ L ≤ 20 m, dimana elemen horizontalnya semakin
dominan untuk memikul beban gravitasi, maka sistem PMRBK yang ditinjau dapat menunjukkan
keunggulannya dibanding sistem PMK, sebagai sistem struktur baja tahan gempa yang daktail.
Demikian telah dibahas sistem rangka pemikul momen khusus pada SNI 1726-2012, dan untung-
rugi aplikasinya untuk berbagai bentang bangunan bertingkat sedang. Semoga dapat menjadi
bahan pertimbangan awal untuk menentukan sistem struktur baja tahan gempa yang optimal.
8. Daftar Pustaka
AISC.(1994a).“Proceedings of the AISC Special Task Committee on the Northridge Earthquake Meeting”,
American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois.
AISC.(1994b). “Northridge Steel Update 1”, AISC, Chicago, Illinois.
AISC. (1997). “Seismic Provisions for Structural Steel Buildings", AISC, Chicago, IL.
AISC.(2002). “Seismic Provisions for Structural Steel Buildings - ANSI/AISC 341-02”, AISC, Chicago, IL.
AISC. (2005). “Specification for Structural Steel Buildings - ANSI/AISC 360-05”, AISC, Chicago, IL.
AISC. (2010a). “Specification for Structural Steel Buildings - ANSI/AISC 360-10”, AISC, Chicago, IL.
AISC.(2010b). “Seismic Provisions for Structural Steel Buildings - ANSI/AISC 341-10”, AISC, Chicago, IL.
AISC.(2010c). “Prequalified Connections for Special and Intermediate Steel Moment Frames for Seismic
Applications - ANSI/AISC 358-10”, AISC, Chicago, IL.
ASCE.(2010). “Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures - ASCE/SEI 7-10”, American
Society of Civil Engineers, Reston, Virginia
ATC-19.(1995). “Structural Response Modification Factors”, Applied Technology Council, California
Basha, H.S. dan Goel, S.C. (1996). “Seismic Resistant Truss Momens Frames with Ductile Vierendeel
Segment”, Eleventh World Conference on Earthquake Engineering.
CBC.(2001). “California Building Code”, California Building Standards Commission, Sacramento, California.
Chao, S.H., and Goel, S.C.(2006). “Performance-Based Plastic Design of Seismic Resistant Special Truss
Moment Frames”, Research Report UMCEE 06-03, CE Dept., University of Michigan
Hamburger, R.O. et. al. (2000). “Recommended Seismic Design Criteria for New Steel Moment-Frame
Buildings (FEMA 350)”, Federal Emergency Management Agency.
th
Malley, J.O., dan R.E. Shaw.(2008). “AISC Seismic Provision for Structural Steel Building”, the 14 World
Conference on Earthquake Engineering, Beijing,China
Reis, E. dan David Bonowitz (2000). “Past Performance of Steel Moment-Frame Buildings in Earthquakes
(FEMA 355E)”, Federal Emergency Management Agency.
SAC (1994), “Proceedings of the Invitational Workshop on Steel Seismic Issues”, Los Angeles, September
1994, prepared by the SAC Joint Venture for the FEMA, Washington, DC.
SNI.(2002). “Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)”,Dept PU
SNI.(2012). “Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung
(SNI 1726:2012)", Badan Standardisasi Nasional (www.bsn.go.id)
SNI.(2015). “Spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural (SNI 1729:2015)", BSN (www.bsn.go.id)
Wijaya, R.(2015). “Studi Parametrik Bangunan Tahan Gempa – Studi Kasus Special Truss Momen Frame”,
Tesis – Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara (tidak dipublikasi)

Tentang penulis
Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT., dosen di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Tangerang.
Bidang keahlian rekayasa struktur. Pendidikan S1-UGM (1989), S2-UI (1998), S3-UNPAR (2009) promotor
Prof. Moh. Sahari Besari. Aktif menulis dan mengelola blog di http://wiryanto.wordpress.com. Tiga buku
karyanya terbaru, adalah "Bridge Engineering in Indonesia", in : Chapter 21 of the Handbook of Inter-
national Bridge Engineering, by Wai-Fah Chen , Lian Duan, CRC Press (October, 2013); "Komputer
Rekayasa Struktur dengan SAP2000", LUMINA Press, Jakarta (April 2013), dan "STRUKTUR BAJA -
Perilaku, Analisis dan Desain - AISC 2010", LUMINA Press, Jakarta (April 2015).

Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai