Anda di halaman 1dari 122

Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akhir-akhir ini kita sering disuguhi berita di media cetak maupun media elektronik
yang memberitakan adanya musibah kekeringan dan musibah banjir di bagian
wilayah-wilayah Indonesia, yang kejadiannya silih berganti setiap tahun. Salah
satu upaya untuk mengurangi terjadinya musibah tersebut adalah dengan
membangun bendungan yang dapat berfungsi untuk menampung air sekaligus
meredam banjir.

Bendungan disamping memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat, juga


menyimpan potensi bahaya yang besar pula. Membangun bendungan disamping
akan memperoleh manfaat juga berarti dengan sengaja akan mengundang
datangnya potensi bahaya yang dapat mengancam kehidupan masyarakat luas.
Bendungan yang runtuh akan menimbulkan banjir besar yang akan
mengakibatkan bencana dahsyat di daerah hilir bendungan.

Perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan pengelolaan bendungan harus


dilaksanakan tahap demi tahap sesuai dengan kaidah-kaidah keamanan
bendungan yang tertuang dalam berbagai peraturan atau norma, standar,
pedoman dan manual yang lazim disingkat NSPM. Kewajiban untuk mematuhi
NSPM ini tertuang di dalam ayat 2, Ps 63 UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air.

Untuk memastikan bahwa perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan


pengelolaan bendungan telah memenuhi kaidah-kaidah keamanan bendungan,
Pemerintah mengeluarkan aturan bahwa tahap-tahap kegiatan tersebut diatas
harus mendapat persetujuan dari Menteri PU yang biasa disebut “Sertifikat
Persetujuan”. Persetujuan Menteri PU dikeluarkan setelah desain, pelaksanaan
konstruksi dan pelaksanaan pengisian waduk dinilai telah memenuhi kaidah-
kaidah keamanan bendungan, berdasarkan atas hasil kajian yang dilakukan oleh
Balai Bendungan dan evaluasi oleh Komisi Keamanan Bendungan.

Bahan ajar ini disusun sebagai pengantar bagi peserta diklat untuk mempelajari
desain bendungan pada tingkat berikutnya yang lebih dalam. Bahan ajar
menjelaskan mengenai dasar-dasar perencanaan bendungan urugan yang
mencakup: Tahapan perencanaan, studi kelayakan, kreteria desain, survai dan
investigasi, perbaikan fondasi, desain tubuh bendungan, analisis stabilitas lereng

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 1


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

bendungan, analisis deformasi, analisis rembesan dan instrumentasi. Desain


bangunan pelengkap dan peralatan hidromekanik belum dibahas pada bahan
ajar ini.

1.2. Deskripsi Singkat

Mata pendidikan dan pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan


dasar mengenai mengenai desain bendungan yang disajikan dengan cara
ceramah dan tanya jawab.

1.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu memahami
dasar-dasar desain bendungan urugan.

1.4. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
1) Menjelaskan tahapan perencanaan bendungan
2) Menjelaskan studi kelayakan
3) Menjelaskan tujuan pembangunan, pemilihan tipe dan lokasi bendungan
4) Menjelaskan kreteria pokok dan strategi desain bendungan
5) Menjelaskan survai dan investigasi untuk penyiapan desain bendungan
urugan
6) Menjelaskan macam-macam fondasi bendungan urugan
7) Menjelaskan tubuh bendungan urugan
8) Menjelaskan analisis stabililitas lereng, analisis deformasi dan analisis
rembesan
9) Menjelaskan bangunan pelengkap untuk bendungan urugan

1.5. Pokok Bahasan


1) Tahapan perencanaan bendungan
2) Studi kelayakan
3) Tujuan Pembangunan, pemilihan tipe dan lokasi bendungan
4) Kreteria pokok dan strategi desain bendungan
5) Survai dan investigas
6) Fondasi
7) Tubuh bendungan urugan
8) Analisis desain
9) Bangunan pelengkap

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 2


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

1.6. Petunjuk Belajar


Agar peserta diklat dapat memahami desain bendungan secara lebih mendalam
dan komprehensif, sebaiknya peserta juga mempelajari Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan pedoman-pedoman yang terkait dengan desain bendungan
yang dikeluarkan oleh Departemen PU atau unit-unit organisasi dibawahnya.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 3


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

II. TAHAPAN PERENCANAAN BENDUNGAN

2.1 Umum.

Agar diperoleh diperoleh desain bendungan yang aman, perencana dan


pengawas pekerjaan desain bendungan :
- Harus memahami filosofi desain bendungan dan ahli dalam bidangnya yang
dinyatakan dengan sertikat keahlian dari lembaga yang berwenang;
keharusan ini tertuang pada ps 15 PP 28 th 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi.
- Harus memahami konsepsi dan kaidah-kaidah keamanan bendungan yang
tertuang dalam berbagai norma, stándar, pedoman dan manual (NSPM)
terkait.
- Harus mau belajar dari pengalaman kegagalan bendungan-bendungan lain,
memahami berbagai titik-titik lemah bendungan-bendungan tersebut sehingga
mampu mengambil upaya-upaya untuk mencegah terulangnya kejadian
kegagalan bendungan.

Disamping itu, perencanaan bendungan harus dilaksanakan tahap demi tahap


sesuai peraturan yang berlaku. Ada beberapa peraturan yang mengatur
mengenai tahapan perencanaan konstruksi atau bangunan, diantaranya adalah:
- Peraturan Pemerintah no.29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi.
- Undang-undang no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
- Peraturan Pemerintah no.37 tahun 2010 tentang Bendungan

2.2 Tahap perencanaan menurut Peraturan Pemerintah RI no. 29 tahun


2000.
Menurut pasal 25 Peraturan Pemerintah no. 29 tahun 2000, tahap perencanaan
pekerjaan konstruksi meliputi: pra studi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan
umum dan perencanaan teknik.

Pada pasal 26 ayat 1 diatur bahwa: ”Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi


dengan pekerjaan risiko tinggi harus dilakukan :
- Prastudi kelayakan,
- Studi Kelayakan,

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 4


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Perencanaan umum, dan


- perencanaan teknik”.
Pada pasal 26 ayat 2 diatur bahwa: ”Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi
dengan pekerjaan risiko sedang harus dilakukan :
- Studi Kelayakan,
- Perencanaan umum, dan
- Perencanaan teknik”.
Pada umumnya setiap bendungan adalah merupakan pekerjaan konstruksi
dengan risiko sedang sampai tinggi, sehingga setiap perencanaan bendungan
harus dilengkapi dengan studi kelayakan.

2.3 Tahap perencanaan menurut UU no.7 tahun 2004 dan PP no.37 tahun
2010.
Pembangunan bendungan adalah merupakan salah satu upaya dalam
pengembangan dan pengusahaa SDA yang pelaksanaannya harus:
- mengacu pada “pola pengelolaan SDA” (ayat 1 ps 26);
- tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup (ayat 2 ps 34); dan
- berdasar pada “rencana pengelolaan SDA” (ayat 3 ps 34).

Pelaks pembangunan SDA sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal 34


dilakukan melalui:
- konsultasi publik,
- tahapan survei,
- investigasi, dan
- perencanaan,
- serta berdasar pada kelayakan teknis, lingkungan hidup, dan ekonomi.

Pertemuan konsultasi publik atau Pertemuan Konsultasi Masarakat (PKM) ,


dilakukan pada setiap kegiatan studi, mulai dari penyusunan pola pengelolaan
SDA, penyusunan rencana pengelolaan SDA, Studi Kelayakan dan Perencanaan
Teknik atau desain rinci. Menurut Pedoman Umum Pembangunan dan
Pengelolaan Bendungan, PKM diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan seperti
pada tabel 2-1.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 5


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Tabel 2-1: Klasifikasi pertemuan konsultasi masarakat (Pedoman Umum


Pembangunan dan Pengelolaan Bendungan, Desember 2003).
Tingkatan
No PKM Kategori Cara Peran Masyarakat
.

1. I Sosialisasi Pemberian informasi yang Masyarakat mendengar


berkaitan dengan tahap-tahap dan memperhatikan serta
pembangunan bendungan berhak mempertanyakan
kejelasan informasi
2. II Konsultasi Komunikasi dua arah, ada Aktif memberi Saran,
diskusi dan saling memberi Pendapat dan
masukan untuk membuat Tanggapan sebagai
keputusan bahan pembuatan
Keputusan
3. III Persetujuan Pembuat keputusan, Keputusan harus
mengharap-kan persetujuan mendapat persetujuan
masyarakat untuk membuat masyarakat.
Suatu Keputusan

Menurut pasal 21 PP 37 tahun 2010 tentang Bendungan, Studi Kelayakan untuk


bendungan harus didahului dengan Studi Pra Kelayakan.

Secara sekematis tahapan perencanaan bendungan dapat digambarkan seperti


bagan gambar 2-1.

2.4 Sanksi

Setiap kegiatan dalam bidang konstruksi, harus dilakukan berdasar norma atau
peraturan, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang berlaku. Pelaksanaan
konstruksi bendungan yang tidak didahului studi kelayakan adalah merupakan
salah satu bentuk pelanggaran yang dapat dikenai sanksi sbb:

- Menurut PP no.29 tahun 2000, pelanggaran tidak dilakukannya studi


kelayakan dalam pekerjaan konstruksi oleh pemilik atau pengguna jasa,
konsultan atau kontraktor, akan mendapat sanksi sebagaimana diatur
pada pasal 57 bagi pengguna jasa, dan pasal 58 bagi: perencana
konstruksi,

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 6


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

ps 26 PP 29/2000
ps 26 UU SDA ps 34 UU SDA (bagi bendungan
berisiko tinggi)
ps 21 PP 37/2010
POLA PENGE- RENCANA PENGE- PRA Studi STUDI KELAYAKAN
LOLAAN SDA LOLAAN SDA (TEKNIK, EKONOMI, LINGKUNGAN)
Kelayakan
+ PERENCANAAN UMUM
+ DESAIN PENDAHULUAN

Perlu bendungan/
tidak?

- Inventarisasi potensi SDA - PERENC TEKNIS /


DESAIN RINCI
Daya dukung SDA
- Rencana tata ruang ps 26 UU SDA:
-Inventarisasi kebutuhan air pembangunan SDA
-Kemampuan dana dilakukan melalui
- Kelestarian hayati air konsultasi publik
Ps 34: tanpa merusak
keseimbangan
lingkungan

Gambar 2-1: Bagan tahapan perencanaan bendungan

pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi. Sanksi dapat berupa:


peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, pembatasan izin
usaha, dan atau pembekuan izin usaha dan atau profesi, pencabutan izin
usaha dan atau profesi.

- Menurut UU no.7 tahun 2004, pada pasal 63 ayat 2 disebutkan:” Setiap


orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan konstruksi sumber
daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman dan
manual ......”. dan pada pasal 94 ayat 3 disebutkan:” Dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah): ................(c). Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar,
pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud pada pasal 63 ayat (2)”.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 7


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

III. STUDI KELAYAKAN

3.1 Umum
Studi kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari
beberapa alterntif berdasar pada tinjauan aspek: teknik, ekonomi dan
lingkungan. Mengingat laporan studi kelayakan merupakan dokumen penting
untuk penilaian kelayakan suatu proyek, laporan harus disiapkan secara
seksama dan sistimatis. Jenis laporan yang dihasilkan studi ini antara lain:
- Laporan utama
- Laporan ringkasan dan
- Laporan penunjang (survai topografi, hidrologi, geoteknik, survai pertanian,
desain pendahuluan, survai sosial ekonomi, analisis kelayakan ekonomi,
AMDAL, kerangka acuan untuk desain rinci, rencana pelaksanaan, perkiraan
biaya, dll)

Laporan utama, isinya mencakup antara lain:


- Informasi kondisi umum daerah proyek, termasuk latar belakang proyek,
seperti data situasi ekonomi nasional, target sektoral yang didukung,
informasi lokasi dan daerah sekitarnya.
- Sasaran proyek
- Analisis urgensi proyek
- Perumusan alternative dan pemilihan akhir, termasuk perbandingan
secara rinci berbagai macam alternatif yang potensial.
- Desain teknis pendahuluan dan analisis kelayakan teknis
- Perkiraan biaya proyek
- Rencana implementasi
- Instansi pelaksana dan pengaturan kelembagaan
- Evaluasi kemantapan teknis, kehandalan ekonomi dan keuangan, serta
dampak sosial dan lingkungan.
- Risiko proyek yang mungkin timbul
- Identifikasi keterkaitan dengan pengembangan sumber daya air lainnya
- Kesimpulan dan saran.

3.2 Kondisi umum proyek


Pembangunan suatu bendungan, umumnya merupakan bagian dari suatu proyek
pengembangan sumber daya air yang memiliki tujuan tertetu yang bersitaf jangka

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 8


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

pendek dan jangka panjang. Oleh karenanya studi kelayakan pembangunan


bendungan, umumnya juga merupakan bagian dari studi kelayakan proyek
pengembangan sumber daya air secara keseluruhan. Dalam studi kelayakan
bendungan untuk menunjang irigasi, perlu dikumpulkan dan dilaporkan informasi
mengenai kondisi umum proyek, yang mencakup:

a. Lokasi proyek: memberi gambaran pertama tentang proyek, a.l. :tata


letak proyek yang mencakup jarak dan arah dari ibu kota kabupaten
atau kota terdekat; batas hidrologis, geografis maupun admisnistratif
berikut banyaknya pemerintahan kabuptaen, kecamatan dan desa
yang tercakup dalam proyek.

b. Keadaan iklim: musim, curah hujan, suhu, kelembapan, penyinaran


matahari, kecepatan angin dan evaporasi.

c. Fisiografi:
- Geologi; gambaran keadaan umum geologi dengan uraian macam
dan formasi lapisan batuan berikut periode pembentukannya,
keberadaaan patahan; kondisi geoteknik pada bangunan-banguna
utama, trase saluran, sumber material; keadaan geohidrologi, dll.
- Topografi; gambaran keadaan umum topografi lokasi proyek yang
meliputi kemiringan wilayah dan penyebarannya, titik-titik referensi
geodesi, uraian daerah dataran dan daerah perbukitan terkait
dengan aliran sungai dan rencana pengembangan irigasi, dll.
- Tanah; klasifikasi tanah pertanian menurut FAO/UNESCO, sifat
fisik dan kimia beserta penyebarannya, kesesuaian lahan untuk
irigasi, dll.

d. Daerah aliran sungai (DAS):


- Keadaan DAS, mencakup ekosistem dan vegetasinya, status hutan,
luas penyebaran lahan kritis, tingkat erosi dan sedimentasi, upaya-
upaya rehabilitasi dan konservasi tanah yang telah dan akan
dilakukan, dll.
- Keadaan sumber daya air, mencakup sumber daya air yang ada
serta kemungkinan pengembangannya, morfologi sungai, panjang
sungai, keadaan muara, pengaruh pasang surut, luas DAS, dll.
- Keadaan aliran, mencakup pola aliran sungai, keberadaan dan
kondisi alat ukur debit yang ada, kualitas dan panjang data debit
yang tersedia, dll.
- Kualitas air permukaan dan air tanah

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 9


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

e. Tataguna lahan: jenis peruntukan, luasan, dan penyebarannya;


kecenderungan perubahan, dan pengendaliannya dimasa yang akan
datang terkait dengan pengembangan irigasi dan Rencana Tata
Ruang Wilayah, dll.

f. Pemanfaatan sumber daya air: untuk berbagai sector seperti:


irigasi/pertanian, domestic, industri, berikut besarnya, pola kebutuhan
yang ada, tingkat keandalan debit yang ada, termasuk kecenderungan
peningkatan kebutuhan air dimasa yang akan dating khususnya terkait
dengan akan dikembangkannya proyek, dll.

g. Tata pengaturan air: mencakup pengelolaan alokasi air yang


dilaksanakan, prioritas-priorotas yang ada, fungsi dan peranan institusi
pengelola, keberadaan dan aktifitas forum-forum koordinasi seperti
panitia tata pengaturan air, Balai wilayah Sungai, partisipasi
pemanfaat air. Disamping itu, tata cara dan koordinasi dalam
pengelolaan kualitas air, pengendalian banjir dan konservasi.Dll.

h. Sosial ekonomi dan budaya:


- Kawasan perdesaan; mencakup jumlah dan keadaan desa-desa
tertinggal, tata letak kawasan perdesaan dengan lokasi
sawah/lahan, keadaan Kecamatan dan kabupaten stempat, social
budaya masyarakat setempat yang berkembang selama ini
khususnya kelembagaan tradisi yang terkait dengan pertanian dan
pengelolaan air, serta sosial dan budaya masyarakat pendatang
dan interaksinya.
- Kependudukan; mencakup jumlah penduduk, kepadatan dan
tingkat pertumbuhan penduduk dilokasi proyek saat ini maupun
prediksi setelah adanya proyek; penyebaran penduduk berdasar
jenis kelamin, umur, pendidikan; jumlah potensi tenaga kerja
dikelompokkan sebagai petani pemilik, penyewa dan penggarap
(sajikan dalam tabel).
- Perekonomian rumah tangga; gambaran keadaan ekonomi rumah
tangga masyarakat perdesaan sebelum adanya proyek yang
mencakup: macam pekerjaan yanga ada, rata-rata pendapatan
keluarga dari pekerjaan tersebut dan rata-rata pengeluaran setiap
keluarga.
- Kesehatan masyarakat; menggambarkan tingkat kesehatan
masyarakat yang dapat dicerminkan dari keadaan rumah yang

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 10


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

memenuhi persyaratan kesehatan seperti keadaan lantai,


penerangan, sumber air, fasilitas MCK, dll.
- Prasarana dan Sarana Umum (PSD); gambaran PSD umum yang
telah dibangun, kemungkinan akan dibangun seperti irigasi,
drainasi, jalan, listrik air bersih, dll.

i. Aspek pertanian:
- Luas lahan pertanian; yang ada serta kemungkinan
pengembangan potensi area dengan adanya proyek irigasi ini.
- Pola tata tanam; mencakup jenis tanaman yang biasa ditanam,
areal penyebaran, pola tanam, waktu mulai tanam, intensitas tanam,
dll.
- Budidaya tanaman pangan; gambaran kebiasaan cara bercocok
tanam masyarakat, khususnya padi dan palawija. Cara pengolahan
tanah, persemaian, penanaman, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit, pemberian air, panen dan penanganan pasca
panen termasuk saprodi yang telah dimanfaatkan selama ini oleh
masyarakat setempat.
- Produksi dan produktifitas, yang dicapai saat ini pada musim hujan
maupun kemarau.
- Peternakan; gambaran peternakan yang ada meliputi: jenis ternak
yang umum dipelihara, rerata kepemilikan ternak setiap keluarga,
potensi tenaga kerja ternak yang dapat dimanfaatkan. Program-
program dalam bidang peternakan yang ada dan bagaimana
hasilnya, bagaimana program peternakan yang ada kaitannya
dengan pengembangan irigasi khususnya dalam penyediaan
tenaga kerja ternak dan penyediaan air untuk kebutuhan ternak.
- Perikanan; meliputi: jenis perikanan yang banyak dilakukan
masyarakat, luas arealnya; bagaimana upaya pengembangannya,
bagaimana produktifitasnya.
- Pemasaran dan pemrosesan hasil; bagaimana mekanisme
pemasaran hasil pertanian terkait dengan lembaga pemasaran
yang ada seperti: KUD, DOLOG/BULOG dan hasil pertanian apa
saja yang ditampung, bagaimana kreterianya dan bagaiman
peranan harga dasar yang ditetapkan. Bagaimana pemrosesan dan
penyimpanan hasil pertanian, jumlah dan kapasitas serta
kepemilikan penggilingan padi, lantai jemur, gudang penyimpanan,
dll.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 11


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Kepemilikan dan sewa lahan: untuk mengetahui tingkat ekonomi


petani perlu data: luas kepemilikan lahan, bagaimana
bandingannya dengan kepemilikan lahan ditingkat kabupaten dan
propinsi. Persewaan lahan yang lazim dilokasi proyek.

j. Program pendukung pertanian:


- Program intensifikasi, menggambarkan tujuan, maksud dan
pelaksanaan program intensifikasi yang ada seperti: BIMAS, INSUS,
SUPRA INSUS, dll.
- Penelitian pertanian; adakah pusat penelitian pertanian disekitar
proyek, apa kegiatannya, bagaimana dukungannya terhadap
pengembangan irigasi nantinya; bila tidaka ada, mungkinkah
mendapat dukungan pengembangan pertanian dari tempt lain.
- Penyuluhan pertanian; bagaimana keadaan penyuluh pertanian
berikut kelembagaannya, daerah pelayanan, uraian tugas, jumlah
petugas ditingkat kecamatan dan kabupaten, hubungannya dengan
kelembagaan lain yang terkait dengan peningkatan produksi
pertanian.
- Perkreditan; bagaimana fasilitas kredit usaha tani yang ada sperti
banyaknya kantor BRI Unit Desa, jenis perkreditannya, kemampuan
masyarakat mengembalikan kredit, ada tidaknya tunggakan kredit,
dll.
- Koperasi ; koperasi seperti halnya Koperasi Unit Desa (KUD),
memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan produksi
pertanian melalui penyediaan saran produksi pertanian dan
pemasaran hasil pertanian. Untuk itu perlu dikumpulkan informasi
mengenai koperasi sejenis KUD yang ada dilokasi proyek,
mencakup: kebijakan koperasi, jumlah, kegiatan, unjuk kerja,
penyebaran, luas daerah layanan dan jumlah anggota. Serta
bagaimana keterkaitannya dengan DOLOG/BULOG, PT.PUSRI,
PT.PERTANI dan BRI.

3.3 Perumusan Alternatif:

1). Pelajari semua alternatif yang dapat dikembangkan, berdasar


pertimbangan utama pada aspek teknik terkait dengan: lokasi, tipe,
tinggi, manfaat, pola operasi, dll.

2). Dari berbagai alternatif tersebut, kemudian disaring dan dipilih minimal 3
alternatif terbaik berdasar tinjauan:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 12


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

(i). Kemudahan pelaksanaan, terkait dengan:


- Pembebasan lahan --> tidak bermasalah
- Material --> mudah didapat
- Konstruksinya mudah dilaksanakan, atau sesuai dengan skill dan
pengalaman tenaga kerja.
(ii). Biaya proyek murah atau secara ekonomis menguntungkan
(iii). Dampak penting yang timbul; hindari dampak negatif yang penting.
(iv). Manfaat yang diperoleh
(v). Kemudahan operasi dan pemeliharaan
(vi). Kesesuaian dengan aspirasi masyarakat/pemanfaat/petani
Lengkapi masing-masing alternatif, dengan: gambar tata letak secara
kasar, sistim tata air, sket bangunan penting, rencana operasi dan lain-
lainnya.
3). Pemilihan akhir: dilakukan berdasar evaluasi komprehensif dari aspek:
teknik, ekonomi, lingkungan, manfaat, aspirasi masyarakat (pelajari
secara komprehensif dan rinci butir-butir pada angka ”2)” diatas).
Kemudian bagi alternatif terakhir yang dipilih lengkapi dengan rencana
umum dan desain pendahuluan (basic design) yang mencakup desain
bangunan-bangunan pokok seperti: tubuh bendungan, bangunan
pelimpah, bangunan pengambilan, dll.

Pra Studi Kelayakan: apabila studi kelayakan didahului dengan Pra Studi
Kelayakan, maka lingkup kegiatan studi kelayakan akan dibagi menjadi dua
tahapan pelaksanaan, sebagian dilakukan pada saat pra studi kelayakan
dan sebagian lagi sisanya dilakukan pada tahap studi kelayakan.
Pembagian kegiatan yang nampak jelas adalah pada perumusan alternatif;
untuk pra studi kelayakan lebih difokuskan pada studi pada berbagai
alternatif yang dapat dikembangkan (beserta dengan dukungan survai
investigasi yang diperlukan) serta penyaringan (pemilahan dan pemilihan)
dari banyak alternatif menjadi tinggal beberapa alternatif. Biasanya
mencakup langkah perumusan alternatif pada angka 1) dan angka 2) diatas.
3.4 Tinjauan aspek teknik
Lakukan tinjauan aspek teknik yang mencakup antara lain:

1). Lokasi: tinjau berdasar kondisi topografi, geologi fondasi dan volume
tampungan.
2). Tipe : tinjau berdasar: ketersediaan material, keahlian & pengalaman
tenaga pelaksana, kemudahan pelaksanaan, dll.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 13


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

3) Tinggi: tinjau berdasar: volume tampungan, geologi fondasi, topografi,


hidrologi, dll
4). Manfaat: tinjau berbagai manfaat yang dapat dikembangkan seperti:
irigasi, PLTA, pengendali banjir, air baku, dll.
5). Pola Operasi Waduk: waduk harian, tahunan, pengendali banjir,
pemenuhan air irigasi, air baku air minum, PLTA beban dasar / beban
puncak, dll.

3.5 Tinjauan ekonomi

Sebelum proyek ditetapkan, lebih dulu harus dilakukan evaluasi berdasar: tujuan
proyek, analisis finansial dan ekonomi, perbandingan antara ada proyek dengan
tidak ada proyek, dan biaya proyek. Analisis finansial dan ekonomi dilakukan
untuk menilai alternatif proyek terhadap: manfaat dan biaya berdasar harga
finansial dan ekonomi (Shadow Price). Analisis finansial adalah
memperhitungkan keuntungan proyek dari pandangan individu seperti: petani,
perusahaan, koperasi, proyek, dll,. Analisis ekonomi adalah memperhitungkan
keuntungan proyek dari pandangan masyarakat umum dan pendapatan nasional
secara keseluruhan.

a. Kriteria Investasi:
Pilihan dilakukan berdasar arus biaya dan manfaat yang akan datang,
selama umur ekonomi bendungan, berdasarkan pendekatan kepada
indikator/nilai:

- Net Present Value (NPV)  Harus Positif,


- Internal Rate of Return (IRR) yang terdiri dari Economical Rate of
Return dan Financial Rate of Return  umumnya diambil nilai >
12%
- Benefit Cost Ratio (BCR)  nilainya harus positif.

IRR, tidak cocok digunakan untuk perbandingan proyek alternative


mutually exclusive, untuk kondisi tersebut lebih tepat menggunakan nilai
NPV.
Dalam analisis harga financial, bila diperlukan harga internasional dan
perkiraan harga yang akan datang, digunakan harga dari FAO atau Bank
Dunia.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 14


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

b. Tes sensitifitas :
Untuk proyek yang terkait dengan pertanian, lazim dilakukan tes sensitifitas
dengan perubahan paramer sebagai berikut :
1). Bertambahnya biaya pembangunan proyak
2). Mundurnya pelaksanaan konstruksi
3). Turunnya hasil/produksi pertanian dari prediksi semula
4). Turunnya harga produksi pertanian dari prediksi semula

3.6 Tinjauan lingkungan

Tinjauan lingkungan dilakukan untuk : mengkaji dampak penting yang akan


terjadi akibat interaksi antara komponen kegiatan yang direncanakan dengan
komponen lingkungan hidup yang perlu dikelola dan dipantau agar dampak
negatif dapat ditekan sekecil mungkin, dan dampak positif yang terjadi dapat
lebih dikembangkan.

Kondisi dan dampak lingkungan di lokasi bendungan selama dan sesudah


pelaksanaan konstruksi harus mendapat perhatian; demikian pula dampak yang
akan terjadi pada lokasi sumber material tanah (borrow area) dan lokasi sumber
material batu (quarry), jalan masuk dan jalan kerja, drainasi dan kekeruhan air
sungai, gangguan terhadap kehidupan liar (wildlife) dan gangguan atau relokasi
penduduk local.

Pendapat masyarakat yang muncul saat proses pemilihan bangunan, perlu


mendapat perhatian. Pada umumnya, perhatian masyarakat lebih tertuju pada
dampak proyek terhadap lingkungan, tetapi kadang-kadang juga tertuju pada
keamanan bendungan.

Tinjauan lingkungan dilakukan melalui studi AMDAL. Hasil studi AMDAL harus
dapat memberi masukan terhadap desain dan pelaksanaan kegiatan proyek.

3.7 Perencanaan umum


Perencanaan umum dan desain pendahuluan adalah merupakan kelengkapan
dari studi kelayakan. Laporan hasil perencanan umum sering dijadikan satu
dengan dokumen desain pendahuluan atau basic design, yang isinya mencakup
antara lain : - Gambaran umum bendungan dan waduknya
- Viability konstruksi
- Pertimbangan dalam pemilihan lokasi

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 15


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Pertimbangan dalam penetapan tipe dan dimensi bendungan dilihat dari


aspek: topografi, geoteknik (fondasi dan material), hidrologi (ketersediaaan air,
kebutuhan air, pengendalian banjir) dan ekonomi (NPV, IRR, BCR).
- Tata letak bangunan, fasilitas pendukung termasuk jalan masuk dan jalan
kerja, sumber material dll.
- Dan lain sebagainya.

3.8 Desain Pendahuluan (Basic Design)

Desain pendahuluan adalah desain (definitif) yang mencakup desain untuk


bangunan-bangunan pokok, seperti: tubuh bendungan, bangunan pelimpah,
bangunan pengambilan, bangunan pengelak, dan lain sebagainya. Tujuan
penyiapan desain pendahuluan salah satunya adalah untuk mendukung
perhitungan perkiraan biaya pembangunan bendungan yang diperlukan pada
tahap studi kelayakan.

Derajat ketelitian atau akurasi desain pendahuluan, untuk aspek rekayasa sekitar
sebesar: 75%, untuk biaya sekitar : 90 % (lihat Kreteria Perencanaan Jaringan
Irigasi KP-01, Desember 1986). Untuk mencapai tingkat akurasi tersebut,
penyiapan desain pendahuluan perlu didukung dengan survai dan investigasi
yang memadai. Jenis-jenis survai investigasi yang diperlukan antara lain:
Meteorologi dan hidrologi, rejim sungai, topografi, geologi, kondisi lokasi calon
bendungan dan material. Uraian mengenai survai investigasi dibahas lebih rinci
pada bab VI.

Sebelum penyiapan desain pendahuluan, lebih dulu perlu disiapkan kreteria


desain sesuai dengan tipe bendungan, lokasi dan material yang akan dipakai
berdasar pada norma, standar, pedoman dan manual yang terkait.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 16


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

IV. TUJUAN PEMBANGUNAN, PEMILIHAN TIPE DAN


LOKASI

4.1. Tujuan Pembangunan


Dara data yang ter-rekam, bendungan pertama kali dibangun tahun 4000 SM
pada S.Nil untuk memenuhi kebutuhan air kota Memphis. Bendungan dibangun
dengan berbagai tujuan antara lain untuk:
- penampung air guna memenuhi berbagai kebutuhan (irigasi, air baku
domestik. industri, dll),
- pengendali banjir,
- pembangkit listrik tenaga air (PLTA),
- serbaguna
- imbuhan air tanah (ground water recharge),
- penampung sedimen,
- penampung limbah, dll.

Di Indonesia, pembangunan bendungan dilakukan oleh Pemerintah Pusat,


Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten, Badan Usaha Milik Negara
seperti: PT.PLN, PT.Aneka Tambang, PT.Krakatau Steel; Badan Usaha swasta
seperti: PT.INCO, PT.KEM dan lain sebagainya.

4.2. Tipe bendungan


Biasanya bendungan dikelompokkan menurut jenis material konstruksi
bendungan, berdasar material konstruksi bendungan ada 2 kelompok jenis
bendungan, yaitu:
- Bendungan beton
- Bendungan urugan. urugan tanah dan urugan batu.

4.2.1 Bendungan beton


Bendungan beton umumnya dibangun pada fondasi batuan walaupun ada juga
bendungan beton yang rendah yang dibangun pada fondasi kerikil. Mulanya
bendungan beton dibangun dengan menggunakan material yang memiliki kuat
tekan yang tinggi tetapi kuat tarik yang rendah. Oleh karena itu bentuk
bendungan beton dirancang secara khusus agar dapat meneruskan beban kerja
ke fondasi dalam bentuk beban tekan, sementara beban tarik diperkecil atau
dihilangkan dengan cara merancang bentuk bendungan secara cermat. Faktor
terpenting dalam pemilihan bendungan beton adalah fondasi bendungan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 17


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Jenis-jenis bendungan beton, yaitu: bendungan gaya berat (gravity), busur (arch
dam), penopang (buttress). Bendungan gravity didesain sedemikian rupa
sehingga stabil karena berat sendiri dan bentuknya. Bendungan ini dapat
dibangun dengan poros/as bendungan lurus atau sedikit melengkung (curved
gravity dam). Bendungan busur hanya dapat dibangun pada lembah yang sempit
dimana dinding tumpuan harus mampu menahan beban/dorongan yang bekerja
pada lengkungan tubuh bendungan. Bendungan buttres yang paling sederhana
adalah berupa plat beton yang didukung (support) setempat-setempay oleh
penopang (buttres).

4.2.2 Bendungan urugan


Bendungan urugan, umumnya diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis
berdasar pada material yang digunakan, baik untuk urugan tanah maupun
urugan batu seperti pada gambar 4-2.

Bendungan Gravity Bendungan busur


(Gravity dam) (arch dam)

GAMBAR 4-1 : JENIS-JENIS BENDUNGAN

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 18


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 4-2: PENGELOMPOKAN BENDUNGAN URUGAN

Bendungan urugan didesain secara spesifik sesuai dengan kondisi lokasi dan
ketersediaan material konstruksi di lokasi bendungan. Stabilitas bendungan
diciptakan dengan membuat masa timbunan yang sangat berat sehingga
mampu menahan beban yang bekerja.

Secara garis besar bendungan urugan dibedakan menjadi: urugan tanah dan
urugan batu.

a. Bendungan Urugan Tanah


Adalah bendungan yang paling lazim dibangun, karena konstruksinya
menggunakan material galian setempat yang tersedia yang tidak perlu
banyak pemrosesan. Dibanding dengan tipe lain, tipe ini dapat dibangun
hampir pada segala jenis tanah fondasi dan pada topografi yang kurang
baik, dan umumnya lebih sering dibangun untuk tujuan penampung air.
Bendungan urugan tanah, dapat dikelompokan lagi menjadi dua tipe, yakni :

 Bendungan urugan tanah homogen


 Bendungan urugan tanah berzona (dengan inti tegak atau inti
miring)

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 19


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Pembuatan zona-zona pada tubuh bendungan, disamping untuk tujuan


efesiensi penggunaan material, juga untuk meningkatkan keamanan
bendungan, yaitu untuk: mendapatkan kekuatan (strength) yang lebih tinggi,
serta pengendalian rembesan dan retakan yang lebih baik. Untuk
meningkatkan kekuatan bendungan, zona timbunan bagian luar dapat
menggunakan material berbutir kasar yang memiliki kuat geser yang tinggi,
sedang untuk mengendalikan rembesan diantara inti dan zona bebutir kasar
dapat dipasang drainasi saring (filter dan transisi). Untuk memperoleh
desain yang aman, dapat dibuat berbagai kemungkinan tipe zona seperti
gambar 8-3. Bila material yang digunakan memiliki tingkat lulus air yang
rendah atau diperlukan adanya ketahanan terhadap retakan, di bagian hilir
bendungan dapat dipasang drainasi horizontal yang dikombinasikan dengan
drainasi tegak atau miring (chimney drain).

Salah satu kelemahan utama bendungan tipe ini adalah rawan terhadap
erosi, baik erosi internal yang disebabkan oleh rembesan maupun erosi
permukaan yang disebabkan peluapan (overtopping). Oleh karenanya
bendungan urugan tanah harus dilengkapi dengan pelimpah dengan
kapasitas yang cukup untuk mengalirkan banjir desain dengan aman.

b. Bendungan Urugan Batu


Adalah bendungan urugan yang sebagian besar material timbunannya
berupa batu, yang berfungsi sebagai pendukung utama stabilitas
bendungan. Agar bendungan kedap air, dipasang lapisan kedap air berupa
membran kedap air dimuka lereng hulu (dikenal sebagai bendungan sekat
atau facing dams) atau didalam tubuh bendungan berupa inti. Lapisan
kedap air atau membran dapat berupa zona kedap air dari tanah, beton,
paving beton aspal, geomembran, plat baja, atau didalam tubuh bendungan
dapat berupa lapisan kedap air tipis dari tanah, beton, beton aspal, dan
geomembran, seperti yang diperlihatkan pada gambar 8-4. Bendungan
urugan batu dengan zona kedap air dari tanah harus dilengkapi dengan filter
dan atau transisi untuk mencegah perpindahan material dari zona berbutir
halus ke zona bebutir lebih kasar. Secara garis besar bendungan urugan
batu dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:

 bendungan urugan batu dengan lapis kedap air dimuka (bendungan


sekat / facing dams)
 bendungan urugan batu berzona (dengan inti tegak atau inti miring)

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 20


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Seperti bendungan urugan tanah, bendungan urugan batu juga dapat rusak
atau runtuh akibat meluapnya air waduk, oleh karenanya bendungan harus
dilengkapi dengan bangunan pelimpah dengan kapasitas yang cukup.
Perkecualian berlaku bagi bendungan pengalih aliran, bendungan detensi
banjir atau penangkap sedimen yang secara khusus didisain tahan terhadap
meluapnya air waduk, dimana permukaan lerengnya dilengkapi dengan
batu-batu besar yang didisain khusus tahan terhadap erosi dari luapan air.

Bendungan urugan batu membutuhkan fondasi yang penurunannya


(settlement) kecil agar tidak merusak membran. Jenis fondasi yang cocok
adalah batuan atau pasir kerikil yang sangat kompak. Tipe urugan batu
cocok untuk dipilih bila: persediaan material batu cukup banyak, fondasi
batuan berada atau di dekat permukaan tanah, material tanah yang cocok
untuk urugan tanah tidak tersedia, musim hujan yang panjang
mengakibatkan pelaksanaan konstruksi urugan tanah menjadi tidak praktis,
atau bila pembangunan bendungan beton kurang ekonomis.

4.3. Pemilihan tipe bendungan.


Untuk mendapatkan pilihan tipe bendungan yang paling tepat, sesuai denga
tujuan pembangunan, kondisi setempat dan ekonomis, perlu memperhatikan
beberapa aspek sebagai berikut:

a. Tujuan pembangunan
Tujuan pembangunan bendungan biasanya akan berpengaruh pada
operasi waduk yang kemudian akan berakibat pada fluktuasi muka air
waduk. Untuk muka air waduk yang sangat fluktuatif dan dengan fluktuasi
yang besar seperti waduk harian PLTA yang beroperasi untuk beban
puncak, kurang cocok bagi bendungan urugan tanah homogeen.

Untuk bendungan pengendali banjir dengan fluktuasi yang tidak terlalu


besar seperti waduk harian dapat digunakan bendungan urugan zonal
atau sekat.

b. Tinggi bendungan
Untuk ketinggian kurang dari 30 m, biasanya lebih cocok digunakan jenis
yang sederhana dan mudah pelaksanaanya yaitu tipe urugan homogeen;

Untuk tinggi lbendungan lebih dari 30 m, biasanya digunakan tipe zonal


karena lebih dapat “meredam rembesan” dengan adanya zona inti dan
chimney drain, disamping itu tipe ini memiliki stabilitas/kuat geser yang

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 21


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

lebih tinggi dengan dipakainya material yang memiliki kuat geser yang
tinggi dibagian zona luar (shell).

b. Material yang tersedia.


Kuantitas dan kwalitas material yang secara ekonomis tersedia disekitar
lokasi bendungan merupakan faktor yang sangat penting dalam pemilihan
tipe bendungan.

Bendungan urugan memerlukan material urugan dalam jumlah yang


sangat besar. Material tanah, pasir, krikil dan batu bongkah dapat
digunakan untuk bendungan urugan. Perencana harus membuat
beberapa alternatif tipe dgn pertimbangan utama pada ketersedian
material. Penggunaan material yang efektif dapat dimaksimalkan dengan
membuat zona-zona urugan atau menggunakan bendungan zonal.

c. Topografi
Lembah sempit berbentuk V dengan fondasi batuan yang kuat, cocok
untuk bendungan beton tetapi tidak cocok untuk bendungan urugan
karena dalam pelaksanaan konstruksi, bendungan urugan memerlukan
medan kerja yang cukup luas. Untuk lembah yang agak lebar lebih cocok
untuk bendungan urugan.

Daerah dengan kemiringan yang terjal, kurang cocok untuk bendungan


urugan dengan inti miring dan tipe sekat karena dikhawatirkan akan terjadi
penurunan yang tidak merata dibagian tumpuan.

d. Geologi
Pertimbangan geologi mencakup menilai kecocokan jenis tanah dan
batuan sebagai fondasi dan kesesuaiannya dengan material tubuh
bendungan. Geologi fondasi lokasi bendungan sering menjadi penentu
didalam menetapkan tipe bendungan yang cocok dengan lokasi tersebut.
Kondisi fondasi dan geologi yang harus dipertimbangkan antara lain
mencakup: kekuatan, ketebalan, arah dan kemiringan lapisan, tingkat lulus
air/permeabilitas, retakan, persambungan, dan patahan.

Umumnya bendungan urugan dapat dibangun pada semua jenis fondasi,


kecuali tipe sekat atau concrete face rockfill dam (CFRD) tidak cocok
dibangun pada batuan yang sudah berubah bentuk dan batuan lunak.

Untuk fondasi tanah, paling sesuai untuk tipe urugan tanah homogeen,
sedang untuk fonfdasi fondasi pasir kerikil yg lolos air, dapat

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 22


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

menggunakan tipe urugan homogeen atau zonal yang dikombinasi


dengan blankit kedap air atau dinding halang (cut-off wall).

Untuk fondasi batuan yang kuat, dengan lembah sempit cocok untuk
bendungan beton gaya berat, bila lereng tumpuan batuannya cukup keras
pula, cocok untuk bendungan beton busur (arch dam).

e. Hidrologi dan meteorologi


Keadaan hidrologi akan berpengaruh pada operasi waduk yang kemudian
berakibat pada fluktuasi air waduk yang perlu dipertimbangkan didalam
pemilihan tipe bendungan seperti pada tujuan pembangunan butir a).
Disamping itu ada hubungan erat antara faktor ekonomi dengan hirologi
yang perlu dipertimbangkan pula, karakteristik aliran dan curah hujan
dapat berpengaruh besar pada biaya konstruksi, yaitu terkait dengan
pekerjaan pengelakan sungai dan lamanya waktu pelaksanaan konstruksi
bendungan urugan tanah.

Material tanah sangat sensitif terhadap peningkatan kadar air terutama


pada musim hujan Untuk daerah dengan curah hujan yang tinggi kurang
cocok untuk bendungan homogeen atau urugan yang menggunakan
banyak material tanah, karena saat pelaksanaan akan banyak mengalami
gangguan hujan.

Dalam praktek, pertimbangan dalam pemilihan tipe bendungan tidak


dilakukan secara partial, tapi secara terpadu dari segala aspek.

4.4. Pemilihan lokasi bendungan


Dalam pemilihan lokasi bendungan, perlu dipertimbangkan aspek-aspek sebagai
berikut:
a. Kondisi topografi
Kondisi topografi akan berpengaruh pada: tinggi dan panjang tubuh
bendungan, volume tampungan, tata letak/penempatan bangunan
pelengkap, kemudahan jalan masuk, stabilitas lereng, dan lain-lainnya.

Kondisi topografi yang perlu menjadi perhatian antara lain:


- bentuk dan lebar penampang melintang dan memanjang lembah,
- bentuk kolam waduk, kemiringan tebing sungai, dll.
Rona topografi adalah merupakan merupakan hasil kegiatan geodinamik
masa lalu seperti: pergerakan tanah, kegiatan vulkanik, geomorfologi
(pelapukan, erosi), dan lain sebagainya. Hal ini berarti rona topografi juga

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 23


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

mencerminkan rona geologi secara tidak langsung seperti: kekerasan


batuan, struktur geologi, pergerakan tanah, dan lain-lainnya.
Dilihat dari kondisi topografi, lokasi yang baik untuk bendungan:
- untuk tubuh bendungan, adalah pada palung sungai tidak terlalu lebar,
- untuk waduk adalah pada lembah yang luas dan landai.

b. Kondisi geologi fondasi:


Beberapa kondisi geologi yang perlu menjadi pertimbangan dalam
pemilihan lokasi bendungan adalah:
- jenis dan sifat batuan fondasi,
- daya dukung fondasi,
- longsoran skala besar,
- struktur sesar sekala besar,
- adanya material yang berbahaya seperti abu vulkanik, logam berat
dialiran
sungai,
- adanya bidang-bidang diskontinyuitas, dll.

Dilihat dari kondisi gelogi fondasi, lokasi yang baik untuk bendungan,
adalah daerah yang memiliki batuan dasar yang kuat dengan endapan
sungai yang tipis.

c. Pertimbangan lain
Disamping aspek-aspek diatas, aspek berikut juga tidak kalah pentingnya
untuk dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bendungan, yaitu:

1). Kesesuaian dengan rencana pengembangan wilayah:


Lokasi bendungan sebaiknya dekat daerah layanan dan mempunyai
daerah tangkapan/tadah hujan yang cukup memadai.
2). Kaitannya dengan masyarakat dan ekonomi
Pertimbangkan besar ganti rugi, pengaruh terhadap lahan pertanian,
pemukiman, fasilitas umum, aset budaya, monumen alam, dll
3). Rencana pengembangan jangka panjang
Bendungan yang direncanakan hendaknya terintegrasi dengan proyek-
proyek yang sudah ada dan rencana pengembangan jangka panjang
4). Kelestarian lingkungan
Dalam pemilihan lokasi dan tipe, perlu di pertimbangkan fenomena
perubahan di daerah tangkapan air dan pembusukan tumbuhan akibat
penggenangan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 24


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

V. KRETERIA POKOK DAN STRATEGI DESAIN

5.1 Konsepsi keamanan bendungan


Bendungan dianggap aman apabila penyiapan desain, pelaksanaan konstruksi
dan pengelolaan bendungan telah dilaksanakan sesuai dengan konsepsi dan
kaidah-kaidah keamanan bendungan yang tercantum dalam berbagai peraturan,
standar (SNI), pedoman dan manual (NSPM). Konsepsi Keamanan Bendungan
memiliki 3 pilar sebagai berikut:

1). Pilar I : Keamanan struktur


Bendungan harus didesain dan dikonstruksi sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kokoh dan aman untuk segala kondisi dan
kombinasi beban kerja serta aman dioperasikan pada segala kondisi operasi.

2). Pilar II: Pemantauan dan pemeliharaan


Bendungan harus selalu dipantau sehingga dapat diketahui sedini mungkin
setiap problem yg sedang berkembang sebelum menjadi ancaman yang
nyata dan selalu dipelihara dengan baik sehingga selalu siap dioperasikan
pada segala kondisi operasi.

3). Pilar III : Kesiapsiagaan tanggap darurat


Pemilik/Pengelola bendungan harus selalu siap siaga menghadapi kondisi
darurat sampai kondisi terburuk dari bendungan yang dimilikinya
/dikelolanya. Penanganan pada kondisi darurat tidak dibenarkan dilakukan
dengan cara ”improvisasi” / coba-coba tetapi harus berdasarkan RENCANA
TINDAK DARURAT yang telah disiapkan secara matang.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada pilar I, adalah merupakan upaya untuk


menekan atau memperkecil risiko terjadinya kegagalan bendungan. Setelah
risiko kegagalan diperkecil melalui upaya pada pilar I, risiko yang tersisa (residual
risk) harus di kelola agar tidak berkembang membesar kembali atau memburuk.
Upaya ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada Pilar II
dan Pilar III.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 25


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 5-1 : Bagan Konsepsi Keamanan Bendungan

5.2. Kreteria pokok desain bendungan


Agar keamanan struktur terpenuhi, Desain dan konstruksi bendungan harus
layak teknis (proper), memenuhi 3 kriteria pokok berikut, yaitu:
- Aman terhadap kegagalan struktural dan operasional,
- Aman terhadap kegagalan hidrolik, dan
- Aman terhadapi kegagalan rembesan.

5.2.1 Aman thd kegagalan Struktural dan operasional

Bendungan harus didesain dan dikonstruksi sesuai perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi, aman untuk segala kondisi dan kombinasi beban
kerja serta aman dioperasikan pada segala kondisi operasi.

Yang dimaksud dengan segala kondisi beban kerja adalah: sesaat selesainya
pembangunan, rembesan tetap (steady seepage) , surut cepat dan kondisi
darurat; sedang yang dimaksud dengan kombinasi beban kerja adalah:
kombinasi tanpa beban gempa dan dengan beban gempa, sebagaimana diatur
pada RSNI M-03-2002 (lihat penjelasan analisis stabilitas pada bab 9).

Yang dimaksud dengan bendungan harus aman dioperasikan pada segala


kondisi operasi yaitu: kondisi normal dan kondisi darurat/luar biasa seperti saat

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 26


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

terjadinya gempa bumi dan hujan badai, atau dengan kata lain bendungan harus
aman terhadap kegagalan operasi. Untuk itu bendungan harus dilengkapi
dengan prasarana dan sarana operasi yang dapat dioperasikan pada kondisi
normal maupun luar biasa/darurat, dan sarana untuk keperluan pemantauan,
perbaikan dan rehabilitasi.

Bendungan secara keseluruhan, termasuk tubuh bendungan, fondasi, abutmen


(bukit tumpuan) dan lereng sekeliling waduk, harus selalu stabil selama
pelaksanaan konstruksi maupun pada masa operasi.

Disamping itu desain juga harus mempertimbangkan teknologi terbaru, yang


kadang-kadang dari pengalaman para ahli ternyata beberapa teknologi lama
ditemukan adanya kekurangan-kekurangan yang perlu disempurnakan dengan
teknologi baru.

5.2.2 Aman terhadap kegagalan hidrolik (hydraulic failure)


1) Bendungan urugan harus dilengkapi dengan pelimpah yang mampu
melewatkan banjir desain dengan aman. Kapasitas bangunan pelimpah
harus cukup untuk mengalirkan banjir desain sesuai SNI 03-3432-1994
(lihat tabel 6-3), dan alirannya tidak boleh membahayakan terhadap
bangunan pelimpah sendiri maupun tubuh bendungan.
2) Setelah selesainya proses penurunan tubuh bendungan, tinggi jagaan
harus masih cukup untuk menahan: kenaikan muka air waduk akibat
angin, serta hempasan dan rayapan gelombang yang timbul akibat
tiupan angin dan gempa .
3) Lereng bendungan harus terlindung dan tahan terhadap erosi
permukaan.
4) Pada kondisi darurat, sarana pengeluaran bawah mampu menurunkan
muka air waduk dengan cepat sesuai kebutuhan (kretreria ini belum
menjadi keharusan).
5) Lereng tebing disekitar pelimpah dan bangunan pengeluaran yang lain
harus stabil, khususnya di depan pelimpah, intake, dll.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 27


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 5-2, Bendungan Nipah Madura dengan bangunan pelimpah


yang diletakkan ditumpuan kiri (foto:Zainuddin)

5.2.3 Aman terhadap kegagalan rembesan


Tidak boleh terjadi tekanan pori dan rembesan yang berlebihan pada tubuh
bendungan dan fondasi yang mengakibatkan terjadinya erosi internal, aliran
buluh (piping), sembulan/didih pasir, likuifaksi, arching, retak hidrolik ,dll

Keruntuhan bendungan urugan akibat rembesan, dapat terjadi karena:


- Erosi buluh (piping) dan erosi internal
- Tekanan rembesan dan penjenuhan
- Pelarutan
- Dan lain sebagainya
Faktor keamanan hasil analisis rembesan harus memenuhi persyaratan/kreteria
desain yang berlaku.

Catatan :
- Piping : adalah erosi yang mulai terjadi dari tempat keluarnya air
rembesan seperti pada lereng urugan atau permukaan fondasi, yang
kemudian berkembang ke hulu membentuk buluh (pipa)  piping.
- Erosi internal: erosi yang yang terjadi pada tanah halus melalui ruang pori
antar butir kasar pada masa urugan atau fondasi  erosi internal
5.3 Strategi desain
Agar keamanan bendungan terpenuhi, dalam penyiapan desain perlu
diperhatikan strategi penyiapan desain sbb:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 28


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

1) Team desain dan supervisi konstruksi: Tim desain harus terdiri dari
ahli-ahli bendungan yang diketuai oleh team leader dengan keahlian
sebagai ” dam engineer generalist” yg mampu mengkoordinasi seluruh
tenaga ahli/ “specialist” yg terlibat, dan menjembatani kemungkinan
timbulnya “gap” dari berbagai spesialisasi/bidang keahlian tsb. Sesuai
PP 28 tahun 2000, semua tenaga ahli harus memiliki sertifikat keahlian
(untuk bendungan adalah sertifikat Ahli Bendungan Besar) yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
2) Hindari konsep struktur yang rumit dan tidak perlu.
3) Desain harus sesuai (compatible) dengan keahlian tenaga pelaksana
konstruksi, tehnologi dan peralatan yg tersedia.
4) Hati-hati dengan konsep desain baru yang didasarkan pada teori dan
“experimental investigation” baik yg tidak atu yang menggunakan
material dan metode non konvensional.
5). Harus tersedia jalan akses yg baik menuju ke setiap komponen -
komponen bendungan yang perlu dioperasikan, dipantau, diperbaiki dan
direhabilitasi, serta menuju area yg kritis
6). Tata letak bangunan harus diatur dengan baik sehingga mampu
memfasilitasi kebutuhan perbaikan dan/atau penggantian peralatan
mekanikal dan listrik dimasa y.a.d.
7). Harus tersedia ventilasi dan penerangan yang cukup pada gallery, shaft,
terowong atau tempat-tempat tertutup lain yang perlu diinspeksi atau
pada tempat-tempat yang mengandung gas yg mudah terbakar.
8). Bendungan sedapat mungkin didesain dengan pertimbangan dapat
dioperasikan dan dipelihara dengan mudah (simple).

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 29


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

VI. SURVAI DAN INVESTIGASI

6.1 . Umum
Pada pembangunan bendungan, survai dan investigasi merupakan tahap yang
penting dalam rangka mendapatkan data pendukung dalam menentukan tipe dan
disain bendungan yang akan dibangun. Tidak memadainya survai dan investigasi
akan menyebabkan tidak akuratnya desain bendungan, sehingga dapat berakibat
fatal berupa keruntuhan bendungan.

Sebelum melaksanakan survai dan investigasi lebih dulu harus dibuat rencana
yang baik sesuai tahapan pembangunan bendungan. Secara garis besar survai
investigasi dapat dikelompokkan sesuai tahap pembangunan bendungan,
sebagai berikut : survai investigasi untuk perencanaan umum (overall planning),
desain awal/ pendahuluan, desain rinci, konstruksi, serta operasi dan
pemeliharaan. Disamping itu ada pula survai investigasi tambahan (supplement)
untuk mengantisipasi permasalahan baru yang timbul, serta survai investigasi
untuk keperluan khusus, seperti : untuk ganti rugi, studi lingkungan, dan untuk
penyusunan Rencana Tindak Darurat.

Jenis-jenis survai investigasi yang diperlukan untuk mendukung pembuatan


desain antara lain : survai topografi, geologi teknik, material bangunan,
meteorologi dan hidrologi. Kegiatan survai investigasi ini, harus memenuhi
kebutuhan minimal desain bendungan sesuai jenis dan dimensi bendungan yang
akan dibangun, antara lain : cakupan arealnya, lokasi, kedalamannya, jumlah
sample, jenis dan jumlah uji laborat serta uji insitu, dan lain sebagainya. Metode
survai investigasi harus mengikuti aturan, standar dan pedoman lain yang
berlaku. Seperti halnya kegiatan desain, kegiatan survai investigasi belum
dianggap selesai sebelum pelaksanaan konstruksi bendungan selesai.

Sebelum pelaksanaan survai investigasi, alat-alat ukur dan pembacaan harus


dikalibrasi lebih dulu, sesuai manual yang dibuat oleh pabrik.

Ketentuan-ketentuan teknis yang lebih rinci mengenai survai investigasi yang


tidak dibahas dalam bahan ajar ini, penjelasan lebih rici dapat dilihat pada
pedoman-pedoman berikut :
 Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Volume II, Survai dan
Investigasi, Direktorat Jenderal Pengairan, 1999.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 30


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

 Standar Perencanaan Irigasi, PT 02 Bagian Pengukuran, Ditjen


Pengairan, 1986.
 Standar Perencanaan Irigasi, PT 03 Bagian Penyelidikan Geoteknik,
Ditjen Pengairan, 1986.
 Pedoman Geoteknik volume I, II dan III, Departemen PU, 2004

6.2. Survai Topografi

Semua kegiatan survai topografi harus menggunakan titik referensi yang sama,
sedapat mungkin agar menggunakan titik referensi dari jaringan triangulasi.
Tingkat ketelitian survai harus memenuhi standar yang berlaku.

Data survai yang dibutuhkan pada setiap tahap pembangunan, antara lain :

a. Survai topografi untuk perencanaan umum


- Peta Daerah Pengaliran Sungai skala 1:25.000 sampai 1:50.000
- Peta situasi cekungan waduk dan sekelilingnya termasuk lokasi
bendungan utama, bendungan pelana, bangunan pelengkap, fasilitas
penunjang, daerah galian, rencana relokasi jalan dan lain sebagainya,
skala 1:5.000  1:10.000.

b. Survai topografi untuk perencanaan pendahuluan dan perencanaan rinci


- Peta lokasi bendungan, skala 1:500  1:1.000.
- Potongan memanjang dan melintang lokasi bendungan, skala 1:200 
1:500.
- Potongan memanjang dan melintang bangunan pelimpah, skala 1:200
 1:500.
- Peta cekungan waduk, skala 1:500  1:5.000.
- Potongan memanjang cekungan waduk, skala 1:200  1:500
- Peta daerah sumber galian, skala 1:500  1:1.000

c. Survai topografi untuk supervisi dan pelaksanaan konstruksi


- Pengukuran tata letak (uit zet) bendungan dan bangunan, skala 1:100
 1:200.
- Pemetaan fondasi bendungan, skala 1:100  1:200.
- Pengukuran purna konstruksi (as built) bendungan dan bangunan lain,
skala 1:200.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 31


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Untuk peta daerah aliran sungai, dapat digunakan foto udara dan peta topografi
yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang seperti BAKOSURTANAL, yang
dapat berupa gambar peta atau data digital. Sebelum digunakan agar dilakukan
uji validitas untuk menyakinkan bahwa datanya baik dan valid digunakan.

6.3 Investigasi Geologi dan Geoteknik


Investigasi ini dilakukan untuk mengumpulkan semua data yang berkaitan
dengan kondisi fondasi dan cadangan material yang tersedia untuk mendukung
desain bendungan. Investigasi harus dilakukan antara lain : dilokasi bendungan
dan bangunan pelengkapnya, cekungan waduk dan daerah sekelilingnya serta
pada sumber bahan galian.

Kegiatan yang dilakukan, antara lain :


 Pengumpulan dan pengkajian data dan hasil studi yang telah ada
 Investigasi geologi permukaan
 Investigasi bawah permukaan
 Uji insitu geoteknik
 Uji laboratorium
 Pengolahan hasil investigasi

Jenis, metode dan tingkat akurasi investigasi geologi, harus dilakukan sesuai
dengan tahapan pelaksanaan. Pelaksana investigasi (investigator) harus memiliki
kemampuan : mengklasifikasi tanah dan batuan, memahami sifat teknik dan
geologi berbagai bentuk rupa bumi (landforms), terbiasa dengan metode-
metode : sampling, logging, serta uji lapangan dan laboratorium untuk
bendungan.

6.3.1 Tahap Investigasi Geologi

6.3.1.1 Penyelidikan geoteknik pendahuluan


Penyelidikan geoteknik pendahuluan atau tahap pemilihan, utamanya
dimaksudkan untuk mengumpulkan data geoteknik guna menentukan pilihan
lokasi, tipe dan ukuran bangunan utama. Lingkup kegiatannya meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi lokasi yang terbaik dari beberapa lokasi rencana
bangunan.
2) Mengevaluasi beberapa alternatif fondasi.
3) Melakukan tinjauan geologi dan beberapa pengambilan contoh, identifikasi

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 32


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

kondisi di bawah permukaan untuk mengetahui karakteristik kondisi


perlapisan tanah/batuan secara umum, antara lain kedalaman batuan atau
tanah, ada tidaknya: struktur sesar, lubang benam (sinkholes), atau
lubang-lubang pelarutan, endapan tanah organik di daerah rawa, dan atau
adanya timbunan tua, debris, atau pencemaran.
4) Pada umumnya hanya diperlukan beberapa uji laboratorium, dan sangat
bergantung pada deskripsi kondisi geoteknik dari lubang bor yang
disiapkan oleh tenaga ahli lapangan dan atau geologi yang
berpengalaman.
5) Mengkaji dan memecahkan masalah kondisi fondasi dan biaya
pelaksanaan konstruksi yang tinggi, jika ditemukan hal-hal yang
meragukan.

6.3.1.2 Penyelidikan geoteknik tahap desain pendahuluan


Penyelidikan geoteknik pada tahap ini dilakukan untuk mendapatkan data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain awal. Penyelidikan dilakukan
di lokasi bangunan utama, sepanjang trase saluran (bagi bendungan penyedia
air irigasi) dan sumber galian, dengan maksud sbb:
1) Penyelidikan di lokasi bangunan utama dan saluran dimaksudkan untuk
mengkaji mengenai daya dukung dan permeabilitas fondasi, batas-batas
galian fondasi, rencana awal pekerjaan perbaikan fondasi, stabilitas dll.
2) Penyelidikan dilokasi sumber galian, dimaksudkan untuk mengetahui:
kualitas bahan, ketersediaan bahan, kondisi lokasi (jarak, jalan masuk,
status, perlu tidaknya konservasi, dll).
3) Penyelidikan di waduk untuk dan tebing sekeliling waduk untuk
mengetahui kemungkinan adanya potensi bocoran dan longsoran

Penyelidikan dilakukan secara tipikal meliputi: penyelidikan geoteknik terbatas


pada lokasi bangunan–bangunan besar dengan pemboran untuk mengetahui
stratigrafi umum, karakteristik tanah dan batuan, kondisi muka air tanah dan
kondisi lainnya yang penting untuk keperluan desain fondasi; melakukan
pemboran tangan atau membuat sumur uji dan melakukan beberapa
pengambilan contoh di sepanjang trase saluran dan lokasi bangunan; serta uji
laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat teknik.

Bila perlu pada lokasi bangunan dilakukan survai seismik untuk memperkirakan
secara cepat ketebalan dan kedalaman lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan,
struktur sesar, serta ketebalan pelapukan batuan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 33


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

6.3.1.3 Penyelidikan geoteknik tahap desain rinci


Penyelidikan geoteknik pada tahap ini dilakukan untuk: melengkapi data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain rinci dan perkiraan biaya rinci
konstruksi, serta untuk mendapatkan informasi geoteknik lapangan secara khusus
pada lokasi-lokasi tertentu guna mengurangi risiko kondisi tanah yang tidak
terduga selama konstruksi. Lokasi pemboran, ditetapkan dengan
mempertimbangkan titik-titik pemboran yang telah dilakukan pada tahap
sebelumnya.

Pada tahap penyelidikan geoteknik rinci, perlu dilakukan evaluasi


karakteristik/sifat tanah dan batuan untuk mendapatkan parameter perencanaan,
menyajikan Ikhtisar permasalahan geoteknik yang dibutuhkan dalam desain
geoteknik bangunan air secara umum yang mencakup mengenai:
data/informasi yang diperlukan, uji lapangan dan uji laboratorium untuk
menunjang berbagai macam analisis desain bangunan air. Penggunaan
ikhtisar tersebut memberi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perlapisan
tanah.
Setelah penyelidikan geoteknik tahap ini, kadang-kadang masih diperlukan
penyelidikan geoteknik tambahan jika terdapat perubahan desain yang signifikan
atau jika terdapat keganjilan kondisi geoteknik di lapangan.
Sebelum melakukan penyelidikan, tenaga ahli geoteknik perlu mendapat
informasi dari perencana yang meliputi :
1) jenis/tipe, kriteria beban dan kinerja bangunan, lokasi, geometri dan elevasi
bangunan yang direncanakan;
2) lokasi dan dimensi galian dan timbunan, bendung, bendungan, tanggul,
tembok penahan, dan bangunan fondasi yang harus diidentifikasi dengan
cermat;

3) lokasi bangunan air, jalan masuk dan jenis konstruksi bangunan air yang
harus disediakan secara terperinci untuk memudahkan penentuan lokasi,
kedalaman, jenis dan jumlah pemboran yang harus dilakukan.

6.3.2 Investigasi Geologi Permukaan


Investigasi geologi permukaan, perlu dilakukan pada tahap desain awal atau
desain rinci yang kegiatannya mencakup : pengkajian data yang telah ada,
pengenalan lapangan, pengamatan terhadap singkapan-singkapan dan
pembuatan peta geologi yang dilakukan dengan cara analogi terhadap kondisi
bawah permukaan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 34


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Data yang perlu dikaji antara lain : topografi, stratigrafi, struktural geologi, sifat
batuan, material endapan, hidrogeologi dan sejarah geologi (geohistory).
Penyebaran dan ketebalan endapan permukaan, jenis dan sifat bahan, derajat
pelapukan, pola dan penyebaran bidang-bidang diskontinyuitas dikaji lewat
pengamatan terhadap singkapan-singkapan yang ada dengan bantuan peta
topografi. Tebal, derajat pelapukan dan sifat tanah penutup, diamati dengan
membuat paritan dan sumur uji.
Peta dasar yang digunakan berupa foto udara atau peta topografi :
- Peta wilayah dengan skala 1:50.000 sampai 1:100.000
- Peta semi detil lapangan skala 1:10.000 sampai 1:25.000
- Peta detil dengan skala 1:500 sampai 1:5.000

Data yang diperoleh dari investigasi ini harus mampu memberi informasi
mengenai : stratigrafi; struktur geologi; orientasi bidang diskontinyuitas seperti
struktur sesar; kekar; jurus; kemiringan lapisan; jenis dan sifat batuan;
hidrogeologi; daerah longsoran; lokasi sumber material timbunan dan aggregat
beton.

Hasil investigasi ini bersama dengan hasil kegiatan investigasi yang lain,
selanjutnya dituangkan didalam peta geologi skala detil yang harus mampu
menggambarkan hasil investigasi geologi permukaan dengan jelas, dan dibuat
berdasarkan klasifikasi geologi sesuai dengan tujuan investigasi.

Investigasi untuk fondasi, klasifikasi geologi terutama didasarkan pada kekuatan


dan permeabilitas batuan fondasi, sedang investigasi cadangan material lebih
diutamakan pada faktor gradasi, plastisitas serta hal-hal yang berkaitan dengan
penggaliannya. Lokasi singkapan, batas formasi batuan dan lokasi struktur sesar,
kekar, bidang geser harus dinampakkan dengan jelas didalam peta. Formasi
batuan sebaiknya diklasifikasi berdasar sifat mekaniknya.
Peta geologi perlu disiapkan, pada lokasi-lokasi berikut :
- Cekungan waduk dan daerah sekitarnya, dengan skala 1:500  1:5.000
- Lokasi bendungan utama dan pelana, bangunan pelengkap, skala 1:500 
1:1.000
- Lokasi sumber galian, skala 1:500  1:1.000
- Lokasi lain yang dianggap perlu
6.3.3 Investigasi Geologi Bawah Permukaan
Investigasi ini dimaksudkan untuk : mengklasifikasi batuan fondasi berdasarkan
sifat-sifat teknisnya yang antara lain, kondisi geologi yang mencakup jenis dan
sifat batuan baik fisik, mekanik, dan sifat hidrauliknya, serta mengumpulkan data

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 35


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

lengkap guna menentukan tipe bendungan, batas galian serta perbaikan fondasi.
Kondisi diatas dapat diketahui dari hasil pemboran inti. Selain pemboran inti,
metode lain yang lazim digunakan adalah pendugaan geo fisik dengan survai
seismik, dan terowongan uji. Secara umum lokasi dan kuantitas investigasi ini
ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe dan ukuran bendungan, serta kondisi
geologi setempat.

a. Survai Seismik
Pada desain awal : survai seismik diperlukan untuk memperkirakan
kedalaman lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan, struktur sesar,
kondisi dan tingkat pelapukan batuan. Jalur survai, paling tidak dilakukan
pada : sepanjang tapak bendungan sejajar poros bendungan, palung
sungai, tumpuan kanan dan kiri, serta sepanjang bangunan pelimpah.
Pada desain rinci : survai seismic diperlukan untuk melengkapi data yang
diperoleh pada tahap desain awal.

b. Pemboran
Pemboran diperlukan untuk mengetahui secara langsung kondisi geologi
dicalon lokasi bendungan, bangunan pelengkap dan sumber galian.
Pemboran dilakukan dengan “rotary core drilling” dengan diameter mata
bor >56 mm. Kedalaman pemboran dilokasi bendungan pada prinsipnya
harus sampai menembus batuan dasar lebih dari 5 meter, atau secara
umum paling tidak 2/3~1 kali tinggi bendungan. Kedalaman yang pasti
ditetapkan berdasarkan hasil uji seismik dan geologi setempat.

Selama pemboran harus dilakukan berbagai uji, yang antara lain :


- Uji penetrasi standar (SPT) setiap kedalaman 2 meter atau setiap
pergantian lapisan (tidak dilakukan pada fondasi batuan)
- Uji permeabilitas setiap kedalaman 1,5  3 meter. Metode uji
permeabilitas (uji packer, tekanan, open end) disesuaikan dengan
karakteristik formasi.

Pada tahap desain awal : paling tidak diperlukan 2 lobang bor pada
poros bendungan masing-masing ditumpuan kanan dan kiri; 2 atau 3
lubang bor dipalung sungai kecuali bila terlihat adanya singkapan batuan
segar jumlah lobang bor dapat dikurangi; 1 lobang bor dibawah mercu
pelimpah, dan ditempat-tempat lain yang memerlukan. Bila lembah sungai
sempit dan diduga merupakan jalur struktur sesar, perlu dilakukan
pemboran miringan pada sisi tebing sungai menembus formasi batuan
dibawah sungai. Kedalaman pemboran sekitar 2/3 ~ 1 tinggi bendungan.
Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 36
Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Pada desain rinci : jumlah dan lokasi pemboran tergantung pada kondisi
geologi setempat, dengan mempertimbangkan titik-titik pemboran yang
telah dilaksanakan pada tahap desain awal. Secara umum lokasi
pemboran sama dengan jalur pemboran pada desain awal, namun jarak
titik pemboran perlu dirapatkan dengan jarak antara masing-masing titik
pemboran disarankan berkisar antara 20 sampai 30 m.

Inti hasil pemboran, harus disimpan dengan baik didalam peti kayu,
disusun sesuai urutan kemajuan pemboran. Diskripsi sample inti
pemboran, harus dicatat dalam kolom-kolom format laporan (log bor) yang
antara lain memuat : nama pelaksana, tanggal, elevasi, diskripsi, satuan
batuan, perolehan inti, RQD, koefisien permeabilitas, SPT, air pembilas,
dan lain-lain.

Data hasil pemboran bersama hasil kegiatan investigasi geologi yang lain,
setelah diolah kemudian dibuat peta geologi teknik rinci, termasuk peta
peta kontur batuan dasar, penampang atau profil geologi, serta peta
lugeon untuk menentukan kedalaman dan kerapatan injeksi. Pada tahap
konstruksi nanti, peta geologi rinci harus diperbaiki kembali sesuai hasil
investigasi pada galian fondasi dan investigasi tambahan. Profil geolgi
bendungan digambarkan dari arah hulu, dengan skala 1:500  1:1000,
setidaknya mencakup sepanjang poros bendungan sampai batas galian
pada bukit tumpuan, bangunan pelimpah, terowongan pengelak dan
terowongan pengambilan.

c. Terowongan uji
Metode ini disarankan untuk dilakukan bagi bendungan besar tinggi diatas
30 meter, dimana kekuatan fondasi sangat penting untuk diketahui.
Terowongan uji dibuat 1 atau 2 buah pada tumpuan kiri dan atau kanan.
Tergantung kondisi geologi setempat, didalam.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 37


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 6-1 : luas minimal untuk investigasi geologi rinci pada tapak bendungan

Luas minimal areal investigasi geologi rinci pada tapak bendungan


= (L+2H) x 8H L = perkiraan panjang puncak bendungan
H = perkiraan tinggi bendungan

6.3.4 Uji Insitu Geoteknik


Ada dua faktor kekuatan penting yang harus diketahui pada batuan fondasi,
yaitu : kuat desak atau kuat tarik, dan kuat geser. Uji kuat desak atau kuat tarik
dapat dilakukan dilaboratorium terhadap sample inti pemboran dan galian uji,
namun evaluasi terhadap fondasi tidak dapat hanya berdasar pada uji
laboratorium karena pengaruh dari retakan dan kelembapan alamiah batuan
tidak tercermin didalam hasil uji. Oleh karena itu disamping uji laborat juga perlu

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 38


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

dilakukan uji insitu pada tanah batuan asli yang langsung dilakukan pada lobang
bor seperti yang telah diuraikan diatas, dan atau pada galian uji. Jenis uji insitu
yang dilakukan pada terowongan atau sumuran uji antara lain :
 Uji pembebanan / uji deformasi
 Uji insitu geseran
 Uji cepat rambat gelombang elastis

Disamping itu perlu dikaji ketahanan batuan terhadap proses pelapukan (slaking)
untuk mengetahui stabilitasnya jangka panjang.

6.3.5 Uji Laboratorium


Uji laboratorium diperlukan untuk :
 Melakukan analisis sifat teknik batuan (fragmen pembentuk batuan)
dan melengkapi data untuk mengklasifikasi batuan dengan
membandingkan sifat fisik dan sifat kimiawi fragmen batuan.
 Mengetahui sifat teknik batuan atau fragmen batuan sebagai bahan
timbunan, agregat beton dan lain sebagainya, serta untuk
mengevaluasi mutu bahan.

Sesuai jenis material yang diuji, pekerjaan uji laboratorium dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu uji laboratorium mekanika tanah dan mekanika batuan
seperti berikut :
a. Uji laboratorium mekanika tanah
Sample tanah yang akan diuji unutk investigasi fondasi adalah tanah asli.
Lingkup uji meliputi :

1) Sifat fisik, antara lain : berat spesifik (Gs), berat isi (n), kadar air
(Wn), analisis butiran (m%), batas-batas Atterberg, hidrometer.
2) Sifat mekanik / teknik antara lain : uji geser langsung (c,D),
konsolidasi (Cc, Cv, Es), triaksial : consolidated undrained,
unconsolidated, consolidated drained. Uji permeabilitas, dan bila
perlu uji Erodibility atau slake durability test.
b. Uji laboratorium mekanika batuan
1) Sifat fisik :
- selalu : berat spesifik, berat satuan, porositas, serap lembab,
permeabilitas;

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 39


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- sering kali : modulus elastisitas dinamis, nilai poison dinamis;


stabilitas terhadap pembasahan dan penyerapan air; besarnya
pengembangan (swelling) dan tekanan akibat peredaman, dll.

2) Sifat mekanik :
- selalu : kekuatan terhadap pemampatan bebas (unconfined
compressive strength), modulus deformasi (elastis), nilai poison
- sering kali : triaksial-konstanta kekuatan batuan (c, ), modulus
deformasi, nilai poison; geseran langsung kekuatan geser,
konstanta batuan : tegangan tarik Brasilian
bila perlu : tegangan tarik satu dimensi; bengkokan; daya dukung kekerasan
(shore hardness); koefisien restitusi.

6.4 Investigasi Material


Investigasi ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan :
 Kualitas material, yang mencakup klasifikasi teknis, sifat fisik, dan
mekanik, sekaligus menetapkan material yang memenuhi
persyaratan desain dan konstruksi.
 Ketersediaan cadangan material yang memenuhi syarat.
 Kondisi yang berkaitam dengan penggalian, lokasi sumber yang
mencakup jalan masuk, jarak, status, perlunya konservasi, dll.

Kegiatan investigasi yang perlu dilakukan : investigasi geologi permukaan,


investigasi geologi bawah permukaan untuk mendapatkan data mengenai :
kualitas, jumlah, penyebaran, ketebalan endapan, jenis sifat, derajat pelapukan,
pola dan bidang diskontinyuitas. Cadangan material yang tersedia harus lebih
besar 2 sampai 3 kali volume kebutuhan actual untuk konstruksi.
Investigasi geologi permukaan, membutuhkan peta dasar skala 1:500 sampai
1:1.000.

Investigasi bawah permukaan, diperlukan untuk mengetahui secara langsung


kondisi dibawah permukaan. Metode yang lazim : dengan pemboran inti dan
survai seismik untuk lokasi material batu; pemboran auger mesin atau tangan
serta terowongan dan atau sumuran uji untuk lokasi material tanah. Penempatan
titik pembora sebaiknya dengan sistim grid, sedang lokasi dan jumlah
terowongan atau sumuran uji, ditetapkan berdasarkan persyaratan jumlah
sample yang harus dipenuhi. Kebutuhan minimal mengenai jenis investigasi dan
uji material sesuai jenis materialnya, diuraikan pada sub bab 6.4 dan pada tabel
6-1.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 40


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

6.4.1 Material Kedap Air / Tanah lempung


a. Tahap pemilihan lokasi sumber galian
- 1 sumuran uji setiap interval grid 150  200 m
- uji sifat fisik : 1 sample setiap 25.000 m3 material
- uji sifat teknik : 1 sample setiap 50.000 m3 material

b. Tahap desain rinci.


- 1 sumuran uji atau pemboran auger setiap interval grid 50  100
- uji sifat fisik : 1 sample setiap 10.000  25.0000 m3 material
- uji sifat teknik : 1 sample setiap 10.000  25.000 m3 material

c. Persiapan konstruksi
- uji sifat fisik : (a) x (b) x (c) x (d)
Keterangan : (a). Mesin pemadat 2  3 jenis
(b). Metoda pemadatan 2  3 macam
(c). Tebal penghamparan 2  3 macam
(d). Jumlah sample 3
- uji sifat teknik : sama dengan uji sifat fisik
- uji penimbunan : 1 uji.

6.4.2 Material Semi Kedap Air / Pasir


a. Tahap pemilihan lokasi sumber galian
- uji sifat fisik : 1  2 sample
- uji sifat teknik : 1  2 sample

b. Tahap desain rinci


- uji sifat fisik : 1  2 sample, tergantung pada gradasi material

c. Persiapan konstruksi
- uji penimbunan: 1 uji
6.4.3 Material Lulus Air / Batu
a. Tahap pemilihan lokasi sumber galian
- Pemboran, dilakukan bila perlu
- Uji batuan (kecuali uji geser) 10 sample tiap jenis
- Uji gradasi, untuk material endapan sungai

b. Tahap desain rinci


- pemboran untuk konfirmasi kualitas dan kuantitas, 1 lobang setiap
200.000 m3

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 41


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- uji batuan : 5 sample tiap jenis


- uji geser : 5 sample tiap jenis

c. Persiapan konstruksi
- uji peledakan
- uji fisik : 3 sample
- uji sifat teknik : 1 sample.

6.5 Studi gempa

Parameter gempa desain bendungan, dapat ditentukan dengan menggunakan


Peta Zona Gempa atau dengan melakukan studi gempa tersendiri. Peta Zona
Gempa tidak dapat digunakan bagi bendungan besar (tinggi diatas ~100 m) atau
yang terletak didaerah yang memiliki kondisi geologi khusus seperti sesar besar
yang aktif, atau bendungan yang terletak pada zona E dan F pada Peta Zona
Gempa. Bagi bendungan yang memiliki kondisi seperti tersebut, para meter
gempa desainnya harus ditetapkan dengan melakukan studi gempa sendiri.

Jenis beban gempa yang harus diperhitungkan adalah:


- Gempa dasar operasi (operating basis earthquacke/OBE), atau gempa
dengan periode ulang sekitar 100~200 tahun.
- Gempa desain maksimum (maximum design earthquacke/MDE atau
maximum consider earthquacke/MCE), atau gempa dengan periode ulang
1000 ~ 10.000 tahun.
- Gempa imbas waduk (Reservoir induce earthquacke/RIE), khusus bagi
bendungan dengan tinggi diatas 100 m atau tampungan diatas 500.000 m3.

Dalam menetapkan parameter gempa yang digunakan dalam analisis keamanan


bendungan, harus dipertimbangkan, hal-hal berikut :
- Tingkat bahaya gempa (seismic hazard rating) dilokasi bendungan
- Tingkat / kelas resiko setelah bendungan dan waduk selesai dibangun
- Tipe bendungan
- Kebutuhan atau persyaratan yang terkait dengan fungsi bendungan
- Konsekuensi atas perkiraan resiko yang terlalu rendah atau terlalu tinggi

Dari peta (lihat peta gempa Indonesia pada lembar berikut) dapat diperoleh:
- percepatan gempa ad = z x ac x v
- koefisien gempa dasar k = ad/g  k tergantung periode ulang T dan nilai T
tergantung pada Faktor Risiko

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 42


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Koefisien gempa dasar, kemudian harus dikoreksi dengan:


- α1 koreksi pengaruh daerh bebas (free field) untuk bendungan urugan=0,7;
bendungan beton=1
- α2 koreksi pengaruh jenis struktur untuk bendungan urugan=0,5,
bendungan beton=1
- Setelah gempa dasar k dikoreksi dengan α1 dan α2 akan diperoleh K0
yaitu “koefisien gempa desain terkoreksi” pada permukaan tanah.

Untuk analisis stabilitas bendungan, nilai K0 harus dikoreksi terhadap efek


“cambuk” dimana semakin tinggi tempat yang ditinjau goncangan gempa akan
semakin besar. berdasar pada ketinggian titik yang ditinjau, sehingga menjadi
koefisien gempa K yang dihitung dengan rumus sbb:
- untuk y/H < 0,4  K= K0 x {2,5-1,85 (y/H)}
- untuk y/H > 0,4  K= K0 x {2,0-0,60 (y/H)};
dimana y tinggi titik yg ditinjau diukur dari atas puncak bendungan;
H=tinggi bendungan.

Beban gempa diperhitungkan sebagai gaya horisontal sebesar F=K.W;


W=berat tubuh bendungan. Penjelasan rinci yang berkenaan dengan gempa
desain untuk bendungan, dapat dilihat pada :
1). Pedoman no. Pd T-14-2004-A, Analisis stabilitas bendungan tipe urugan
akibat
gempa, Departemen Kimpraswil, 10 Mei 2004.
2). Pedoman Analisis dinamik bendungan urugan, Ditjen.SDA, Dept.PU, 31
Januari 2008.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 43


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 6-2 : Peta zona gempa Indonesia menurut Pedoman Analisis Dinamik Bendungan Urugan Ditjen SDA 2008

Modul Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 44


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Tabel 6-1 Jenis Uji Material Bendungan Urugan


Material dan Tahap Studi Material Kedap Air Material Semi Material Lulus Air
Kedap Air Keterangan
Uji Desain Konstr Desain Konstr Desain Konstr
Berat spesifik O O O O O O Ukuran butiran kurang
Kandungan air O O O O O O dari 4,76 mm 1)
Uji Analisis butiran O O O O + O
Untuk material lulus air,
Sifat Batas cair O O + O + + lunak, batuan berbutir
Fisik Batas plastis O O + + + + halus yang cenderung
Kandungan organik + + + retak dan slaky, harus
Uji lapangan + + + + diambil samplenya 1)
Dipersif + +
1) : sample termasuk
Lain-lain + + + + + + tanah berbutir halus
yang diuji pada kondisi
tidak kering

Pemadatan O O O O + O Bila mold / cetakan yang


Uji Indek konus + + digunakan tidak standar,
Sifat Permeabilitas O O O O + + ukuran maksimum
butiran halus kurang dari
Tek- Konsolidasi O O + + + + 1/5 diamter dalam mold.
nik Geser/triaksial BP O O O O O O Untuk pemadatan
Butiran halus + + + + + O diamter dalam mold,
Lain-lain + + + + + + harus >10 cm.
Indek pemadatan harus
ditetapkan, bila :
Md<10, d max<Md/10
Md>10, d max<Md/10-5
.Md=diameter mold
.d max=ukuran butiran
maks yang diijinkan.

Berat spesifik & + + + O O O


Uji daya serap air
Batu- grafel
an Kuat tekan O O
Stabilitas + +
Ketahanan abrasi + O
Kadar kelarutan + +
total
Nilai PH + +
Lain-lain + + + + + +

Catatan : O = dilakukan,
+ = dilakukan bila perlu

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 45


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Kegiatan pokok dalam penyiapan desain dan uji konstruksi


bendungan urugan
Tahapan pembangunan
bendungan urugan

Survai dan Investigasi Konstruksi bendungan


1. Penetapan lokasi bendungan Untuk menjamin agar bendungan dapat berfungsi
2. Invest geoteknik dilokasi bedungan, dengan baik dan mempunyai keamanan yang cukup,
pelimpah, waduk (sesuai kebutuhan) maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan
3. Invest geoteknik di sumber material kontinu agar semua spesifikasi yang dipersyaratkan
l dalam desain memenuhi uji mutu :
1. Uji mutu perbaikan fondasi dan ebatmen
2. Uji mutu bahan di borrowarea dan kuari
Desain bendungan tipe urugan
3. Uji mutu pemadatan urugan tanah, filter dan batu.
1. Desain fondasi (kedalaman fondasi)
2. Lokasi pengambilan bahan
3. Desain tubuh bendungan, bangun- Organisasi Proyek
an pelengkap, pengelak 1. Pemimpin Proyek
4. Desain sistem instrumentasi 2. Staf akhli geoteknikdan geologi dan struktur
bendungan
Spesifikasi Teknik 3. Inspektor dan pengawas lapangan
1. Persyaratan galian fondasi, jenis 4. Laboratorium uji mutu bahan (tanah dan beton)
batuan
2. Persyaratan bahan urugan, agregat,
tubuh bendungan
3. Alat pemadatan dan jumlah lintasan
2

2
Uji mutu konstruksi bendungan
Uji mutu perbaikan fondasi dan
Uji mutu daerah urugan tanah/batu
ebatman 1. Urugan kedap air dan semi kedap
borrowarea dan kuari
1. Mengontrol rembesan lewat fondasi 1. Urugan tanah di borrow
a) Spesifikasi menentukan jenis alat,
bendungan jumlah lintasan, tebal lapis ,
area
2. Mempersiapkan bidang kontak yang batasan kadar air dan kepadatan
a) Penentuan peralatan;
baik dengan lapisan urugan yang akan kering ;
b) uji mutu kadar air agar
dipadatkan. b) Uji mutu secara sederhana.
mendekati kadar air
3. Memperkecil penurunan diferensial Pengawas harus memahami secara
pemadatan, gradasi dan
yang akan terjadi untuk mencegah visual apakah material terlalu
plastisitas berada dalam
retakan dalam urugan. kering atau basah;
batasan ditentukan
4. Pengawas pekerjaan harus menjamin c) Uji mutu kepadatan di lapangan
dalam spesifikasi.
bahwa: dan pengambilan contoh uji harus
2. Urugan batu di kuari
a) fondasi dan ebatmen telah dikupas dilakukan secara kontinu selama
a) Penentuan peralatan;
sampai kedalaman yang cukup untuk konstruksi kadar air dan kepadatan;
b) Gradasi harus sesuai
memindahkan tanah lunak, organik, harus masuk dalam batasan spesifikasi,
spesifikasi, bila tidak
rekahan, pelapukan atau bahan lain bila tidak harus tambah lintasannya.
harus di proses
yang tidak diinginkan; 2. Urugan lulus air ( material kurang dari
c) Kuat tekan dan
b) lekukan/cekungan (depresi) dan sesar 5% butiran lolos no 200
absorbsi harus sesuai
batuan telah bersih dan terisi dengan a) Penentuan alat pemadat
batasan dalam
beton dental; b) Uji mutu tebal hamparan ,kadar air
spesifikasi
c) bidang batuan yang terbentuk relatif tidak dibutuhkan, gradasi kepadatan
halus dan merata karena pembentukan relatif dalam batasan spesifikasi;.
/reshping dan pengisian; 3. Urugan batu
d) rongga-rongga dasar telah diisi dan a) Penentuan alat pemadat
diinjeksi (digrout); dan dindinghalang b) Uji mutu tebal hamparan ,kadar air
telah mencapai lapisan kedap air. tidak dibutuhkan, gradasi kepadatan
relatif dalam batasan spesifikasi;.

Inspeksi keamanan bendungan


Gambar 6-3 : Lingkup kegiatan pokok aspek geoteknik dalam penyiapan
desain dan uji pelaksanaan konstruksi bendungan urugan

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 46


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

6.6 Hidrologi
6.6.1 Cakupan analisis
Analisis dilakukan untuk mendapatkan besaran mengenai:
1). Kebutuhan air, misal kebutuhan air irigasi, air baku domestic, industri, dll.
2). Ketersediaan air/water availability: 80% (irigasi), 90% (PLTA), 98% (air baku)
3). Banjir desain: PMF, Q1000 , Q100, Q50, Q20, Q10 , Q2 tergantung
keperluan  dalam bentuk hidrograf banjir
4). Tinggi jagaan.
5). Laju sedimentasi waduk, dll.

6.6.2 Data Hidrologi dan Meteorologi


Jenis data yang harus dikumpulkan antara lain :
- Aliran air / debit sungai, mencakup debit minimum, rata-rata, dan
maksimum.
- Kualitas air, terkait dengan syarat / baku mutu untuk masing-masing
mengguna, dll.
- Sedimentasi, terkait dengan umur layanan waduk.
- Curah hujan, periode jam-jaman, harian, bulanan dan tahunan.
- Kelembapan udara dan penguapan, terkait dengan perhitungan
ketersediaan air.
- Suhu / temperatur, terkait dengan perhitungan ketersediaan air.
- Kecepatan angin, terkait dengan perhitungan ketersediaan air dan
tinggi jagaan.

6.6.3 Pemeriksaan Data


Untuk analisis hidrologi syarat data yang digunakan harus : konsisten dan
homogen, independent, representative, menerus (continue), serta panjang data
mencukupi. Untuk melihat pemenuhannya terhadap syarat diatas, sebelum
digunakan data harus disaring atau diperiksa secara manual dan secara
statistik.

Untuk menetapkan curah hujan maksimum boleh jadi (CMB atau PMP) dan banjir
maksimum boleh jadi (BMB atau PMF), agar hasil analisisnya akurat diperlukan
data pengamatan jangka panjang lebih dari 30 tahun.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 47


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

6.6.4 Analisis Banjir Desain


Analisis probabilitas banjir desain bendungan, harus menggunakan data debit
yang dapat dipercaya dari hasil pengamatan jangka panjang dilokasi atau didekat
lokasi bendungan. Bila data debit yang tersedia tidak mencukupi, harus
digunakan pula data curah hujan pengamatan jangka panjang dari daerah
tangkapan yang bersangkutan. Dalam hal data hujan ini tidak tersedia, dapat
digunakan data pengamatan hujan dari tetangga yang kondisi meteorologinya
mirip dengan daerah tangkapan dilokasi studi. Pada tabel 6-2 diperlihatkan
berbagai tujuan dalam ananlisis hidrologi dan data yang diperlukan serta metode
ananlisis yang disarankan. Perkiraan banjir desain dengan menggunakan rumus
rasional, hanya disarankan untuk daerah tangkapan kecil.

Dalam penetapan banjir desain dan kapasitas pelimpah harus berpatokan pada
SNI 03-3432-1994 (lihat tabel 6-3).

Tabel 6-2 : Data hidrologi yang diperlukan untuk analisis banjir desain

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 48


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Tabel 6-3 : Patokan banjir desain dan kapasitas pelimpah (SNI 03-3432-1994)

6.6.5 Analisis banjir desain dari data hujan


Banjir desain dapat diperkirakan dari data curah hujan dan unit hidrograf yang
disiapkan dari hasil pengamatan. Panjang seri data hujan yang digunakan sangat
berpengaruh pada akurasi hasil analisis. Untuk banjir desain sampai dengan kala
ulang 1000 tahun, perlu seri data hujan harian maksimum tahunan dengan
panjang data diatas 20. Untuk curah hujan maksimum boleh jadi (CMB atau
PMP) diperlukan seri data hujan sepanjang 30 tahun atau lebih.

Dari data yang tersedia, kemudian dilakukan pemeriksaan data perhitungan


untuk mendapatkan hujan desain kala ulang 2, 10, 20, 50, 100, 1000 tahun dan

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 49


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

CMB. Kewajaran hasil hitungan CMB perlu diperiksa, antara lain dengan peta
isohit PMP 24 jam (bila ada), curah hujan maksimum diwilayah sekitarnya baik
dari data pengamatan maupun hasil hitungan, dan lain sebagainya.
Curah hujan desain, kemudian didistribusi dalam satuan waktu jam-jaman atau
dalam satuan waktu yang lebih pendek, terus disusun pola hujannya dan dengan
cara coba-coba dicari durasi hujan kritisnya (critical duration storm). Kemudian
dari pola hujan berdasar hidrograf banjir hasil pengamatan dicari hidrograf banjir
masuk/inflow. Bila tidak tersedia hidrograf banjir hasil pengamatan, dapat
dilakukan dengan analisis hubungan hujan dan limpasan (runoff) dengan
hidrograf satuan sintetis atau metode lain. Didalam proses perhitungan, hidrograf
satuan sintetis harus diuji kesesuainnya dengan data pengamat banjir dan data
curah hujan, atau digunakan beberapa metode yang selanjutnya hasilnya
diperbandingkan.

Setelah diperoleh hidrograf banjir inflow, kemudian dihitung hidrograf banjir out
flow/ keluar waduk dengan cara penelusuran banjir diwaduk (reservoir routing).

Secara ringkas, langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sbb:


a. Data yang diperlukan :
data hujan dengan panjang data > 20 th (untuk banjir PMF disarankan
panjang data> 30 th).
b. Langkah analisis:
1). Pengolahan data (penyaringan dan pengisisan data yang hilang).
2). Perhitungan curah hujan desain:
untuk hujan kala ulang 2 ~ 1000, berdasar analisis frekwensi
untuk hujan PMP menggunkan metode Hersfield
3). Perataan hujan
4). Cari Koefisien reduksi (DAD atau ARF)
5). Hitung hujan DPS
6). Hitung distribusi hujan jam-jaman dan durasi hujan kritis
7). Tetapkan Hujan desain
8). Hitung hujan efektif
9). Buat hidrograf satuan sintetik berdasar kondisi DPS
10). Hitung debit banjir inflow
11). Lakukan resevoir routing
12). Cari debit terbesar  debit banjir desain outflow

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 50


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 6-4 : Diagaram langkah-langkah analisis banjir desain

6,0

HSS Nakayasu
5,0
DEBIT ( m3/dt/mm )

HSS Snyder
4,0

HSS SCS
3,0
HSS Gam a I

2,0

1,0

0,0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
WAKTU ( jam )

Gambar 6-5 :Contoh hidrograf satuan sintetis (HSS) dari berbagai metode
untuk durasi 24 jam
6.6.6 Ketersediaan Air Waduk
Data yang diperlukan untuk analisis ketersediaan air adalah data debit hujan atau
bulanan dengan periode pencatatan yang cukup panjang, minimal 10 tahun.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, sebaiknya dipakai seri data yang

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 51


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

lebih panjang. Data yang dipakai harus merupakan hasil rekaman pos duga air
dilokasi bendungan atau dekat disebelah hulu atau hilirnya. Bila data terlalu
pendek atau tidak tersedia, debit bulanan dapat disimulasi berdasarkan data
hujan dan data evapotranspirasi potensial pada daerah studi dengan bantuan
model matematik hubungan hujan – limpasan. Tingkat keandalan ketersediaan
air waduk, ditetapkan sesuai persyaratan bagi masing-masing pemanfaat. Besar
volume tampungan bersih waduk yang dibutuhkan dengan tingkat keandalan
tertentu, ditentukan dengan simulasi berdasarkan neraca air waduk sebagai
fungsi inflow (dari hasil perhitungan ketersediaan air) dan outflow (kebutuhan air
+ kehilangan air) serta tampungan diwaduk dalam interval waktu tertentu, misal
tengah bulanan atau bulanan.

6.6.7 Tinggi Jagaan


Jagaan disediakan pada bendungan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
peluapan lewat puncak bendungan. Kebutuhan tinggi jagaan ditetapkan berdasar
tinjauan terhadap 3 kondisi dibawah, kemudian dipilih yang terbesar.

a. Bendungan dengan konsekwensi besar:


1). Kondisi muka air waduk normal,
H1 = (0,75 Hw + Hs + Hr + He + hu) + hc
2). Kondisi banjir 1000 tahunan atau 0,5 PMF,
H2 = (0,75 Hw + HS + Hr +hu) + hc
3). Kondisi banjir maksimum PMF,
H3 > 0,75 m (untuk pelimpah tanpa pintu)
Keterangan :
• Hw = tinggi gelombang akibat angin (menurut Molitor Stevenson)
• Hs = peningkatan tinggi muka air akibat angin (wind set up),
• Hr = tinggi rayapan gelombang (wave run-up),
• He = tinggi gelombang akibat gempa,
• hu = tinggi cadangan ketidak pastian, diambil 0,5 – 1,0 m,
• hc = tinggi cadangan akibat konsolidasi.

b. Bendungan dengan konsekwensi kecil:


Cukup ditinjau untuk kondisi H1 dan H2 seperti diatas

6.6.8 Sedimentasi
Secara umum laju sedimentasi yang terjadi di waduk, hampir selalu jauh lebih
besar dari pada hasil hitungan, karena adanya asumsi parameter-parameter

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 52


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

yang terlalu optimis. Perkiraan laju sedimentasi diwaduk dapat diperkirakan


berdasarkan persamaan empiris atau dengan pengukuran muatan sedimen
(sampling). Bagi DAS yang cukup luas (>10 km) sebaiknya menggunakan
metode pengukuran langsung.

Untuk mengetahui umur layanan waduk, lebih dulu harus diketahui pola
penyebaran / distribusi sedimen diwaduk. Bagi waduk kecil, sedimen yang masuk
kedalam waduk dapat dianggap langsung diendapkan secara merata dibagian
tampungan mati, tapi bagi waduk besar penyebaran pengendapan sedimen
diwaduk harus diperhatikan dengan metode khusus, seperti metode empiris
“Area – reduction” atau metode matematik “Area – increment”.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 53


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

VII. FONDASI BENDUNGAN URUGAN

7.1 Jenis-jenis fondasi


Fondasi suatu bendungan, harus memenuhi tiga syarat penting sbb:
1). Mempunyai daya dukung yang cukup sehingga mampu menahan beban
tubuh bendungan pada berbagai kondisi.
2). Mampu menghambat aliran rembesan/cukup kedap air
3). Mempunyai ketahanan terhadap erosi internal, aliran buluh, sembulan
(boiling).

Sesuai dengan batuan pembentuk lapisan fondasi, secara garis besar fondasi
bendungan dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1). Fondasi batuan
2). Fondasi pasir atau kerikil
3). Fondasi tanah

Jenis-jenis fondasi diatas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.


Fondasi batuan umumnya memiliki kelebihan daya dukung yang tinggi, tetapi
biasanya dihadapkan dengan problema berupa: adanya pelapukan-pelapukan
pada lapisan atasnya, retakan-retakan, patahan, sesar, diskontinyuitas, dll.

Fondasi pasir dan kerikil, biasanya memiliki kuat geser yang cukup baik untuk
bendungan urugan, tetapi bersifat lolos air.

Fondasi tanah, umumnya cukup kedap air tetapi daya dukungnya rendah,
bahkan kadang-kadang ditemukan jenis tanah yang lunak atau sangat lunak.
Walupun demikian kekurangan ini dapat diatasi dengan cara memperkecil beban
persatuan luas bendungan pada fondasi dengan memperluas tapak bendungan
dengan cara melandaikan lereng tubuh bendungan. Sehingga tidaklah berlebihan
bila dikatakan bendungan urugan dapat dibangun dihampir setiap jenis fondasi,
kecuali bendungan yang sangat tinggi.

Dilapangan sering dijumpai fondasi yang tidak memenuhi syarat-syarat fondasi


yang baik seperti penjelasan diatas. Oleh karena itu agar syarat-syarat dipenuhi,
perlu dilakukan upaya perbaikan fondasi dengan tujuan untuk meningkatkan
daya dukung fondasi dan mengendalikan rembesan. Pada prinsipnya, upaya
pengendalian rembesan dapat dibagi atas 2 kategori, yaitu: dengan cara
menahan air rembesan (water barrier) dan cara mengontrol atau

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 54


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

pengendalian drainasi. Desain bendungan biasanya menggunakan kombinasi


dari kedua cara tersebut. Walaupun prinsip kerja dari kedua cara tersebut
berbeda, tetapi dalam analisis rembesan air harus digabungkan sebagai satu
kesatuan.

7.2 Fondasi Batuan


Fondasi bendungan yang berupa batuan kompak dan masif dapat dianggap
sebagai fondasi yang baik (ideal), namun kondisi tersebut jarang dijumpai. Pada
kenyataannya lapisan batuan fondasi sering mengandung sejumlah rekahan,
retakan, kekar, sesar lapukan, dan diskontinyuitas dengan batuan lainnya,
sehingga diperlukan investigasi geologi untuk mempelajari sifat fisik dan sifat
teknik guna merencanakan perbaikan fondasi yang paling tepat.

Lapisan batuan yang berupa batu lempung, batu lanauan dan serpih biasanya
mempunyai sifat yang tidak menguntungkan ditinjau dari aspek stabilitasnya,
karena sifatny yang mudah lapuk sehingga akan tercipta lapisan atau zona lemah
di fondasi. Adanya zona lemah, sisipan atau perlapisan harus diperhatikan dalam
melakukan analisis stabilitas.

Lapisan batuan fondasi yang mengandung sesar, rekahan atau zona yang
mudah terlarut dapat mengakibatkan terjadinya masalah rembesan dan
kebocoran. Adanya potensi alur – alur rembesan yang berlebihan atau bocoran,
perlu tindakan perbaikan, demikian pula tekanan hidrolik pada fondasi harus
dikendalikan. Hal lain yang membahayakan bendungan adalah rembesan
berlebihan yang memacu terjadinya erosi buluh dan tekanan ke atas (tekanan
angkat, up lift pressure).

Untuk mengatasi berbagai masalah pada fondasi diatas, perlu adanya upaya
perbaikan fondasi yang dapat berupa grouting, parit halang atau system drainasi
serta perbaikan pada permukaan fondasi.

7.2.1. Perbaikan permukaan fondasi


Perbaikan permukaan fondasi dilakukan, dengan tujuan agar penghamparan dan
pemadatan dapat dilakukan dengan baik, tercipta bidang kontak timbunan
dengan permukaan fondasi yang baik, tidak terjadi: diferensial settlement, rekah
hidrolik, arching, bocoran melalui retakan, dll.

Macam pekerjaan yang dilakukan antara lain: pembentukan kembali (re shaping)
permukaan sehingga smooth, pemotongan bagian yang menonjol atau

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 55


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

menggantung, penutupan bagian yang cekung dengan beton dental, penutupan


retakan dengan slush grouting, pembuangan bagian fondasi yang lemah,
perbaikan pada zona sesar, diskontinyuitas dan lain-lainnya.

Gambar 7-2 : Macam-macam upaya perbaikan pada permukaan fondasi


Batuan

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 56


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 7-1 : Contoh berbagai deformasi pada bendungan yang terjadi akibat
perbaikan fondasi yang kurang baik

7.2.2 Grouting

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 57


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Grouting adalah merupakan jenis perbaikan fondasi bawah permukaan yang


sering dilakukan pada fondasi jenis batuan. Tujuan perbaikan fondasi dengan
grouting adalah:

- Mengurangi kebocoran dari waduk melalui rekahan-rekahan pada


batuan fondasi

- Mengurangi gaya angkat pada dasar bendungan


- Meningkatkan daya dukung batuan fondasi

Jenis grouting yang sering digunakan :


a. Grouting Tirai
Grouting pada fondasi adalah proses injeksi cairan penutup dengan
tekanan tertentu kedalam lapisan batuan melalui lubang bor dengan
tujuan untuk menutup atau mengisi retakan sisipan (bedding seam) atau
bukaan lainnya. Grouting biasanya dilaksanakan dengan injeksi semen,
maka sering disebut sementasi.
Grouting biasanya digunakan untuk mengurangi rembesan yang
berlebihan, gaya tekan keatas serta kehilangan air yang berlebihan
melalui kekar retakan, lapisan lulus air atau bidang sesar pada fondasi
batuan. Penentuan pola grouting dilakukan berdasarkan investigasi
geologi dan pengujian kelulusan air melalui lubang – lubang bor.

Satu baris grouting biasanya tidak cukup untuk mengurangi rembesan,


namun hasil analisis terhadap satu baris tersebut dapat membantu untuk
menentukan pola grouting berikutnya (multiple – line curtain grouting).
Untuk mendapatkan hasil yang baik biasanya digunakan 3 baris grouting.

Apabila rekahan dan bukaan terisi oleh pasir halus, lanau atau lempung
(material berbutir halus), maka material tersebut tidak dapat tersementasi
dengan baik oleh grouting. Material halus tersebut dapat terbawa oleh
rembesan dengan tekanan yang tinggi. Kandungan kimia dari fondasi dan
waduk juga dapat mempengaruhi dan mengurangi efektivitas grouting.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan adalah terjadinya pemisahan dari
partikel semen akibat gravitasi atau berkurangnya campuran grouting
(campuran kurus) saat pelaksanaan injeksi pada kondisi air tanah yang
mengalir.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 58


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

b. Grouting selimut dan grouting konsolidasi

Grouting selimut dan grouting konsolidasi adalah grouting dangkal,


dilakukan sampai kedalaman antara 5 – 10 m dengan sistem grid. Pada
zona rekahan, diantara 2 lubang grout dapat ditambah satu lubang (split
spacing). Tujuan dari grouting selimut adalah membuat lapisan kedap air
di zona permukaan atas fondasi, untuk mencegah rembesan (yang dapat
membawa butiran tanah) atau aliran melalui rekahan batuan dekat bidang
kontak zona kedap air timbunan dan dengan grouting tirai. Sedangkan
grouting konsolidasi bertujuan untuk meningkatkan daya dukung fondasi.
c. Sistem drainasi

Untuk mengurangi tekanan angkat pada lapisan fondasi yang berselang


seling antara lapisan kedap air dibagian atas dan lapisan porus dibawah,
dapat dilakukan dengan pembuatan sumuran-sumuran drainasi atau
sumur pelepas tekanan yang dibuat dengan pemboran sampai kedalaman
tertentu pada fondasi dibawah bendungan bagian hilir. Biasanya sistem
drainasi ini dipasang pada fondasi bendungan yang berupa batuan
sedimen yang berlapis-lapis.

7.3 Fondasi pasir dan kerikil

Fondasi ini biasanya berupa endapan aluvial yang lulus air, yaitu pasir dan
kerikil; bervariasi mulai dari pasir halus sampai dengan kerikil, tapi sering
dijumpai berupa campuran berlapis – lapis yang heterogen. Fondasi ini
mempunyai kuat geser yang cukup untuk mendukung beban bendungan urugan
rendah (40~50m), namun keamanan bendungan harus diverifikasi dengan
eksplorasi yang cukup, pengujian dan analisis yang memadai.

Masalah utama yang dihadapi pada lapisan fondasi material berbutir kasar
adalah besarnya debit rembesan dan besarnya tekanan angkat yang
ditimbulkannya. Keamanan terhadap erosi buluh dan tekanan angkat yang
berlebihan haruslah menjadi pertimbangan utama dalam menentukan metoda
dan jenis perbaikan fondasi. Disamping itu juga harus mempertimbangkan tujuan
pembuatan bendungan seperti kebocoran air waduk apakah mempengaruhi
operasi waduk dan mempertimbangkan aspek ekonomis.

Masalah khusus yang dapat terjadi pada fondasi pasir adalah terjadinya
penurunan daya dukung fondasi akibat goncangan gempa, yang disebut dengan
peristiwa likuifaksi. Likuifaksi adalah kondisi dimana tanah pasiran atau tanah
lanauan urai yang jenuh air, berperilaku seperti cairan, karena goncangan gempa.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 59


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Pada kondisi itu tegangan efektif menurun sampai mendekati nol (bahkan
negatif) karena meningkatnya tekanan air pori
Penyelidikan terhadap lapisan fondasi pasir kerikil yang mempunyai kepadatan
rendah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menentukan jenis perbaikan
fondasi yang tepat. Lapisan pasir yang sangat urai, juga mempunyai potensi
runtuh pada beban statis. Pada waktu konstruksi, lapisan tersebut mungkin telah
mempunyai daya dukung yang cukup, namun saat waduk diisi air terjadi proses
pembasahan sehingga lapisan menjadi jenuh, akibatnya dapat terjadi penurunan
dengan cepat diikuti keruntuhan. Hal tersebut harus dipertimbangkan secara hati
– hati dalam desain.

7.3.1 Rembesan pada fondasi (Underseepage)

Untuk mengetahui besar rembesan melalui fondasi diperlukan parameter


koefisien kelulusan air (permeabilitas) yang tergantung pada ukuran butiran dan
gradasinya, kandungan material halus (lempung) dan kepadatannya. Koefisien
kelulusan air tersebut dapat diperoleh dari uji kelulusan air, diantaranya adalah :

1) Pump – out test; yaitu air dipompa dari sebuah sumur dengan kecepatan
tertentu dan penurunan air diukur melalui lubang-lubang pengamatan
pada jarak tertentu.
Pengujian dilakukan dengan mengamati kecepatan aliran dari bahan
cairan atau elektrolit tertentu yang dimasukkan ketempat tertentu ke
sumur atau lubang-lubang pengamatan.
2) Pumping – in test; air dimasukkan dengan pompa kedalam lubang bor
atau test-pit dan kecepatan aliran air diukur pada beda tinggi tekanan
(head) tertentu

7.3.2 Pengendalian Rembesan

Berbagai cara pengendalian rembesan dapat digunakan tergantung pada kondisi


fondasi, keperluan pencegahan kehilangan air, pertimbangan keamanan
terhadap erosi buluh dan tekanan angkat berlebihan (blowout). Beberapa cara
pengendalian tersebut diantaranya adalah :

i) Parit halang yang diisi kembali dengan lempung yang dipadatkan


ii) Dinding halang (diafragma) campuran lempung dengan bentonit
iii) Dinding halang beton
iv) Selimut lempung kedap air di bagian hulu
v) Horisontal drain di bagian hilir

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 60


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

vi) Toe-drain
vii) Sumur pelepas tekanan (relief well)
viii) Kombinasi satu dengan cara lain diatas

Untuk lebih jelasnya lihat gambar 7-3

1 Zona penahan air (inti) 6 Selimut drainase


1A Parit halang 7 Drainase kaki (toe drain)
Zona drainase udik untuk
2 8 Parit drainase (terbuka atau tertutup)
pelindung stabilitas
2A Zona transisi 9 Sumur pelepas tekanan (relief wells)
3 Zona drainase hilir (chimney drain) 10 Selimut kedap air
3A Subzona saringan (filter) 11 Dindinghalang slari (Slurry wall cutoff)
4 Zona armor 12 Grouting tirai
5 Zona pelindung stabilitas hilir 13 Berm rembes air

Gambar 7- 3 : Contoh berbagai macam cara pengendalian rembesan


pada fondasi dan tubuh bendungan urugan

7.3.3 Drainasi horizontal

Tujuan dari sistem drainase ini adalah untuk mengalirkan rembesan dari zona inti
yang tertampung pada drainasi cerobong tanpa menghanyutkan material halus
dari timbunan diatasnya dan fondasi.. Biasanya drainasi cerobong dan drainasi
horizontal atau toe-drain dan saluran drainase menjadi suatu sistem pengeluaran
sehingga air rembesan dapat diukur melalui alat pengukur yang dipasang pada
saluran drainase yang juga berfungsi sebagai saluran pembuang. Agar
rembesan dapat diukur, kadang diperlukan dinding halang untuk mengarahkan
aliran rembesan ke alat ukur rembesan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 61


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

7.3.4 Sumur pelepas tekanan (Relief well)

Sumur pelepas tekanan ini berguna untuk mengurangi tekanan air dari fondasi
yang lebih dalam dengan cara memotong alur rembesan. Biasanya cara ini
cukup efektif untuk mencegah terjadinya “blow out” dari lapisan yang kedap air
diatasnya, tetapi juga dapat mengurangi tekanan pisometrik pada lapisan lulus
air yang mudah tererosi.

7.3.5 Parit halang (cut off trench wall)

Parit halang dapat dibuat penuh sedalam lapisan fondasi yang lulus air atau
hanya sebagian atau sepenggal (partial cut off), tergantung dari sifat dari material
fondasi dan debit rembesan yang diijinkan keluar, dan digali dengan kemiringan
minimal 450 dan diisi kembali dengan lempung yang dipadatkan. Parit halang
yang lebih tipis dan lebih dalam yang diisi dengan beton plastik sehingga
membentuk dinding halang (cut off wall), dalam pelaksanaannya memerlukan
teknik khusus (lihat pedoman Dinding Halang).

MAB

Urugan Drain
tanah terbuka
Urugan tanah
random
Berm
Pasir dan kerikil

Lapisan Drainase horisontal


porus di atas tanah yang
porus

Lapisan rendah resapan

Gambar 7-4: Contoh pengendalian erosi bendungan urugan pada fondasi


lulus air

7.3 Fondasi tanah

7.3.1. Fondasi tanah pada umumnya

Umumnya bersifat kedap air dengan daya dukung dan kuat geser yang rendah.
Namun untuk fondasi yang berumur tua (tertier ketas) biasanya daya dukungnya
cukup baik untuk mendukung bendungan urugan. Untuk fondasi tanah berupa
alluvial muda yang berumur kwarter daya dukungnya rendah sehingga untuk
fondasi bendungan urugan yang rendah lapisan tanah seperti ini mungkin tidak
bisa digunakan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 62


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Dalam melakukan anilisis stabilitas bendungan, perlu perhatian berkenaan


dengan perubahan kuat geser akibat pembasahan dan penjenuhan setelah
waduk diisi air.
a. Pondasi jenuh air

Apabila lapisan pondasi terdiri dari tanah berbutir halus yang jenuh,
penentuan kuat geser dalam analisis stabilitas harus berdasarkan dari
prosedur pengujian yang baku (standar) untuk kondisi tersebut.
b. Pondasi yang relatif kering

Pengaruh pembasahan pada lapisan pondasi tanah berbutir halus pada


pengisian waduk dapat menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah.
Kuat geser efektif akan berubah akibat proses konsolidasi.

Bila terjadi penjenuhan akibat pengisian waduk pada lapisan tanah yang
berbutir halus terjadi penjenuhan akibat pembasahan saat waduk diisi,
jenis tertentu meskipun mempunyai kuat geser yang tinggi, pada kondisi
kepadatan yang rendah dapat mengalami penurunan yang besar atau
dapat runtuh, lapisan pondasi tanah halus yang relatif kering, karena
pengaruh pembasahan pada saat pengisian waduk dapat berakibat
berkurangnya kuat geser tanah.
Apabila tidak dilakukan perbaikan yang tepat dan efektif, fondasi
bendungan akan mengalami keruntuhan sebagai akibat :

i) perbedaan penurunan yang besar.


ii) pengurangan tinggi jagaan sebagai akibat penurunan yang dapat
mengakibatkan limpasan lewat puncak bendungan.
iii) tendensi “bridging” akibat adanya daerah yang lunak di pondasi
yang menyebabkan kebocoran yang membawa butiran tanah
(piping) melalui daerah yang mempunyai tegangan rendah tersebut
(fenomena arching action).
c. Likuifaksi
Apabila terkena goncangan gempa, lapisan pondasi berupa lanau yang
mempunyai kepadatan rendah juga dapat kehilang daya dukungnya
sehingga menyebabkan berakibat longsornya bendungan. Untuk itu harus
dilakukan analisis dinamis sesuai prosedur dan standar yang berlaku.
d. Pengendalian rembesan
Meskipun lapisan pondasi berupa lanau mempunyai koefisien kelulusan
air rendah, namun karena lanau tersebut juga bersifat non-kohesif dan
bersifat mudah tererosi, maka pada tekanan pisometrik yang rendah dapat

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 63


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

menyebabkan terjadinya erosi buluh dan keruntuhan. Untuk mencegah hal


tersebut, bagian kaki bendungan harus dilengkapi dengan lapisan filter
dan drainase yang baik serta memenuhi syarat.

Bila terdapat zona lunak yang cukup luas di lapisan pondasi, maka lapisan
lunak tersebut perlu digali dan diganti dengan tanah yang lebih baik (cara
penggantian tanah) atau dengan cara perbaikan tanah lainya seperti
dijelaskan dibawah.

7.4.2 Fondasi tanah lunak

Disamping tanah jenis diatas, sering dijumpai pula adanya fondasi tanah lunak
atau bahkan sangat lunak, yang banyak dijumpai didaerah pesisir.
Tanah lunak adalah tanah yang mempunyai kuat geser rendah dan sifat
kompresibilitas tinggi. Pada umumnya lapisan tanah ini selalu dalam kondisi
terendam air atau mempunyai kadar air yang tinggi.

Tanah lunak juga merupakan salah satu jenis dari tanah bermasalah
(problematic soil) yang apabila tidak diselidiki secara seksama dapat
menimbulkan masalah ketidakstabilan dan pergerakan/deformasi berlebihan
yang membahayakan bangunan diatasnya. Tanah yang dimaksud dapat berupa
tanah lempungan atau lanauan baik mengandung organik maupun inorganik,
(tanah gambut tidak dibahas disini).

Berdasarkan kuat geser dan daya dukungnya, tanah lunak dapat dibagi menjadi
2 kelompok, seperti tabel 1 di bawah ini.
Tabel 7-1. Kelompok Tanah Lunak
Standard
Kuat geser Perlawanan konus
Penetraion Test,
No. Konsistensi Undrained,Su, Sondir, qc
NSPT
(kN/m2) (kN/m2)
(Pukulan/30 cm)
I Tanah Lempungan
1. Sangat lunak < 12.5 <5 <3
2. Lunak 12.5 – 25.0 5 - 10 3-5
II. Tanah Pasiran/Lanauan < 10
- -
Sumber : Pedoman pembangunan bendungan urugan pada fondasi tanah lunak, Ditjen SDA, 2007.

Perhitungan stabilitas timbunan, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :


- Cara keseimbangan batas (limit equilibrium method)
- Cara elemen hingga (Finite Elemen Method)
Pada cara keseimbangan batas, perlu diperhatikan berbagai pola keruntuhan
yang mungkin terjadi, yaitu :

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 64


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Daya dukung (bearing capacity)


- Keruntuhan internal (internal stability)
- Keruntuhan fondasi (fondation stability)
- Keruntuhan keseluruhan (overall stability)
Dari empat macam pola keruntuhan diatas, tiga diantaranya terkait dengan
fondasi, penjelasan lebih rinci mengenai analisis stabilitas disajikan pada bab 9.

Perbaikan fondasi tanah lunak


Dapat dilakukan dengan metoda sebagai berikut :
- Penggantian (replacing) dan pendesakan (displacing).
- Penambahan berm pemberat (counter weight).
- Percepatan proses konsolidasi

a. Penggantian dan pendesakan


Metode penggantian (replacement), yaitu tanah fondasi yang lunak digali dan
diganti dengan material yang lebih baik. Apabila sebagaian besar tanah
lunak dapat digali dan diganti dengan material yang lebih baik, cara ini adalah
cara sederhana dan cukup efisien.
Cara pendesakan (displacement) merupakan cara tertua dari perbaikan
fondasi. Pendesakan dilakukan dengan menimbun bahan timbunan yang
lebih berat (misalnya pasir), untuk mendesak lapisan tanah yang lunak,
gambar 7-6. Cara ini tidak direkomendasikan untuk bendungan, karena sulit
dikontrol dan sering bermasalah mengenai rembesannya.

Gambar 7-5 : Macam-macam cara perbaikan fondasi tanah lunak (Fill Dam, The
Japanese Institute of irrigation and Drainage, March 1988)

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 65


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Pasir

Gambar 7-6 : Perbaikan fondasi tanah lunak dengan metode pendesakan

b. Penambahan berm pemberat


Cara ini juga merupakan cara yang cukup murah dan mudah dilaksanakan,
tujuannya adalah untuk menambah/meningkatkan faktor keamanan stabilitas.
Ukuran/dimensi berm pemberat ditentukan berdasarkan hasil perhitungan
stabilitas lereng. Berm pemberat ini diletakkan pada bagian kaki timbunan
seperti gambar 7-7. Kelemahan dari cara ini adalah membutuhkan ruangan
luas yang berarti menambah biaya pembebasan tanah, dan deformasi
vertikalnya secara praktis tidak bisa dihindari terutama untuk timbunan yang
tinggi.

c. Percepatan proses konsolidasi dengan terjadinya konsolidasi kuat geser


fondasi akan meningkat. Percepatan konsolidasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara sebagai berikut :

Gambar 7-7 : Perbaikan fondasi tanah lunak dengan metode


berm pemberat /counterweight (Terzaghi, 1964)

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 66


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Pra Pembebanan (preloading),


- Drainasi vertikal dan horizontal,
- Vakum,
- Atau kombinasi.

Cara mempercepat konsolidasi dengan drainasi vertikal (vertical drain) ini banyak
digunakan di Indonesia. Pada Prinsipnya adalah disipasi tekanan air pori berlebih
(excessive pore pressure) yang terjadi pada lapisan tanah lunak akibat beban
timbunan di atasnya, dipercepat melalui drainasi vertikal. Lapisan tanah lunak
terperas melalui drainasi vertikal yang berjarak sama, dan dikeluarkan melalui
lapisan drainasi horisontal di atasnya. Dalam penyiapan desain perlu
diperhatikan bahwa jarak antara lereng hulu dengan drainasi horizontal, harus
cukup lebar sehingga aman terhadap kemungkinan terjadinay masalah
rembesan seperti piping

Khusus pada bendungan urugan tanah, penempatan drainasi vertikal harus


dilakukan agar masalah rembesan dapat diminimalkan, misalnya dengan
memasang cut off , seperti gambar 7-8.

Pengaruh dan keberhasilan drainasi vertikal ini tergantung dari aliran horisontal
(koefisien permeabilitas arah horisontal) ; koefisien permeabilitas arah horisontal,

Gambar 7-8. Penempatan drainasi vertikal dan cut off pada fondasi bendungan yang
berupa tanah lunak.

yang biasanya lebih besar dibandingkan arah vertikal. Adanya lensa-lensa pasir
di dalam lapisan tanah lunak juga mempengaruhi efektivitas drainase vertikal.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 67


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Berdasarkan pengalaman, cara ini efektif untuk lapisan tanah lempungan yang
mempunyai koefisien permeabilitas, k  10-6 cm/detik.

Jenis dan bahan dari drainasi vertikal ini adalah :


- Pasir; pasir yang mempunyai koefisien permeabilitas tinggi (pervious)
dimasukkan ke dalam lubang berdiameter 25 – 35 cm, sampai pada
kedalaman tertentu.
- Komposit; biasanya terdiri dari inti plastik lulus air yang dibungkus dengan
filter; lebar antara 90 – 150 mm dengan tebal 2,5 – 5,0 mm. Akhir-akhir ini,
sejalan dengan teknologi yang berkembang di pasar, telah banyak dibuat
jenis drainasi vertikal dari berbagai ukuran dan harga.

Penjelasan rinci mengenai perbaikan fondasi tanah lunak, dapat dilihat pada
“Pedoman Pembangunan Bendungan Pada Fondasi Tanah Lunak, Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air, 16 Februari 2007”.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 68


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

VIII. DESAIN TUBUH BENDUNGAN URUGAN

8.1 Umum
Bendungan urugan adalah bendungan yang dibangun dari material galian yang
diurugkan dengan tanpa menggunakan material pengikat buatan. Material yang
digunakan, biasanya menggunakan material yang tersedia disekitar lokasi
bendungan.

Macam kegiatan yang dilakukan dalam penyiapan desain bendungan urugan,


adalah:
- Studi geologi rinci dilokasi bendungan dan ketersediaan material.
- Pemilihan jenis bendungan urugan yang paling sesuai dengan kondisi
lokasi.
- Analisis stabilitas, analisis deformasi, analisis rembesan dan penyipan
desain rinci.

Secara garis besar, kegiatan penyiapan desain dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Desain fondasi (telah dibahas di bab VII)
- Desain tubuh bendungan

8.2 Pemilihan tipe bendungan urugan


Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, secara garis besar bendungan
urugan dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu: urugan tanah dan urugan batu.
Untuk bendungan urugan tanah masih dapat dibedakan lagi menjadi 2 macam,
yaitu:
- Bendungan homogen

- Bendungan urugan berzona atau bendungan zonal

- Bendungan urugan batu

8.2.1 Pertimbangan dalam pemilihan tipe


Pertimbangan utama dalam pemilihan tpe bendungan urugan adalah:
- Kondisi geologi
- Ketersediaan material
- Perkiraan biaya
a. Kondisi geologi;

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 69


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Akan menjadi penentu dalam pemilihan tipe bendungan bila semua


alternative memiliki kondisi yang sama. Sebagai contoh bila dijumpai
adanya sesar besar yang memotong lokasi bendungan, maka pilihan tipe
bendungan harus jatuh pada tipe yang lebih tahan terhadap gempa, yaitu:
bendungan urugan batu.

b. Ketersediaan material;
Salah satu biaya terbesar dalam pembangunan bendungan adalah
pengadaan material bendungan. Pilihan tipe bendungan sesuai dengan
ketersediaan material setempat biasanya akan memerlukan biaya
pembangunan yang lebih murah.

c. Perkiraan biaya;
Dalam pemilihan tipe, perrlu diperbandingkan biaya untuk berbagai tipe
bendungan urugan. Perencana harus mempertimbangkan dampak biaya
untuk semua item desain, sebagai contoh pilihan mungkin jatuh pada tipe
urugan tanah, tetapi pengaruh cuaca selama konstruksi mungkin belum
dipertimbangkan, pada daerah yang memiliki musim hujan yang panjang
dengan curah hujan yang tinggi biaya untuk urugan batu mungkin akan
lebih murah karena material batu tidak akan terpengaruh oleh hujan
sementara material tanah sangat peka terhadap hujan.

8.2.2 Bendungan homogen


Bendungan tipe homogen dipilih apabila: tinggi bendungan kurang dari 40 m,
material yang tersedia hanya berupa tanah atau material kedap air (impervious ).

Ditinjau dari pelaksanaan pembangunannya, bendungan ini merupakan


bendungan yang paling sederhana dibanding tipe lain, akan tetapi bendungan
tipe ini senantiasa dihadapkan pada problem stabilitas. Hal ini disebabkan karena
seluruh bagian tubuh bendungan yang berada dibawah garis rembesan (seepage
line) senantiasa dalam kondisi jenuh air sehingga kuat gesernya rendah, lihat
gambar 8-1 . Pada bendungan homogen, koefisian rembesan (k) horisontal
berkisar 10 ~ 100 kali lebih besar dari nilai k vertikal tergantung tingkat
kepadatannya. Berikut disajikan kisaran nilai anisotropi suatu timbunan:
- Timbunan yang dipadatkan dengan baik mengikuti standar yang berlaku, nilai
anisotropi kh/kv = 2 ~ 10.

- Timbunan yang dipadatkan dengan pneumatic roller kh/kv = 20~30 (ada


pengaruh efek perlapisan)..

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 70


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Timbunan yang tidak dipadatkan secara baik atau berlapis-lapis, nilai anisotropi
bisa mencapai kh / kv = 50

Oleh karena kh > kv, maka pada bendungan homogen yang tinggi garis
rembesan akan cenderung muncul pada lereng hilir bendungan (gambar 8-1).
Oleh karenanya bendungan homogen hanya cocok untuk bendungan rendah.
Untuk menurunkan garis rembesan, bendungan homogeen perlu dilengkapi
dengan system drainasi seperti diperlihatkan pada gambar 8-2.

Gambar 8-1 : Bendungan homogen tanpa sistem drainasi

Gambar 8-2 : Bendungan homogen dengan berbagai macam sistem drainasinya

Material yang digunakan untuk drainasi, diusahakan agar memiliki nilai k 100 kali
lebih besar dari k bahan timbunan tubuh bendungan pada bendungan dan
lapisan atas fondasi. Untuk mencegah terbawanya butiran tanah timbunan ke
sistem drainasi, sistem drainasi perlu dilengkapi dengan filter.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 71


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

8.2.3 Bendungan zonal


Bendungan ini dipilih bila material yang tersedia lebih dari 2 macam, dapat
berupa zonal urugan tanah atau zonal urugan batu. Zona urugan pada
bendungan zonal biasanya terdiri atas:
- Zona kedap air, berfungsi sebagai inti untuk penahan air,

- Zona filter dan trasisi, berfungsi sebagi drainase saring untuk melindungi
material inti agar tidak bergerak masuk ke zona pendukung /urugan batu.

- Zona pendukung (shoulder), yang terletak disebelah luar filter dan


transisi berfungsi untuk mendukung stabilitas bendungan.

- Lapis pelindung lereng, adalah merupakan lapisan terluar yang berfungsi


untuk melindungi timbunan di sebelah dalam dari pengaruh: curah hujan,
gelombang dan fluktuasi air waduk, perubahan kondisi basah dan kering,
dll.

Prinsip penyusunan zonanya, zona urugan di tengah harus bersifat kedap air dan
selanjutnya semakin ke udik dan ke hilir zonanya urgannya harus semakin lulus
air atau butiran materialnya semakin kasar.

Dilihat dari posisi zona kedap airnya, bendungan zonal dibedakan menjadi:
- bendungan tirai
- bendungan inti miring
- bendungan inti tegak

Agar lebih efisien dalam penggunaan material, komposisi zona disusun sesuai
dengan material yang tersedia.

Masing-masing tipe diatas memiliki karakteristik yang berbeda, seperti berikut:


a. Bendungai tirai dan inti miring
- Penimbunan zona kedap air dapat dilaksankan dalam waktu yang
berbeda dengan zona lainnya. Zona lulus air dapat dilaksankan lebih
dulu disaat musim hujan.
- Semakin sedikit jumlah zona akan lebih baik karena pelaksanaan
akan lebih mudah.
- Bila untuk pengendalian rembesan air di waduk diperlukan selimut
kedap air, tipe ini akan memberikan hubungan yang lebih baik
dengan tipe lain.
- Karena garis rembesan di bagian hilir timbunan (zona lulus air)
sangat rendah, maka lereng hilir dapat dibuat lebih curam.
- Gradien rembesan besar, perlu kreteria filter yang lebih kuat
- Memerlukan bahan dengan kuat geser yang tinggi

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 72


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Proses konsolidasi dapat lebih cepat

b. Bendungan inti tegak


- Perpotongan zona inti yang merupakan juga bagian zona lemah
dengan lingkaran longsoran (sliding circle) sangat kecil sehingga
akan menguntungkan terhadap stabilitas bendungan.
- Dapat menyesuaikan dengan pengaruh konsolidasi dan getaran-
getaran, sehingga dapat dihindari timbulnya rekahan-rekahan pada
tubuh bendungan.
- Kebutuhan inti kedap air relatif lebih sedikit.
- Gradien hidrolis relatif lebih rendah, sehingga lebih aman terhadap
piping, dan ketebalan inti dapat dipertipis.

8.2.4 Bendungan urugan batu


Bendungan ini dipilih bila disekitar lokasi bendungan tersedia cukup cadangan
batu dan fondasi bendungan berupa batuan yang kokoh.

Bendungan urugan batu memiliki karakteristik sebagai berikut:


- Lapis kedap air atau membran dapat terbuat dari: beton, baja, aspal.
- Membran baja dan aspal tidak menimbulkan beban yang Berardi
pada tubu bendungan, sehingga bendungan dapat dibuat lebih
camping.
- Karena tubuh bendungan sebagian besar terbuat dari batu, kerikil
dan pasir maka pelaksanaan penimbunannya dapat dilakukan
hampir sepanjang tahun tanpa terpengaruh turunnya hujan.
- Tidak perlu konstruksi pelindung terhadap gelombang air waduk.
- Hubungan membran dengan tumpuan sering menjadi titik lemah
terhadap bocoran.
- Membran dapat rusak karena penurunan urugan batu.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 73


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 8-3 : Contoh bermacam-macam pembagian zona dan bentuk inti pada
bendungan urugan tanah

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 74


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 8-4 : Contoh bermacam-macam pembagian zona dan


bentuk inti /lapis kedap air pada bendungan urugan batu

8.3 Alignment tubuh bendungan

Alignment tubuh bendungan di tetapkan berdasar pertimbangan:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 75


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Alignment yang dipilih hendaknya yang membutuhkan biaya konstruksi


yang terendah
- Sedapat mungkin hindari kondisi geologi yang merugikan seperti
diskontinyuitas, longsoran, dll.

- Agar sesedikit mungkin menggunkan bentuk-bentuk lengkung.

- Tempatkan bidang kontak antara zona inti dengan fondasi pada posisi
yang paling sedikit membutuhkan galian pada fondasi batuan. Usahakan
penempatan zona inti akan mengakibatkan sesedikit mungkin galian pada
fondasi batuan

Umumnya alignment lurus adalah merupakan pilihan terbaik karena


pelaksanaannya mudah. Bentuk alignment lengkung kehulu kadang menjadi
pilihan, dengan harapan agar disaat tekanan air waduk bekerja, zona inti akan
menekan ke tumpuan. Tapi dalam kenyataannya pilihan ini tidak memperlihatkan
kelebihan yang berarti.

8.4 Bagian-bagian tubuh bendungan

8.4.1 Puncak Bendungan


a. Lebar Puncak Bendungan
Lebar puncak bendungan ditetapkan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor antara lain :
1). Keamanan terhadap erosi akibat gelombang air di waduk.
2). Keamanan terhadap rembesan dan aliran buluh (piping).
3). Keamanan terhadap goncangan gempa dan longsoran.
4). Kebutuhan lintasan alat berat.
5). Rencana kebutuhan jangka panjang

Umumnya lebar puncak bendungan, adalah sekitar 10~15 m bagi


bendungan dengan tinggi diatas 15 m, sekitar 5 m bagi bendungan rendah.
Lebar puncak bendungan, sering diestimasi berdasar rumus-rumus
empiris sbb:
ICOLD b = 3,6 H1/3 – 3,0
USBR b = 3,6 H1/3 – 1,5
Merriman b = 0,2 H + 1,5
Trautwine b = 0,6 + 1,1 H1/2

Dimana: b = lebar puncak bendungan


H = tinggi bendungan..

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 76


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

b. Lapis perlindungan dan drainasi permukaan


Puncak bendungan harus dilindungi terhadap kerusakan yang disebabkan
oleh: cipratan dari gelombang air waduk, hujan dan lalulintas kendaraan.
Lapis perlindungan pada puncak bendungan dapat berupa: perkerasn
aspal, paving beton atau campuran pari kerikil yang diapadatkan dengan
baik. Lazimnya tebal lapis perlindungan adalah sekitar 50 cm.

Untuk memperlancar pematusan air dipermukaan, permukaan puncak


bendungan perlu diberi kemiringan atau slope kearah melintang, sbb:
- 1,5~2,0 % untuk lapis perkerasan berupa paving beton dan
perkerasan aspal.
- 3,0~5,0 % untuk lapis perkerasan yang lain.

c. Pagar pengaman
Untuk keamanan bagi semua pihak yang melintas diatas bendungan,
disepanjang puncak bendungan perlu dipasang pagar pengaman.

Gambar 8-5 : Beberapa istilah pada bendungan urugan


d. Kabel dan terminal baca instrumen
Terminal baca instrumen, sering ditempatkan pada puncak dan lereng
bendungan. Kabel-kabel instrumen yang menuju ke terminal baca
maupun terminal bacanya sendiri, harus direncanakan dengan baik dan
diamankan dari kemungkinan gangguan lalu-lintas, alat berat saat pada
saat perbaikan bendungan dan pengamanan secara khusus terhadap
gangguan tangan jail.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 77


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

e. Timbunan ekstra (camber)


Untuk mengantisipasi berkurangnya tinggi jagaan akibat penurunan
(settlemen) tubuh bendungan dan fondasi pasca konstruksi, pada puncak
bendungan perlu disediakan timbunan ekstra yang besarnya sesuai
dengan besar penurunan yang terjadi pasca konstruksi. Penurunan
(settlemen) pada fondasi dan tubuh bendungan secara teoritis dapat
diperkirakan dengan cara:
- Analisis deformasi dengan menggunakan metode elemen hingga
(FEM), atau,
- Analisis konsolidasi material tanah.

Namun, penurunan tidak dapat diperkirakan secara akurat berdasar teknik


mekanika tanah karena banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti:
factor fondasi, sifat material, metode konstruksi, dll. Karena itu, sering
penurunan diperkirakan berdasar catatan atau “record” masa lalu dengan
mempertimbangkan berbagai factor yang berpengaruh pada penurunan.

Sebagian besar penurunan terjadi pada masa konstruksi; penurunan yang


terjadi pasca konstruksi pada banyak kasus kurang dari 1 %.

Penurunan pada bendungan urugan batu dapat diperkirakan dengan


rumus empiris berikut:
S = 0,001 H3/2

Dimana S : penurunan total


H : tinggi bendungan

Penurunan pada puncak bendungan urugan tanah pasca konstruksi,


dapat diperkirakan salah satunya dengan menggunakan rumus empiris
berikut:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 78


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Disamping rumus diatas, penurunan puncak bendungan juga dapat


diperkirakan dengan menggunakan rumus lain yang disajikan pada Bab IX.
Pada bab tersebut juga dibahas mengenai penurunan/amblesan akibat
beban gempa MDE.

8.4.2 Pelindung Lereng Bendungan


a. Lereng Hulu
Harus aman terhadap: gelombang dan naik turunnya air di waduk, hujan
lebat serta aliran air dari samping tubuh bendungan; oleh karena itu harus
diberi lapisan pelindung, yang konstruksinya dapat berupa: rip-
rap/hamparan batu, pasangan batu kosong (stone pitching), blok beton,
aspal, serta campuran tanah semen (soil cement).

Lapis pelindung rip-rap, dianggap yang terbaik karena memiliki kelebihan:


mampu mereduksi hempasan ombak yang besar, fleksibel terhadap
penurunan, cukup stabil, biayanya paling rendah bila batu tersedia
disekitar lokasi bendungan. Kwalitas batu yang digunakan harus baik,
tahan terhadap: gilasan alat pemadat, hempasan ombak, pengaruh
kondisi basah dan kering serta awet (durable). Kehilangan berat setelah
uji lekang dengan sodium sulfat < 12 %, spesicic gravity Gs >2,5; serap air
<3% (syarat ini juga berlaku bagi material urugan batu).

Untuk bendungan homogeen, rip-rap memerlukan filter yang cukup tebal.


Filter harus mampu mencegah tererosinya atau terbawanya material
timbunan oleh ombak atau fluktuasi air waduk. Oleh karena itu gradasi
filter harus memenuhi kreteria desain filter.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 79


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam desain pelindung hamparan


batu/rip-rap :
1) Bahan batu harus mampu tahan terhadap: gilasan alat-alat
pemadatan, hempasan ombak dan gelombang, serta pengaruh
pergantian kondisi basah dan kering secara terus menerus agar
tidak mudah pecah, tahan lekang/awet (durable).
2) Bahan batu harus mempunyai ukuran dan besar yang memadai
agar tidak mudah bergerak oleh pengaruh hempasan ombak yang
kemungkinan terjadi.
3) Bahan batu mempunyai ketebalan yang cukup, sehingga ombak di
atas permukaan air waduk tidak dapat menyentuh butiran bahan
pembentuk lereng secara langsung agar selalu stabil.

Tabel 8-1 : Ketebalan hamparan dan gradasi rip-rap untuk lereng bendungan
dengan kemiringan 1:3

Tabel 8-2 : Ukuran batu dan ketebalan hamparan rip-rap

b. Pelindung Lereng Hilir


Harus aman terhadap erosi akibat dari air hujan, oleh karena itu harus
diberi pelindung yang memadai, terutama untuk bendungan urugan
tanah.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 80


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Apabila zona timbunan dihilir bendungan terdiri dari batu atau tumpukan
batu, tidak perlu perhatian khusus. Sedangkan perlindungan untuk
bendungan tanah atau bendungan yang sisi luarnya dari lapisan pasir
dan kerikil maka perlu ada upaya khusus yang melindungi dari erosi,
angin dan curah hujan. Apabila digunakan rumput atau tanaman lain
untuk perlindungan, perlu dilakukan seleksi dari jenis yang memenuhi
syarat selain itu lapisan luarnya perlu dipilih dari jenis yang cukup baik
untuk tumbuhan. Pemeliharaan dari tanaman tersebut perlu
diperhatikan.

Cara yang dapat digunakan :


1) Menutupi dengan lapisan urugan batu atau dengan gebalan
rumput.
2) Membuat bahu/berm pada elevasi tertentu yang dilengkapi
dengan saluran drainasi di kaki lereng untuk menahan aliran air
dari lereng diatasnya kemudian membuang ketempat yang aman.
3) Membuat system drainasi rusuk ikan (fish bone drainage) pada
permukaan lereng yang terbuat dari campuran batu dan kerikil.
4) Membuat saluran drainase yang diperkuat dengan lapisan beton
untuk menyalurkan air hujan agar tidak merusak.

8.4.3 Filter dan Transisi


Filter perlu ditempatkan diantara dua jenis material yang memiliki permeabilitas
yang berbeda, untuk mencegah terjadinya perpindahan butiran material inti
masuk ke zona urugan batu yang permeabilitasnya lebih tinggi. Perpindahan
butiran dapat terjadi melalui proses “piping” atau erosi internal. Disamping itu
filter juga berfungsi untuk mengalirkan aliran rembesan, oleh karena itu filter
harus memenuhi kreteria dibawah. Untuk memenuhi kreteria tersebut, biasanya
diperlukan lebih dari satu lapis, lapis yang berbutir kasar disebut transisi.
Tujuan lain dari lapisan transisi adalah untuk mengurangi keretakan akibat
terjadinya perbedaan penurunan dari zona-zona yang berdekatan karena proses
konsolidasi yang berbeda; proses konsolidasi zona inti akan lebih lambat
dibandingkan zona filter didekatnya. Gaya – gaya geser akan timbul pada kedua
sisi zona inti yang cenderung akan menahan proses konsolidasi dan
meyebabkan terjadinya retakan didalam zona filter.

Gradasi dari zona yang berdekatan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi pori-pori yang saling menyambung membentuk pipa (piping) diantara zona
satu dengan zona didekatnya. Zona filter dan transisi disamping dapat mencegah

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 81


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

terbawanya butiran halus dari zona inti, juga dapat mengisi bagian tubuh
bendungan yang masih kosong untuk menghindarkan retakan.
Bahan filter dan transisi harus memiliki kemampuan pematusan dan kuat geser
yang memadai. Kemampuan pematusan tergantung pada gradasi, sedang kuat
geser dipengaruhi oleh: bentuk butiran, kekerasan, gradasi, kepadatan, dll.
Pemadatan transisi / filter perlu medapat perhatian khusus agar tingkat
pemadatannya cukup baik (kepadatan relatifnya sekitar 80%) sehingga tidak
mempengaruhi kekuatan bendungan serta mampu mencegah terjadinay erosi
buluh.

8.4.3.1 Kriteria filter


a. Kreteria pokok:
- Filter harus dapat mencegah terjadinya pengangkutan butir tanah
oleh rembesan
- Permeabilitas (k) filter harus jauh lebih besar dari pada urugan yang
dilindungi, permeabilitas filter sekitar 20 ~ 100 permeabilitas inti.

Agar filter dapat berfungsi dengan baik, gradasi filter harus memenuhi
kreteria berikut :

b. Kreteria gradasi filter


1). Persentase butir yang melewati saringan No. 200 harus kurang
dari 5 % berat setelah dipadatkan.
2). D15F
harus > 5
D15B
3). Kreteria filter terkait dengan jenis tanah dasar yang dilindungi,
disajikan pada tabel 7-3.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 82


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Tabel 7-3 : Hubungan antara jenis tanah dasar dan kriteria filter :

Kategori Deskripsi Tanah Dasar dan Kriteria Filter 2)


Tanah Saringan No. 200 1)
1 Lanau halus dan lempung yang D15F
melewati saringan No. 200 > 85 %.
9 3)
D85B

2 Pasir, lanau, lempung, dan pasir


lanauan, dan pasir lempungan yang D15F  0,7 mm
melewati saringan No. 200 antara 40 %
- 85 %.

3
Pasir dan kerikil mengandung lanau D15F  0,7 mm 4) +
dan lempung yang melewati saringan (40-A) (4xD85B –
No. 200 antara 15 % - 39 %. 0,7mm) 5)
25 4
6)
4
Pasir dan kerikil lebih kecil dari 15 %
yang melewati saringan No. 4
(melewati 4, 75 mm)
D15F
D85B

Keterangan :
1) Kategori tanah yang mengandung butiran > 4,75 mm ditentukan dari
kurva gradasi dari tanah dasar setelah disesuaikan menjadi 100 %
melewati saringan No. 4.
2) Ukuran terbesar butir filter adalah 75 mm dan persentase yang melewati
saringan No. 200 maksimal 5 % dan indek plastisitas ditentukan
berdasar material yang melewati saringan no. 40. Untuk meyakinkan
filter mempunyai permeabilitas yang cukup maka  5 dan lebih
kecil dari 0,10 mm. D15F
D85B
3) Apabila 9 x D85B < 0,20 mm maka digunakan 0,20 mm.
4) A adalah persentase saringan yang melewati saringan No. 200 setelah
dibuat gradasi sesuai filter.
5) Apabila 4 x D85B < 0,7 mm, maka digunakan 0,7 mm.
6) Untuk tanah kategori 4, D85B dapat ditentukan dari kurva gradasi awal
tanpa penyesuaian untuk butir-butiran yang lebih besar dari 4,75 mm.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 83


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

8.4.3.2 Permeabilitas filter.

Permeabilitas filter, dapat diketahui dari hasil uji lapangan atau uji laboratorium
terhadap contoh tanah tidak terganggu. Pada desain awal, permeabilitas filter
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus empiris Hazen, seperti berikut:

k = C x D102

Keterangan :
k : koefisien permeabilitas [cm/s];
C : konstanta = 1, berlaku untuk pasir dan kerikil bergradasi seragam,
tanpa sementasi dan bersih (lanau dan lempung < 5%);
D10 : ukuran butir yang lewat saringan 10 % pada kurva gradasi
material (mm)

8.4.3.3. Tebal filter


Tebal filter ditetapkan berdasar pertimbangan a.l.:
- Kebutuhan kapasitas pamatusan / drainasi
- Pengaruh deformasi akibat konsolidasi dan gempa
- Jenis dan sifat material yang dilindungi
- Kepraktisan dalam pelaksanaan, dll.

Lazimnya, tebal filter diambil minimal 1,0 m

8.4.3 Zona kedap air


8.4.4.1 Material
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan material, antara lain:
- Lokasi sumber material, sedekat mungkin dengan lokasi bendungan
- Ketersediaan cadangan material > 2 volume timbunan terpadatkan
- Kuat geser cukup tinggi
- Tingkat deformasi rendah
- Memenuhi syarat kedap air
- Tahan terhadap erosi (piping dan erosi internal)
- Mudah pelaksanaan pemadatannya
- Tidak mengandung bahan organik dan bahan yang mudah terurai.

Berikut disajikan berbagai jenis material inti bendungan menurut


Sherrard ditinjau dari sifat ketahanannya terhadap piping.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 84


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

8.4.4.2 Tebal zona kedap air


Tebal inti ditetapkan beradasar pertimbangan:
- Kebutuhan keamanan terhadap rembesan, untuk itu perlu dilakukan
analisis rembesan (lazimnya, minimal 30%~50% H, H=tinggi tekan air).
- Keamanan struktur bendungan (lazimnya dibatasi maksimal 2H).

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 85


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 8-6 : Contoh potongan melintang desain bendungan Karian Banten

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 86


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

IX. ANALISIS DESAIN

9.1 Beban
9.1.1 Beban yang bekerja pada bendungan urugan
- Berat sendiri tubuh bendungan
- Tekanan air
- Tekanan pori
- Beban gempa

9.1.2 Berat Sendiri


Analisis keamanan bendungan yang dilakukan untuk kondisi akhir konstruksi,
dihitung berdasarkan density material basah (wet density material). Pada
keadaan muka air maksimum dan muka air waduk rendah perhitungan dilakukan
berdasarkan density material basah dan density material jenuh untuk masing-
masing bagian atas dan bagian bawah garis freatis.

G=WxV

dimana : G = Berat tubuh bendungan


W = Berat basah / jenuh air
V = Volume tubuh bendungan

9.1.3 Tekanan air (Hidrostatis)


Tekanan hidrostatis diperhitungkan bekerja tegak lurus pada permukaan tubuh
bendungan.
p = w0 x h

dimana : p = tekanan hidrostatis


w0 = berat satuan air
h = kedalaman air

9.1.4 Tekanan Air Pori


Tekanan air pori diperhitungkan bekerja tegak lurus bidang gelincir. Pada analisis
stabilitas tubuh bendungan, tekanan pori setidak-tidaknya ditinjau pada kondisi
akhir konstruksi, muka air normal dan surut cepat.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 87


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

9.1.5 Beban Gempa


Beban gempa diperhitungkan sebagai gaya yang bekerja horizontal, sebesaar
berat tubuh bendungannya dikalikan koefisien gempa

Gk = g x k

dimana : Gk = gaya gempa


g = berat tubuh bendungan
k = koefisien gempa
Beban gempa yang harus diperhitungkan dalam analisis stabilitas
bendungan adalah:
1). Gempa dasar operasi (Operating Basis Earthquake / OBE),
2). Gempa desain maksimum (Maximum Design Earthquake / MDE)
atau gempa Maximum Consider Earthquake / MCE bagi
bendungan yang memiliki risiko yang sangat tinggi (sebelumnya
disebut Maximum Credible Earthquake)
3). Gempa imbas waduk (Reservoir Induce Earthquake/ RIE), bagi
bendungan yang direncanakan memiliki tinggi ≥ 100 m atau
tampungan waduknya ≥ 500.000.000 m3 atau bagi bendungan
yang terletak di daerah dengan tingkat kegempaan sedang dan
tinggi, serta dekat dengan sesar akhir.

Bagi bendungan yang memilik tinggi lebih dari 15 m, penempatan gaya


gempa perlu memperhitungkan adanya efek cambuk/pecut dengan
menempatkan titik kerja gaya gempa pada berbagai ketinggian misal
pada 1/3, 2/3 dan 1 kali tinggi bendungan. Tinjauan stabilitas dilakukan
pada berbagai ketinggian bendungan tersebut.

Pengaruh goncangan gempa pada bendungan urugan, antara lain


adalah :

1). Dapat menyebabkan terjadinya kerusakan di dekat puncak


bendungan sejajar dengan as bendungan, dan retakan dapat
berkembang pada arah as sungai sebagai akibat dari penurunan
diferensial. Dalam keadaan terburuk, rembesan dapat berkembang
melalui retakan ini menjadi erosi buluh, yang sering terjadi
mengakibatkan keruntuhan bendungan.
2). Dapat menyebabkan penurunan puncak bendungan karena
tekanan fondasi atau urugan yang berakibat terjadinya penurunan

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 88


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

tinggi jagaan dan dalam keadaan terburuk dapat menyebabkan


limpasan lewat puncak bendungan.
3). Dapat terjadi likuifaksi pada fondasi tanah pasiran yang jenuh air
yang dapat mengakibatkan keruntuhan bendungan.
4). Gaya gempa dapat mengakibatkan terjadinya longsoran pada
permukaan lereng bendungan atau sebagian bendungan terangkat
(heave).
5). Gerakan sesar pada fondasi timbunan dapat menyebabkan
terjadinya geseran yang mengakibatkan keruntuhan bendungan.
6). Goncangan di dasar waduk dapat menyebabkan terjadinya
goyangan air yang apabila besar dengan volume yang besar pula
dapat menjadi gelombang yang dapat mengakibatkan limpasan
lewat puncak bendungan.
7). Longsoran pada tebing-tebing bukit di sekeliling waduk, apabila
cukup besar dapat mengakibatkan limpasan lewat puncak
bendungan.
8). Deformasi kerak bumi di sekeliling waduk yang terkait dengan
gerakan sesar dapat mengakibatkan terangkatnya dasar waduk
sehingga volume waduk berkurang dan kemungkinan
mengakibatkan terjadinya luapan air diatas bendungan.
9). Retak-retak akibat pengaruh getaran yang berbeda-beda
tingkatannya pada material pembentuk bendungan.

9.2 ANALISIS STATIK


Analisis statik stablitas bendungan dilakukan untuk mengetahui stabilitas
bendungan pada berbagai kondisi dan kombinasi beban, dengan cara statik.
Untuk mempermudah hitungan, pada analisis statik beban gempa diperhitungkan
sebagai beban pseudo statik.

Analisis stabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :


- Cara keseimbangan batas (limit equilibrium method), dengan bidang
gelincir berbentuk: lingkaran (circular slip surface / sliding circle) dan
bentuk baji (wedge)
- Cara elemen hingga (Finite Elemen Method)

Pada cara keseimbangan batas, perlu diperhatikan pola-pola keruntuhan yang


dapat terjadi, yaitu :
- Daya dukung (bearing capacity)
- Keruntuhan internal (internal stability)

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 89


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Keruntuhan fondasi (fondation stability)


- Keruntuhan keseluruhan (overall stability)

Untuk fondasi tanah lunak, ke empat pola keruntuhan tersebut dapat terjadi,
sedang untuk fondasi tanah keras atau batuan biasanya hanya terjadi
keruntuhan internal pada timbunan.

Penyebab terjadinya keruntuhan bendungan, antara lain:


- Penurunan muka air waduk yang sangat besar
- Muka air waduk tinggi yang berlangsung lama
- Berkembangnya rembesan abnormal pada tubuh bendungan atau
fondasi
- Berkurangnya kekuatan geser batuan lempung (shales)
- Datangnya musim hujan setelah musim panas yang panjang
(lempung sangat plastis)
- Likuifaksi pada fondasi atau tubuh bendungan
- Luapan air diatas tubuh bendungan, dll.

Gambar 9-1 : Contoh macam-macam pola keruntuhan timbunan


9.2.1. Kondisi pembebanan
Kondisi pembebanan yang harus ditinjau:

a. Kondisi akhir konstruksi


Tinjaun stabilitas dilakukan setelah selesainya timbunan pada kondisi
waduk belum belum diisi. Tekanan pori dapat berkembang di dalam tubuh

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 90


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

karena kompresi akibat beban pemadatan dan berat timbunan sendiri.


Besarnya tekanan pori tergantung pada:
- Kadar air saat pemadatan
- Kondisi beban dan tingkat pemadatan
- Kandungan butiran halus material
- Laju disipasi tekanan pori selama konstruksi

Analisis stabilitas dapat dilakukan dengan tegangan total (total stress )


atau tegangan efektif (effective stress).
Selama masa konstruksi, kadang-kadang perlu dilakukan tinjauan
stabilitas tergantung pada jadwal konstruksi dan hubungan antara
tekanan pori dengan waktu. Contoh bendungan urugan tanah yang
dibangun pada fondasi tanah lunak dimana sejalan dengan kemajuan
timbunan, tekanan pori di dalam fondasi akan berkembang tinggi sehingga
membahayakan stabilitas bendungan.

Tekanan pori selama konstruksi, di estimasi dengan cara berikut:


(1). Cara empiris, tanpa uji konsolidasi:
- Jenis material MH, CH, CL, ML : 60 ~ 80 % berat kolom timbunan
diatas permukaan bidang gelincir.
- Jenis tanah lempung lainnya : 50 %.
- Bendungan tanpa problem pelaksanaan konstruksi : 50 %.

(2). Hilf’s method, diturunkan dari uji konsolidasi:

U= (Pa.ΔV) / (Va+h.Vw-ΔV)
= (Pa.ΔH/H0) / [no{1-(1-h)S0/100}-ΔH/H0] tidak terjadi disipasi

Dimana:
Pa = tekanan atmosfir
V = perubahan volume (%) = ΔH/ H0
H0 = tebal contoh (sample) asli
ΔH = tebal contoh terkonsolidasi
Va = volume udara bebas dalam pori tanah setelah kompaksi (%)
= no(1-S0), dimana S0= kejenuhan setelah kompaksi (%)
no = porositas setelah kompaksi
h = konstanta Henry, volume udara terlarut dalam air
= 0.0198 pada suhu 200 C.
Vw = volume air dalam pori tanah setelah kompaksi (%)=n o.S0.

Bila disipasi diperhitungkan, tekanan pori harus dikoreksi menjadi:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 91


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Ud = C.U
U = tekanan pori bila tidak ada disipasi
Ud = tekanan pori bila ada disipasi
C = faktor koreksi = 1-A
A = 0,5 ~ 0,8 pada urugan batu dengan inti di tengah
= 0,3 ~ 0,5 pada urugan tanah homogen tanpa drainasi.

Bila tegangan kapiler diperhitungkan, tekanan pori menjadi:


Ut = U+Uc
Ut = tekanan pori total
Uc = tekanan kapiler
= 2 Ts/r
Ts = tegangan permukaan air =0,0764 g/cm
r = radius of effective meniscus =D50/2
D50 = ukuran butiran tanah dimana sebanyak 50%-nya berukuran
lebih kecil.

Bila urugan jenuh 100%:


ΔV = Va  U = Pa.Va/ h.Vw

b. Kondisi aliran langgeng (steady seepage)


Pada kondisi ini waduk berisi penuh dan tekanan air terjadi di semua zona
urugan dibawah garis freatis. Pada kondisi ini lereng hilir bendungan
menjadi kritis. Tekanan air di dalam tubuh bendungan ditentukan dengan
menggambar jaring aliran (flownet ) rembesan langgeng pada muka air
normal. Analisis stabilitas dilakukan dengan menggunakan tegangan
efektif.

c. Kondisi surut cepat


Tinjauan dilakukan:
- Pada kondisi surut cepat dari elevasi muka air normal turun ke
elevasi muka air minimum; tinjuan dilakukan pada lereng hulu dan
hilir dengan menggunakan tegangan efektif.
- Pada kondisi surut cepat dari elevasi muka air maksimum turun ke
elevasi muka air minimum, dengan beban gempa dianggap = ini
dianggap muka air waduk dalam kondisi

d. Kondisi darurat
Stabilitas bendungan juga harus dianalisis, jika terjadi hal-hal sbb:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 92


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Pembuntuan pada sistim dranasi internal atau pembuntuan


sebagian.
- Penurunan muka air pada kondisi penggunaan air yang berlebihan,
contoh bendungan untuk PLTA beban puncak.
- Penurunan muka air karena pelepasan air saat kondisi darurat.

9.2.2 Faktor keamanan


Faktor keamanan hasil analisis stabilitas lereng, harus memenuhi persyaratan
minimal yang ditetapkan dalam SNI M-03-2002 , sebagaimana tabel 9-1 dibawah.

9.2.3 Kreteria stabilitas pada waktu gempa


Ada dua kreteria, yaitu:
- Kreteria tanpa kerusakan (no damage creterion)
- Kreteria kerusakan ringan (small damage creterion)

a. Kreteria tanpa kerusakan


Kreteria ini berlaku bagi beban gempa OBE, dimana saat terjadi gempa
tersebut bendungan harus tetap stabil tanpa terjadi kerusakan sedikitpun.
b. Kreteria kerusakan ringan
Kreteria ini berlaku bagi beban gempa MDE atau MCE, dimana saat
terjadi gempa tersebut bendungan hanya diizinkan mengalami pergerakan
terbatas dengan alihan atau amblesan maksimal sebesar ½ kali tinggi
jagaan pada kondisi muka air normal.

Tabel 9-1 Persyaratan faktor keamanan minimum untuk stabilitas bendungan


tipe urugan tanah (SNI M – 03 – 2002).
FK FK
Kuat
No Kondisi Tekanan Pori Tanpa dengan
Geser
Gempa Gempa
1 Selesai pembangunan 1. Efektif Peningkatan tek. pori
tergantung : pada timbunan dan
1. Jadwal pembangunan pondasi dihitung
2. Hubungan antara menggunakan dat lab. 1.30 1.20
tek. pori dan waktu dan pengawasan
Lereng U/S dan D/S instrumen

Dengan gempa tanpa kerusakan Idem hanya tanpa


1.40 1.20
digunakan 50% koef. Gempa pengawasan instrumen
desain Hanya pada timbunan
tanpa dat lab. dan
1.30 1.20
dengan/tanpa
pengawasan instrumen
2. Total Tanpa instrumen 1.30 1.20
2. Rembesan tanpa tergantung : Dari analisis rembesan
1. Elevasi muka air normal 1. Efektif
1.50 1.20
2. Elevasi muka air sebelah.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 93


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

FK FK
Kuat
No Kondisi Tekanan Pori Tanpa dengan
Geser
Gempa Gempa
Lereng U/S dan D/S. Dengan
gempa tanpa kerusakan
digunakan 100% koef. Gempa
desain.
3. Pengoperasian waduk 1. Efektif Surut cepat dan El. Muka
tergantung : air normal sampai El.
1.30 1.10
1. Elevasi muka air maksimum di Muka air minimum.
udik Lereng U/S dan D/S
2. Elevasi muka air minimum di Surut cepat dari El. MA
udik (dead storage) maksimum sampai El.
Lereng U/S harus dianalisis untuk MA minimum. Pengaruh 1.30 -
kondisi surut cepat. gempa diambil 0 % dari
koef. Gempa desain
4. Luar biasa tergantung : 1. Efektif Surut cepat dan El. MA
1. Pembuntuan pada sistem maksimum sampai EL.
drainase. Terendah bangunan
2. Surut cepat karena pengeluaran.
1.20 -
penggunaan air melebihi Pengaruh gempa
kebutuhan diabaikan.
3. Surut cepat keperluan gawat
darurat

9.2.4 Analisis stabilitas lereng metoda Swedish


Saat ini telah banyak metoda atau cara untuk analisis stabilitas lereng
bendungan berdasar keseimbangan batas (limit equilibrium method), seperti
metoda: Swedish, Bishop, Spencer, Janbu, Morgenstern dan Price . Perbedaan
diantara metoda-metoda tersebut umumnya terletak pada :
- bentuk bidang longsor/gelincir yaitu: lingkaran, baji atau non sirkular.
- serta sistim gaya yang bekerja.

Dilihat dari sistim gayanya, metoda tersebut dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu:
- Yang mengabaikan gaya horisontal : metoda Swedish
- Yang memperhitungkan gaya horisontal : metoda Bishop, Janbu

Di Indonesia, metode Swedish sudah jarang digunakan untuk analisis stabilitas


lereng bendungan. Namun untuk memahami metode-metode lain, akan lebih
mudah apabila diawali dengan mempelajari metode ini. Selanjutnya pada modul
ini hanya akan dibahas metoda Swedish saja sebagai pengantar untuk
mempelajari metode yang lain. Sebelum membahas lebih jauh metode ini, lebih
dulu perlu dipahami mengenai macam-macam bentuk keruntuhan lereng, yaitu:
- Kelongsoran rotasi (rotational slip srface), permukaan longsoran
berbentuk lingkaran
- Kelongsoran bukan lingkaran (non circular)
- Kelongsoran translasi

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 94


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Kelongsoran gabungan

Pada umumnya kelongsoran lingkaran terjadi pada tanah yang homogen, sedang
longsoran bukan lingkaran terjadi pada tanah yang tidak homogen. Kelongsoran
translasi dan kelongsoran gabungan (compound slip) terjadi pada lapisan tanah
yang kekuatan gesernya berbeda, dan lapisan yang berbeda tersebut relatif
dangkal dibawah permukaan lereng, lihat gambar 9-2 .

Metode Swedish adalah merupakan salah satu metoda keseimbangan batas


yang digunakan untuk bentuk kelongsoran rotasi. Pada metode keseimbangan
batas ini, kuat geser tanah diperlukan untuk menjaga kondisi keseimbangan
batas dibandingkan dengan gaya-gaya yang mendorong terjadinya longsoran.

Untuk analisis kuat geser total (total stress analysis), digunakan parameter c dan
Ø (diperoleh dari uji triaksial uu/unconsolidated undrain), faktor keamanan (FK)
terhadap kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:

FK = ∑ {cl + (N-Ne) tanØ}


∑ (T + Te)

Gambar 9-2 : Macam-macam bentuk kelongsoran lereng

Untuk analisis kuat geser efektif (effective stress analysis), digunakan parameter
c’ dan Ø’ (diperoleh dari uji triaksial cu atau cd), faktor keamanan (FK) terhadap
kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
Faktor keamanan (FK) terhadap kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:

FK = ∑ (C’l + (N-U-Ne) tanØ’


∑ (T + Te)
Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 95
Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Dimana :
FK = faktor keamanan terhadap longsoran
l = panjang bidang irisan di atas bidang lonsoran = b/ cos α
b = lebar irisan(m)
h = tinggi irisan (m)
A = luas irisan = h. b (m)
C’ = kohesi efektif bahan timbunan (ton/m2)
Ø’ = sudut geser efektif
W = berat sendiri timbunan = .A (ton)
N = komponen normal dari berat sendiri timbunan = W cos α (ton)
U = tekanan pori yang bekerja pada permukaan bidang longsoran
Ne = komponen normal gaya gempa horisontal = k W sin α (ton)
T = komponen tangensial dari berat sendiri timbunan = W sin α (ton)
Te = komponen tangensi gaya gempa horisontal = k W cos α (ton)
K = koefisien gempa

Gambar 9-3 : Atas, gaya-gaya yang bekerja pada irisan pada kondisi waduk
kosong
Bawah, gaya-gaya yang bekerja pada irisan pada kondisi waduk
penuh

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 96


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

9.3 ANALISIS DINAMIK

Ada dua macam analisis dinamik yang dilakukan yaitu:


- Analisis likuifaksi
- Analisis deformasi

Analisis likuifaksi: dilakukan untuk mengetahui adanya potensi likuifaksi pada


tubuh bendungan atau endapan fondasi, termasuk besarnya peningkatan
tekanan pori bila tidak terjadi likuifaksi. Analisis dilakukan bila tanah fondasi atau
material tubuh bendungan berupa tanah pasiran. Jenis tanah pasiran yang jenuh
air dengan butirannya relatif seragam dan kepadatan relatif yang rendah,
cenderung mengalami likuifaksi pada saat terjadi goncangan gempa, sehingga
daya dukungnya menurun.

Analisis dinamis stabilitas bendungan dilakukan apabila berdasar hitungan


analisis statis, dengan beban gempa MDE atau MCE diperoleh faktor keamanan
< 1. Analisis dilakukan untuk memperkirakan besarnya deformasi atau alihan
tetap (permanent displacement) tubuh bendungan karena goncangan gempa
MDE atau MCE, termasuk memperkirakan akibat yang terjadi. Bendungan
dianggap aman, apabila memenuhi Kreteria sedikit kerusakan pada sub sub bab
9.2.4 b , dimanan akibat goncangan gempa tersebut, alihan tetap yang terjadi
kurang dari ½ tinggi jagaan.

Analisi dinamis tidak dibahas dalam modul ini, penjelasan lebih rinci dapat dilihat
pada “Pedoman Analisis Dinamik Bendungan Urugan, Ditjen SDA, 31 Januari
2008”.

9.4 Analisis deformasi


Ada dua macam analisis yang dilkukan yaitu:
- Analisis deformasi untuk memperkirakan besarnya penurunan yang
terjadi akibat konsolidasi yang biasa disebut analisis penurunan.
- Analisi deformasi untuk memperkirakan besarnya penurunan atau
alihan tetap akibat goncangan gempa sebagaimana pembahasan pada
sub bab 9.3. diatas.

Perkiraan penurunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris seperti


pembahasan pada sub sub bab 8.4.1 d atau menggunakan perhitungan berikut.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 97


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Penurunan timbunan tanah total (St), terjadi akibat: penurunan konsolidasi


primer (Sp) ditambah dengan penurunan sekunder (Ss).

St = S p + S s

Penurunan konsolidasi primer (Sp) berdasarkan Terzaghi, adalah :

Cc   1   1 
Sp = H log 
1  C0  
1

dimana :
H = Ketebalan lapisan yang ditinjau (m)
Cc = Indeks kompresi
Co = Angka pori awal
 1 = Tegangan efektif tanah awal (kPa)
 1 = Peningkatan tegangan efektif (kPa)

Setelah konsolidasi primer selesai, baru kemudian berangsur-angsur dalam


waktu yang cukup lama terjadi penurunan sekunder.

Teori konsolidasi Terzaghi, dikembangkan dengan asumsi


- tanah dalam kondisi homogen dan isotropis,
- tanah dalam kondisi jenuh sempurna (fully saturated),
- butiran tanah dan air tidak dapat terkompresikan,
- koefisien konsolidasi tetap selama proses konsolidasi.

Waktu konsolidasi (t), adalah sesuai dengan proses disipasi (berkurangnya)


tekanan air pori berlebihan (excessive pore pressure). Pada awalnya beban
yang bekerja diterima seluruhnya oleh air di dalam pori-pori massa tanah dan
secara bertahap (time dependent) ditransfer pada butiran tanah gambar 9-4.
Tekanan Merata Tekanan Merata

Lapisan Porus

H/2 Arah Aliran


Arah Lapisan
H Aliran Lempung
H/2 Arah Aliran

Lapisan Kedap Air Lapisan Porus

(b)
(a)

Gambar 9-4. Arah aliran disipasi tekanan air pori, (a) satu arah aliran,
(b) dua arah aliran

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 98


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

T
t = (a.H ) 2
Cv

Keterangan :
t = waktu konsolidasi
a = konstanta aliran; aliran satu arah = 1; aliaran dua arah = 0,5
H = ketebalan lapisan yang ditinjau (m)
cv = koefisien konsolidasi arah vertikal (m2/detik)
t = faktor waktu, sesuai dengan tingkat konsolidasi (U) yang terjadi, sesuai
grafik hubungan Tv dan U, gambar 9-6.

Bagi fondasi tanah lunak yang dilengkapi dengan perforated vertical drain (PVD)
guna percepatan konsolidasi, arah pengaliran disipasi terjadi baik vertikal
maupun horisontal.

 t 
Ss = H. C  log 
 td 

dimana:
C = Indeks kompresi sekunder
t = Lama waktu pembebanan
td = waktu dan siklus pembebanan

C dan Cc di peroleh dari pengujian di laboratorium, apabila menggunakan


drainasi vertikal (PVD). Untuk memperoleh nilai tersebut harus dilakukan
pengujian di laboratorium yang kondisinya sama dengan kondisi di lapangan.

Bagi fondasi tanah lunak, penurunan total = besar penurunan timbunan +


penurunan fondasi (primer + sekunder).

Besar penurunan total tersebut harus diantisipasi dengan menambah timbunan


ekstra diatas puncak bendungan. Dengan adanya penurunan yang besar, hal
tersebut harus diantisipasi saat pemasangan instrumen, antara lain memberi
kelonggaran (snaking) pada kabel (tubing) pisometer settlement, deformasi, pipa
inklinometer dengan sambungan (coupling) yang mampu menyesuaikan besar
penurunan yang terjadi.

Gambar 9-5, memperlihatkan tahapan proses konsolidasi primer dan kompresi


sekunder, untuk pengujian konsolidasi dapat dilihat pada SNI 03-2812-1992.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 99


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Kompresi awal Kurva teori


Pembacaan dial (mm)

Konsolidasi primer

Kompresi
sekunder

Log waktu, t (menit)

Gambar 9-5. Tahapan proses konsolidasi primer dan kompresi sekunder

c t
T 
d2
Gambar 9-6 : Hubungan Tv dan tingkat konsolidasi U

9.5 Analisis rembesan.


Bentuk-bentuk kegagalan akibat pengaruh rembesan air, diantaranya adalah:
gradien keluaran yang berlebihan, tekanan air pori berlebihan, gradien internal
Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 100
Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

yang tinggi dari zona inti, debit rembesan berlebihan, retak desikasi, drainasi
tidak berfungsi baik atau kapasitasnya tidak mencukupi.

9.5.1 Gradien Keluaran Berlebihan


Jika gradien keluaran (Ie) yang terukur berlebihan, maka butiran tanah di bagian
kaki bendungan akan terapung dan terlepas dari ikatannya. Hal ini terutama
terjadi akibat berkurangnya gaya gravitasi yang tergantung dari jenis tanahnya,
sehingga menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:

a. Didih pasir (sandboil)


Didih pasir biasanya terjadi di dalam tanah nonkohesif dengan prosentase
butiran kasar (kerikil) yang tinggi, yang butiran halusnya terlepas dan
diendapkan di permukaan. Tanah yang mengalami didih pasir, struktur butiran
kasarnya biasanya tetap stabil, sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan permeabilitas tanah.
b. Likuifaksi statis
Likuifaksi statis biasanya terjadi pada jenis tanah nonkohesif yang
mempunyai gradasi butiran lebih halus (pasir halus dan lanau). Massa tanah
di sebelah hilir dapat mengalami likuifaksi, jika air waduk meningkat karena
gradien hidrauliknya mencapai nilai yang kritis (Ic).
c. Erosi buluh (piping)
Erosi buluh dapat terjadi, baik di dalam massa fondasi, maupun di dalam
tubuh urugan yang kohesif. Proses erosi buluh dimulai dari suatu titik
diskontinuitas di sebelah hilir atau konsentrasi aliran air di sepanjang
timbunan tanah yang kurang padat, terutama pada bidang kontak antara
timbunan dengan struktur. Sebagai contoh : pemadatan yang kurang baik
pada bidang kontak antara bendungan dengan struktur arah memanjang dari
udik ke hilir, lubang bor yang terbuka, bekas galian, akar tanaman, dan liang
binatang. Butir-butir tanah yang terlepas dimulai dari sebelah hilir, sehingga
membentuk pipa-pipa kecil yang merambat secara perlahan-lahan ke udik
bendungan. Pada umumnya, lintasan pipa-pipa kecil tersebut mempunyai
bentuk seperti jaringan aliran (flownet). Untuk mencegah kejadian semacam
ini, harus dibuat suatu sistem pengontrol yang perlu diamati secara kontinyu
di lokasi-lokasi rembesan yang terkonsentrasi.

Faktor keamanan terhadap erosi buluh, biasanya dinyatakan sebagai nilai


banding antara gradien kritis (Ic) dengan komponen vertikal dari gradien
keluaran. Gradien ini diperoleh dari perhitungan atau pembacaan langsung

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 101


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

pada instrumen pisometer di lapangan, dan dapat dihitung dengan


persamaan berikut .

Ic
FK  4
Ie

' G 1
Ic   s
w 1 e

dimana :
FK : faktor keamanan (tanpa dimensi);
Ic : gradien keluaran kritis (tanpa dimensi);
Ie : gradien keluaran dari hasil analisis rembesan atau pembacaan instrumen
pisometer (tanpa dimensi);
’ : berat isi efektif (terendam) (t/m3);
w : berat isi air (t/m3);
Gs : berat spesifik (tanpa dimensi);
e : angka pori (tanpa dimensi);

Nilai rata-rata Gs biasanya digunakan untuk berbagai perhitungan gradien


keluaran, karena variasi nilainya tidak berbeda jauh untuk jenis tanah yang
berbeda. Namun, nilai e di lapangan untuk berbagai jenis tanah, bervariasi
cukup besar. Oleh karena itu, penaksirannya (jika tidak ada data hasil
pengujian) harus dilakukan secara hati-hati berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan teknis yang baik pula.
Jika tidak ada informasi mengenai nilai berat spesifik Gs atau angka pori e,
dapat digunakan Ic = 1 yang kurang lebih identik dengan kondisi pasir kuarsa
di lapangan. Nilai ini bukan nilai konservatif, sehingga harus digunakan
secara hati-hati, karena nilai Ic yang lebih rendah, yaitu sebesar 0,5, pernah
terukur pada beberapa penelitian untuk jenis tanah pasir halus dan lanau.
Faktor keamanan minimum untuk desain harus diambil minimal 4, untuk
mencegah terjadinya keruntuhan, karena pengaruh gradien keluaran yang
berlebihan. Faktor ini, terutama untuk mencegah hal-hal yang tidak
diperhitungkan dalam tahap desain. Misalnya, pengaruh heterogenitas tanah,
kemerosotan mutu tanah akibat aliran rembesan dan penyimpangan hasil
perkiraan. Dalam hal bendungan yang dilengkapi dengan filter pelindung,
angka keamanan paling tidak SF2 dengan menggunakan Rumus Justin,
seperti dibawah :

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 102


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

sg
V=
A w
dimana :
V = kecepatan kritis,
 s = berat isi jenuh material,
 w = berat isi air,
g = gravitasi,
A = Luas penampang yang dilalui air.

9.5.2 Tekanan Air Pori Berlebihan


Apabila di dalam fondasi dan tubuh bendungan terjadi tekanan air pori berlebihan
(exccessive pore water pressure), maka akan dapat terjadi berbagai jenis
kegagalan, antara lain ketidakstabilan, deformasi, dan tekanan angkat yang
berlebihan.
1) Ketidakstabilan lereng timbunan dan deformasi berlebihan
Tekanan air pori dan gaya perembesan air merupakan penyebab utama
ketidakstabilan pada bendungan tipe urugan. Petunjuk untuk analisis stabilitas
lereng bendungan urugan dapat dilihat pada Pedoman Perencanaan Bendungan
dan SNI. No.1731-1989-F.

2) Tekanan air pori di dalam fondasi


Tekanan air pori berlebihan di dalam fondasi bendungan dapat menyebabkan
terjadinya tekanan angkat yang tinggi pada bangunan fasilitasnya.
3) Tekanan air pori yang tinggi di hilir bendungan
Tekanan air pori yang tinggi di hilir fondasi bendungan dapat menimbulkan
tekanan angkat yang tinggi, sehingga terjadi pengangkatan atau peletusan
(upheavel atau blowup). Kondisi ini terjadi, jika terdapat lapisan fondasi lulus air
dibawah lapisan kedap air dalam kondisi aliran terkekang di bawah tubuh
bendungan. Kegagalan mulai terjadi, jika tekanan angkat di bawah lapisan kedap
air melebihi berat lapisan kedap air di atasnya, sehingga menyebabkan bobolnya
lapisan kedap tersebut dan terjadi peningkatan gradien keluaran. Erosi buluh
atau likuifaksi statis dapat terjadi pada lapisan di bawahnya. Kondisi semacam ini
dapat dideteksi secara dini dengan memasang pisometer di hilir bendungan.
Faktor keamanan terhadap pengaruh tekanan angkat yang tinggi, dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 103


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

 nt Gs t
FK    2
 w h (1  e) h
dimana :
n : berat isi material lapisan penutup kedap air (t/m3);
t : tebal lapisan tanah penutup (m);
h : tinggi tekanan pisometrik (m).
e : angka pori ;
Gs : berat spesifik;
w : berat isi air (t/m3).

9.5.3 Gradien Internal yang Tinggi tanpa Filter


Jika zona inti bendungan tidak dilengkapi dengan filter dan mempunyai gradien
internal yang tinggi, maka akan terjadi perpindahan butiran halus dari suatu zona
ke zona lainnya di dalam bendungan tipe urugan, atau dari urugan ke dalam
rongga pori tanah fondasi. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

1) Selimut kedap air atau inti kedap air yang terletak di atas fondasi aluvial
berbutir kasar atau batuan yang mengandung banyak rekahan.
2) Inti kedap air yang dibuat miring dan tipis di atas zona drainase.

3) Melewati puncak dinding halang kedap air dengan penutup yang sempit.

Untuk mencegah kegagalan jenis ini, harus dipasang saringan (filter) sesuai
dengan standar yang berlaku.

9.5.4 Debit Rembesan Berlebihan


Meskipun debit rembesan yang keluar dari kaki bendungan cukup besar, tetapi
apabila tidak membawa material halus, hal tersebut tidak akan memicu terjadinya
keruntuhan structural. Namun, apabila hal tersebut dibiarkan, akan dapat
menimbulkan kehilangan air yang cukup besar, yang akan mengganggu
kebutuhan air.

9.5.5 Retak Desikasi


Retak desikasi terjadi akibat berkurangnya kadar air di dalam zona inti kedap air,
jauh di bawah kadar air pelaksanaan. Hal ini dapat terjadi, karena:
1). Penguapan yang terjadi di permukaan urugan.
2). Pematusan zona inti melalui sistem drainase bendungan
3). Pematusan zona inti melalui fondasi yang porus

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 104


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Retak desikasi biasanya terjadi pada kondisi, dimana kadar air nilainya diantara
batas plastis dan batas susut, atau jika kadar air turun di bawah batas plastis,
sehingga kuat geser tanah juga menurun. Kekeringan yang terjadi pada
kedalaman yang signifikan memerlukan waktu yang lama dan biasanya terjadi
selama periode penurunan muka air waduk yang lama, sehingga kadar air
urugan di atas muka air waduk sangat berkurang. Hal ini, disamping
menimbulkan penurunan kadar air dalam inti yang menyebabkan retakan susut
dan bocoran yang serius, juga dapat menyebabkan terjadinya erosi, yang
akhirnya mengakibatkan kegagalan / keruntuhan, terutama pada bendungan
yang tinggi.
Jika zona inti bendungan tidak dilengkapi dengan filter dan mempunyai gradien
internal yang tinggi, maka akan terjadi perpindahan butiran halus dari zona
timbunan inti ke zona timbunan batu.

9.5.6 Pengendalian rembesan


Contoh berbagai macam cara pengendalian rembesan pada bendungan urugan
dapat dilihat pada gambar 7-3. Salah satu cara pengendalian rembesan yang
sering digunakan adalah dengan pemasangan sistem drainase cerobong atau
“chimney” dan drainase horisontal. Sistem drainase harus dilengkapi filter untuk
mencegah perpindahan material dari zona material berbutir lebih halus masuk
kezona material berbutir lebih kasar. Agar sistem drainasi berfungsi baik,
material drainase dan filter harus bersih, gradasinya memenuhi kreteria desain
filter, dan kapasitas drainase harus cukup untuk mengalirkan debit rembesan.

Kapasitas drainase dapat diperkirakan dengan rumus Cedergren 1972 sebagai


berikut:
a. Kapasitas drainasi horisontal (q1):

q1 = kh2/2 L

dimana :
k = permeabilitas dari material drain,
L = panjang drain,
h = tebal vertikal drainase horisontal
q = debit rembesan per meter lebar drain( diukur melintang sungai).

b. Kapasitas drainase vertikal (q2):


Kapasitas drainase vertikal harus diperiksa dengan rumus dibawah.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 105


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

k 2 h2 w
q2 =
L2
Dimana :
k2 : permeabilitas vertikal drain pada tinggi h2 ,
L2 : panjang horisontal drain, seperti pada gambar 9-7
w : lebar drainase

(a) (b)
Drainase vertikal Drainase horisontal

Gambar 9-7, Desain dimensi sistem drainase terkait dengan kebutuhan kapasitas
pematusan rembesan

Urugan tanah
Permukaan air drainase vertikal

Muka freatik
Urugan batu
rembesan

drainse horisontal

Gambar 9-8, Bendungan homogen dengan sistem drainase buntu (clogging) atau
kapasitasnya tidak cukup

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 106


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

X. INSTRUMENTASI

10.1 Umum
Untuk mengetahui perilaku tubuh bendungan dan fondasi, didalam tubuh
bendungan dan fondasi dipasang sistem pemantau atau instrumentasi.
Tujuan pemasangan: ada tiga macam yaitu untuk:
- pengendalian pelaksanaan konstruksi (khususnya untuk bendungan
yang dibangun pada fondasi tanah lunak)
- pemantauan perilaku bendungan jangka panjang pada masa O&P.
- penelitian

10.2 Jenis instrumen:


Secara garis besar jenis instrument dikelompokkan menjadi:
- pemantau tekanan pori (berbagai jenis pisometer)
- pemantau deformasi (inklinometer, multi layer settlement, patok geser,
strain meter, joint meter, dll)
- pemantau rembesan (V notch)
Selain itu di bendungan tinggi juga sering dipasang instrumen untuk
memanatau “ancaman dari luar” berupa pemantau gempa SMA dan
hidro-meteorologi.

10.3 Jenis dan jumlah instrumen yang diperlukan


Pola, jenis dan jumlah, ditentukan berdasarkan faktor :
- Tingkat risiko, kelas bahaya dan dimensi bendungan.
- Kondisi geologi, topografi, kegempaan.
- Masalah/problem yang dijumpai saat desain, konstruksi, OP.
- Tipe Bendungan

Hal – hal lain yang perlu diperhatikan :


- Perencanaan / Penentuan pola, jenis dan jumlah Harus dilakukan oleh
Tenaga Ahli Instrumentasi yang berpengalaman (sarjana Teknik Sipil
/Geoteknik yang menguasai desain bendungan dan mendalami sistem
instrumentasi).
- Instalasi harus mengikuti standar / manual pabrik.
- Tidak boleh merubah rejim yang ada (merusak struktur bendungan
atau pondasi).
Untuk mengetahui perilaku bendungan, perlu dilakukan pemantauan terhadap:

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 107


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

- Tekanan air pori atau tekanan angkat; didalam tubuh bendungan dan
fondasinya.
- Rembesan; kuantitas dan kualitasnya (yang muncul disekitar
bendungan baik dari waduk, maupun yang berasal dari luar waduk)
- Deformasi, yang terjadi pada tubuh bendungan, fondasi, tumpuan.

Untuk pemantauan ”ancaman” eksternal : diperlukan alat pemantau gempa


(SMA), dan hidro – meteorolgi.

Jenis dan jumlah: disamping pertimbangan diatas, jenis instrumen dipilih yang
tahan lama, mudah pengoperasiannya sesuai keahlian SDM. Jumlah se-efisien
mungkin karena jumlah yang terlalu banyak akan menjadikan beban berat bagi
petugas pemantau, disamping itu harganya cukup mahal.

Penempatan: Paling tidak satu potongan melintang untuk memantau fluktuasi


tekanan pori pada inti dan fondasi. Juga pada fondasi yang memiliki kondisi
khusus seperti patahan; didekat pertemuan timbunan dengan pasangan atau
beton,

a. Alat pengukur tekanan air pori, jenisnya adalah :


- Pisometer pipa tegak (standpipe piezometer)
- Pisometer hidraulik (hydraulic piezometer)
- Pisometer pneumatic (pneumatic piezometer)
- Pisometer elektrik (vibrating wire piezometer)

Jenis Respons Pengope Perawa- Umur Harga


Pisometer rasian tan

Pipa Tegak Sangat Sangat Mudah Panjang Sangat


Lambat Lama Murah
Hidraulik Lambat Lama Sulit Panjang Mahal

Pneumatic Sedang Sedang Sedang Sedang Mahal

Elektrik Cepat Mudah Sedang/Sulit Pendek Sangat


Mahal

b. Alat pengukur deformasi atau pergerakan di dalam tubuh


bendungan, yaitu :
- Inklinometer, untuk mengetahui pergerakan horisontal
- Alat pengukur pergerakan vertikal (penurunan) :
• Hydraulic settlement cell

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 108


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

• Multi layer settlement device


• Automatic double fluid settlement, dll.

c. Alat pengukur pergerakan permukaan arah vertikal dan horizontal


- patok geser (surface marker)

d. Alat pengukur tekanan tanah total


- earth pressure cell

Semua alat ukur tekanan dan pergerakan harus dikalibrasi di lapangan sebelum
dipasang, meskipun dari pabrik sudah ada sertifikatnya.

Instrumen Pemantauan Untuk Bendungan Urugan

Alat Ukur Alat Ukur


Alat Ukur Rembesan Alat Ukur
Tekanan Seismik
Deformasi

Tekanan Air Tekanan Temperatur Akselerograf


Debit Internal External
Pori Tanah & Kualitas
rembesan
Air

Sistem Sistem Sel Tekanan - V- Noth


Terbuka Tertutup Tanah - Cipoleti
- Ekstensometer - Patok Geser
- Plat penurunan
- Inklinometer
- dll.
Pisometer Pisometer
- Hidrolik - Hidrolik
- Pipa Tegak
- Pneumatik - Pneumatik
- Sumur
- Elektrik - Elektrik
Observasi

Gambar 10-1 : Bagan macam-macam instrumen untuk bendungan urugan

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 109


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

XI. BANGUNAN PELENGKAP

11.1. Umum
Agar bendungan dapat berfungsi seperti yang direncanakan dan aman
dioperasikan pada kondisi banjir, bendungan perlu dilengkapi dengan bangunan
pelengkap, berupa bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan atau
bangunan sadap/bangunan intake . Kadang-kadang lokasi bangunan pelimpah
tidak mencukupi untuk membangun pelimpah yang besar yang kapasitasnya
cukup untuk mengalirkan banjir desain, sehingga diperlukan bangunan pelimpah
tambahan (auxiliary spillway) atau pelimpah darurat (emergency spillway).

Untuk menurunkan muka air waduk pada saat kondisi darurat, kadang-kadang
bendungan juga dilengkapi dengan bangunan pengeluaran darurat (emergency
releas) yang dapat berupa bangunan pengeluaran bawah (bottom outlet) atau
jenis konstruksi lain. Pada bab ini selanjutnya hanya akan dibahas banguna
pelengkap yang lazim ada pada setiap bendungan yaitu bangunan pelimpah dan
bangunan pengambilan.

11.2. Bangunan pelimpah

Bangunan pelimpah adalah bangunan hidrolik yang dibangun untuk menyalurkan


aliran banjir lewat bendungan dengan tanpa membahayakan keamanan
bendungan. Kapasitas pelimpah harus cukup untuk mengalirkan banjir desain,
dan aliran air yang keluar keluar lewat pelimpah tidak boleh membahayakan
bangunan pelimpah sendiri dan tubuh bendungan.

Untuk bendungan urugan, terdapat beberapa tipe yang biasa digunakan. Untuk
menentukan tipe yang paling sesuai diperlukan studi yang mendalam hingga
diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Tipe atau jenis pelimpah biasanya
diberi nama sesuai ciri yang menonjol dari bangunan tersebut, diantaranya
adalah:
- Ogee atau over flow (frontal, lengkung)
- ambang jatuh (free overfall, biasa dipakai pada bendungan beton),
- sipon,
- corong (shaft atau morning glory),
- pelimpah samping (side channel)
- terowong.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 110


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 11-1: Atas, karakteristik pelimpah Ogee; Tengah, pelimpah sipon


Bawah, skema aliran pada pelimpah samping

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 111


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 11-2 : Atas, tipikal pelimpah corong (shaft); Bawah, kondisi aliran
pada pelimpah corong

Kapasitas pelimpah dihitung berdasar pada hasil penelusuran banjir waduk


(reservoir flood routing). Kapasitas maksimum pelimpah harus memenuhi SNI 03-
3432-1994 tentang Patokan banjir desain dan kapasitas pelimpah seperti yang disajikan
pada tabel 6.3 paragraf 6.6.4. Untuk bendungan dengan konsekwensi besar, banjir

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 112


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

desain yang digunakan adalah Q1000 dan banjir maksimum boleh jadi (PMF) masing-
masing dengan tinggi jagaan sesuai pedoman yang berlaku. Untuk bendungan dengan
konsekwensi kecil, banjir desain yang digunakan adalah Q1000 dan setengah banjir
maksimum boleh jadi (1/2 PMF) masing-masing dengan tinggi jagaan sesuai pedoman
yang berlaku.

Bagian-bagian bangunan pelimpah terdiri dari:


- Saluran pengarah, berfungsi sebagai pengarah aliran menuju ambang
pelimpah agar aliran dalam kondisi hidrolika yang baik.
- Ambang pelimpah atau ambang penyadap, berfungsi sebagai pengatur
kapasitas aliran/debit air yang melewati pelimpah.
- Bagian transisi, berfungsi sebagai tansisi aliran dari olakan ambang
pelimpah menuju saluran luncur dari aliran sub kritis berubah menjadi
aliran super kritis.
- Saluran luncur, berfungsi mengalirkan debit banjir dengan kecepatan
tinggi dari transisi menuju kolam olak di hilir bendungan.
- Peredam enersi, berfungsi meredam enersi aliran air sehingga aliran dihilir
pelimpah cukup tenang tidak menimbulkan erosi di dasar dan tebing
saluran atau sungai.

Gambar 11-3 : Bagian-bagian bangunan pelimpah

Pemilihan lokasi dilakukan berdasar pertimbangan: topografi, geologi fondasi,


kapasitas dan ekonomi.
Ukuran lebar pelimpah dipilih berdasar hasil optimasi antara lebar pelimpah
dengan kebutuhan tinggi bendungan untuk meng-akomodasi banjir desain dan
factor lain yang terkait seperti: karakteristik hidrograf banjir, hidrolik, ekonomi, dll.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 113


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 11-4 : Sambungan lantai luncur untuk fondasi batuan (atas) dan fondasi
tanah (bawah).

11.3. Bangunan pengambilan

Bangunan pengambilan berfungsi untuk melepas air waduk guna mencukupi


kebutuhan di daerah hilir. Pemilihan lokasi, sama seperti pemilihan lokasi
bangunan pelimpah, dilakukan berdasar pertimbangan: topografi, geologi fondasi,
kapasitas dan ekonomi.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 114


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Bagian-bagian bangunan pengambilan terdiri dari : penyadap, pengatur dan


penyalur. Bagian penyadap dan pengatur dapat ditempatkan pada suatu menara,
pada terowong miring atau tenggelam di bawah muka iar waduk. Mulut
pemasukan dapat berupa tipe limpahan atau orifice yang dilengkapi dengan kisi-
kisi dan pintu atau katup. Bagian penyalur dapat berupa terowong, pipa konduit
yang ditanam di fondasi atau menggunakan bekas terowong pengelak. Apabila
aliran pada bagian penyalur bersifat aliran tertekan (pressure flow), penyalur
perlu dilengkapi dengan lining baja (steel liner) atau menggunakan pipa baja.

Jenis-jenis bangunan pengeluaran, antara lain:


- Tipe menara (tower intake)
- Tipe sandar atau miring (inclined intake)
- Tipe lain, seperti tipe tenggelam (drop inlet)

c. Bangunan pengambilan menara


Bangunan pengambilan tipe menara adalah bangunan pengambilan dengan
bagian penyadap dan pengatur berupa menara yang berongga yang dilengkapi
dengan lobang-lobang penyadap dan pintu. Untuk menghindari penyadapan air
yang keruh, menara dilengkapi dengan beberapa lobang penyadap yang
diletakkan pada berbagai ketinggian. Untuk air minum dan air rumah tangga
diperlukan air yang jernih yang disadap dari bagian atas waduk, sedang untuk
keperluan irigasi dan penggelontoran, dapat menggunakan air bagian bawah
waduk yang keruh.

Konstruksi bangunan ini cukup rumit dan biayanya pembangunannya cukup


tinggi, sehingga bangunan tipe ini lebih cocok untuk bendungan rendah dengan
kapasitas penyadap yang tidak terlalu besar. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan bangunan pengambilan tipe menara antara lain:
- Bangunan pengambilan menara merupakan bangunan yang berdiri sendiri
(standing a lone), semua beban luar yang bekerja harus disalurkan dan
ditahan oleh fondasi.
- Bangunan tipe ini merupakan bangunan yang berat sehingga memerlukan
fondasi yang kokoh dengan daya dukung yang tinggi.

Bangunan pengambilan menara yang besar, menunjukkan tendensi yang


kurang menguntungkan ditinjau dari aspek ekonomi karena tingginya biaya
pembangunan menara sendiri serta perlengkapannya (pintu-pintu, ruang
operasi, jembatan penghubung, dll). Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan
konstruksi, biasanya tinggi maksimum bangunan menara dibatasi sampai 50 m.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 115


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 11-5 : Contoh bangunan pengambilan tipe menara

d. Bangunan pengambilan sandar


Bangunan pengambilan sandar atau miring adalah bangunan pengambilan
yang bagian penyadap dan pengaturnya berupa terowong miring yang
dilengkapi dengan lobang-lobang penyadap dan pintu, yang bersandar pada
tebing sungai. Agar bangunan stabil, tebing sungai sebagai fondasi bangunan
harus berupa batuan. Untuk menghindari longsoran pada tebing saat operasi,
sudut kemiringan tebing sandaran sebaiknya kurang dari 60 0, kecuali untuk
fondasi batuan yang sangat kokoh.

Untuk menghindari penyadapan air yang keruh, bangunan dilengkapi dengan 2


sampai 3 lobang penyadap. Lobang tengah dan atas digunakan untuk
menyadap air jernih, sedang lobang bawah digunakan untuk penggelontoran.

Gambar 11-6 : Contoh bangunan penyadap sandar

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 116


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

Gambar 11-7 : Contoh bangunan pengambilan tipe drop inlet

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 117


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

XII. PENUTUP

Bendungan disamping memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat, juga


menyimpan potensi bahaya yang besar pula. Membangun bendungan disamping
akan memperoleh manfaat juga berarti dengan sengaja akan mengundang
datangnya potensi bahaya yang dapat mengancam kehidupan masyarakat luas.
Bendungan yang runtuh akan menimbulkan banjir besar yang akan
mengakibatkan bencana dahsyat di daerah hilir bendungan.

Perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan pengelolaan bendungan harus


dilaksanakan tahap demi tahap sesuai dengan konsepsi dan kaidah-kaidah
keamanan bendungan yang tertuang dalam berbagai peraturan atau norma,
standar, pedoman dan manual (NSPM). Setiap desain bendungan harus
didahului dengan studi kelayakan untuk menilai kelayakan pembangunan
bendungan dari aspek teknis, ekonomi dan lingkungan.

Untuk memastikan bahwa perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan


pengelolaan bendungan telah memenuhi kaidah-kaidah keamanan bendungan,
Pemerintah mengeluarkan aturan bahwa tahap-tahap kegiatan tersebut diatas
harus mendapat persetujuan dari Menteri PU yang biasa disebut “Sertifikat
Persetujuan”. Persetujuan Menteri PU dikeluarkan setelah desain, pelaksanaan
konstruksi dan pelaksanaan pengisian waduk dinilai telah memenuhi konsepsi
dan kaidah-kaidah keamanan bendungan, berdasarkan atas hasil kajian yang
dilakukan oleh Balai Bendungan dan evaluasi oleh Komisi Keamanan
Bendungan.

Sesuai konsepsi keamanan bendungan, bendungan harus kokoh dan aman


ditinjau dari fisik bangunannya, teradap bendungan yang telah dibangun harus
selalu di pantau dan dipelihara dan pemilik bendungan harus selalu siap
menghadapi kondisi darurat yang terburuk.

Agar bendungan kokoh dan aman, desain bendungan harus memenuhi tiga
kreteria pokok, berikut:
- aman terhadap kegagalan struktural dan operasional
- aman terhadap kegagalan hidrolik
- aman terhadap kegagalan rembesan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 118


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

LATIHAN

1. Jelaskan secara skematis tahapan perencanaan bendungan


2. Jelaskan langkah-langkah perumusan alternatif pembangunan bendungan
pada saat studi kelayakan.
3. Jelaskan hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan tipe
bendungan.
4. Jelaskan tiga kreteria pokok desain bendungan.
5. Jelaskan tujuan investigasi material.
6. Sebutkan jenis-jenis fondasi bendungan urugan serta jelaskan kelebihan
dan kekurangannya.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 119


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

KUNCI JAWABAN

1. Lihat gambar 2-1


2. Lihat sub.bab 3.3
3. Lihat su.bab 4.3
4. Lihat su.bab 5.2
5. Lihat su.bab 6.4
6. Lihat su.bab 7.1

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 120


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

DAFTAR PUSTAKA

1. Balai Keamanan Bendungan, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2006


Pedoman Pembangunan Bendungan Urugan Pada Fondasi Tanah Lunak
2. Departemen Pekerjaan Umum, RSNI M-2002, Metode Analisisi Stabilitas
lereng Statik Bendungan Urugan.
3. Departemen Pekerjaan Umum, 2004, PD-T-14-2004-A, Pedoman Analisis
Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban Gempa.
4. Departemen Pekerjaan Umum, 2004, Pedoman Geoteknik volume I, II dan III.
5. Direktorat Jenderal Pengairan, 1985, Pedoman Banjir Untuk Perencanaan,
PSA 005.
6. Direktorat Jenderal Pengairan, 1985, Pedoman Bendungan Pengaman Banjir,
PSA 007.
7. Direktorat Bina Teknik, Direktoran Jenderal Pengairan, 1998, Pedoman Studi
Kelayakan Pengembangan Irigasi.
8. Direktorat Jenderal Pengairan, 1999, Panduan Perencanaan Bendungan
Urugan, Volume II, Survai dan Investigasi.
9. Direktorat Jenderal Pengairan, 1986, Standar Perencanaan Irigasi, PT 02
Bagian Pengukuran.
10.Direktorat Jenderal Pengairan Standar Perencanaan Irigasi, PT 03 Bagian
Penyelidikan Geoteknik.
11.Departement of The Interior Bureau of Reclamation, United States, March 20,
1987, Design Standars, Embankment Dams, No.13, chapter 8, Seepage
Analysis and Control.
12.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 29 th 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
13.Peraturan Menteri PU no.72/KPTS/1977, tentang Keamanan Bendungan
14.Robin Fell, Patrick MacGregor & David Stapledon, 1992, A.A. Balkema,
Rotterdam, Netherlands, Geotechnical Engineering of Embankment Dams.
15.Suyono Sosrodarsono Ir, Kensaku Takeda, Pradnya Paramita 1976,
Bendungan type urugan.
16.The Japanese Institute of Irrigation and Drainage, March 1988, Fill Dam.
17.Undang-undang Republik Indonesia no.7 th 2004 tentang Sumber Daya Air.
18. Peraturan Pemerintah RI no37 tahun 2010 tentang Bendungan.

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 121


Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar

TERIMAKSIH
zainuddinzain2000@yahoo.com

Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 122

Anda mungkin juga menyukai