Jurnal Bendungan
Jurnal Bendungan
I. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini kita sering disuguhi berita di media cetak maupun media elektronik
yang memberitakan adanya musibah kekeringan dan musibah banjir di bagian
wilayah-wilayah Indonesia, yang kejadiannya silih berganti setiap tahun. Salah
satu upaya untuk mengurangi terjadinya musibah tersebut adalah dengan
membangun bendungan yang dapat berfungsi untuk menampung air sekaligus
meredam banjir.
Bahan ajar ini disusun sebagai pengantar bagi peserta diklat untuk mempelajari
desain bendungan pada tingkat berikutnya yang lebih dalam. Bahan ajar
menjelaskan mengenai dasar-dasar perencanaan bendungan urugan yang
mencakup: Tahapan perencanaan, studi kelayakan, kreteria desain, survai dan
investigasi, perbaikan fondasi, desain tubuh bendungan, analisis stabilitas lereng
2.1 Umum.
2.3 Tahap perencanaan menurut UU no.7 tahun 2004 dan PP no.37 tahun
2010.
Pembangunan bendungan adalah merupakan salah satu upaya dalam
pengembangan dan pengusahaa SDA yang pelaksanaannya harus:
- mengacu pada “pola pengelolaan SDA” (ayat 1 ps 26);
- tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup (ayat 2 ps 34); dan
- berdasar pada “rencana pengelolaan SDA” (ayat 3 ps 34).
2.4 Sanksi
Setiap kegiatan dalam bidang konstruksi, harus dilakukan berdasar norma atau
peraturan, standar, pedoman dan manual (NSPM) yang berlaku. Pelaksanaan
konstruksi bendungan yang tidak didahului studi kelayakan adalah merupakan
salah satu bentuk pelanggaran yang dapat dikenai sanksi sbb:
ps 26 PP 29/2000
ps 26 UU SDA ps 34 UU SDA (bagi bendungan
berisiko tinggi)
ps 21 PP 37/2010
POLA PENGE- RENCANA PENGE- PRA Studi STUDI KELAYAKAN
LOLAAN SDA LOLAAN SDA (TEKNIK, EKONOMI, LINGKUNGAN)
Kelayakan
+ PERENCANAAN UMUM
+ DESAIN PENDAHULUAN
Perlu bendungan/
tidak?
3.1 Umum
Studi kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari
beberapa alterntif berdasar pada tinjauan aspek: teknik, ekonomi dan
lingkungan. Mengingat laporan studi kelayakan merupakan dokumen penting
untuk penilaian kelayakan suatu proyek, laporan harus disiapkan secara
seksama dan sistimatis. Jenis laporan yang dihasilkan studi ini antara lain:
- Laporan utama
- Laporan ringkasan dan
- Laporan penunjang (survai topografi, hidrologi, geoteknik, survai pertanian,
desain pendahuluan, survai sosial ekonomi, analisis kelayakan ekonomi,
AMDAL, kerangka acuan untuk desain rinci, rencana pelaksanaan, perkiraan
biaya, dll)
c. Fisiografi:
- Geologi; gambaran keadaan umum geologi dengan uraian macam
dan formasi lapisan batuan berikut periode pembentukannya,
keberadaaan patahan; kondisi geoteknik pada bangunan-banguna
utama, trase saluran, sumber material; keadaan geohidrologi, dll.
- Topografi; gambaran keadaan umum topografi lokasi proyek yang
meliputi kemiringan wilayah dan penyebarannya, titik-titik referensi
geodesi, uraian daerah dataran dan daerah perbukitan terkait
dengan aliran sungai dan rencana pengembangan irigasi, dll.
- Tanah; klasifikasi tanah pertanian menurut FAO/UNESCO, sifat
fisik dan kimia beserta penyebarannya, kesesuaian lahan untuk
irigasi, dll.
i. Aspek pertanian:
- Luas lahan pertanian; yang ada serta kemungkinan
pengembangan potensi area dengan adanya proyek irigasi ini.
- Pola tata tanam; mencakup jenis tanaman yang biasa ditanam,
areal penyebaran, pola tanam, waktu mulai tanam, intensitas tanam,
dll.
- Budidaya tanaman pangan; gambaran kebiasaan cara bercocok
tanam masyarakat, khususnya padi dan palawija. Cara pengolahan
tanah, persemaian, penanaman, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit, pemberian air, panen dan penanganan pasca
panen termasuk saprodi yang telah dimanfaatkan selama ini oleh
masyarakat setempat.
- Produksi dan produktifitas, yang dicapai saat ini pada musim hujan
maupun kemarau.
- Peternakan; gambaran peternakan yang ada meliputi: jenis ternak
yang umum dipelihara, rerata kepemilikan ternak setiap keluarga,
potensi tenaga kerja ternak yang dapat dimanfaatkan. Program-
program dalam bidang peternakan yang ada dan bagaimana
hasilnya, bagaimana program peternakan yang ada kaitannya
dengan pengembangan irigasi khususnya dalam penyediaan
tenaga kerja ternak dan penyediaan air untuk kebutuhan ternak.
- Perikanan; meliputi: jenis perikanan yang banyak dilakukan
masyarakat, luas arealnya; bagaimana upaya pengembangannya,
bagaimana produktifitasnya.
- Pemasaran dan pemrosesan hasil; bagaimana mekanisme
pemasaran hasil pertanian terkait dengan lembaga pemasaran
yang ada seperti: KUD, DOLOG/BULOG dan hasil pertanian apa
saja yang ditampung, bagaimana kreterianya dan bagaiman
peranan harga dasar yang ditetapkan. Bagaimana pemrosesan dan
penyimpanan hasil pertanian, jumlah dan kapasitas serta
kepemilikan penggilingan padi, lantai jemur, gudang penyimpanan,
dll.
2). Dari berbagai alternatif tersebut, kemudian disaring dan dipilih minimal 3
alternatif terbaik berdasar tinjauan:
Pra Studi Kelayakan: apabila studi kelayakan didahului dengan Pra Studi
Kelayakan, maka lingkup kegiatan studi kelayakan akan dibagi menjadi dua
tahapan pelaksanaan, sebagian dilakukan pada saat pra studi kelayakan
dan sebagian lagi sisanya dilakukan pada tahap studi kelayakan.
Pembagian kegiatan yang nampak jelas adalah pada perumusan alternatif;
untuk pra studi kelayakan lebih difokuskan pada studi pada berbagai
alternatif yang dapat dikembangkan (beserta dengan dukungan survai
investigasi yang diperlukan) serta penyaringan (pemilahan dan pemilihan)
dari banyak alternatif menjadi tinggal beberapa alternatif. Biasanya
mencakup langkah perumusan alternatif pada angka 1) dan angka 2) diatas.
3.4 Tinjauan aspek teknik
Lakukan tinjauan aspek teknik yang mencakup antara lain:
1). Lokasi: tinjau berdasar kondisi topografi, geologi fondasi dan volume
tampungan.
2). Tipe : tinjau berdasar: ketersediaan material, keahlian & pengalaman
tenaga pelaksana, kemudahan pelaksanaan, dll.
Sebelum proyek ditetapkan, lebih dulu harus dilakukan evaluasi berdasar: tujuan
proyek, analisis finansial dan ekonomi, perbandingan antara ada proyek dengan
tidak ada proyek, dan biaya proyek. Analisis finansial dan ekonomi dilakukan
untuk menilai alternatif proyek terhadap: manfaat dan biaya berdasar harga
finansial dan ekonomi (Shadow Price). Analisis finansial adalah
memperhitungkan keuntungan proyek dari pandangan individu seperti: petani,
perusahaan, koperasi, proyek, dll,. Analisis ekonomi adalah memperhitungkan
keuntungan proyek dari pandangan masyarakat umum dan pendapatan nasional
secara keseluruhan.
a. Kriteria Investasi:
Pilihan dilakukan berdasar arus biaya dan manfaat yang akan datang,
selama umur ekonomi bendungan, berdasarkan pendekatan kepada
indikator/nilai:
b. Tes sensitifitas :
Untuk proyek yang terkait dengan pertanian, lazim dilakukan tes sensitifitas
dengan perubahan paramer sebagai berikut :
1). Bertambahnya biaya pembangunan proyak
2). Mundurnya pelaksanaan konstruksi
3). Turunnya hasil/produksi pertanian dari prediksi semula
4). Turunnya harga produksi pertanian dari prediksi semula
Tinjauan lingkungan dilakukan melalui studi AMDAL. Hasil studi AMDAL harus
dapat memberi masukan terhadap desain dan pelaksanaan kegiatan proyek.
Derajat ketelitian atau akurasi desain pendahuluan, untuk aspek rekayasa sekitar
sebesar: 75%, untuk biaya sekitar : 90 % (lihat Kreteria Perencanaan Jaringan
Irigasi KP-01, Desember 1986). Untuk mencapai tingkat akurasi tersebut,
penyiapan desain pendahuluan perlu didukung dengan survai dan investigasi
yang memadai. Jenis-jenis survai investigasi yang diperlukan antara lain:
Meteorologi dan hidrologi, rejim sungai, topografi, geologi, kondisi lokasi calon
bendungan dan material. Uraian mengenai survai investigasi dibahas lebih rinci
pada bab VI.
Jenis-jenis bendungan beton, yaitu: bendungan gaya berat (gravity), busur (arch
dam), penopang (buttress). Bendungan gravity didesain sedemikian rupa
sehingga stabil karena berat sendiri dan bentuknya. Bendungan ini dapat
dibangun dengan poros/as bendungan lurus atau sedikit melengkung (curved
gravity dam). Bendungan busur hanya dapat dibangun pada lembah yang sempit
dimana dinding tumpuan harus mampu menahan beban/dorongan yang bekerja
pada lengkungan tubuh bendungan. Bendungan buttres yang paling sederhana
adalah berupa plat beton yang didukung (support) setempat-setempay oleh
penopang (buttres).
Bendungan urugan didesain secara spesifik sesuai dengan kondisi lokasi dan
ketersediaan material konstruksi di lokasi bendungan. Stabilitas bendungan
diciptakan dengan membuat masa timbunan yang sangat berat sehingga
mampu menahan beban yang bekerja.
Secara garis besar bendungan urugan dibedakan menjadi: urugan tanah dan
urugan batu.
Salah satu kelemahan utama bendungan tipe ini adalah rawan terhadap
erosi, baik erosi internal yang disebabkan oleh rembesan maupun erosi
permukaan yang disebabkan peluapan (overtopping). Oleh karenanya
bendungan urugan tanah harus dilengkapi dengan pelimpah dengan
kapasitas yang cukup untuk mengalirkan banjir desain dengan aman.
Seperti bendungan urugan tanah, bendungan urugan batu juga dapat rusak
atau runtuh akibat meluapnya air waduk, oleh karenanya bendungan harus
dilengkapi dengan bangunan pelimpah dengan kapasitas yang cukup.
Perkecualian berlaku bagi bendungan pengalih aliran, bendungan detensi
banjir atau penangkap sedimen yang secara khusus didisain tahan terhadap
meluapnya air waduk, dimana permukaan lerengnya dilengkapi dengan
batu-batu besar yang didisain khusus tahan terhadap erosi dari luapan air.
a. Tujuan pembangunan
Tujuan pembangunan bendungan biasanya akan berpengaruh pada
operasi waduk yang kemudian akan berakibat pada fluktuasi muka air
waduk. Untuk muka air waduk yang sangat fluktuatif dan dengan fluktuasi
yang besar seperti waduk harian PLTA yang beroperasi untuk beban
puncak, kurang cocok bagi bendungan urugan tanah homogeen.
b. Tinggi bendungan
Untuk ketinggian kurang dari 30 m, biasanya lebih cocok digunakan jenis
yang sederhana dan mudah pelaksanaanya yaitu tipe urugan homogeen;
lebih tinggi dengan dipakainya material yang memiliki kuat geser yang
tinggi dibagian zona luar (shell).
c. Topografi
Lembah sempit berbentuk V dengan fondasi batuan yang kuat, cocok
untuk bendungan beton tetapi tidak cocok untuk bendungan urugan
karena dalam pelaksanaan konstruksi, bendungan urugan memerlukan
medan kerja yang cukup luas. Untuk lembah yang agak lebar lebih cocok
untuk bendungan urugan.
d. Geologi
Pertimbangan geologi mencakup menilai kecocokan jenis tanah dan
batuan sebagai fondasi dan kesesuaiannya dengan material tubuh
bendungan. Geologi fondasi lokasi bendungan sering menjadi penentu
didalam menetapkan tipe bendungan yang cocok dengan lokasi tersebut.
Kondisi fondasi dan geologi yang harus dipertimbangkan antara lain
mencakup: kekuatan, ketebalan, arah dan kemiringan lapisan, tingkat lulus
air/permeabilitas, retakan, persambungan, dan patahan.
Untuk fondasi tanah, paling sesuai untuk tipe urugan tanah homogeen,
sedang untuk fonfdasi fondasi pasir kerikil yg lolos air, dapat
Untuk fondasi batuan yang kuat, dengan lembah sempit cocok untuk
bendungan beton gaya berat, bila lereng tumpuan batuannya cukup keras
pula, cocok untuk bendungan beton busur (arch dam).
Dilihat dari kondisi gelogi fondasi, lokasi yang baik untuk bendungan,
adalah daerah yang memiliki batuan dasar yang kuat dengan endapan
sungai yang tipis.
c. Pertimbangan lain
Disamping aspek-aspek diatas, aspek berikut juga tidak kalah pentingnya
untuk dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bendungan, yaitu:
Yang dimaksud dengan segala kondisi beban kerja adalah: sesaat selesainya
pembangunan, rembesan tetap (steady seepage) , surut cepat dan kondisi
darurat; sedang yang dimaksud dengan kombinasi beban kerja adalah:
kombinasi tanpa beban gempa dan dengan beban gempa, sebagaimana diatur
pada RSNI M-03-2002 (lihat penjelasan analisis stabilitas pada bab 9).
terjadinya gempa bumi dan hujan badai, atau dengan kata lain bendungan harus
aman terhadap kegagalan operasi. Untuk itu bendungan harus dilengkapi
dengan prasarana dan sarana operasi yang dapat dioperasikan pada kondisi
normal maupun luar biasa/darurat, dan sarana untuk keperluan pemantauan,
perbaikan dan rehabilitasi.
Catatan :
- Piping : adalah erosi yang mulai terjadi dari tempat keluarnya air
rembesan seperti pada lereng urugan atau permukaan fondasi, yang
kemudian berkembang ke hulu membentuk buluh (pipa) piping.
- Erosi internal: erosi yang yang terjadi pada tanah halus melalui ruang pori
antar butir kasar pada masa urugan atau fondasi erosi internal
5.3 Strategi desain
Agar keamanan bendungan terpenuhi, dalam penyiapan desain perlu
diperhatikan strategi penyiapan desain sbb:
1) Team desain dan supervisi konstruksi: Tim desain harus terdiri dari
ahli-ahli bendungan yang diketuai oleh team leader dengan keahlian
sebagai ” dam engineer generalist” yg mampu mengkoordinasi seluruh
tenaga ahli/ “specialist” yg terlibat, dan menjembatani kemungkinan
timbulnya “gap” dari berbagai spesialisasi/bidang keahlian tsb. Sesuai
PP 28 tahun 2000, semua tenaga ahli harus memiliki sertifikat keahlian
(untuk bendungan adalah sertifikat Ahli Bendungan Besar) yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
2) Hindari konsep struktur yang rumit dan tidak perlu.
3) Desain harus sesuai (compatible) dengan keahlian tenaga pelaksana
konstruksi, tehnologi dan peralatan yg tersedia.
4) Hati-hati dengan konsep desain baru yang didasarkan pada teori dan
“experimental investigation” baik yg tidak atu yang menggunakan
material dan metode non konvensional.
5). Harus tersedia jalan akses yg baik menuju ke setiap komponen -
komponen bendungan yang perlu dioperasikan, dipantau, diperbaiki dan
direhabilitasi, serta menuju area yg kritis
6). Tata letak bangunan harus diatur dengan baik sehingga mampu
memfasilitasi kebutuhan perbaikan dan/atau penggantian peralatan
mekanikal dan listrik dimasa y.a.d.
7). Harus tersedia ventilasi dan penerangan yang cukup pada gallery, shaft,
terowong atau tempat-tempat tertutup lain yang perlu diinspeksi atau
pada tempat-tempat yang mengandung gas yg mudah terbakar.
8). Bendungan sedapat mungkin didesain dengan pertimbangan dapat
dioperasikan dan dipelihara dengan mudah (simple).
6.1 . Umum
Pada pembangunan bendungan, survai dan investigasi merupakan tahap yang
penting dalam rangka mendapatkan data pendukung dalam menentukan tipe dan
disain bendungan yang akan dibangun. Tidak memadainya survai dan investigasi
akan menyebabkan tidak akuratnya desain bendungan, sehingga dapat berakibat
fatal berupa keruntuhan bendungan.
Sebelum melaksanakan survai dan investigasi lebih dulu harus dibuat rencana
yang baik sesuai tahapan pembangunan bendungan. Secara garis besar survai
investigasi dapat dikelompokkan sesuai tahap pembangunan bendungan,
sebagai berikut : survai investigasi untuk perencanaan umum (overall planning),
desain awal/ pendahuluan, desain rinci, konstruksi, serta operasi dan
pemeliharaan. Disamping itu ada pula survai investigasi tambahan (supplement)
untuk mengantisipasi permasalahan baru yang timbul, serta survai investigasi
untuk keperluan khusus, seperti : untuk ganti rugi, studi lingkungan, dan untuk
penyusunan Rencana Tindak Darurat.
Semua kegiatan survai topografi harus menggunakan titik referensi yang sama,
sedapat mungkin agar menggunakan titik referensi dari jaringan triangulasi.
Tingkat ketelitian survai harus memenuhi standar yang berlaku.
Data survai yang dibutuhkan pada setiap tahap pembangunan, antara lain :
Untuk peta daerah aliran sungai, dapat digunakan foto udara dan peta topografi
yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang seperti BAKOSURTANAL, yang
dapat berupa gambar peta atau data digital. Sebelum digunakan agar dilakukan
uji validitas untuk menyakinkan bahwa datanya baik dan valid digunakan.
Jenis, metode dan tingkat akurasi investigasi geologi, harus dilakukan sesuai
dengan tahapan pelaksanaan. Pelaksana investigasi (investigator) harus memiliki
kemampuan : mengklasifikasi tanah dan batuan, memahami sifat teknik dan
geologi berbagai bentuk rupa bumi (landforms), terbiasa dengan metode-
metode : sampling, logging, serta uji lapangan dan laboratorium untuk
bendungan.
Bila perlu pada lokasi bangunan dilakukan survai seismik untuk memperkirakan
secara cepat ketebalan dan kedalaman lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan,
struktur sesar, serta ketebalan pelapukan batuan.
3) lokasi bangunan air, jalan masuk dan jenis konstruksi bangunan air yang
harus disediakan secara terperinci untuk memudahkan penentuan lokasi,
kedalaman, jenis dan jumlah pemboran yang harus dilakukan.
Data yang perlu dikaji antara lain : topografi, stratigrafi, struktural geologi, sifat
batuan, material endapan, hidrogeologi dan sejarah geologi (geohistory).
Penyebaran dan ketebalan endapan permukaan, jenis dan sifat bahan, derajat
pelapukan, pola dan penyebaran bidang-bidang diskontinyuitas dikaji lewat
pengamatan terhadap singkapan-singkapan yang ada dengan bantuan peta
topografi. Tebal, derajat pelapukan dan sifat tanah penutup, diamati dengan
membuat paritan dan sumur uji.
Peta dasar yang digunakan berupa foto udara atau peta topografi :
- Peta wilayah dengan skala 1:50.000 sampai 1:100.000
- Peta semi detil lapangan skala 1:10.000 sampai 1:25.000
- Peta detil dengan skala 1:500 sampai 1:5.000
Data yang diperoleh dari investigasi ini harus mampu memberi informasi
mengenai : stratigrafi; struktur geologi; orientasi bidang diskontinyuitas seperti
struktur sesar; kekar; jurus; kemiringan lapisan; jenis dan sifat batuan;
hidrogeologi; daerah longsoran; lokasi sumber material timbunan dan aggregat
beton.
Hasil investigasi ini bersama dengan hasil kegiatan investigasi yang lain,
selanjutnya dituangkan didalam peta geologi skala detil yang harus mampu
menggambarkan hasil investigasi geologi permukaan dengan jelas, dan dibuat
berdasarkan klasifikasi geologi sesuai dengan tujuan investigasi.
lengkap guna menentukan tipe bendungan, batas galian serta perbaikan fondasi.
Kondisi diatas dapat diketahui dari hasil pemboran inti. Selain pemboran inti,
metode lain yang lazim digunakan adalah pendugaan geo fisik dengan survai
seismik, dan terowongan uji. Secara umum lokasi dan kuantitas investigasi ini
ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe dan ukuran bendungan, serta kondisi
geologi setempat.
a. Survai Seismik
Pada desain awal : survai seismik diperlukan untuk memperkirakan
kedalaman lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan, struktur sesar,
kondisi dan tingkat pelapukan batuan. Jalur survai, paling tidak dilakukan
pada : sepanjang tapak bendungan sejajar poros bendungan, palung
sungai, tumpuan kanan dan kiri, serta sepanjang bangunan pelimpah.
Pada desain rinci : survai seismic diperlukan untuk melengkapi data yang
diperoleh pada tahap desain awal.
b. Pemboran
Pemboran diperlukan untuk mengetahui secara langsung kondisi geologi
dicalon lokasi bendungan, bangunan pelengkap dan sumber galian.
Pemboran dilakukan dengan “rotary core drilling” dengan diameter mata
bor >56 mm. Kedalaman pemboran dilokasi bendungan pada prinsipnya
harus sampai menembus batuan dasar lebih dari 5 meter, atau secara
umum paling tidak 2/3~1 kali tinggi bendungan. Kedalaman yang pasti
ditetapkan berdasarkan hasil uji seismik dan geologi setempat.
Pada tahap desain awal : paling tidak diperlukan 2 lobang bor pada
poros bendungan masing-masing ditumpuan kanan dan kiri; 2 atau 3
lubang bor dipalung sungai kecuali bila terlihat adanya singkapan batuan
segar jumlah lobang bor dapat dikurangi; 1 lobang bor dibawah mercu
pelimpah, dan ditempat-tempat lain yang memerlukan. Bila lembah sungai
sempit dan diduga merupakan jalur struktur sesar, perlu dilakukan
pemboran miringan pada sisi tebing sungai menembus formasi batuan
dibawah sungai. Kedalaman pemboran sekitar 2/3 ~ 1 tinggi bendungan.
Prinsip Perencanaan Bendungan Urugan 36
Balai Bendungan Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
Pada desain rinci : jumlah dan lokasi pemboran tergantung pada kondisi
geologi setempat, dengan mempertimbangkan titik-titik pemboran yang
telah dilaksanakan pada tahap desain awal. Secara umum lokasi
pemboran sama dengan jalur pemboran pada desain awal, namun jarak
titik pemboran perlu dirapatkan dengan jarak antara masing-masing titik
pemboran disarankan berkisar antara 20 sampai 30 m.
Inti hasil pemboran, harus disimpan dengan baik didalam peti kayu,
disusun sesuai urutan kemajuan pemboran. Diskripsi sample inti
pemboran, harus dicatat dalam kolom-kolom format laporan (log bor) yang
antara lain memuat : nama pelaksana, tanggal, elevasi, diskripsi, satuan
batuan, perolehan inti, RQD, koefisien permeabilitas, SPT, air pembilas,
dan lain-lain.
Data hasil pemboran bersama hasil kegiatan investigasi geologi yang lain,
setelah diolah kemudian dibuat peta geologi teknik rinci, termasuk peta
peta kontur batuan dasar, penampang atau profil geologi, serta peta
lugeon untuk menentukan kedalaman dan kerapatan injeksi. Pada tahap
konstruksi nanti, peta geologi rinci harus diperbaiki kembali sesuai hasil
investigasi pada galian fondasi dan investigasi tambahan. Profil geolgi
bendungan digambarkan dari arah hulu, dengan skala 1:500 1:1000,
setidaknya mencakup sepanjang poros bendungan sampai batas galian
pada bukit tumpuan, bangunan pelimpah, terowongan pengelak dan
terowongan pengambilan.
c. Terowongan uji
Metode ini disarankan untuk dilakukan bagi bendungan besar tinggi diatas
30 meter, dimana kekuatan fondasi sangat penting untuk diketahui.
Terowongan uji dibuat 1 atau 2 buah pada tumpuan kiri dan atau kanan.
Tergantung kondisi geologi setempat, didalam.
Gambar 6-1 : luas minimal untuk investigasi geologi rinci pada tapak bendungan
dilakukan uji insitu pada tanah batuan asli yang langsung dilakukan pada lobang
bor seperti yang telah diuraikan diatas, dan atau pada galian uji. Jenis uji insitu
yang dilakukan pada terowongan atau sumuran uji antara lain :
Uji pembebanan / uji deformasi
Uji insitu geseran
Uji cepat rambat gelombang elastis
Disamping itu perlu dikaji ketahanan batuan terhadap proses pelapukan (slaking)
untuk mengetahui stabilitasnya jangka panjang.
Sesuai jenis material yang diuji, pekerjaan uji laboratorium dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu uji laboratorium mekanika tanah dan mekanika batuan
seperti berikut :
a. Uji laboratorium mekanika tanah
Sample tanah yang akan diuji unutk investigasi fondasi adalah tanah asli.
Lingkup uji meliputi :
1) Sifat fisik, antara lain : berat spesifik (Gs), berat isi (n), kadar air
(Wn), analisis butiran (m%), batas-batas Atterberg, hidrometer.
2) Sifat mekanik / teknik antara lain : uji geser langsung (c,D),
konsolidasi (Cc, Cv, Es), triaksial : consolidated undrained,
unconsolidated, consolidated drained. Uji permeabilitas, dan bila
perlu uji Erodibility atau slake durability test.
b. Uji laboratorium mekanika batuan
1) Sifat fisik :
- selalu : berat spesifik, berat satuan, porositas, serap lembab,
permeabilitas;
2) Sifat mekanik :
- selalu : kekuatan terhadap pemampatan bebas (unconfined
compressive strength), modulus deformasi (elastis), nilai poison
- sering kali : triaksial-konstanta kekuatan batuan (c, ), modulus
deformasi, nilai poison; geseran langsung kekuatan geser,
konstanta batuan : tegangan tarik Brasilian
bila perlu : tegangan tarik satu dimensi; bengkokan; daya dukung kekerasan
(shore hardness); koefisien restitusi.
c. Persiapan konstruksi
- uji sifat fisik : (a) x (b) x (c) x (d)
Keterangan : (a). Mesin pemadat 2 3 jenis
(b). Metoda pemadatan 2 3 macam
(c). Tebal penghamparan 2 3 macam
(d). Jumlah sample 3
- uji sifat teknik : sama dengan uji sifat fisik
- uji penimbunan : 1 uji.
c. Persiapan konstruksi
- uji penimbunan: 1 uji
6.4.3 Material Lulus Air / Batu
a. Tahap pemilihan lokasi sumber galian
- Pemboran, dilakukan bila perlu
- Uji batuan (kecuali uji geser) 10 sample tiap jenis
- Uji gradasi, untuk material endapan sungai
c. Persiapan konstruksi
- uji peledakan
- uji fisik : 3 sample
- uji sifat teknik : 1 sample.
Dari peta (lihat peta gempa Indonesia pada lembar berikut) dapat diperoleh:
- percepatan gempa ad = z x ac x v
- koefisien gempa dasar k = ad/g k tergantung periode ulang T dan nilai T
tergantung pada Faktor Risiko
Gambar 6-2 : Peta zona gempa Indonesia menurut Pedoman Analisis Dinamik Bendungan Urugan Ditjen SDA 2008
Catatan : O = dilakukan,
+ = dilakukan bila perlu
2
Uji mutu konstruksi bendungan
Uji mutu perbaikan fondasi dan
Uji mutu daerah urugan tanah/batu
ebatman 1. Urugan kedap air dan semi kedap
borrowarea dan kuari
1. Mengontrol rembesan lewat fondasi 1. Urugan tanah di borrow
a) Spesifikasi menentukan jenis alat,
bendungan jumlah lintasan, tebal lapis ,
area
2. Mempersiapkan bidang kontak yang batasan kadar air dan kepadatan
a) Penentuan peralatan;
baik dengan lapisan urugan yang akan kering ;
b) uji mutu kadar air agar
dipadatkan. b) Uji mutu secara sederhana.
mendekati kadar air
3. Memperkecil penurunan diferensial Pengawas harus memahami secara
pemadatan, gradasi dan
yang akan terjadi untuk mencegah visual apakah material terlalu
plastisitas berada dalam
retakan dalam urugan. kering atau basah;
batasan ditentukan
4. Pengawas pekerjaan harus menjamin c) Uji mutu kepadatan di lapangan
dalam spesifikasi.
bahwa: dan pengambilan contoh uji harus
2. Urugan batu di kuari
a) fondasi dan ebatmen telah dikupas dilakukan secara kontinu selama
a) Penentuan peralatan;
sampai kedalaman yang cukup untuk konstruksi kadar air dan kepadatan;
b) Gradasi harus sesuai
memindahkan tanah lunak, organik, harus masuk dalam batasan spesifikasi,
spesifikasi, bila tidak
rekahan, pelapukan atau bahan lain bila tidak harus tambah lintasannya.
harus di proses
yang tidak diinginkan; 2. Urugan lulus air ( material kurang dari
c) Kuat tekan dan
b) lekukan/cekungan (depresi) dan sesar 5% butiran lolos no 200
absorbsi harus sesuai
batuan telah bersih dan terisi dengan a) Penentuan alat pemadat
batasan dalam
beton dental; b) Uji mutu tebal hamparan ,kadar air
spesifikasi
c) bidang batuan yang terbentuk relatif tidak dibutuhkan, gradasi kepadatan
halus dan merata karena pembentukan relatif dalam batasan spesifikasi;.
/reshping dan pengisian; 3. Urugan batu
d) rongga-rongga dasar telah diisi dan a) Penentuan alat pemadat
diinjeksi (digrout); dan dindinghalang b) Uji mutu tebal hamparan ,kadar air
telah mencapai lapisan kedap air. tidak dibutuhkan, gradasi kepadatan
relatif dalam batasan spesifikasi;.
6.6 Hidrologi
6.6.1 Cakupan analisis
Analisis dilakukan untuk mendapatkan besaran mengenai:
1). Kebutuhan air, misal kebutuhan air irigasi, air baku domestic, industri, dll.
2). Ketersediaan air/water availability: 80% (irigasi), 90% (PLTA), 98% (air baku)
3). Banjir desain: PMF, Q1000 , Q100, Q50, Q20, Q10 , Q2 tergantung
keperluan dalam bentuk hidrograf banjir
4). Tinggi jagaan.
5). Laju sedimentasi waduk, dll.
Untuk menetapkan curah hujan maksimum boleh jadi (CMB atau PMP) dan banjir
maksimum boleh jadi (BMB atau PMF), agar hasil analisisnya akurat diperlukan
data pengamatan jangka panjang lebih dari 30 tahun.
Dalam penetapan banjir desain dan kapasitas pelimpah harus berpatokan pada
SNI 03-3432-1994 (lihat tabel 6-3).
Tabel 6-2 : Data hidrologi yang diperlukan untuk analisis banjir desain
Tabel 6-3 : Patokan banjir desain dan kapasitas pelimpah (SNI 03-3432-1994)
CMB. Kewajaran hasil hitungan CMB perlu diperiksa, antara lain dengan peta
isohit PMP 24 jam (bila ada), curah hujan maksimum diwilayah sekitarnya baik
dari data pengamatan maupun hasil hitungan, dan lain sebagainya.
Curah hujan desain, kemudian didistribusi dalam satuan waktu jam-jaman atau
dalam satuan waktu yang lebih pendek, terus disusun pola hujannya dan dengan
cara coba-coba dicari durasi hujan kritisnya (critical duration storm). Kemudian
dari pola hujan berdasar hidrograf banjir hasil pengamatan dicari hidrograf banjir
masuk/inflow. Bila tidak tersedia hidrograf banjir hasil pengamatan, dapat
dilakukan dengan analisis hubungan hujan dan limpasan (runoff) dengan
hidrograf satuan sintetis atau metode lain. Didalam proses perhitungan, hidrograf
satuan sintetis harus diuji kesesuainnya dengan data pengamat banjir dan data
curah hujan, atau digunakan beberapa metode yang selanjutnya hasilnya
diperbandingkan.
Setelah diperoleh hidrograf banjir inflow, kemudian dihitung hidrograf banjir out
flow/ keluar waduk dengan cara penelusuran banjir diwaduk (reservoir routing).
6,0
HSS Nakayasu
5,0
DEBIT ( m3/dt/mm )
HSS Snyder
4,0
HSS SCS
3,0
HSS Gam a I
2,0
1,0
0,0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
WAKTU ( jam )
Gambar 6-5 :Contoh hidrograf satuan sintetis (HSS) dari berbagai metode
untuk durasi 24 jam
6.6.6 Ketersediaan Air Waduk
Data yang diperlukan untuk analisis ketersediaan air adalah data debit hujan atau
bulanan dengan periode pencatatan yang cukup panjang, minimal 10 tahun.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, sebaiknya dipakai seri data yang
lebih panjang. Data yang dipakai harus merupakan hasil rekaman pos duga air
dilokasi bendungan atau dekat disebelah hulu atau hilirnya. Bila data terlalu
pendek atau tidak tersedia, debit bulanan dapat disimulasi berdasarkan data
hujan dan data evapotranspirasi potensial pada daerah studi dengan bantuan
model matematik hubungan hujan – limpasan. Tingkat keandalan ketersediaan
air waduk, ditetapkan sesuai persyaratan bagi masing-masing pemanfaat. Besar
volume tampungan bersih waduk yang dibutuhkan dengan tingkat keandalan
tertentu, ditentukan dengan simulasi berdasarkan neraca air waduk sebagai
fungsi inflow (dari hasil perhitungan ketersediaan air) dan outflow (kebutuhan air
+ kehilangan air) serta tampungan diwaduk dalam interval waktu tertentu, misal
tengah bulanan atau bulanan.
6.6.8 Sedimentasi
Secara umum laju sedimentasi yang terjadi di waduk, hampir selalu jauh lebih
besar dari pada hasil hitungan, karena adanya asumsi parameter-parameter
Untuk mengetahui umur layanan waduk, lebih dulu harus diketahui pola
penyebaran / distribusi sedimen diwaduk. Bagi waduk kecil, sedimen yang masuk
kedalam waduk dapat dianggap langsung diendapkan secara merata dibagian
tampungan mati, tapi bagi waduk besar penyebaran pengendapan sedimen
diwaduk harus diperhatikan dengan metode khusus, seperti metode empiris
“Area – reduction” atau metode matematik “Area – increment”.
Sesuai dengan batuan pembentuk lapisan fondasi, secara garis besar fondasi
bendungan dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1). Fondasi batuan
2). Fondasi pasir atau kerikil
3). Fondasi tanah
Fondasi pasir dan kerikil, biasanya memiliki kuat geser yang cukup baik untuk
bendungan urugan, tetapi bersifat lolos air.
Fondasi tanah, umumnya cukup kedap air tetapi daya dukungnya rendah,
bahkan kadang-kadang ditemukan jenis tanah yang lunak atau sangat lunak.
Walupun demikian kekurangan ini dapat diatasi dengan cara memperkecil beban
persatuan luas bendungan pada fondasi dengan memperluas tapak bendungan
dengan cara melandaikan lereng tubuh bendungan. Sehingga tidaklah berlebihan
bila dikatakan bendungan urugan dapat dibangun dihampir setiap jenis fondasi,
kecuali bendungan yang sangat tinggi.
Lapisan batuan yang berupa batu lempung, batu lanauan dan serpih biasanya
mempunyai sifat yang tidak menguntungkan ditinjau dari aspek stabilitasnya,
karena sifatny yang mudah lapuk sehingga akan tercipta lapisan atau zona lemah
di fondasi. Adanya zona lemah, sisipan atau perlapisan harus diperhatikan dalam
melakukan analisis stabilitas.
Lapisan batuan fondasi yang mengandung sesar, rekahan atau zona yang
mudah terlarut dapat mengakibatkan terjadinya masalah rembesan dan
kebocoran. Adanya potensi alur – alur rembesan yang berlebihan atau bocoran,
perlu tindakan perbaikan, demikian pula tekanan hidrolik pada fondasi harus
dikendalikan. Hal lain yang membahayakan bendungan adalah rembesan
berlebihan yang memacu terjadinya erosi buluh dan tekanan ke atas (tekanan
angkat, up lift pressure).
Untuk mengatasi berbagai masalah pada fondasi diatas, perlu adanya upaya
perbaikan fondasi yang dapat berupa grouting, parit halang atau system drainasi
serta perbaikan pada permukaan fondasi.
Macam pekerjaan yang dilakukan antara lain: pembentukan kembali (re shaping)
permukaan sehingga smooth, pemotongan bagian yang menonjol atau
Gambar 7-1 : Contoh berbagai deformasi pada bendungan yang terjadi akibat
perbaikan fondasi yang kurang baik
7.2.2 Grouting
Apabila rekahan dan bukaan terisi oleh pasir halus, lanau atau lempung
(material berbutir halus), maka material tersebut tidak dapat tersementasi
dengan baik oleh grouting. Material halus tersebut dapat terbawa oleh
rembesan dengan tekanan yang tinggi. Kandungan kimia dari fondasi dan
waduk juga dapat mempengaruhi dan mengurangi efektivitas grouting.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan adalah terjadinya pemisahan dari
partikel semen akibat gravitasi atau berkurangnya campuran grouting
(campuran kurus) saat pelaksanaan injeksi pada kondisi air tanah yang
mengalir.
Fondasi ini biasanya berupa endapan aluvial yang lulus air, yaitu pasir dan
kerikil; bervariasi mulai dari pasir halus sampai dengan kerikil, tapi sering
dijumpai berupa campuran berlapis – lapis yang heterogen. Fondasi ini
mempunyai kuat geser yang cukup untuk mendukung beban bendungan urugan
rendah (40~50m), namun keamanan bendungan harus diverifikasi dengan
eksplorasi yang cukup, pengujian dan analisis yang memadai.
Masalah utama yang dihadapi pada lapisan fondasi material berbutir kasar
adalah besarnya debit rembesan dan besarnya tekanan angkat yang
ditimbulkannya. Keamanan terhadap erosi buluh dan tekanan angkat yang
berlebihan haruslah menjadi pertimbangan utama dalam menentukan metoda
dan jenis perbaikan fondasi. Disamping itu juga harus mempertimbangkan tujuan
pembuatan bendungan seperti kebocoran air waduk apakah mempengaruhi
operasi waduk dan mempertimbangkan aspek ekonomis.
Masalah khusus yang dapat terjadi pada fondasi pasir adalah terjadinya
penurunan daya dukung fondasi akibat goncangan gempa, yang disebut dengan
peristiwa likuifaksi. Likuifaksi adalah kondisi dimana tanah pasiran atau tanah
lanauan urai yang jenuh air, berperilaku seperti cairan, karena goncangan gempa.
Pada kondisi itu tegangan efektif menurun sampai mendekati nol (bahkan
negatif) karena meningkatnya tekanan air pori
Penyelidikan terhadap lapisan fondasi pasir kerikil yang mempunyai kepadatan
rendah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menentukan jenis perbaikan
fondasi yang tepat. Lapisan pasir yang sangat urai, juga mempunyai potensi
runtuh pada beban statis. Pada waktu konstruksi, lapisan tersebut mungkin telah
mempunyai daya dukung yang cukup, namun saat waduk diisi air terjadi proses
pembasahan sehingga lapisan menjadi jenuh, akibatnya dapat terjadi penurunan
dengan cepat diikuti keruntuhan. Hal tersebut harus dipertimbangkan secara hati
– hati dalam desain.
1) Pump – out test; yaitu air dipompa dari sebuah sumur dengan kecepatan
tertentu dan penurunan air diukur melalui lubang-lubang pengamatan
pada jarak tertentu.
Pengujian dilakukan dengan mengamati kecepatan aliran dari bahan
cairan atau elektrolit tertentu yang dimasukkan ketempat tertentu ke
sumur atau lubang-lubang pengamatan.
2) Pumping – in test; air dimasukkan dengan pompa kedalam lubang bor
atau test-pit dan kecepatan aliran air diukur pada beda tinggi tekanan
(head) tertentu
vi) Toe-drain
vii) Sumur pelepas tekanan (relief well)
viii) Kombinasi satu dengan cara lain diatas
Tujuan dari sistem drainase ini adalah untuk mengalirkan rembesan dari zona inti
yang tertampung pada drainasi cerobong tanpa menghanyutkan material halus
dari timbunan diatasnya dan fondasi.. Biasanya drainasi cerobong dan drainasi
horizontal atau toe-drain dan saluran drainase menjadi suatu sistem pengeluaran
sehingga air rembesan dapat diukur melalui alat pengukur yang dipasang pada
saluran drainase yang juga berfungsi sebagai saluran pembuang. Agar
rembesan dapat diukur, kadang diperlukan dinding halang untuk mengarahkan
aliran rembesan ke alat ukur rembesan.
Sumur pelepas tekanan ini berguna untuk mengurangi tekanan air dari fondasi
yang lebih dalam dengan cara memotong alur rembesan. Biasanya cara ini
cukup efektif untuk mencegah terjadinya “blow out” dari lapisan yang kedap air
diatasnya, tetapi juga dapat mengurangi tekanan pisometrik pada lapisan lulus
air yang mudah tererosi.
Parit halang dapat dibuat penuh sedalam lapisan fondasi yang lulus air atau
hanya sebagian atau sepenggal (partial cut off), tergantung dari sifat dari material
fondasi dan debit rembesan yang diijinkan keluar, dan digali dengan kemiringan
minimal 450 dan diisi kembali dengan lempung yang dipadatkan. Parit halang
yang lebih tipis dan lebih dalam yang diisi dengan beton plastik sehingga
membentuk dinding halang (cut off wall), dalam pelaksanaannya memerlukan
teknik khusus (lihat pedoman Dinding Halang).
MAB
Urugan Drain
tanah terbuka
Urugan tanah
random
Berm
Pasir dan kerikil
Umumnya bersifat kedap air dengan daya dukung dan kuat geser yang rendah.
Namun untuk fondasi yang berumur tua (tertier ketas) biasanya daya dukungnya
cukup baik untuk mendukung bendungan urugan. Untuk fondasi tanah berupa
alluvial muda yang berumur kwarter daya dukungnya rendah sehingga untuk
fondasi bendungan urugan yang rendah lapisan tanah seperti ini mungkin tidak
bisa digunakan.
Apabila lapisan pondasi terdiri dari tanah berbutir halus yang jenuh,
penentuan kuat geser dalam analisis stabilitas harus berdasarkan dari
prosedur pengujian yang baku (standar) untuk kondisi tersebut.
b. Pondasi yang relatif kering
Bila terjadi penjenuhan akibat pengisian waduk pada lapisan tanah yang
berbutir halus terjadi penjenuhan akibat pembasahan saat waduk diisi,
jenis tertentu meskipun mempunyai kuat geser yang tinggi, pada kondisi
kepadatan yang rendah dapat mengalami penurunan yang besar atau
dapat runtuh, lapisan pondasi tanah halus yang relatif kering, karena
pengaruh pembasahan pada saat pengisian waduk dapat berakibat
berkurangnya kuat geser tanah.
Apabila tidak dilakukan perbaikan yang tepat dan efektif, fondasi
bendungan akan mengalami keruntuhan sebagai akibat :
Bila terdapat zona lunak yang cukup luas di lapisan pondasi, maka lapisan
lunak tersebut perlu digali dan diganti dengan tanah yang lebih baik (cara
penggantian tanah) atau dengan cara perbaikan tanah lainya seperti
dijelaskan dibawah.
Disamping tanah jenis diatas, sering dijumpai pula adanya fondasi tanah lunak
atau bahkan sangat lunak, yang banyak dijumpai didaerah pesisir.
Tanah lunak adalah tanah yang mempunyai kuat geser rendah dan sifat
kompresibilitas tinggi. Pada umumnya lapisan tanah ini selalu dalam kondisi
terendam air atau mempunyai kadar air yang tinggi.
Tanah lunak juga merupakan salah satu jenis dari tanah bermasalah
(problematic soil) yang apabila tidak diselidiki secara seksama dapat
menimbulkan masalah ketidakstabilan dan pergerakan/deformasi berlebihan
yang membahayakan bangunan diatasnya. Tanah yang dimaksud dapat berupa
tanah lempungan atau lanauan baik mengandung organik maupun inorganik,
(tanah gambut tidak dibahas disini).
Berdasarkan kuat geser dan daya dukungnya, tanah lunak dapat dibagi menjadi
2 kelompok, seperti tabel 1 di bawah ini.
Tabel 7-1. Kelompok Tanah Lunak
Standard
Kuat geser Perlawanan konus
Penetraion Test,
No. Konsistensi Undrained,Su, Sondir, qc
NSPT
(kN/m2) (kN/m2)
(Pukulan/30 cm)
I Tanah Lempungan
1. Sangat lunak < 12.5 <5 <3
2. Lunak 12.5 – 25.0 5 - 10 3-5
II. Tanah Pasiran/Lanauan < 10
- -
Sumber : Pedoman pembangunan bendungan urugan pada fondasi tanah lunak, Ditjen SDA, 2007.
Gambar 7-5 : Macam-macam cara perbaikan fondasi tanah lunak (Fill Dam, The
Japanese Institute of irrigation and Drainage, March 1988)
Pasir
Cara mempercepat konsolidasi dengan drainasi vertikal (vertical drain) ini banyak
digunakan di Indonesia. Pada Prinsipnya adalah disipasi tekanan air pori berlebih
(excessive pore pressure) yang terjadi pada lapisan tanah lunak akibat beban
timbunan di atasnya, dipercepat melalui drainasi vertikal. Lapisan tanah lunak
terperas melalui drainasi vertikal yang berjarak sama, dan dikeluarkan melalui
lapisan drainasi horisontal di atasnya. Dalam penyiapan desain perlu
diperhatikan bahwa jarak antara lereng hulu dengan drainasi horizontal, harus
cukup lebar sehingga aman terhadap kemungkinan terjadinay masalah
rembesan seperti piping
Pengaruh dan keberhasilan drainasi vertikal ini tergantung dari aliran horisontal
(koefisien permeabilitas arah horisontal) ; koefisien permeabilitas arah horisontal,
Gambar 7-8. Penempatan drainasi vertikal dan cut off pada fondasi bendungan yang
berupa tanah lunak.
yang biasanya lebih besar dibandingkan arah vertikal. Adanya lensa-lensa pasir
di dalam lapisan tanah lunak juga mempengaruhi efektivitas drainase vertikal.
Berdasarkan pengalaman, cara ini efektif untuk lapisan tanah lempungan yang
mempunyai koefisien permeabilitas, k 10-6 cm/detik.
Penjelasan rinci mengenai perbaikan fondasi tanah lunak, dapat dilihat pada
“Pedoman Pembangunan Bendungan Pada Fondasi Tanah Lunak, Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air, 16 Februari 2007”.
8.1 Umum
Bendungan urugan adalah bendungan yang dibangun dari material galian yang
diurugkan dengan tanpa menggunakan material pengikat buatan. Material yang
digunakan, biasanya menggunakan material yang tersedia disekitar lokasi
bendungan.
Secara garis besar, kegiatan penyiapan desain dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Desain fondasi (telah dibahas di bab VII)
- Desain tubuh bendungan
b. Ketersediaan material;
Salah satu biaya terbesar dalam pembangunan bendungan adalah
pengadaan material bendungan. Pilihan tipe bendungan sesuai dengan
ketersediaan material setempat biasanya akan memerlukan biaya
pembangunan yang lebih murah.
c. Perkiraan biaya;
Dalam pemilihan tipe, perrlu diperbandingkan biaya untuk berbagai tipe
bendungan urugan. Perencana harus mempertimbangkan dampak biaya
untuk semua item desain, sebagai contoh pilihan mungkin jatuh pada tipe
urugan tanah, tetapi pengaruh cuaca selama konstruksi mungkin belum
dipertimbangkan, pada daerah yang memiliki musim hujan yang panjang
dengan curah hujan yang tinggi biaya untuk urugan batu mungkin akan
lebih murah karena material batu tidak akan terpengaruh oleh hujan
sementara material tanah sangat peka terhadap hujan.
- Timbunan yang tidak dipadatkan secara baik atau berlapis-lapis, nilai anisotropi
bisa mencapai kh / kv = 50
Oleh karena kh > kv, maka pada bendungan homogen yang tinggi garis
rembesan akan cenderung muncul pada lereng hilir bendungan (gambar 8-1).
Oleh karenanya bendungan homogen hanya cocok untuk bendungan rendah.
Untuk menurunkan garis rembesan, bendungan homogeen perlu dilengkapi
dengan system drainasi seperti diperlihatkan pada gambar 8-2.
Material yang digunakan untuk drainasi, diusahakan agar memiliki nilai k 100 kali
lebih besar dari k bahan timbunan tubuh bendungan pada bendungan dan
lapisan atas fondasi. Untuk mencegah terbawanya butiran tanah timbunan ke
sistem drainasi, sistem drainasi perlu dilengkapi dengan filter.
- Zona filter dan trasisi, berfungsi sebagi drainase saring untuk melindungi
material inti agar tidak bergerak masuk ke zona pendukung /urugan batu.
Prinsip penyusunan zonanya, zona urugan di tengah harus bersifat kedap air dan
selanjutnya semakin ke udik dan ke hilir zonanya urgannya harus semakin lulus
air atau butiran materialnya semakin kasar.
Dilihat dari posisi zona kedap airnya, bendungan zonal dibedakan menjadi:
- bendungan tirai
- bendungan inti miring
- bendungan inti tegak
Agar lebih efisien dalam penggunaan material, komposisi zona disusun sesuai
dengan material yang tersedia.
Gambar 8-3 : Contoh bermacam-macam pembagian zona dan bentuk inti pada
bendungan urugan tanah
- Tempatkan bidang kontak antara zona inti dengan fondasi pada posisi
yang paling sedikit membutuhkan galian pada fondasi batuan. Usahakan
penempatan zona inti akan mengakibatkan sesedikit mungkin galian pada
fondasi batuan
c. Pagar pengaman
Untuk keamanan bagi semua pihak yang melintas diatas bendungan,
disepanjang puncak bendungan perlu dipasang pagar pengaman.
Tabel 8-1 : Ketebalan hamparan dan gradasi rip-rap untuk lereng bendungan
dengan kemiringan 1:3
Apabila zona timbunan dihilir bendungan terdiri dari batu atau tumpukan
batu, tidak perlu perhatian khusus. Sedangkan perlindungan untuk
bendungan tanah atau bendungan yang sisi luarnya dari lapisan pasir
dan kerikil maka perlu ada upaya khusus yang melindungi dari erosi,
angin dan curah hujan. Apabila digunakan rumput atau tanaman lain
untuk perlindungan, perlu dilakukan seleksi dari jenis yang memenuhi
syarat selain itu lapisan luarnya perlu dipilih dari jenis yang cukup baik
untuk tumbuhan. Pemeliharaan dari tanaman tersebut perlu
diperhatikan.
Gradasi dari zona yang berdekatan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi pori-pori yang saling menyambung membentuk pipa (piping) diantara zona
satu dengan zona didekatnya. Zona filter dan transisi disamping dapat mencegah
terbawanya butiran halus dari zona inti, juga dapat mengisi bagian tubuh
bendungan yang masih kosong untuk menghindarkan retakan.
Bahan filter dan transisi harus memiliki kemampuan pematusan dan kuat geser
yang memadai. Kemampuan pematusan tergantung pada gradasi, sedang kuat
geser dipengaruhi oleh: bentuk butiran, kekerasan, gradasi, kepadatan, dll.
Pemadatan transisi / filter perlu medapat perhatian khusus agar tingkat
pemadatannya cukup baik (kepadatan relatifnya sekitar 80%) sehingga tidak
mempengaruhi kekuatan bendungan serta mampu mencegah terjadinay erosi
buluh.
Agar filter dapat berfungsi dengan baik, gradasi filter harus memenuhi
kreteria berikut :
Tabel 7-3 : Hubungan antara jenis tanah dasar dan kriteria filter :
3
Pasir dan kerikil mengandung lanau D15F 0,7 mm 4) +
dan lempung yang melewati saringan (40-A) (4xD85B –
No. 200 antara 15 % - 39 %. 0,7mm) 5)
25 4
6)
4
Pasir dan kerikil lebih kecil dari 15 %
yang melewati saringan No. 4
(melewati 4, 75 mm)
D15F
D85B
Keterangan :
1) Kategori tanah yang mengandung butiran > 4,75 mm ditentukan dari
kurva gradasi dari tanah dasar setelah disesuaikan menjadi 100 %
melewati saringan No. 4.
2) Ukuran terbesar butir filter adalah 75 mm dan persentase yang melewati
saringan No. 200 maksimal 5 % dan indek plastisitas ditentukan
berdasar material yang melewati saringan no. 40. Untuk meyakinkan
filter mempunyai permeabilitas yang cukup maka 5 dan lebih
kecil dari 0,10 mm. D15F
D85B
3) Apabila 9 x D85B < 0,20 mm maka digunakan 0,20 mm.
4) A adalah persentase saringan yang melewati saringan No. 200 setelah
dibuat gradasi sesuai filter.
5) Apabila 4 x D85B < 0,7 mm, maka digunakan 0,7 mm.
6) Untuk tanah kategori 4, D85B dapat ditentukan dari kurva gradasi awal
tanpa penyesuaian untuk butir-butiran yang lebih besar dari 4,75 mm.
Permeabilitas filter, dapat diketahui dari hasil uji lapangan atau uji laboratorium
terhadap contoh tanah tidak terganggu. Pada desain awal, permeabilitas filter
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus empiris Hazen, seperti berikut:
k = C x D102
Keterangan :
k : koefisien permeabilitas [cm/s];
C : konstanta = 1, berlaku untuk pasir dan kerikil bergradasi seragam,
tanpa sementasi dan bersih (lanau dan lempung < 5%);
D10 : ukuran butir yang lewat saringan 10 % pada kurva gradasi
material (mm)
9.1 Beban
9.1.1 Beban yang bekerja pada bendungan urugan
- Berat sendiri tubuh bendungan
- Tekanan air
- Tekanan pori
- Beban gempa
G=WxV
Gk = g x k
Untuk fondasi tanah lunak, ke empat pola keruntuhan tersebut dapat terjadi,
sedang untuk fondasi tanah keras atau batuan biasanya hanya terjadi
keruntuhan internal pada timbunan.
U= (Pa.ΔV) / (Va+h.Vw-ΔV)
= (Pa.ΔH/H0) / [no{1-(1-h)S0/100}-ΔH/H0] tidak terjadi disipasi
Dimana:
Pa = tekanan atmosfir
V = perubahan volume (%) = ΔH/ H0
H0 = tebal contoh (sample) asli
ΔH = tebal contoh terkonsolidasi
Va = volume udara bebas dalam pori tanah setelah kompaksi (%)
= no(1-S0), dimana S0= kejenuhan setelah kompaksi (%)
no = porositas setelah kompaksi
h = konstanta Henry, volume udara terlarut dalam air
= 0.0198 pada suhu 200 C.
Vw = volume air dalam pori tanah setelah kompaksi (%)=n o.S0.
Ud = C.U
U = tekanan pori bila tidak ada disipasi
Ud = tekanan pori bila ada disipasi
C = faktor koreksi = 1-A
A = 0,5 ~ 0,8 pada urugan batu dengan inti di tengah
= 0,3 ~ 0,5 pada urugan tanah homogen tanpa drainasi.
d. Kondisi darurat
Stabilitas bendungan juga harus dianalisis, jika terjadi hal-hal sbb:
FK FK
Kuat
No Kondisi Tekanan Pori Tanpa dengan
Geser
Gempa Gempa
Lereng U/S dan D/S. Dengan
gempa tanpa kerusakan
digunakan 100% koef. Gempa
desain.
3. Pengoperasian waduk 1. Efektif Surut cepat dan El. Muka
tergantung : air normal sampai El.
1.30 1.10
1. Elevasi muka air maksimum di Muka air minimum.
udik Lereng U/S dan D/S
2. Elevasi muka air minimum di Surut cepat dari El. MA
udik (dead storage) maksimum sampai El.
Lereng U/S harus dianalisis untuk MA minimum. Pengaruh 1.30 -
kondisi surut cepat. gempa diambil 0 % dari
koef. Gempa desain
4. Luar biasa tergantung : 1. Efektif Surut cepat dan El. MA
1. Pembuntuan pada sistem maksimum sampai EL.
drainase. Terendah bangunan
2. Surut cepat karena pengeluaran.
1.20 -
penggunaan air melebihi Pengaruh gempa
kebutuhan diabaikan.
3. Surut cepat keperluan gawat
darurat
Dilihat dari sistim gayanya, metoda tersebut dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu:
- Yang mengabaikan gaya horisontal : metoda Swedish
- Yang memperhitungkan gaya horisontal : metoda Bishop, Janbu
- Kelongsoran gabungan
Pada umumnya kelongsoran lingkaran terjadi pada tanah yang homogen, sedang
longsoran bukan lingkaran terjadi pada tanah yang tidak homogen. Kelongsoran
translasi dan kelongsoran gabungan (compound slip) terjadi pada lapisan tanah
yang kekuatan gesernya berbeda, dan lapisan yang berbeda tersebut relatif
dangkal dibawah permukaan lereng, lihat gambar 9-2 .
Untuk analisis kuat geser total (total stress analysis), digunakan parameter c dan
Ø (diperoleh dari uji triaksial uu/unconsolidated undrain), faktor keamanan (FK)
terhadap kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
Untuk analisis kuat geser efektif (effective stress analysis), digunakan parameter
c’ dan Ø’ (diperoleh dari uji triaksial cu atau cd), faktor keamanan (FK) terhadap
kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
Faktor keamanan (FK) terhadap kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
Dimana :
FK = faktor keamanan terhadap longsoran
l = panjang bidang irisan di atas bidang lonsoran = b/ cos α
b = lebar irisan(m)
h = tinggi irisan (m)
A = luas irisan = h. b (m)
C’ = kohesi efektif bahan timbunan (ton/m2)
Ø’ = sudut geser efektif
W = berat sendiri timbunan = .A (ton)
N = komponen normal dari berat sendiri timbunan = W cos α (ton)
U = tekanan pori yang bekerja pada permukaan bidang longsoran
Ne = komponen normal gaya gempa horisontal = k W sin α (ton)
T = komponen tangensial dari berat sendiri timbunan = W sin α (ton)
Te = komponen tangensi gaya gempa horisontal = k W cos α (ton)
K = koefisien gempa
Gambar 9-3 : Atas, gaya-gaya yang bekerja pada irisan pada kondisi waduk
kosong
Bawah, gaya-gaya yang bekerja pada irisan pada kondisi waduk
penuh
Analisi dinamis tidak dibahas dalam modul ini, penjelasan lebih rinci dapat dilihat
pada “Pedoman Analisis Dinamik Bendungan Urugan, Ditjen SDA, 31 Januari
2008”.
St = S p + S s
Cc 1 1
Sp = H log
1 C0
1
dimana :
H = Ketebalan lapisan yang ditinjau (m)
Cc = Indeks kompresi
Co = Angka pori awal
1 = Tegangan efektif tanah awal (kPa)
1 = Peningkatan tegangan efektif (kPa)
Lapisan Porus
(b)
(a)
Gambar 9-4. Arah aliran disipasi tekanan air pori, (a) satu arah aliran,
(b) dua arah aliran
T
t = (a.H ) 2
Cv
Keterangan :
t = waktu konsolidasi
a = konstanta aliran; aliran satu arah = 1; aliaran dua arah = 0,5
H = ketebalan lapisan yang ditinjau (m)
cv = koefisien konsolidasi arah vertikal (m2/detik)
t = faktor waktu, sesuai dengan tingkat konsolidasi (U) yang terjadi, sesuai
grafik hubungan Tv dan U, gambar 9-6.
Bagi fondasi tanah lunak yang dilengkapi dengan perforated vertical drain (PVD)
guna percepatan konsolidasi, arah pengaliran disipasi terjadi baik vertikal
maupun horisontal.
t
Ss = H. C log
td
dimana:
C = Indeks kompresi sekunder
t = Lama waktu pembebanan
td = waktu dan siklus pembebanan
Konsolidasi primer
Kompresi
sekunder
c t
T
d2
Gambar 9-6 : Hubungan Tv dan tingkat konsolidasi U
yang tinggi dari zona inti, debit rembesan berlebihan, retak desikasi, drainasi
tidak berfungsi baik atau kapasitasnya tidak mencukupi.
Ic
FK 4
Ie
' G 1
Ic s
w 1 e
dimana :
FK : faktor keamanan (tanpa dimensi);
Ic : gradien keluaran kritis (tanpa dimensi);
Ie : gradien keluaran dari hasil analisis rembesan atau pembacaan instrumen
pisometer (tanpa dimensi);
’ : berat isi efektif (terendam) (t/m3);
w : berat isi air (t/m3);
Gs : berat spesifik (tanpa dimensi);
e : angka pori (tanpa dimensi);
sg
V=
A w
dimana :
V = kecepatan kritis,
s = berat isi jenuh material,
w = berat isi air,
g = gravitasi,
A = Luas penampang yang dilalui air.
nt Gs t
FK 2
w h (1 e) h
dimana :
n : berat isi material lapisan penutup kedap air (t/m3);
t : tebal lapisan tanah penutup (m);
h : tinggi tekanan pisometrik (m).
e : angka pori ;
Gs : berat spesifik;
w : berat isi air (t/m3).
1) Selimut kedap air atau inti kedap air yang terletak di atas fondasi aluvial
berbutir kasar atau batuan yang mengandung banyak rekahan.
2) Inti kedap air yang dibuat miring dan tipis di atas zona drainase.
3) Melewati puncak dinding halang kedap air dengan penutup yang sempit.
Untuk mencegah kegagalan jenis ini, harus dipasang saringan (filter) sesuai
dengan standar yang berlaku.
Retak desikasi biasanya terjadi pada kondisi, dimana kadar air nilainya diantara
batas plastis dan batas susut, atau jika kadar air turun di bawah batas plastis,
sehingga kuat geser tanah juga menurun. Kekeringan yang terjadi pada
kedalaman yang signifikan memerlukan waktu yang lama dan biasanya terjadi
selama periode penurunan muka air waduk yang lama, sehingga kadar air
urugan di atas muka air waduk sangat berkurang. Hal ini, disamping
menimbulkan penurunan kadar air dalam inti yang menyebabkan retakan susut
dan bocoran yang serius, juga dapat menyebabkan terjadinya erosi, yang
akhirnya mengakibatkan kegagalan / keruntuhan, terutama pada bendungan
yang tinggi.
Jika zona inti bendungan tidak dilengkapi dengan filter dan mempunyai gradien
internal yang tinggi, maka akan terjadi perpindahan butiran halus dari zona
timbunan inti ke zona timbunan batu.
q1 = kh2/2 L
dimana :
k = permeabilitas dari material drain,
L = panjang drain,
h = tebal vertikal drainase horisontal
q = debit rembesan per meter lebar drain( diukur melintang sungai).
k 2 h2 w
q2 =
L2
Dimana :
k2 : permeabilitas vertikal drain pada tinggi h2 ,
L2 : panjang horisontal drain, seperti pada gambar 9-7
w : lebar drainase
(a) (b)
Drainase vertikal Drainase horisontal
Gambar 9-7, Desain dimensi sistem drainase terkait dengan kebutuhan kapasitas
pematusan rembesan
Urugan tanah
Permukaan air drainase vertikal
Muka freatik
Urugan batu
rembesan
drainse horisontal
Gambar 9-8, Bendungan homogen dengan sistem drainase buntu (clogging) atau
kapasitasnya tidak cukup
X. INSTRUMENTASI
10.1 Umum
Untuk mengetahui perilaku tubuh bendungan dan fondasi, didalam tubuh
bendungan dan fondasi dipasang sistem pemantau atau instrumentasi.
Tujuan pemasangan: ada tiga macam yaitu untuk:
- pengendalian pelaksanaan konstruksi (khususnya untuk bendungan
yang dibangun pada fondasi tanah lunak)
- pemantauan perilaku bendungan jangka panjang pada masa O&P.
- penelitian
- Tekanan air pori atau tekanan angkat; didalam tubuh bendungan dan
fondasinya.
- Rembesan; kuantitas dan kualitasnya (yang muncul disekitar
bendungan baik dari waduk, maupun yang berasal dari luar waduk)
- Deformasi, yang terjadi pada tubuh bendungan, fondasi, tumpuan.
Jenis dan jumlah: disamping pertimbangan diatas, jenis instrumen dipilih yang
tahan lama, mudah pengoperasiannya sesuai keahlian SDM. Jumlah se-efisien
mungkin karena jumlah yang terlalu banyak akan menjadikan beban berat bagi
petugas pemantau, disamping itu harganya cukup mahal.
Semua alat ukur tekanan dan pergerakan harus dikalibrasi di lapangan sebelum
dipasang, meskipun dari pabrik sudah ada sertifikatnya.
11.1. Umum
Agar bendungan dapat berfungsi seperti yang direncanakan dan aman
dioperasikan pada kondisi banjir, bendungan perlu dilengkapi dengan bangunan
pelengkap, berupa bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan atau
bangunan sadap/bangunan intake . Kadang-kadang lokasi bangunan pelimpah
tidak mencukupi untuk membangun pelimpah yang besar yang kapasitasnya
cukup untuk mengalirkan banjir desain, sehingga diperlukan bangunan pelimpah
tambahan (auxiliary spillway) atau pelimpah darurat (emergency spillway).
Untuk menurunkan muka air waduk pada saat kondisi darurat, kadang-kadang
bendungan juga dilengkapi dengan bangunan pengeluaran darurat (emergency
releas) yang dapat berupa bangunan pengeluaran bawah (bottom outlet) atau
jenis konstruksi lain. Pada bab ini selanjutnya hanya akan dibahas banguna
pelengkap yang lazim ada pada setiap bendungan yaitu bangunan pelimpah dan
bangunan pengambilan.
Untuk bendungan urugan, terdapat beberapa tipe yang biasa digunakan. Untuk
menentukan tipe yang paling sesuai diperlukan studi yang mendalam hingga
diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Tipe atau jenis pelimpah biasanya
diberi nama sesuai ciri yang menonjol dari bangunan tersebut, diantaranya
adalah:
- Ogee atau over flow (frontal, lengkung)
- ambang jatuh (free overfall, biasa dipakai pada bendungan beton),
- sipon,
- corong (shaft atau morning glory),
- pelimpah samping (side channel)
- terowong.
Gambar 11-2 : Atas, tipikal pelimpah corong (shaft); Bawah, kondisi aliran
pada pelimpah corong
desain yang digunakan adalah Q1000 dan banjir maksimum boleh jadi (PMF) masing-
masing dengan tinggi jagaan sesuai pedoman yang berlaku. Untuk bendungan dengan
konsekwensi kecil, banjir desain yang digunakan adalah Q1000 dan setengah banjir
maksimum boleh jadi (1/2 PMF) masing-masing dengan tinggi jagaan sesuai pedoman
yang berlaku.
Gambar 11-4 : Sambungan lantai luncur untuk fondasi batuan (atas) dan fondasi
tanah (bawah).
XII. PENUTUP
Agar bendungan kokoh dan aman, desain bendungan harus memenuhi tiga
kreteria pokok, berikut:
- aman terhadap kegagalan struktural dan operasional
- aman terhadap kegagalan hidrolik
- aman terhadap kegagalan rembesan.
LATIHAN
KUNCI JAWABAN
DAFTAR PUSTAKA
TERIMAKSIH
zainuddinzain2000@yahoo.com