Anda di halaman 1dari 4

Konsep 

The Triple Bottom Line


Elkington (1997) menjelaskan konsep Triple Bottom Line digunakan sebagai landasan prinsipal
dalam aplikasi program Corporate Social Responsibility pada sebuah perusahaan. Tiga
kepentingan yang menjadi satu ini merupakan garis besar dan tujuan utama tanggung jawab
sosial sebuah perusahaan.

1. Profit (Keuntungan)
Keuntungan merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha.
Keuntungan sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan
untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

2. People (Masyarakat)
Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting
bagi perusahaan karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan untuk keberadaan,
kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Perusahaan perlu berkomitmen untuk
berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu, operasi
perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Tanggung jawab sosial
perusahaan didasarkan pada keputusan perusahaan tersebut tidak bersifat paksaan atau
tuntutan masyarakat sekitar. Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab sosial
diperlukan pandangan menganai Corporate Social Responsibility. Melalui kegiatan sosial
perusahaan maka itu dapat dikatakan melakukan investasi masa depan dan timbal baliknya
masyarakat juga akan ikut serta menjaga eksistensi perusahaan.

3. Planet (Lingkungan)
Lingkungan merupakan sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan perusahaan.
Hubungan perusahaan dan lingkungan adalah hubungan sebab akibat yaitu jika perusahaan
merawat lingkungan maka lingkungan akan bermanfaat bagi perusahaan. Sebaliknya jika
perusahaan merusak lingkungan maka lingkungan juga akan tidak memberikan manfaat kepada
perusahaan. Dengan demikian, penerapan konsep Triple Bottom Line yakni profit, people,
dan planet sangat diperlukan sebuah perusahaan dalam menjalankan operasinya. Sebuah
perusahaan tidak hanya keuntungan saja yang dicari melainkan juga memperdulikan
masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan.

TEORI-TEORI YANG MENDASARI TRIPLE BOTTOM LINE 


Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)

Teori legitimasi berasal dari konsep legitimasi organisasi yang diungkapkan oleh Dowling &
Pfeffer (1975) yang mengungkapkan bahwa legitimasi adalah sebuah kondisi atau status yang
ada ketika sistem nilai entitas kongruen dengan sistem nilai masyarakat yang lebih luas di
tempat entitas tersebut berada. Ketika terjadi suatu perbedaan, baik yang nyata atau
berpotensi muncul di antara kedua sistem nilai tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap
legitimasi entitas. Sesuai dengan yang dinyatakan O’Donovan (2002) bahwa legitimasi
merupakan gagasan agar sebuah organisasi dapat terus beroperasi dengan sukses, maka
organisasi tersebut harus bertindak sesuai aturan yang diterima secara luas oleh masyarakat.
Deegan (2004) menyatakan bahwa teori legitimasi adalah sebagai,  “Teori yang menyatakan
bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada
dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Suatu perusahaan akan secara sukarela
melaporkan aktivitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan
komunitas”.
Fenomena Sosial dan lingkungan
Begitu banyak fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Fenomena sosial ini
disebabkan oleh berbagai bentuk perubahan sosial, antara lain perubahan budaya, perubahan
teknologi, dan lain sebagainya. Sebelum memahami contoh fenomena sosial, ada baiknya kita
memahami fenomena terlebih dahulu, pengertian fenomena sosial, dan pembahasan lain di
bawah ini.
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), fenomena merupakanhal-hal yang dapat
disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Fenomena
sendiri berasal dari bahasa Yunani, phainomenom yang berarti “apa yang terlihat”. Menurut
Freddy Rangkuti (2011), fenomena adalah suatu fakta yang kita temui di lapangan. Fenomena
bisa dilihat dan ditemui di manapun.

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

Triple Bottom Line

Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997. Melalui bukunya
yang berjudul “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”,
Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line dalam istilah economic prosperity,
environmental quality, dan social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah
memerhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memerhatikan dan terlibat
dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet). Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom
Line adalah sebagai berikut (Wibisono, 2007).
1. Profit
Profit  merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha. Fokus utama
dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham
setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri adalah tambahan
pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas
yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas
dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan memiliki keunggulan
kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.
2. People
Masyarakat di sekitar perusahaan adalah salah satu stakeholder penting yang harus diperhatikan
oleh perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan,
kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan selalu berupaya
untuk memberikan manfaat yangsebesar-besarnya kepada masyarakat. Operasi perusahaan
berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga perusahaan perlu untuk
melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika
perusahaan ingin tetap mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung
jawab yang bersifat sosial.
3. Planet
Selain aspek people, perusahaan juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap
lingkungan. Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar
perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan, karena tidak
ada keuntungan langsung di dalamnya. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan
memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber
daya yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Konsep dan Definisi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan adalah tanggung jawab yang diemban oleh
perusahaan terhadap keseimbangan antara aspek- aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Tanggung jawab sebuah perusahaan tersebut meliputi beberapa aspek yang tidak dapat
dipisahkan. Tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
kontribusi sebuah perusahaan yang terpusat pada aktivitas bisnis, investasi sosial dan
program philantrophy, serta kewajiban dalam kebijakan publik (Wineberg, 2004). Tujuan dari
adanya CSR yaitu sebagai wujud tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan atas
dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Banyaknya global warming, kemiskinan
yang semakin meningkat, serta memburuknya kesehatan masyarakat memicu perusahaan untuk
melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. CSR memegang peranan yang penting
dalam strategi perusahaan di berbagai sektor yang terjadi ketidakkonsitenan antara keuntungan
perusahaan dan tujuan sosial, atau perselisihan yang dapat terjadi karena isu-isu tentang
kewajaran yang berlebihan (Heal, 2004).
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan
Tujuan pengungkapan secara umum adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu
untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan melayani berbagai pihak yang memiliki
kepentingan berbeda (Suwardjono, 2005). Security Exchange Committee (SEC) menuntut lebih
banyak pengungkapan karena pelaporan keuangan memiliki aspek sosial dan publik. Oleh karena
itu, pengungkapan dituntut lebih dari sekedar pelaporan keuangan, tetapi meliputi pula
penyampaian informasi kualitatif dan kuantitatif, baik yang mandatory (wajib)
maupun voluntary (sukarela) (Chrismawati, 2007).

Anda mungkin juga menyukai