Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses membaca jurnal adalah teknik pembaca dalam menilai secara
rasional karya peneliti jurnal. Pembaca mengandalkan teknik analisa yang
tepat. Pada blok Sistem Metabolisme dan Imunologi ini mahasiswa
kedokteran dalam mengkritisi jurnal harus mampu memilih jurnal yang
sesuai dengan topik pembahasan. Pada blok ini topik yang terpilih untuk
Kelompok 5 adalah ‘Psoriasis’.
Psoriasis adalah penyakit multisistem kronis yang merubah siklus
hidup sel kulit, dengan dominasi gejala di bagian kulit dan sendi. Psoriasis
bermanifestasi sebagai plak / kerak kemerahan yang tertutupi oleh skuama
tebal berwarna putih keperakan dengan area predileksi terbanyak pada
bagian ekstensor tubuh dan kulit kepala, namun pada dasarnya psoriasis
juga dapat timbul di daerah lain pada kulit tubuh.
Penulis dari artikel jurnal Management of psoriasis as systemic
disease: what is the ecidence? melakukan review beberapa jurnal terkait
dengan psoriasis dan mencari hubungannya dengan manajemen pada
penyakit sistemik.
Bagi mahasiswa kedokteran, sangat penting untuk membaca jurnal-
jurnal penelitian dan pendidikan sebagai bekal dasar bagi evidence based
medicine, sehingga mahasiswa kedokteran mampu menjadi dokter yang
kritis kesahihan informasi terkini dan dapat menerapkan keilmuannya dalam
pengelolaan kasus yang ada. Oleh karena itu, kami tertarik untuk membuat
makalah (journal reading) terkait jurnal tiroiditis postparum tersebut.

1.2 Identitas Jurnal


Jurnal Management of psoriasis as systemic disease: what is the
ecidence? merupakan jurnal review yang ditulis oleh N.J. Korman. Beliau
merupakan bagian dari Departement of Dermatology, Case Western
2

Reserve University, Cleveland, OH, USA; Universitity Hospitals Cleveland


Medical Center, Cleveland, OH, USA. Jurnal ini diterima untuk
dipublikasikan pada tanggal 3 Juni 2019 pada BJD (British Journal of
Dermatology).
3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Psoriasis1,2


Psoriasis adalah penyakit multisistem kronis yang merubah siklus
hidup sel kulit, dengan dominasi gejala di bagian kulit dan sendi. Psoriasis
bermanifestasi sebagai plak / kerak kemerahan yang tertutupi oleh skuama
tebal berwarna putih keperakan dengan area predileksi terbanyak pada
bagian ekstensor tubuh dan kulit kepala, namun pada dasarnya psoriasis
juga dapat timbul di daerah lain pada kulit tubuh.
Psoriasis merupakan akibat dari hiperproliferasi keratinosit pada
epidermis dengan peningkatan kecepatan siklus hidup atau pergantian
(turnover) sel epidermal, dimana etiologinya masih belum diketahui pasti.
Namun terdapat bukti bahwa faktor genetik, sistem imun, dan lingkungan
berperan penting sebagai bagian dari beberapa penyebab psoriasis.
Psoriasis adalah kondisi peradangan kronis yang dimediasi oleh
kekebalan tubuh yang mempengaruhi sekitar 3% orang dewasa dan 0,1%
anak-anak dan remaja di AS. Ditandai dengan adanya plak eritematosa
berbatas tegas yang ditutupi oleh sisik putih keperakan, biasanya terjadi
secara simetris yang melibatkan siku, lutut dan kulit kepala. Onset psoriasis
dipicu ketika faktor genetik dan lingkungan mengaktifkan sel dendritik
plasmacytoid, menghasilkan produksi berbagai sitokin proinflamasi,
termasuk faktor nekrosis tumor (TNF)-α, interferon (IFN)-γ, interleukin
(IL)-17, IL-22, IL-23 dan IL-1β. Banyak dari sitokin ini yang kemudian
merangsang hiperproliferasi keratinosit, dan mengawali terjadinya siklus
peradangan kronis.
Sebagai tambahan, Korman (2019) mengatakan pada psoriasis
sedang hingga berat, peningkatan kadar beberapa sitokin proinflamasi tidak
hanya ditemukan pada lesi kulit, tetapi juga pada darah. Peningkatan stokin
secara sistemik ini mendorong terjadinya peradangan subklinis kronis yang
merupakan peradangan asimtomatik yang dapat menyebabkan kerusakan
4

jaringan dari waktu ke waktu. Dan terkait pada komorbiditas yang secara
tidak proporsional mempengaruhi pasien dengan psoriasis, diantaranya:
psoriatic arthritis (PsA), penyakit kardiovaskular (CVD), diabetes mellitus,
obesitas, radang usus penyakit dan penyakit hati berlemak nonalkohol
(NAFLD) (Tabel 1).

Tabel. 1 Komorbiditas yang terasosiasi pada psoriasis


2.2 Patogensis Psoriasis1
Patofisiologi psoriasis masih belum diketahui pasti karena akar
penyebab utamanya masih belum diketahui secara jelas. Psoriasis
merupakan penyakit kulit inflamasi kronis, dengan dasar genetik yang kuat,
ditandai dengan perubahan yang kompleks pada pertumbuhan dan
diferensisasi epidermal, biokimia, sistem imun, kelainan vaskuler, dan
fungsi sistem saraf.
Pada orang normal, produksi sel kulit berlangsung sekitar 3-4 minggu,
dimana sel kulit baru tumbuh di bagian terbawah dan secara perlahan naik
ke permukaan kulit dan kulit yang berada di atasnya akan apoptosis
sehingga berkurang dengan sendirinya. Pada penderita psoriasis, proses
tersebut hanya berlangsung sekitar 3-7 hari menyebabkan peningkatan
produksi sel. Percepatan dari siklus hidup sel kulit menyebabkan produksi
yang meningkat dan terus menerus, sehingga sel kulit tersebut terdorong dan
5

menumpuk ke permukaan kulit sehingga menunjukkan gambaran plak keras


pada area yang terkena.
Proses genetik dan kelainan sistem imun berperan penting dalam
terjadinya psoriasis. [6] Beberapa orang mewarisi gen yang menyebabkan
mereka cenderung lebih mudah terkena psoriasis. Sampai saat ini telah
ditemukan setidaknya 8 lokus kromosom yang berkaitan dengan psoriasis.
Lokus tersebut dikenal dengan nama PSORS I-VIII. Penelitian mendetail
tentang pemetaan gen telah menemukan bahwa HLA-Cw6 allele yang juga
dikenal sebagai PSORS1 merupakan gen utama yang berperan pada
kejadian psoriasis.
Pada penderita psoriasis terdapat kelainan sistem imun dimana
leukosit sel-T menerima sinyal yang salah yang menyebabkan penyerangan
terhadap sel kulit. Secara spesifik, epidermis diinfiltrasi oleh sejumlah besar
sel-T teraktivasi, dimana sel-T yang teraktivasi mampu menginduksi
proliferasi keratinosit. Pada akhirnya, proses inflamasi dengan produksi
besar dari sitokin (TNF- α, interferon-ᵞ, interleukin-12) , menyebabkan
munculnya gambaran klinis dari psoriasis.
Perubahan respon imun dan kelainan genetik menyebabkan
hiperplasia sel epidermal dan dilatasi pembuluh darah superfisial yang akan
membuat peningkatan kecepatan turnover atau pergantian  siklus hidup sel
kulit, menyebabkan maturasi sel yang tidak baik.

2.3 Klasifikasi Psoriasis3


Berdasarkan karakteristik lesi kulit yang muncul, psoriasis dapat
diklasifikasis menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis plak, poriasis gutata,
psoriasis inverse, psoriasis pustular, psoriasis eritrodermik, psoriasis kuku,
dan artritis psoriatik.
a. Psoriasis Vulgaris (Psoriasis Fase Kronis)
Psoriasis vulgaris adalah tipe yang paling umum dari psoriasis. Lesi
kulit dapat berupa plak eritema yang tebal dan ditutupi skuama berwarna
perak dan sering terasa gatal maupun nyeri. Predileksi melibatkan kulit
6

kepala, permukaan ekstensor, genital, umbilkus, regio lumbosakral dan


retroaurikular.
b. Psoriasis Plak
Pada psoriasis plak, lesi kulit berupa plak eritema berbatas tegas
dengan bentuk bulat-oval atau plak nummular (seperti koin). Lesi
berawal sebagai makula eritem (datar dan berukuran <1cm) atau papul,
yang kemudian melebar secara perifer dan bergabung membentuk plak.
Terdapat bentuk cincin dengan warna pucat, disebut dengan Woronoff’s
ring pada kulit di sekitar plak psoriasis. Terdapat skuama berwarna putih
keperakan dengan ketebalan yang bervariasi Apabila skuama dilepaskan
bisa ditemukan titik perdarahan kecil (Auspitz sign). Predileksi psoriasis
tipe ini adalah pada bagian permukaan ekstensor lutut, siku, kulit kepala
dan badan.
c. Psoriasis Gutata
Psoriasis gutata biasanya muncul tiba-tiba atau 2-3 minggu setelah
ISPA yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus group A.
Predileksi psoriasis gutata yang predominan adalah badan dan
ekstremitas proksimal.
Jenis ini terjadi pada kurang dari 2% pasien psoriasis dengan
gambaran khas seperti tetesan embun dengan ukuran bervariasi antara 1-
10 mm. Lesi kulit berupa papul berwarna salmon-pink biasanya disertai
skuama, paling sering menimbulkan gatal yang bisa sangat parah.
d. Psoriasis Inverse
Psoriasis inverse bisanya muncul pada permukaan fleksural, ketiak,
lipat paha, di bawah lipatan payudara, dan pada lipatan kulit. Lesi ini
seringkali salah terdiagnosa sebagai infeksi jamur, karena area predileksi
dari psoriasis inverse merupakan daerah yang lembab sehingga lesi yang
muncul cenderung memberikan gambaran plak eritem dengan skuama
yang sedikit
e. Psoriasis Pustular
7

Psoriasis pustular adalah gambaran psoriasis yang muncul karena


kumpulan neutrofil yang sudah cukup besar untuk terlihat secara klinis.
Setiap bentuk psoriasis mengandung netrofil pada stratum korneum,
ketika kumpulan netrofil sudah cukup besar untuk terlihat secara klinis,
maka dinamakan sebagai psoriasis pustular.
Lesi pada psoriasis pustular dapat terjadi secara lokal atau
generalisata. Psoriasis pustular generalisata (von Zumbusch) merupakan
keadaan yang jarang dan sangat berat, disetai demam dan toksisitas. Lesi
berupa pustul dan eritem menyebar di seluruh tubuh. Pada lesi yang
lokal, biasanya melibatkan telapak tangan dan kaki.
8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Terjemahan Jurnal


a. Psoriasis : Penyakit Peradangan Sistemik
Menurut Korman (2019), secara historis psoriasis dianggap
sebagai penyakit yang terbatas pada kulit dan biasanya diobati dengan
agen topikal atau fototerapi. Meskipun terapi tersebut dapat meredakan
gejala kulit lokal secara efektif, terapi tersebut tidak banyak
memengaruhi penyebab penyakit yang mendasarinya. Dengan kemajuan
terbaru dalam memahami sifat inflamasi psoriasis, upaya penelitian telah
difokuskan pada penjelasan peran sitokin proinflamasi spesifik yang
berkontribusi pada patogenesis penyakit, dengan tujuan mengembangkan
terapi untuk target yang baru.

Gbr. 1 (Psoriasis, Systemic Inflamation)


9

Pada jurnal ini, Korman (2019) mengatakan psoriasis


berkembang ketika sel dendritik plasmacytoid yang diaktifkan
menghasilkan sitokin IFN-α proinflamasi, yang mengaktifkan sel
dendritik myeloid dalam hubungannya dengan IFN-γ, TNF-α, IL1β dan
IL-6. Sel dendritik myeloid yang diaktifkan ini menghasilkan IL-12 dan
IL-23, yang secara bersamaan mengaktifkan sel T helper (Th) 1 dan
Th17. Setelah dimulai, siklus peradangan ini berlanjut secara kronis,
karena sel Th1 yang teraktivasi menghasilkan sel TNF-α dan sel Th17
menghasilkan IL-17A, IL-17F dan IL-22. Sitokin ini selanjutnya
mengaktifkan keratinosit yang menghasilkan berbagai sitokin, kemokin,
dan peptida antimikroba yang mendorong respons proinflamasi yang
sedang berlangsung (Gbr. 1).
Seiring perkembangan psoriasis, sifat sistemiknya dibuktikan
dengan peningkatan kadar serum dari beberapa sitokin proinflamasi,
termasuk TNF-α, IFN-γ, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17A dan IL-18, pada
pasien dengan psoriasis yang dibandingkan dengan kontrol sehat.
Pengamatan dari studi tomografi 18F-fluorodeoxyglucose positron
emission tomography /computed tomography (FDG PET/CT) juga
memvalidasi hipotesis bahwa psoriasis adalah penyakit inflamasi
sistemik. Dalam studi ini, pasien dengan psoriasis sedang hingga berat
selain terjadi peradangan arteri dan subkutan yang menyeluruh juga
menunjukkan peradangan subklinis di hepar, persendian dan tendon yang
meningkat secara signifikan, dan pasien dengan psoriasis ringan
mengalami peradangan subklinis di aorta. Dengan, USG arteri femoralis
dapat meningkatkan deteksi aterosklerosis subklinis pada pasien dengan
psoriasis sedang hingga berat. Dan resistensi insulin membantu
memberikan prediksi yang lebih baik dari aterosklerosis subklinis
daripada faktor risiko CVD tradisional. Pengamatan semacam itu telah
menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
sekumpulan molekul inflamasi berdifusi ke dalam sirkulasi sistemik dan
kemudian ke berbagai sistem organ; ini dapat berkontribusi pada patologi
10

komorbiditas inflamasi umum pada psoriasis (Gbr. 2). Pada Tabel 2


menyoroti temuan dari penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa jalur
inflamasi sistemik bersama berkontribusi pada patogenesis psoriasis dan
penyakit penyerta. Peningkatan pemahaman tentang peran jalur
molekuler patogen ini telah memungkinkan apresiasi terhadap sifat
sistemik psoriasis dan memunculkan pengembangan berbagai agen
biologis yang menargetkan sitokin utama yang terlibat dalam penyakit
ini.

Gbr. 2 (Psoriasis, Comorbidities and key inflammatory cytokines)


11

Tabel. 2 Patogenesis komorbiditas psoriasis (bagian 1)

Tabel. 2 Patogenesis komorbiditas psoriasis (bagian 2)


b. Tujuan untuk Mengobati Peradangan Sistemik pada Psoriasis
Korman (2019) mendapatkan bahwa studi pada penyakit
inflamasi yang dimediasi imun (IMID) lainnya, termasuk penyakit Crohn
dan rheumatoid arthritis (RA), telah menunjukkan manfaat yang
signifikan dari pengobatan dini yang disetujui untuk meningkatkan hasil
dan menyarankan bahwa pendekatan serupa dapat membantu dalam
mengendalikan inflamasi sistemik dan mengoptimalkan hasil jangka
panjang pada psoriasis. Khususnya, beberapa agen biologis yang sama
disetujui untuk pengobatan psoriasis sedang hingga berat dan RA
(etanercept, adalimumab, certolizumab dan infliximab) atau penyakit
Crohn (adalimumab, infliximab, certolizumab dan ustekinumab) karena
sentralitas target mereka dalam patogenesis penyakit.
Sebagai pelaksana lebih mudah mengenali psoriasis sebagai
penyakit sistemik dan lebih menekankan pada pengendalian peradangan
sistemik, Korman (2019) membagi tujuan pengobatan dalam dua kategori
berbeda berdasarkan kelayakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Tujuan pertama dan paling praktis yang dapat diterapkan berpotensi
mencegah kerusakan yang terkait dengan inflamasi sistemik sekaligus
berpotensi mencegah perkembangan psoriasis dan penyakit penyerta.
Tujuan kedua berpotensi membalikkan kerusakan inflamasi yang ada
serta tanda dan gejala komorbiditas.
12

1) Tujuan 1: mencegah kerusakan yang terkait dengan peradangan


dan mencegah kerusakan / penyakit penyerta di masa mendatang
Banyak biomarker peradangan telah diidentifikasi. Beberapa
penanda kerusakan inflamasi dan risiko kardiovaskular yang paling
umum digunakan pada psoriasis aktif termasuk protein C-reaktif
(CRP) dan laju sedimentasi eritrosit (LED). Kadar CRP berhubungan
positif dengan keparahan penyakit yang diukur dengan Area Psoriasis
dan Indeks Keparahan. CRP juga merupakan prediktor independen
risiko CVD dan terlibat dalam perkembangan lesi aterosklerotik
karena mengurangi ekspresi sintase oksida nitrat dan sintase
prostasiklin, mengikat kolesterol lipoprotein densitas rendah yang
menstimulasi penyerapannya oleh makrofag dan meningkatkan
ekspresi molekul adhesi pada sel endotel. Ketika kadar CRP
menurun, resiko kardiovaskular menurun. Namun, ada bukti yang
mempertanyakan kegunaan klinis CRP untuk mengevaluasi resiko
kardiovaskular di antara lain yaitu individu dengan kondisi inflamasi
seperti psoriasis, menunjukkan kebutuhan untuk biomarker risiko
CVD alternatif pada pasien dengan kondisi inflamasi yang mendasari.
Pengobatan dengan agen biologis mengurangi inflamasi sistemik
yang diukur dengan tingkat ESR dan CRP di beberapa status penyakit
yang berbeda. Sebagai contoh, penghambat TNF-a secara signifikan
mengurangi tingkat ESR dan CRP pada RA. Penghambat TNF-a juga
secara signifikan menurunkan tingkat CRP pada pasien yang
memiliki sindrom metabolik atau penyakit Crohn. Demikian pula, IL-
12 / 23 inhibitor ustekinumab mengurangi tingkat ESR dan CRP pada
penyakit Crohn, 36 dan IL-17A inhibitor secukinumab mengurangi
kadar CRP pada ankylosing spondylitis dan mengurangi tingkat ESR
di PsA. Pada pasien dengan psoriasis sedang hingga berat yang
diobati dengan terapi sistemik, termasuk methotrexate, adalimumab,
etanercept, infliximab dan ixekizumab, penelitian telah melaporkan
penurunan tingkat ESR dan / atau CRP.
13

Data dari studi retrospektif mendukung konsep bahwa agen


biologis tertentu yang menargetkan sitokin proinflamasi relevan yang
terlibat dalam patogenesis psoriasis mungkin merupakan pilihan
pengobatan terbaik untuk mengurangi kemungkinan pasien dengan
psoriasis akan mengembangkan CVD. Analisis retrospektif AS yang
besar tentang tingkat kejadian kardiovaskular pada pasien dengan
psoriasis (tingkat keparahan tidak dilaporkan) menemukan bahwa
pasien yang menerima inhibitor TNF-a (etanercept, infliximab atau
adalimumab; persentase tidak ditentukan) memiliki risiko yang jauh
lebih rendah untuk infark miokard (MI) dibandingkan dengan pasien.
menerima terapi topikal [rasio odds yang disesuaikan 0 50, interval
kepercayaan 95% (CI) 0 32-0 79], 48 dan bahwa pengobatan dengan
terapi ini menurunkan risiko kejadian kardiovaskular utama
dibandingkan dengan metotreksat selama 12 bulan masa tindak
lanjut- up [rasio hazard yang disesuaikan (HR) 0 55, P <0 001] .49
Selanjutnya, selama 24 bulan masa tindak lanjut, paparan kumulatif
terhadap inhibitor TNF-a dikaitkan dengan penurunan 11% risiko
kardiovaskular untuk setiap 6 bulan pengobatan (P = 0 02) .49 Studi
retrospektif lain yang menggunakan database klaim administratif AS
yang memasukkan informasi dari sekitar 25 juta pasien dan
tanggungan mereka, dibandingkan dengan lebih dari 11.000 pasien
dengan psoriasis
Terdapat juga dua penelitian prospektif kecil tentang pengobatan
dengan adalimumab pada psoriasis sedang hingga berat. Satu studi
mengevaluasi efek adalimumab dibandingkan dengan plasebo selama
16 minggu diikuti dengan pengobatan adalimumab label terbuka
selama 1 tahun. Penelitian lain meneliti adalimumab, fototerapi dan
plasebo selama 12 minggu diikuti dengan terapi adalimumab label
terbuka selama 1 tahun. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
penurunan inflamasi vaskular pada pasien yang diobati dengan
adalimumab dibandingkan dengan plasebo baik pada 12 minggu atau
14

16 minggu ataupun dengan fototerapi pada 12 minggu yang diukur


dengan 18F-FDG PET / CT. Namun, salah satu studi ini
mengevaluasi beberapa biomarker dan menemukan penurunan kadar
asetilasi glikoprotein, biomarker komposit baru dari inflamasi
sistemik, pada pasien yang diobati dengan adalimumab dibandingkan
dengan mereka yang diobati dengan fototerapi. Selain itu, sebuah
studi prospektif kecil tentang ustekinumab pada populasi Korea
mengamati penurunan inflamasi vaskular secara signifikan pada
individu yang mencapai peningkatan ≥ 75% pada PASI selama
periode pengobatan rata-rata 5 bulan. Studi prospektif yang sedang
berlangsung termasuk uji coba Peradangan Vaskular pada Psoriasis
(VIP) yang saat ini mengevaluasi efek ustekinumab (VIPU;
NCT02187172), secukinumab (VIP-S; NCT02690701) dan
apremilast (VIP-A; NCT03082729) pada peradangan aorta yang
diukur dengan 18F -FDG PET / CT dan tingkat biomarker yang
terkait dengan risiko metabolik dan kardiovaskular. Hasil dari
penelitian agen biologis pada IMID selain psoriasis mendukung
hipotesis bahwa agen biologis dapat mengurangi inflamasi sistemik
dan mencegah kerusakan kardiovaskular.
Selain memiliki potensi untuk mencegah kerusakan yang terkait
dengan peradangan vaskular dan mencegah CVD, pengobatan dengan
inhibitor TNF-a mungkin memainkan peran penting dalam
mengurangi kerusakan inflamasi pada penyakit penyerta psoriasis
lainnya. Pada pasien psoriasis, peningkatan inflamasi sistemik dan
disregulasi adipositokin, termasuk leptin, resistin dan adiponektin,
meningkatkan risiko resistensi insulin yang dapat berkembang
menjadi diabetes melitus dan sindrom metabolik. Risiko ini
meningkat seiring dengan keparahan psoriasis dan menurun dengan
terapi inhibitor TNF-a. Dalam sebuah penelitian kecil (N = 89) yang
membandingkan pengobatan dengan terapi etanercept vs. psoralen
dan ultraviolet A (PUVA) pada psoriasis sedang hingga berat,
15

NAFLD dan sindrom metabolik, Campanati et al. mengamati bahwa


terapi etanercept dikaitkan dengan penurunan signifikan pada
transaminase, CRP dan insulin puasa, dan peningkatan sensitivitas
insulin, sedangkan pengobatan dengan PUVA tidak menyebabkan
penurunan signifikan pada indikator ini. Hasil ini mendukung konsep
bahwa pengobatan dengan etanercept mungkin memiliki peran yang
lebih bermanfaat daripada terapi/pengobatan tradisional dalam
mencegah perkembangan NAFLD menjadi fibrosis hati melalui sifat
homeostatis anti-inflamasi dan glukosa.
Obesitas adalah komorbiditas psoriasis yang terkenal, dan pada
obesitas, seperti pada psoriasis dan PsA, terjadi disregulasi kadar dan
atau fungsi ILs, TNF-a, dan adipositokin lainnya. Tetapi,
kemungkinan peran agen biologis dalam mengurangi obesitas pada
psoriasis belum diamati sampai saat ini. Faktanya, penghambat TNF-
a telah menyebabkan penambahan berat badan pada pasien dengan
psoriasis sedang hingga berat. Tidak ada bukti peningkatan berat
badan yang signifikan secara klinis telah dilaporkan dalam penelitian
ustekinumab atau ixekizumab pada psoriasis sedang hingga berat. Uji
coba ObePso-S yang sedang berlangsung (NCT03055494) secara
prospektif mengeksplorasi efek penghambatan IL-17A dengan
penggunaan secukinumab pada jaringan adiposa dan peradangan kulit
pada psoriasis sedang hingga berat.
2) Tujuan 2: membalikkan kerusakan / kondisi komorbid yang ada
yang disebabkan oleh inflamasi
Bukti yang mendukung pemulihan kerusakan yang ada dan atau
kondisi komorbid yang diakibatkan oleh inflamasi sistemik pada
pasien psoriasis cukup menggembirakan tetapi tidak berkembang
dengan baik sebagai bukti yang mendukung tujuan yang dinyatakan
pertama untuk mencegah kerusakan dan mencegah penyakit penyerta
di masa depan. Sebuah studi tentang pengobatan ustekinumab pada
pasien dengan psoriasis sedang hingga berat (N = 46) menunjukkan
16

regresi kelainan enteseal inflamasi subklinis dan kelainan sinovial,


menunjukkan kemungkinan bahwa perkembangan PsA dapat
dihambat oleh pengobatan biologis psoriasis. Selain itu, sebuah
penelitian terhadap 105 pasien dengan berbagai tingkat keparahan
psoriasis menggunakan CT angiografi untuk menunjukkan bahwa
pengobatan dengan agen sistemik atau biologis dikaitkan dengan
peningkatan beban plak koroner nonkalsifikasi. Lebih lanjut, sebuah
penelitian terhadap 53 pasien dengan psoriasis sedang hingga berat
melaporkan bahwa methotrexate dan ustekinumab secara signifikan
menurunkan tingkat ketebalan intima-media karotis. Penelitian lain
menunjukkan peningkatan dalam pengukuran fungsi kardiovaskular
dengan terapi psoriasis sistemik. Efek secukinumab pada disfungsi
endotel pada psoriasis sedang hingga berat tanpa CVD parah saat ini
sedang dievaluasi dalam studi prospektif CARIMA (NCT02559622).
Meskipun dalam sebagian besar penelitian ini dihipotesiskan
bahwa penggunaan pengobatan antiinflamasi sistemik pada psoriasis
akan menyebabkan penurunan keparahan penyakit penyerta,
penelitian yang dipublikasikan hingga saat ini terbatas dalam ukuran
dan ruang lingkup, dan penelitian yang lebih besar dirancang dengan
baik. diperlukan untuk memberikan hubungan yang pasti antara jenis
perbaikan ini dan pengurangan inflamasi sistemik. Secara
keseluruhan, penemuan ini menggembirakan dan memberi kesan
bahwa pengobatan dini dengan biologi memiliki potensi, setidaknya
dalam jangka pendek, untuk membalikkan kerusakan yang
disebabkan oleh komorbiditas inflamasi yang terkait dengan
psoriasis.
c. Diskusi
Mengingat luasnya data yang menunjukkan bahwa psoriasis adalah
penyakit sistemik dan harus dikelola seperti itu, tampak jelas bahwa
perawatan sistemik diperlukan untuk mengoptimalkan pengobatan. Dua
tujuan ditetapkan untuk memandu praktisi menuju manajemen
17

peradangan sistemik yang efektif pada psoriasis. Berdasarkan bukti yang


tersedia, tujuan pertama - untuk mencegah kerusakan yang terkait dengan
peradangan dan mencegah kerusakan / komorbiditas di masa depan -
tampaknya dapat dicapai oleh banyak pasien dengan penggunaan terapi
agen biologis di awal perjalanan penyakit, yang menargetkan sitokin
proinflamasi yang sesuai. Tujuan kedua, atau yang lebih tinggi, - untuk
membalikkan kerusakan / kondisi komorbid yang ada yang disebabkan
oleh peradangan – masih memiliki lebih sedikit bukti yang mendukung
pencapaiannya. Namun, hasil dari beberapa penelitian pada hewan dan
manusia menunjukkan bahwa membalikkan kerusakan mungkin lebih
dapat dicapai daripada yang saat ini dilakukan oleh praktisi. Kemajuan
penelitian tentang biomarker baru, yang dapat meningkatkan baik
diagnosis awal komorbiditas atau evaluasi klinis komorbiditas, dapat
membantu praktisi mengevaluasi respons pasien terhadap terapi sistemik
dengan lebih baik. Untuk memberikan dukungan lebih lanjut untuk
pencapaian tujuan pengobatan ini, upaya untuk mengumpulkan data
prospektif dilakukan. Hasil dari uji coba prospektif ini diharapkan dapat
memberikan wawasan penting tentang peran agen biologis dalam
mengobati peradangan sistemik yang terkait dengan psoriasis.

3.2 Ringkasan Jurnal


Psoriasis adalah penyakit kronis yang dimediasi sistem imun yang
ditandai dengan timbulnya eritematosa, indurasi, bersisik, pruritus, dan
seringkali nyeri pada plak kulit. Dalam lingkup klinisnya psoriasis sering
ditemukan dengan beberapa penyakit penyerta (komorbiditas) seperti artritis
psoriatis, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, obesitas, penyakit
radang usus, dan penyakit hati berlemak nonalkohol.
Jurnal review ini merangkum beberapa jurnal penelitian yang
dijadikan sebagai bukti terkait pengembangan terapi psoriasis dengan sudut
pandang terapi sistemik (seperti TNF-a dan agen spesifik lainnya) layak
untuk diberikan pada pasien psoriasis. Beberapa penelitian secara umum
18

memiliki hasil yang positif dengan tatalaksana tersebut memiliki


peningkatan perbaikan pada hasilnya, namun pada kasus sedang hingga
berat perbedaan yang didapatkan tidak terlalu signifikan.
Korman (2019) membagi tujuan pengobatan menjadi dua garis besar
yaitu tujuan pertama dan paling praktis yang dapat diterapkan berpotensi
mencegah kerusakan yang terkait dengan inflamasi sistemik sekaligus
berpotensi mencegah perkembangan psoriasis dan penyakit penyerta.
Tujuan kedua berpotensi membalikkan kerusakan inflamasi yang ada serta
tanda dan gejala komorbiditas.

3.3 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal


Setelah kami analisa, menurut kelompok kami jurnal ini memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, antara lain :
a. Kelebihan
1. Menggunakan banyak daftar pustaka terbaru dengan total 99
referensi
2. Jurnal review ini masih tergolong baru, dengan waktu terbit di tahun
2019
3. Menggunakan gambaran tabel dan diagram yang mempermudah
pembaca dalam memahami penyampaian dalam jurnal tersebut
4. Tata cara penulisan abstrak sudah baik karena dapat memberikan
gambaran menyeluruh mengenai isi dari jurnal dan dibuat secara
ringkas, tepat dan jelas
b. Kekurangan
1. Terminologi serta bahasa inggris yang digunakan terkadang sulit
untuk dimengerti
2. Tidak dijelaskan cara penatalaksanaan terapi sistemik yang dibahas
19

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terapi sistemik dengan faktor-faktor anti-inflamasi seperti TNF-a
inhibitor kemungkinan memainkan peranan penting dalam mengurangi
kerusakan inflamasi pada beberapa komorbiditas psoriasis. Meskipun ini
masih menjadi sebuah hipotesis, Korman (2019) menyarankan agar
dilakukan penelitian dengan desain yang lebih baik serta sampel yang lebih
banyak sehingga didapatkan hasil yang lebih valid dan dapat terbukti secara
ilmiah. Secara umum pembahasan pada jurnal ini menyarankan bahwa
terapi awal dengan terapi sistemik memiliki potensi setidaknya pada jangka
pendek untuk mengembalikan kerusakan yang diakibatkan oleh psoriasis.
4.2 Saran
Jurnal ini akan lebih baik lagi jika dijelaskan mekanisme mengenai
terapi menggunakan faktor-faktor anti-inflamasi sehingga kami pembaca
dapat mengetahui gambarannya serta tidak perlu repot-repot mencari
sumber lain.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders.
2. Guyton, C. Arthur & Jhon, E. Hall. 2016. Guyton and Hall : Textbook of
Medical Physiology, Ed.12. Jakarta : EGC.
3. Gudjonsson, J. E., & Elder, J. T. 2011. Psoriasis. In L. A. Goldsmith, S. I.
Katz, B. A. Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffel, & K. Wolff, Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine, 8th Ed, 2V (Vol. 1, pp. 197-231). New
York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai