OLEH :
DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI
NIM. 19.322.3110
OLEH:
Proposal
Denpasar, 2020
Pembimbing I Pembimbing II
Ns. Ni Komang Ayu Resiyanthi, S.Kep.,M.Kep Ns. Ni Made Aries Minarti, S.Kep.,M.Ng.
NIK. 2.04.11.427 NIK.
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL
Denpasar, 2020
Mengetahui
Program Studi Keperawatan
Ketua,
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karenaberkat
rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan proposal yang berjudul
“Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Toilet Training pada
Anak Usia Toddler di Banjar Lebih Duur Kaja Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar
I” pada waktunya. Proposal ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Alih Jenjang Sarjana Keperawatan StiKes Wira Medika
Bali.
Proposal ini dapat diselesaikan dengan dukungan dari berbagai pihak, maka
dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana, MM, selaku Ketua STIKes Wira Medika
Bali.
2. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspadewi, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Wira Medika Bali.
3. Ns. Ni Komang Ayu Resiyanthi, S.Kep., M.Kep. selaku pembimbing 1 yang
telah memberikan masukan, motivasi dan bantuan dalam penyusunan proposal
ini.
4. Ns. Ni Made Aries Minarti, S.Kep.,M.Ng selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan masukan, motivasi dan bantuan dalam penyusunan proposal ini.
5. Orang Tua dan keluarga tercinta atas segala doa, cinta dan sayang
sertadukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan penyusunan
proposali ini.
6. Mahasiswa angkatan B12 –B StiKes Wira Medika Bali yang telah memberikan
dukungan dan doa dalam penyusunan proposal.
Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian.................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................6
1.3.1 Tujuan umum................................................................................6
1.3.2 Tujuan khusus...............................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................6
1.5 Keaslian Penelitian.................................................................................7
perkembangan kepribadian baik dalam aspek fisik, psikis, spiritual maupun etika-
moral yang dimulai dari bayi, usia toddler, pra-sekolah, sekolah hingga remaja
(Budiarti, Sariyati, & Fatimah, 2017). Usia toddler adalah salah satu periode usia
perkembangan yang terjadi pada masa kanak-kanak awal, yaitu saat anak berada
dalam rentang umur satu sampai tiga tahun (Denada, Nazriati, & Chandra,
Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 18.913.420 jiwa dari 87,9 juta anak
Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2019), jumlah anak
usia toddler di Bali yaitu sebanyak 191.694 jiwa dengan Kota Denpasar
menempati urutan pertama dengan jumlah anak usia toddlersebanyak 47.866 jiwa,
urutan kedua yaitu Kabupaten Badung dengan 31.291 jiwa, urutan ketiga yaitu
Kabupaten Buleleng dengan 29.281 jiwa, dan Kabupaten Gianyar masuk urutan
keempat dari sembilan Kabupaten dengan jumlah anak usia toddler sebanyak
20.995 jiwa. Kecamatan Gianyar menempati jumlah anak usia toddler tertinggi di
Kabupaten Gianyar dengan jumlah mencapai 2.091 jiwa yaitu pada UPTD
keemasan atau golden age sehingga anak dengan cepat dapat menerima informasi
atau stimulus dari luar (Mail & Romdzati, 2018). Masa ini merupakan masa
eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu
bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku
temper tantrum, negativisme, dan keras kepala (Rohadi & Asnindari, 2015).
Perkembangan yang terjadi pada anak usia toddler yaitu kemampuan bahasa
kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin berkemih
dan defekasi, serta perkembangan psikoseksual anak usia toddler berada pada
tahap anal dimana terjadi ketertarikan yang berpusat pada bagian anal dengan
terjadnya perkembangan dari otot-otot sfingter yaitu anak mampu menahan dan
perhatian khusus dari orang tua, maka pertumbuhan dan perkembangan anak akan
terhambat sehingga timbul masalah-masalah umum pada anak usia toddler, salah
satunya adalah pengajaran ke toilet seperti ketidakmandirian anak dalam buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB), mengompol, dan buang air kecil maupun
Kebiasaan yang salah dalam mengontrol buang air besar dan buang air
kecil akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak di masa mendatang.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2013, infeksi saluran kemih
kemih dan ginjal yang dapat berakibat fatal. Prevalensi infeksi saluran kemih
(ISK) pada anak sebesar 5,47% yang terdiri dari 3,98% anak laki-laki dan 1,49%
pada anak perempuan. Prevalensi raum popok pada anak cukup tinggi sebanyak
25% akibat penggunaan popok. Di Indonesia penyakit Infeksi Saluran kemih pada
anak di perkirakan 8% terjadi pada anak laki-laki dan 2 % terjadi pada anak
perempuan. Infeksi saluran kemih pada anak salah satu penyebabnya adalah
pemakaian diapers yang terlalu lama. Prevalensi ruam popok sebesar 7-35% yang
Alini (2018), umumnya 35-50% anak usia 38-48 bulan masih mengompol
diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAK dan BAB (mengompol)
berusia 4 tahun, 10% anak berusia 6 tahun dan 3% anak berusia 15 tahun
dilakukan dengan melatih anak melalui toilet training, yang merupakan tugas
utama dalam perkembangan anak usia toddler (Kyle & Carman, 2019). Toilet
training adalah usaha orang tua untuk mengajarkan dan melatih anak dalam buang
air kecil dan buang air besar secara teratur dan benar (Mail & Romdzati, 2018).
Manfaat toilet training pada anak adalah menjadi awal terbentuknya kemandirian
secara nyata dalam melakukan hal-hal kecil seperti BAK dan BAB sesuai dengan
tubuh (anatomi) yang akan dihadapi oleh anak pada tahapan perkembangan
berikutnya (Murhadi, Almanar, & Laka, 2019). Umumnya pengajaran toilet
training yang dilakukan oleh orang tua yaitu 31% orang tua mulai mengajarkan
pada usia anak 18-22 bulan, 27% mulai di usia 23-27 bulan, dan 16% di usia 28-
32 bulan dan 22% di usia 32 bulan ke atas. Pengajaran toilet training harus
dilakukan dengan sikap yang positif dan tidak mengancam oleh orang tua, karena
anak denga usia dini mulai peka dan sensitive terhadap setiap stimulus yang
berperilaku hidup bersih dan sehat (Serlianti, 2019). Memberikan pujian lembut
dan menunggu anak siap untuk diajarkan toilet training sangat penting untuk
Maulana, 2018).
anak, jenis kelamin anak, pendidikan orang tua khususnya ibu, pekerjaan ibu, pola
terhadap keberhasilan toilet training pada anak karena ibu merupakan tokoh
sentral yang akan berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga
sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara baik dan sesuai
responden (70%) berhasil melakukan toilet training dan 21 responden (30%) tidak
yang tidak berhasil atau gagal dalam melakukan toilet training. Dampak yang
paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan
yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian
dimana anak cenderung bersikap keras kepala, kurang percaya diri bahkan kikir.
Apabila orang tua terlambat dalam mengajarkan toilet training, maka anak akan
menjadi pribadi yang acuh tak acuh, cenderung ceroboh serta emosional (Hidayat,
2012).
didapatkan data jumlah anak usia toddler (1-3 tahun) sebanyak 94 anak. Hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 ibu yang memiliki anak usia
toddler didapatkan bahwa 4 ibu (40%) memiliki anak yang sudah mandiri dalam
melakukan toilet training dan 6 ibu (60%) memiliki anak yang belum mandiri
memerlukan bantuan saat ke toilet dan anak sudah mampu dalam mengungkapkan
keinginan untuk buang air kecil, namun anak belum mampu menahan sampai
toilet.
I”.
faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di
faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak usia toddler.
toddler.
memberikan manfaat. Adapun terdapat dua manfaat dalam penelitian ini yaitu
pengalaman serta wawasan mengenai toilet training pada anak bagi pembaca
c. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan sumber untuk
Secara praktis penelitian ini dapat memberikan motivasi pada ibu dalam
Toilet Training Pada Anak Toddler di Kelurahan Karang Pule Kota Mataram.
dengan sampel berjumlah 155 responden. Hasil dari penelitian ini menurut
Hasil uji analisa penelitian ini diuji menggunakan analisa chi-square dan
menunjukkan angka sig.(2-sided) adalah 0,04 masih lebih kecil dari a = 0,05,
pada anak usia toddler (1-3 tahun). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang akan diteliti oleh peneliti yaitu terletak pada desain penelitian, variabel
penelitian yang akan diteliti peneliti adalah pada pendekatan yang akan
Jambi dengan populasi semua ibu yang mempunyai anak usia 1-3 tahun
Hasil dari peneltiian ini yaitu mayoritas kesiapan anak berada dalam kategori
kesiapan baik sebanyak 52 responden (67,5%), sedangkan kesiapan cukup
tidak berhasil. Setelah dilakukan uji dengan spearman rank, didapatkan hasil
nilai sig 0,000 yang berarti p-value< 0,005. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada jenis penelitian,
Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
3. (Sari, 2018), meneliti “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Keberhasilan
Toilet Training pada Anak Usia 2-4 Tahun di Paud Terpadu Aisyiyah
semua ibu yang mempunyai anak berusia 2-4 tahun dengan jumlah sampel
menggunakan data primer dan uji analisis menggunakan uji statistik Chi-
pola asuh ibu dalam menyiapkan toilet training yaitu usia, pendidikan dan
pekerjaan orang tua. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai signifikan (p)
adalah 0,001 dengan taraf signifikan 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna secara spesifik antara pola asuh orang tua
Arum (2018) dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Adapun
antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak
Training pada Anak Usia 3-5 Tahun di Paud Se-Kota Pekanbaru Tahun 2017”
orang tua yang mempunyai anak berusia 3-5 tahun sebanyak 250 orang.
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah random
sampling dan analisa dilakukan dengan uji chi square menggunakan a = 0,05
sebanyak 129 orang (48,4%), sedangkan 121 (51,6%) orang lainnya memiliki
sebagian besar responden yaitu 140 orang (56%) memiliki pola asuh yang
kurang baik dan 110 orang (44%) memiliki pola asuh yang baik. Berdasarkan
pengetahuan dan pola asuh dengan pelaksanaan toilet training dengan p value
= 0,001 < a (0,05) dan tidak terdapat hubungan antara pendidkan ibu dengan
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada
TINJAUAN PUSTAKA
Anak usia toddler adalah anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun). Pada periode
ini anak berusaha mencari bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana mengontrol
orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan tindakan keras kepala. Hal ini
Dewi, 2017).
Menurut Fida & Maya (2014),anak usia toddler adalah anak usia 1-3 tahun
dengan mengalami perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat dan
toddler adalah anak yang berusia dari rentang satu sampai tiga tahun yang
Menurut Ridha (2017), terdapat beberapa ciri-ciri umum anak usia toddler
Menurut Kyle & Carman (2019) dan Cahyaningsih (2011), berikut merupakan
1. Perkembangan motorik
sepeda roda tiga dicapai di masa toddler. Keterampilan motorik halus berkembang
manipulasi ini membantu toddler yang ingin tahu untuk mengeksplorasi dan
yang baru, maka kepercayaan diri anak akan meningkat untuk melakukan
berkembang lebih cepat dari toddler yang ragu (Kyle & Carman, 2019).
2. Perkembangan psikososial
rasa malu dan ragu. Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/muscular stages).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua
dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak,
tetapi juga harus memberikan kebebasan melakukan apapun yang anak mau (Kyle
seperti membedakan diri sendiri dengan orang lain, pemisahan dari orang tua,
yang dapat diterima secara sosial dan interaksi egosentris dengan orang lain. Rasa
malu dan ragu-ragu dapat berkembang jika anak usia balita ini teap
keterampilan yang baru didapat atau jika membuatnya merasa tidak memadai
3. Perkembangan psikoseksual
perkembangan anak memiliki ciri dan waktu tertentu serta diharapkan berjalan
secara kontinyu. Zona erogenous terdiri dari anus dan bokong dan aktivitas
seksual berpusat pada saat pembuangan dan penahanan sampah tubuh. Fokus
toddler terhadap tahap perkembangan ini berganti dari area oral ke anal dengan
Masturbasi dapat terjadi akibat dari eksplorasi tubuh dan anak dapat mempelajari
kata-kata yang dikaitkan dengan anatomi dan eliminasi. Freud juga menjelaskan
bahwa dalam tahapan ini toilet training merupakan tugas utama anak usia
toddler(Cahyaningsih, 2011).
4. Perkembangan kognitif
Anak usia toddler melewati dua subtahap terakhir dalam tahap pertama
muda terlibat dalam reaksi sirkulare tersier dan berkembang menjadi kombinasi
perilaku untuk melihat apa saja yang akan terjadi. Pada usia 2 tahun, toddler
peningkatan kognitif, toddler kini terlibat dalam imitasi lambat. Misalnya, anak
usia toddler dapat meniru tugas rumah tangga yang mereka lihat dilakukan oleh
orang tua beberapa hari yang lalu (Kyle & Carman, 2019).
Selama tahap ini, toddlermulai menjadi lebih pandai dengan pemikiran simbolik.
Tahap ini ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih awal dan memanipulasi
simbol-simbol yang menggambarkan objek atau benda dan keterikatan atau
hubungan diantara mereka. Tahap pra-operasional juga ditandai oleh beberapa hal,
sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek yang mereka wakili,
kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan kebingungan
3. Bersosialisasi.
sehari-hari, termasuk buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
empeng, sibling rivalry (persaingan saudara kandung), dan regresi. Menurut Kyle
mungkin siap untuk diajarkan ke toilet lebih dini disbanding anak laki-laki.
atau gestur tubuh seperti : melihat popok atau mengambil popok, berjongkok,
e. Toddler berjalan dengan baik seorang diri dan mampu menurunkan celananya.
Mulai dengan toddler berpakaian lengkap yang didudukkan di atas kursi eliminasi
(potty chair) atau toilet sementara orang tua atau pengasuh berbicara tentang
kegunaan toilet dan kapan digunakan. Toddler akan merasa paling nyaman dengan
potty chair toddler yang diletakkan diatas lantai. Jika potty chair tidak tersedia,
menghadap ke arah tangka toilet dapat membuat toddler merasa lebih aman
karena bokong masih berada di depan kursi dan bukan tenggelam ke lubang
tempat duduk toilet. Orang tua harus selalu memberikan pujian lembut dan jangan
2. Negativisme
akan terjadi banyak negativism. Orang tua harus memahami bahwa negativism ini
yang disengaja. Hindari pertanyaan ya atau tidak karena toddler biasanya akan
Jika anak terus memberikan jawaban negative, maka orang tua harus tetap tenang
3. Temper tantrum
kehilangan temper mereka dengan sering selama masa toddler. Temper tantrum
adalah hasil alami dari frustasi yang mengeksplorasi hal-hal baru, tetapi upaya
mereka sering kali dihalangi. Beberapa dari rasa frustasi mereka berasal dari
berteriak, dan memukul, bahkan mungkin menahan napas. Saat toddler matang,
toddler untuk membatasi aktivitas yang membuat frustasi dan gunakan distraksi,
fokuskan kembali atau keluarkan anak dari situasi. Ketika temper tantrum terjadi,
sebagai bentuk penenangan diri. Kebiasaan ini daapat berlanjut sampai masa
toddler dan lebih. Empeng digunakan karena alasan yang sama, toddler dapat
menenangkan diri sendiri dalam situasi penuh stress dengan mengisap jempol atau
empeng. Mengisap dalam waktu lama dan sering pada anak yang menarik diri
lebih cenderung menghasilkan perubahan pada gigi dan struktur rahang daripada
mengisap yang terutama digunakan dengan menenangkan diri. Orang tua harus
5. Sibling rivalry
berusia toddler. Toddler terbiasa untuk menjadi bayi dan mendapatkan perhatian
yang besar, baik di rumah maupun keluarga besar. Toddler normalnya bersifat
egosentrik, membawa bayi baru ke rumah mungkin akan mengganggu. Untuk
setiap hari. Libatkan toddler dalam perawatan bayi, baik mengambilkan popok
6. Regresi
motoric yang sudah dicapai sebelumnya. Stres yang bermakna pada kehidupan
toddler juga mengganggu proses pengajaran ke toilet. Ketika regresi terjadi, orang
tua harus mengabaikan perilaku regresif dan menawarkan pujian untuk perilaku
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan BAK dan BAB. BAB merupakan suatu alat
BAK dan BAB pada anak dibutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis
maupun secara intelektual dengan harapan anak mampu mengontrol BAK dan
Toilet training selain melatih anak dalam mengontrol BAK dan BAB juga
dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan
toilet training, anak akan mempelajari anatomi tubuhnya serta fungsinya. Dalam
proses toilet training, diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan
insting anak dalam melakukan BAK dan BAB. Toilet training secara umum dapat
dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada
anak. Sukses atau berhasilnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada
proses perkembangan anak, dimana anak dilatih untuk mampu mengontrol rasa
adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk melatih anak dalam mengontrol
buang air besar dan buang air kecil yang merupakan proses dalam perkembangan
anak.
1. Kesiapan fisik
Kesiapan fisik pada anak, dimana anak mampu duduk atau berdiri
sehingga memudahkan anak untuk dapat dilatih buang air besar dan kecil, dapat
jongkok atau berdiri di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu, mempunyai
2. Kesiapan psikologis
konsentrasi dalam merangsang buang air kecil dan buang air besar.
3. Kesiapan intelektual
Hal ini dapat ditunjukkan apabila anak memahami arti buang air besar atau
kapan saatnya harus buang air kecil dan buang air besar, kesiapan tersebut akan
Melatih toilet training merupakan suatu cara yang dilakukan oleh orang
tua agar anak mampu melakukan BAK dan BAB secara mandiri tanpa rasa takut
ataupun cemas. Menurut Hidayat (2012), cara yang dilakukan orang tua dalam
melatih anak untuk melakukan toilet training, antara lain sebagai berikut :
1) Teknik lisan
instruksi pada anak melalui kata-kata baik sebelum maupun sesudah buang air
kecil dan besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang idilakukan
pada orang tua, akan tetapi apabila diperhatikan cara ini mempunyai nilai yang
cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau besar
dimana dengan lisan ini persiapan psikologis anak akan semakin matang dan
akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan
2) Teknik modeling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air dengan
menerapkan cara ini maka akan menimbulkan dampak negative yaitu jika orang
tua memberikan contoh yang salah dalam mengajarkan toilet training, maka anak
orang tua sebelum mengajarkan anak untuk melakukan toilet training, salah
satunya adalah kesiapan baik fisik maupun psikologis. Dalam hal ini, langkah-
langkah yang perlu dilakukan orang tua dalam proses toilet training anak adalah
sebagai berikut:
1) Ajarkan anak menggunakan toilet training untuk buang air kecil (BAK) atau
buang air besar (BAB) dengan duduk yang nyaman di kloset maupun pispot.
2) Anjurkan anak agar segera melakukan buang air jika sudah ada keinginan
3) Jangan memarahi anak apabila anak belum siap dan berhasil dalam proses
depan anak karena itu akan berdampak anak menjadi kurang percaya diri.
4) Beri apresiasi jika anak berhasil melakukan toilet training dengan benar serta
ajarkan kembali anak untuk menyiram dan mencuci tangan setelah melakukan
buang air.
1) Anak mengetahui tanda-tanda untuk buang air kecil (BAK) dengan segera
pergi ke toilet.
2) Anak mengetahui tanda-tanda untuk buang air besar (BAB) dengan segera
pergi ke toilet.
3) Anak sudah mampu membuka pakaian atau melepas celana dengan baik saat
4) Anak sudah mampu membuka pakaian atau melepas celana dengan baik saat
5) Anak sudah mampu membersihkan diri setelah buang air kecil (BAK).
6) Anak sudah mampu membersihkan diri setelah buang air besar (BAB).
7) Anak sudah mampu menyiram dengan baik setelah melakukan buang air kecil
(BAK).
9) Anak mampu menggunakan kembali pakaian atau celana dengan baik dan
11) Anak sudah mampu mencuci tangan setelah melakukan buang air kecil
(BAK).
12) Anak sudah mampu mencuci tangan setelah melakukan buang air besar (BAB)
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu dari faktor interen dan faktor eksteren.
Faktor interen berupa faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri,
sedangkan faktor eksteren bisa berupa faktor dari orang tua. Adapun beberapa
1. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga menjadi penentu akan bagaimana anak akan berhasil
dalam melakukan toilet training, seperti contoh anak perempuan cenderung akan
lebih mudah menuruti orang tua dibandingkan dengan anak laki-laki yang sedikit
2. Usia
toilet training, karena semakin tinggi usia anak dalam melakukan toilet training
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan orang tua turut menentukan mudah tidaknya seseorang
penerapan toilet training, sehingga berpengaruh pada cara melatih secara dini
4. Pekerjaan
toilet training secaradini pada toddler, dimana pekerjaan dapat menyita waktu
orang tua untuk melatih anak melakukan toilet training secara dini sehingga akan
kualitas dalam penerapan toilet training secara dini dimana orang tua yang
dini. Dukungan perhatian orang tua akan membuat anak lebih berani atau
6. Pengetahuan
orang tua terhadap arti penting toilet training dalam kehidupan anak, dimana
orang tua yang memiliki pengetahuan baik tentang toilet training akan berdampak
anak cenderung tidak percaya diri, bersikap keras kepala dan kikir. Gangguan
kepribadian ini disebabkan karena anak belum siap untuk melakukan toilet
training, namun orang tua sudah mengajarkan toilet training terlalu dini. Apabila
orang tua terlambat dalam mengajarkan toilet training, maka dampak pada anak
yaitu anak akan lebih acuh tak acuh, cenderung ceroboh serta emosional.
2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan inti dari teori antara hubungan variabel satu
dengan variabel lainnya dengan masalah yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2012).