Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76

ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

Gambaran Self Care pada Pasien Paska Stroke


di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang

Ayu Martha Puri1, Dody Setyawan2


1
Mahasiswa Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro,
Semarang, Indonesia (email: ayumarta46@gmail.com)
2
Staf Pengajar Divisi Keperawatan Dewasa, Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia (email:
dody.psikfkundip@gmail.com)

Corresponding Author: dody.psikfkundip@gmail.com

Abstrak

Stroke merupakan suatu kegawatan yang menyerang neurologis secara mendadak


yang menjadi salah satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di dunia. Pasien
pasca stroke harus melakukan self care untuk mencegah rehospitalisasi, komplikasi,
dan stroke berulang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran self care
pada pasien pasca stroke. Penelitian ini menggunakan penelitian survei deskriptif
kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.
Responden penelitian ini adalah 79 pasien pasca stroke yang berobat jalan di
Puskesmas Kedungmundu Semarang. Data diambil dengan menggunakan
Kuesioner Self Care Paska Stroke dan dianalisis dengan statistik deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki self care
yang baik (57%) dan kurang baik (43%).Peneliti menyarankan bahwa tenaga
kesehatan harus secara aktif berkolaborasi dengan pasien pasca stroke untuk
memberikan motivasi dalam melakukan perawatan diri.

Kata kunci : paska stroke, self care

Abstract

Stroke is a sudden onset of neurological attack which is one of the highest causes
of disability and death in the world. Post-stroke patients must do self-care to
prevent rehospitalization, complications, and recurrent stroke. The aim of this
research is to know the overview of self care in post-stroke patients. This research
used a quantitative descriptive survey research. The sampling technique used is
total sampling. Respondents of this study were 79 post-stroke patients who
outpatient in Puskesmas Kedungmundu Semarang. The data was taken by using the
Questionnaire Self Care Post Stroke and was analyzed by using descriptive
statistic. The result showed that more than half of the respondents have good self
care (57%) and less good (43%). Researchers suggest that paramedics have to
actively collaborate with post stroke patients to provide motivation in doing self-
care.

Keywords : post-stroke, self care

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 20
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

PENDAHULUAN
Stroke merupakan suatu kegawatan yang menyerang pada neurologis secara
mendadak yang menjadi salah satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di
dunia (Boger, 2015). Pasien pasca stroke akan mengalami dampak pada aspek fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual (Bill & Melinda, 2016). Aspek fisik ditandai dengan
terjadinya kelumpuhan semua atau sebagian anggota gerak, kehilangan kemampuan
menelan, gangguan komunikasi dan gangguan kognitif. Aspek psikologis ditandai
dengan penderita akan mengalami kecemasan, ketakutan, kesedihan, dan putus asa
bahkan sampai depresi (Charfi, 2016). Aspek sosial ditandai dengan kehilangan
pekerjaan, hambatan dalam menjalankan peran di keluarga maupun masyarakat.
Aspek spiritual ditandai dengan menurunnya keimanan untuk melaksanakan
kewajiban solat lima waktu dan kurangnya penerimaan diri bahkan sampai
menyalahkan Allah SWT (Hidayanti, 2015).

Pasien pasca stroke memiliki beberapa dampak yang dapat menghambat dalam
proses penyembuhan. Upaya untuk mencegah serangan stroke berulang,
rehospitalisasi dan komplikasi penting bagi penderita untuk memahami pentingnya
proses rehabilitasi dan memahami pentingnya pengendalian faktor resiko.
Seseorang yang dinyatakan sembuh dari serangan stroke pertama memiliki risiko
yang signifikan untuk mengalami serangan stroke yang kedua di kemudian hari
dengan risiko kematian lebih tinggi dibandingkan serangan stroke yang pertama.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan stroke kedua dapat
dilakukan dengan menerapkan self care pada pasien (Go AS, 2014).

Self care merupakan upaya untuk mengembangkan sistem kesehatan di mana


pasien dan keluarga ikut terlibat dalam perawatan kesehatan pasien. Pasien dan
keluarga sebagai mitra dalam membuat keputusan kesehatan dan memastikan
bahwa keputusan yang dibuat sejalan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan
dan mempertahankan kehidupan (Barbara, 2017). Self care pada pasien pasca
stroke meliputi kepatuhan terhadap pengobatan, pemeliharaan dalam kesehatan
fisik (diet, tidak merokok, konsumsi alkohol, konsumsi makanan berkolestrol
tinggi), mengelola stress, berkonsultasi dengan tenaga kesehatan dan adanya
dukungan sosial untuk melakukan perawatan diri (Camphell, 2007).

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 21
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

Dampak positif self care pada pasien pasca stroke yaitu dapat meningkatkan
aktivitas sehari-hari, kematian, mempermudah kolaborasi, dan meningkatkan
kualitas hidup sebesar 95% dibandingkan dengan perawatan biasa (Barbara, 2017).
Self care harus menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang efektif dan
efisien. Upaya dalam mencapai hal tersebut perlunya self care yang terlatih dan
terorganisasi dengan baik sehingga tercapainya perbaikan dalam perawatan diri di
masa mendatang (Camphell, 2007). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
gambaran self care pada pasien pasca stroke.

METODE
Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskriptive survei.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019 di wilayah kerja Puskesmas
Kedungmundu. Teknik sampling dengan pendekatan total sampling sebanyak 79
pasien pasca stroke. Kriteria inklusinya adalah pasien pasca stroke serangan
pertama yang masih menjalani rawat jalan dan dapat berkomunikasi dengan baik
yang sebelumnya dilakukan dengan pengisian kuesioner SPMSQ (Short Portable
Mental Status Questionnaire). Kriteria eksklusinya adalah pasien pasca stroke yang
memiliki masalah kognitif. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner self care
yang terdiri dari 29 item pertanyaan dengan skala dikotomi dan sudah diuji validitas
dan reliabilitas oleh Ismayanti (Ismayanti, 2015). Hasil uji reliabilitas 0,971 ( > 0,6).
Penelitian ini mendapatkan ethical clearence di RS. Moewardi dengan nomor
462/IV/HREC/2019. Data penelitian ini dianalisis secara univariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Data Karakteristik Responden


dan Self Care pada Pasien Paska Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Mei
2019 (n = 79)
Karakteristik Responden Kategori Self Care Total
Baik Kurang n (%)
Usia Dewasa Akhir 2 (66,7%) 1 (33,3%) 3 (100%)
Lansia Awal 10 (55,6 %) 8 (44,4 %) 18 (100 %)
Lansia Akhir 33 (56,9%) 25 (43,1 %) 58 (100 %)

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 22
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

Jenis Kelamin Laki-laki 23 (62,2 %) 14 (37,8 %) 37 (100 %)


Perempuan 22 (52,4 %) 20 (47,6 %) 42 (100 %)
Status Menikah 38 (64,4%) 21 (35,6%) 59 (100%)
Perkawinan Duda/Janda 7 (35%) 13 (65%) 20 (100%)
Tidak Sekolah 13 (54,2 %) 11 (45,8 %) 24 (100 %)
Tingkat SD 17 (54,8 %) 14 (45,2 %) 31 (100 %)
Pendidikan SMP 4 (80%) 1 (20%) 5 (100%)
SMA 8 (57,1 %) 6 (42,9 %) 14 (100 %)
Perguruan 3 (60 %) 2 (40 %) 5 (100 %)
Tinggi
Lama Stroke 0-6 bulan 6 (54,5%) 5 (45,5%) 11 (100%)
7-12 bulan 18 (72%) 7 (28%) 25 (100%)
>1 tahun 21 (48,8%) 22 (51,2%) 43 (100%)

Tabel 1 menunjukkan sebagian besar responden paska stroke yaitu lansia akhir
(73,4%), berjenis kelamin perempuan (53,2%), status perkawinan menikah (74,7%)
dengan tingkat pendidikan SD (39,2%), serta menderita stroke selama >1 tahun.

2. Gambaran Self Care Pada Pasien Paska Stroke

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Data Karakteristik Responden


Gambaran Self Care di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Mei 2019 (n = 79)
Kategori Self Care Frekuensi Persentase (%)
Self care baik 45 57%
Self care kurang 34 43%
Total 79 100 %

Tabel 2 menunjukkan gambaran self care pada pasien pasca stroke dalam kategori
self care baik lebih dari separuh (57%). Namun, ada sebagian responden yang
memiliki self care kurang baik (43%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sebaran Item Pertanyaan


Kuesioner Self Care pada Pasien Pasca Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Mei 2019 (n = 79)
Item Pertanyaan Ya Tidak
1) Apakah Anda memiliki masalah dengan pernapasan (seperti asma, 15 64
sesak napas, batuk, dll)? (19%) (81%)
2) Apakah Anda merokok? 10 69
(12,7%) (87,3%)
3) Apakah Anda minum 8-10 gelas air putih setiap hari? 54 25
(68,4%) (31,6%)
4) Apakah Anda pernah mengalami kesulitan makan, mengunyah, 14 65
atau menelan? (17,7%) (82,3%)
5) Apakah Anda memerlukan bantuan untuk BAK (buang air kecil) 19 60
maupun BAB (buang air besar)? (24,1%) (75,9%)

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 23
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

6) Apakah Anda mengalami masalah dengan BAK seperti terasa sakit 4 75


perut? (5,1%) (94,9%)
7) Apakah Anda pernah mengalami masalah diare atau sakit perut? 5 74
(6,3%) (93,7%)
8) Apakah Anda mandi teratur 2 kali dalam sehari? 69 10
(87,3%) (12,7%)
9) Apakah Anda dan keluarga rajin membersihkan lingkungan tempat 56 23
tinggal Anda (seperti menyapu, mengepel, dll)? (70,9%) (29,1%)
10) Apakah Anda sering berolahraga? 55 24
(69,6%) (30,4%)
11) Apakah Anda pernah mengalami susah tidur? 24 55
(30,4%) (69,6%)
12) Apakah Anda memerlukan bantuan orang lain dalam melakukan 20 59
aktivitas sehari-hari? (25,3%) (74,7%)
13) Apakah Anda selalu berkomunikasi/berbicara dengan anggota 72 7
keluarga setiap harinya? (91,1%) (8,9%)
14) Apakah Anda merasa kesepian? 22 57
(27,8%) (72,2%)
15) Apakah Anda sering mengikuti kegiatan di lingkungan Anda? 40 39
(50,6%) (49,4%)
16) Apakah Anda memiliki teman dekat selain keluarga? 55 24
(69,6%) (30,6%)
17) Apakah Anda mengetahui bahaya dari penyakit Anda? 53 26
(67,1%) (32,9%)
18) Apakah Anda memeriksa kesehatan secara teratur? 53 26
(67,1%) (32,9%)
19) Apakah Anda memiliki perasaan takut, marah, atau kecewa? 28 51
(35,4%) (64,6%)
20) Apakah Anda puas dengan kehidupan sekarang ini? 71 8
(89,9%) (10,1%)
21) Apakah Anda menerapkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan 52 27
sehari-hari Anda? (65,8%) (34,2%)
22) Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mengingat? 12 67
(15,2%) (84,8%)
23) Apakah Anda dapat melakukan tugas Anda dalam keluarga seperti 42 37
biasa? (53,2%) (46,8%)
24) Apakah Anda yakin dengan pengobatan yang Anda jalani? 63 16
(79,7%) (20,3%)
25) Apakah keluarga mendukung Anda dalam melakukan aktivitas 75 3
sehari-hari? (94,9%) (3,8%)
26) Apakah Anda dapat mengontrol emosi untuk kesembuhan Anda? 68 11
(86,1%) (13,9%)
27) Apakah Anda memiliki keinginan untuk berkumpul bersama teman 72 7
Anda? (91,1%) (8,9%)
28) Apakah Anda selalu mengontrol ke rumah sakit sesuai jadwal? 48 31
(60,8%) (39,2%)
29) Apakah Anda telah menerima kondisi kesehatan Anda sekarang? 77 2
(97,5%) (2,5%)
Tabel 3 menunjukkan beberapa item self care responden kurang baik. Hal tersebut
didapatkan dari hasil pada tabel bahwa terdapat responden yang tidak mengikuti

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 24
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

kegiatan di lingkungan yaitu sebanyak 39 responden (49,4%), responden yang


memiliki perasaan takut, marah, kecewa sebanyak 28 responden (35,4%),
responden yang tidak menerapkan perilaku hidup bersih sehat dalam kehidupan
sehari-hari sebanyak 27 responden (34,2%), pernah mengalami susah tidur
sebanyak 24 responden (30,4%), dan responden yang mengalami kesepian
sebanyak 22 responden (27,8%).

B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar memiliki self care yang baik
yaitu sebanyak 45 responden (57%). Penelitian yang sejalan menyatakan bahwa self
care yang baik yaitu sebanyak 75% (Ismatika, 2017). Self care yang baik
dikarenakan pasien memiliki keyakinan diri yang baik. Teori sosial kognitif yang
menyatakan bahwa dengan memiliki keyakinan diri yang baik dapat memberikan
motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, membantu
pemulihan motorik, meningkatkan kepercayaan diri, serta pasien akan memiliki
tingkat stress yang rendah (Rustika, 2012).

Self care merupakan upaya untuk mengembangkan sistem kesehatan yang


melibatkan pasien dan keluarga dalam perawatan kesehatannya. Pasien dan
keluarga sebagai mitra dalam pembuatan keputusan dengan tujuan meningkatkan
kesehatan dan mempertahankan kehidupan. Self care pada pasien stroke dapat
meningkatkan aktivitas sehari-hari, mengurangi ketergantungan, mengurangi beban
gaya hidup akibat penyakit, kematian dini pada pasien pasca stroke, serta
meningkatkan kualitas hidup sebesar 95% dibandingkan dengan perawatan biasa
(Barbara, 2017). Self care dapat dilakukan dengan efektif dan efisien maka akan
meminimalisir terjadinya kecacatan bahkan mengurangi kematian (Patricia, 2005).

Self care baik sebagian besar terjadi pada usia baik dewasa akhir, lansia awal,
dan lansia akhir. Faktor umur dapat mempengaruhi, semakin cukup umur tingkat
kematangan seseorang maka lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi, 2010).
Individu memiliki pengalaman yang banyak sehingga dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan dengan mencapai tujuan yang diinginkan seperti
individu mampu mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Self care yang

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 25
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

baiksebagian besar juga terjadi pada jenis kelamin laki-laki daripada perempuan.
Penelitian yang sejalan menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki stressor
yang lebih baik dibandingkan perempuan (Zalihic, 2010). Laki-laki lebih tenang
dalam menghadapi sesuatu dan mudah bergaul sehingga pada laki-laki dapat
mencari solusi dalam menyelesaikan masalah melalui bertukar pikiran dengan
orang lain, sedangkan perempuan emosinya cenderung lebih mendominasi dan
memiliki banyak fokus seperti mengurus anak, rumah tangga, maupun pekerjaaan,
dimana hal ini dapat menimbulkan perasaan cemas dan mengabaikan perawatan
dirinya (Devi, 2007).

Karakteristik responden dengan status perkawinan sebagian besar self care


yang baik berada pada responden yang sudah menikah yaitu 38 orang (64,4%). Self
care akan menjadi lebih baik jika memiliki hubungan dan dukungan positif dari
pasangannya. Pasangan dapat menjadi sumber motivasi bagi pasien yang
melaksanakan self care (Irwan, 2016). Karakteristik responden dengan pendidikan
baik tidak sekolah, SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi juga sebagian besar
memiliki self care yang baik. Proporsi tertinggi pada responden yang
berpendidikan SD yaitu sebanyak 17 orang (54,8%). Individu dapat memanfaatkan
perkembangan teknologi yang semakin canggih seperti saat ini, semua orang dapat
dengan mudah mengakses jaringan internet termasuk orang yang berpendidikan
rendah. Orang yang berpendidikan rendah meskpun tidak mengikuti pendidikan
formal, mereka dapat memperoleh informasi dengan mudah sehingga hal ini dapat
meningkatkan self care pada individu.

Penelitian ini juga didapatkan hasil self care yang kurang baik yaitu sebanyak
34 responden (43%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ismayanti yang
menyatakan bahwa sebanyak 33 responden (52,4%) memiliki self care yang kurang
baik. Self care yang kurang baik dikarenakan kondisi fisiknya yang menurun akibat
adanya manifestasi dari stroke. Keterbatasan fisik pada stroke dapat menyebabkan
ketergantungan terhadap orang lain dalam menjangkau layanan kesehatan
(Ismayanti, 2015). Middle range theory of chronic illness yang menyatakan bahwa
dalam mencapai kemampuan untuk melakukan perawatan diri diperlukan adanya

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 26
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

motivasi, keyakinan budaya, kebiasaan, keyakinan diri, harga diri, dukungan sosial,
dan fasilitas (Riegel, 2012).

Pasien paska stroke selama >1 tahun memiliki self care kurang baik yaitu
sebanyak 22 responden (51,2%). Penelitian lain juga menyatakan bahwa individu
yang telah lama terdiagnosis stroke akan mengalami kelelahan fisik dan emosional,
dimana hal ini yang menurunkan produktivitas dalam melakukan perawatan diri
(Milazzo, 2014). Semakin lama menderita stroke maka individu akan mengalami
kejenuhan dalam melakukan rehabilitasi yang panjang. Kejenuhan dapat
meningkatkan bebas psikis yang dapat menyebabkan stress sehingga dapat
menghambat dalam melakukan perawatan diri (Wardhana, 2011).

Self care yang kurang baik didapatkan hasil bahwa terdapat responden yang
tidak mengikuti kegiatan di lingkungan yaitu sebanyak 39 responden (49,4%).
Penelitian lain juga menyatakan bahwa sebanyak 34 responden memiliki hubungan
dengan lingkungan yang kurang memiliki self care yang kurang yaitu sebanyak 27
responden (79,4%) (Ismayanti, 2015). Adanya hambatan mobilitas fisik pada
pasien stroke akibat manifestasi dari stroke sehingga kurangnya motivasi untuk
melakukan kegiatan di lingkungan. Hambatan ini juga menyebabkan responden
tidak dapat melakukan tugas dalam keluarga seperti biasa yaitu sebanyak 37
responden (46,8%). Penelitian yang sejalan menyatakan bahwa sebanyak 19
responden (55,9%) mengalami penurunan mobilitas sehingga responden tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Hambatan mobilitas ini mengakibatkan
terjadinya perubahan aktivitas sehari-hari, aktivitas kerja maupun hubungan sosial.
Pasien tidak dapat bekerja kembali seperti sediakala dan sosialisasinya dapat juga
terhambat akibat sebagian dari tubuhnya mengalami kecacatan (Juliana, 2012).

Self care kurang baik pada responden yang memiliki perasaan takut, marah,
kecewa sebanyak 28 responden (35,4%). Penderita stroke cenderung mengalami
emosi yang negatif seperti takut, marah, kecewa. Risiko stroke tiga kali lipat
meningkat saat emosi negatif muncul (Wardhana, 2011). Pasien pasca stroke
mudah sekali mengalami ketidakstabilan emosi akibat kelumpuhan dan penurunan
kemampuan fisiknya. Emosi yang tidak stabil berakibat buruk bagi kesehatan
penderita stroke (Aditya & Handayani, 2012). Emosi negatif dapat menyebabkan

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 27
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

denyut jantung menjadi cepat dan pembuluh darah cenderung menyempit sehingga
tekanan darah meningkat, dimana hal ini merupakan salah satu dari faktor risiko
terjadinya stroke.

Responden tidak menerapkan perilaku hidup bersih sehat dalam kehidupan


sehari-hari sebanyak 27 responden (34,2%). Pola makan yang baik memiliki risiko
terkena stroke lebih kecil daripada tidak menjaga pola makan yang baik. Individu
yang menjaga pola makan akan meminimalisir untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolestrol. Aktivitas menjaga pola makan yang baik harus diimbangi
dengan olahraga rutin. Penelitian ini menyatakan bahwa responden tidak
melakukan olahraga rutin sebanyak 24 responden (30,4%). Aktivitas fisik seperti
olahraga dapat menurunkan risiko terkena stroke. Olahraga juga dapat menurunkan
tekanan darah, memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan efek biologis dari
olahraga yaitu penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menahan
konsentrasi HDL sehingga dapat mencegah terjadinya pembekuan darah dan plak
pada pembuluh darah dimana hal tersebut dapat menyebabkan risiko stroke
(Gafarov, 2015).

Penelitian ini juga menemukan bahwa responden pernah mengalami susah


tidur sebanyak 24 responden (30,4%). Penelitian yang sejalan menyatakan bahwa
sebanyak 45,5% responden mengalami kualitas tidur yang buruk (Wardhana,
2011). Gangguan tidur memiliki risiko infark miokard sebesar 2-2,6 kali lebih
tinggi dan risiko stroke sebesar 1,5-4 kali lebih tinggi daripada seseorang yang tidak
memiliki gangguan tidur atau dengan kualitas tidur yang baik. Tidur berfungsi
untuk mempertahankan fungsi fisiologis, psikologi, memori, regulasi hormon dan
aktivitas sistem imun sehingga apabila hal tersebut dapa terkontrol dengan baik
akan meningkatkan kesehatan bagi individu. Penelitian ini diketahui bahwa
mayoritas responden yaitu usia lansia akhir dimana pada usia ini cenderung
mengalami kebiasaan durasi tidur yang pendek. Durasi tidur yang pendek dapat
mengakibatkan hormon pengaturan keseimbangan tekanan darah tidak bekerja
secara optimal, sehingga kehilangan waktu tidur dapat membuat sistem saraf
menjadi hiperaktif yang kemudian mempengaruhi sistem seluruh tubuh termasuk

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 28
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

jantung dan pembuluh darah. Durasi tidur yang pendek ini apabila tidak segera
ditangani dapat menyebabkan risiko stroke (Xia Ning, 2018).

Responden pada penelitian ini mengalami kesepian sebanyak 22 responden


(27,8%). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kesepian dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan. Individu yang kesepian memiliki risiko stroke 36% lebih tinggi
daripada yang mendapat dukungan keluarga (Ning Xia, 2018). Penelitian lain juga
menyatakan bahwa 87,8% responden mendapatkan dukungan keluarga dalam
menjalani rehabilitasi (Mutia, 2014). Dukungan keluarga dibutuhkan untuk
kesembuhan penderita pasca stroke yang menjalani rehabilitasi (Lis & Handayani,
2018). Keluarga mempunyai peran penting dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta membantu keberhasilan pengobatan (Rosmary & Handayani,
2019). Dukungan keluarga dapat diberikan dalam bentuk memberikan semangat,
motivasi, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dorongan kepada penderita agar
dapat menerima kondisi dan berusaha dengan kuat untuk sembuh (Harahap, 2015).
Adanya dukungan ini membuat rasa percaya diri dan motivasi untuk menghadapi
masalah akan meningkat.

KESIMPULAN
Sebagian besar responden paska stroke yaitu lansia akhir (73,4%), berjenis
kelamin perempuan (53,2%), status perkawinan menikah (74,7%) dengan tingkat
pendidikan SD (39,2%), serta menderita stroke selama >1 tahun. Gambaran self
care pada pasien pasca stroke dalam kategori self care baik lebih dari separuh
(57%). Namun, ada sebagian responden yang memiliki self care kurang baik (43%).
Individu diharapkan dapat mempertahankan self care yang baik. Keluarga juga
diharapkan untuk memotivasi pasien dalam melakukan self care. Puskesmas dapat
melakukan kunjungan ke rumah pasien pasca stroke untuk memonitor kemajuan
kesehatannya. Institusi diharapkan dapat mengadakan kegiatan pengabdian
masyarakat kepada pasien pasca stroke. Peneliti selanjutnya dapat melakukan
penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi self care pada pasien pasca
stroke.

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 29
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

DAFTAR PUSTAKA
Adientya G & Handayani F. (2012). Stres pada kejadian stroke. Jurnal Nursing
Studies.1 (1):183–8.
Barbara R. (2017). Self-care for the prevention and management of cardiovascular
disease and stroke a scientific statement for healthcare professionals from
the American Heart Association. Journal American Heart Association: 1–
18.
Bill & Melinda Gates Foundation. (2016). New Study: Indonesia faces a “double
burden” of diseases. The Lanchet.
Boger, E.J., Hankins, M., Demain, S.H., Latter, S.M., et al. (2015). Development
and psychometric evaluation of a new patient-reported outcome measure for
stroke self-management: The Southampton Stroke Self-Management
Questionnaire (SSSMQ). Health Quality of Life Outcomes: 1–9.
Camphell, J. (2007). Supporting self-care in general practice. British Journal
General Practice: 57.
Charfi, Trabelsi, S., Turki, M., Mâalej Bouali, M., Zouari, L., Dammak, M., Ben
Thabet, J., Mhiri, C., Mâalej, M., et al. (2016). Impact of physical disability
and concomitant emotional disturbances on post-stroke quality of life
(43(5):429–434).
Devi, S. (2007). Perbedaan komitmen kerja berdasarkan orientasi pada gender.
Universitas Gunadarma.
Dewi, W. (2010). Teori dan pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku
manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Gafarov, D., Panov, Gromova, Gagulin, A.G. (2015). Relations of sleep
disturbances with psychosocial factors in female population aged 25–64
years in Russia: Monica-Psychosocial Epidemiological Study.
Go, A.S., Mozaffarian, D., Roger, V.L., Benjamin, E.J., Berry, J.D., Blaha, M.J.,
et al. (2014). Heart disease and stroke statistics--2014 update: a report from
The American Heart Association. Circulation (21;129(3):e28-e292).
Harahap, S. (2015). Hubungan kemampuan fungsi tubuh dan dukungan keluarga
dengan depresi pada pasien pasca stroke. Jurnal Kesehatan USU.
Hidayanti, E. (LP2M UW). (2015). Representasi nilai-nilai Islam dalam pelayanan
kesehatan: studi terhadap Husnul Khatimah Care (Hucare) bagi pasien rawat
inap di Rumah Sakit Nur Hidayah Yogyakarta: 78–80.
Irwan, A.M., Mayumi, K., Kazuyo, K., Teruhiko, K.Y.T.M. (2016). Factors of self-
care practices and health-seeking behavior among older persons in a
developing country: theories-based research. Elsevier International Journal
Nurse Science: 1–11.
Ismatika, U.S. (2017). Hubungan self efficacy dengan perilaku self care pasien
pasca stroke di Rumah Sakit Islam Surabaya.

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 30
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 3 (1), Mei 2020, 1-76
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

Ismayanti, D. (2015). Hubungan kualitas hidup pasien stroke dengan perawatan diri
(self care) di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Dr Zainoel Abidin
Banda Aceh.
Juliana. (2012). Quality of life pasien pasca stroke di Ruang Rehabilitasi Medis
Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh.
Lis, M.L., & Handayani, F. (2018). Pengaruh pengelolaan stress keluarga terhadap
Activity Daily Living (ADL) pasien post stroke iskemik: literature review.
Jurnal Ilmu Keperawatan Medical Bedah 2.
Milazzo. (2014). Are you way too stressed out? survey results. An Assessment of
The Stress Levels of Nurses in The United States. Vickie Milazzo Institute.
Mutia, S. (2014). Dukungan keluarga pada pasien paska stroke dalam menjalani
terapi rehabilitasi di RS Haji Medan. Jurnal Kesehatan USU.
Ning Xia & Huige. (2018). Loneliness, social isolation, and cardiovascular health
(28(9): 837–851). Available from:
https://litbang.kemendagri.go.id/website/menurut-penelitian-kesepian
buruk-untuk-kesehatan-jantung/.
Patricia, A.P. (2005). Fundamental of nursing : concept, process, and practice.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Riegel, B. (2012). A middle range theory of self care science (chronic illness).
Nursing (Lond) (35), 3, 194-204.
Rosmary, M., & Handayani, F. (2019). Hubungan pengetahuan keluarga dan
perilaku keluarga pada penanganan awal kejadian stroke. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/73648/.
Rustika, I.M. (2012). Efikasi diri: tinjauan teori Albert Bandura. Buletin Psikologi
Vol. 20, No.1-2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Wardhana, W.A. (2011). Strategi mengatasi dan bangkit dari stroke: panduan bagi
penderita, keluarga, sahabat, dan siapa saja yang peduli terhadap stroke.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Cetakan 1).
Zalihic, A., Marotic, Vedran, Zalihic, D., Mabic, Mirela, et al. (2010). Gender and
quality of life after cerebral stroke. Bosn Jurnal Basic Medical Science.

Puri, Setyawan / Gambaran self care pada pasien paska stroke di wilayah kerja... 31

Anda mungkin juga menyukai