Disusun oleh:
Kelompok 3
Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan wawasan mengenai mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, dengan
judu “IDENTITAS NASIONAL”.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang beridentitas
nasional, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................4
3.1. Kesimpulan............................................................................................................18
3.2. Saran......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia tidak terlepas dari manusia yang satu dengan yang
lainnya, karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain
untuk melakukan pekerjaannya dan mempunyai sifat yang tidak bisa hidup sendiri.
Manusia juga merupakan makhluk politik yang memiliki naluri untuk berkuasa.
Namun, terkadang manusia juga memiliki sifat yang tidak mudah puas karena
keinginan manusia tidak terbatas, maka dari itu manusia membutuhkan orang lain
untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Berawal dari itulah kemudian timbuk suatu
hubungan-hubungan kerjasama antarmanusia yang dari hubungan tersebut
membentuk sebuah masyarakat di dalam suatu negara, dimana dalam negara itulah
masyarakat ada untuk mempertahankan eksistensinya untuk saling bekerja sama
(Latra, 2017).
Hakikatnya, sebagai warga Negara yang baik seharusnya kita mengerti dan
memahami arti serta tujuan dan apa saja yang terkandung dalam Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan pengertian dari jati diri suatu Bangsa dan Negara,
Selain itu pembentukan Identitas Nasional sendiri telah menjadi ketentuan yang telah
di sepakati bersama. Menjunjung tinggi dan mempertahankan apa yang telah ada dan
berusaha memperbaiki segala kesalahan dan kekeliruan di dalam diri suatu Bangsa
dan Negara sudah tidak perlu di tanyakan lagi, Terutama di dalam bidang Hukum
(Astawa, 2017).
Identitas Nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh bangsa kita untuk
dapat membedakannya dengan bangsa lain. Jadi untuk dapat mempertahankan
keunikan-keunikan dari bangsa Indonesia itu sendiri maki kita harus menanamkan
cinta akan tanah air yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap
aturan-aturan yang telah ditetapkan serta mengamalkan nilai-nilai yang sudah tertera
dengan jelas di dalam Pancasila yang dijadikan sebagai falsafah dan dasar hidup
bangsa Indonesia. Dengan keunikan inilah, Indonesia menjadi suatu bangsa yang
tidak dapat disamakan dengan bangsa lain dan itu semua tidak akan pernah lepas dari
tanggungjawab dan perjuangan dari warga Indonesia itu sendiri untuk tetap menjaga
nama baik bangsanya (Latra, 2017).
Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan
nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri
yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain
(Azra, 2005). Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan,
baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita
dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan
kelompok (collective action yang diberi atribut nasional) yang diwujudkan dalam
bentuk-bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional (Azra, 2005).
Identitas nasional sebagai suatu kesatuan ini biasanya dikaitkan dengan nilai
keterikatan dengan tanah air (ibu pertiwi), yang terwujud identitas atau jati diri
bangsa dan biasanya menampilkan karakteristik tertentu yang berbeda dengan
bangsa-bangsa lain, yang pada umumnya dikenal dengan istilah kebangsaan atau
nasionalisme. Rakyat dalam konteks kebangsaan tidak mengacu sekadar kepada
mereka yang berada pada status sosial yang rendah akan tetapi mencakup seluruh
struktur sosial yang ada. Semua terikat untuk berpikir dan merasa bahwa mereka
adalah satu. Bahkan ketika berbicara tentang bangsa, wawasan kita tidak terbatas
pada realitas yang dihadapi pada suatu kondisi tentang suatu komunitas yang hidup
saat ini, melainkan juga mencakup mereka yang telah meninggal dan yang belum
lahir. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita
sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita
dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD 1945, sistem pemerintahan
yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi serta mitos, ideologi, dan lain
sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran
nasional maupun internasional dan lain sebagainya (Dwi Sulisworo et al., 2012).
2.2. Hakikat Identitas Nasional
Dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa didalam
hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya
tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam
Pembukaan UUD 1945 beserta batang tubuh UUD 1945, system pemerintahan yang
diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang
secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun
internasional (Latra, 2017).
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya
rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat bagi puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan
bangsa. Usaha kebudyaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budaya dan
persatuan denegan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia (Latra, 2017). Kemudian dalam
UUD 1945 yang diamademen dalam satu naskah disebutkan dalam pasal 32:
Kedua, Faktor sakral dapat berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat
atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Agama dan
ideologi merupakan faktor sakral yang dapat membentuk bangsa negara. Faktor
sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas baru. Negara Indonesia diikat
oleh kesamaan ideologi Pancasila.
Ketiga, tokoh. Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh
masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa negara. Pemimpin di
beberapa negara dianggap sebagai penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat dan
simbol pemersatu bangsa yang bersangkutan. Contohnya Soekarno di Indonesia,
Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan Tito di
Yugoslavia.
Kelima, sejarah. Persepsi yang sama diantara warga masyarakat tentang sejarah
mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi yang sama tentang
pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan, tidak hanya
melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad dan tujuan yang sama antar
anggota masyarakat itu.
Identitas nasional dapat berasal dari identitas satu bangsa yang kemudian
disepakati oleh bangsa-bangsa lainnya yang ada dalam negara itu atau juga dari
identitas beberapa bangsa-negara. Kesediaan dan kesetiaan warga bangsa-negara
untuk mendukung identitas nasional perlu ditanamkan, dipupuk, dan dikembangkan
terus-menerus. Warga lebih dulu memiliki identitas kelompoknya, sehingga jangan
sampai melunturkan identitas nasional. Di sini perlu ditekankan bahwa kesetiaan
pada identitas nasional akan mempersatukan warga bangsa itu sebagai “satu bangsa”
dalam negara (Astawa, 2017).
Para pendiri negara Indonesia (the founding fathers) menyadari bahwa negara
Indonesia yang hendak didirikan haruslah mampu berada di atas semua kelompok
dan golongan yang beragam. Hal yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu
sebagai satu keluarga bangsa karena adanya persamaan nasib, cita- cita, dan karena
berasal dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama. Kesadaran demikian
melahirkan paham nasionalisme, paham kebangsaan, yang pada gilirannya
melahirkan semangat untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Selanjutnya
nasionalisme memunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsa dalam
merealisasikan cita-cita, yaitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil dan
Makmur (Astawa, 2017).
Kedudukan identitas nasional sebagai karakter suatu bangsa ialah (Putri, 2013),
sebagai berikut:
Sedangkan peran identitas nasional bagi suatu bangsa adalah sebagai sarana
untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, sebagai perekat
dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, serta penghargaan atas
hasil karya monumental para pendiri bangsa (Lubis, 2018).
A. Proses Berbangsa
Salah satu perkataan Soekarno yang sangat terkenal adalah ‘jas merah’ yang
maknanya jangan sampai melupakan sejarah. Sejarah akan membuat seseorang hati-
hati dan bijaksana. Orang berati-hati untuk tidak melakukan kesalahan yang
dilakukan pada masa lalu. Orang menjadi bijaksana karena mampu membuat
perencanaan ke depan dengan seksama (Astawa, 2017).
Dengan belajar sejarah kita juga mengerti posisi kita saat ini bahwa ada perjalanan
panjang sebelum keberadaan kita sekarang dan mengerti sebenarnya siapa kita sebenarnya,
siapa nenek moyang kita, bagaimana karakter mereka, apa yang mereka cita-citakan selama
ini. Sejarah adalah ibarat spion kendaraan yang digunakan untuk mengerti keadaan di
belakang kita, namun demikian kita tidak boleh terpaku dalam melihat ke belakang. Masa
lalu yang tragis bisa jadi mengurangi semangat kita untuk maju. Peristiwa tragis yang pernah
dialami oleh bangsa ini adalah penjajahan yang terjadi berabad-abad, sehingga menciptakan
watak bangsa yang minder wardeh (kehilangan kepercayaan diri). Peristiwa tersebut
hendaknya menjadi pemicu untuk mengejar ketertinggalan dan berusaha lebih maju dari
negara yang dulu pernah menjajah kita (Astawa, 2017). Proses berbangsa dapat dilihat dari
rangkaian peristiwa berikut (Bakry, 2009):
B. Proses Bernegara
Proses bernegara merupakan kehendak untuk melepaskan diri dari penjajahan,
mengandung upaya memiliki kemerdekaan untuk mengatur negaranya sendiri secara
berdaulat tidak dibawah cengkeraman dan kendali bangsa lain. Dua peristiwa penting
dalam proses bernegara adalah sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan sidang-sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Bakry, 2009):
Politik Identitas adalah nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan
kebangkitan kelompok-kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang
memarjinalisasikan mereka di masa lalu. Identitas berubah menjadi politik identitas
ketika menjadi basis perjuangan (Bagir, 2011).
1) Spiritual, untuk meletakkan landasan etika, moral, religiusitas, sebagai dasar dan
arah pengembangan suatu profesi;
2) Akademis, untuk menunjukkan bahwa MPK merupakan aspek being yang tidak
kalah pentingnya, bahkan lebih penting daripada aspek having dalam kerangka
persiapan SDM yang bukan sekedar instrument, melainkan sebagai subjek
pembaharuan dan pencerahan;
3) Kebangsaan, untuk menumbuhkan kesadaran nasionalismenya agar dalam
pergaulan antar bangsa tetap setia pada kepentingan bangsanya, serta bangga dan
respek pada jati diri bangsanya yang memiliki ideology tersendiri; serta
4) Mondial, untuk menyadarkan bahwa manusia dan bangsa di masa kini siap
menghadapi dialektika perkembangan dalam masyarakat dunia yang “terbuka”.
Selain itu, diharapkan mampu untuk segera beradaptasi dengan perubahan yang
terus menerus terjadi dalam masyrakat modern. Disamping itu, juga mampu
menjari jalan keluar sendiri dalam mengatasi setiap tantangan yang dihadapi.
Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional, perlu ditempuh melalui
revitalisasi pancasila. Revitalisasi sebagai manifestasi Identitas Nasional
mengandung makna bahwa pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan
pembukaan, serta dieksplorasikan dimensi-dimensi yang melekat padanya yang
meliputi (Syarbiani et al., 2006):
3. Fleksibilitas: bahwa pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
tertutup atau menjadi sesuatu yang sacral, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru
untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang. Dengan
demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya pancasila menjadi tetap actual, relevan,
serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan Negara
dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”.
3.1. Kesimpulan
Identitas nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang
dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.
Identitas nasional dalam kosteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan, adat
istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam
konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila.
Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor
primodial dan faktor kondisional. Identitas nasional merupakan jati diri bangsa yang
bersifat dinamis dan khas yang menjadi pandangan hidup. Politik Identitas adalah
nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan kebangkitan kelompok-
kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang memarjinalisasikan mereka
di masa lalu.
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Sulisworo, T., Wahyunigsih, D., & Arif, B. (2012). Identitas Nasional. In
Universitas Ahmad Dahlan. https://doi.org/10.1109/ICACC.2012.2
Putri, F. A. (2013). Identitas Nasional. In Universitas Andalas (Vol. 53, Issue 9).
Syarbiani, S., Wahid, A., H.A Djasli, & Wibowo, S. (2006). Pendidikan
Kewarganegaraan (D. Yusra (ed.)). Universitas Esa Unggul.