Anda di halaman 1dari 24

IDENTITAS NASIONAL

Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Dra. Nurmiani, M.H.

Disusun oleh:

Kelompok 3

Matahari Palinggi 42518013


Muh. Rezki Ananda 42518014
Muh. Athariq Fajri 42518015
Muh. Fikriansyah C. 42518016

D4 Teknik Komputer dan Jaringan


Teknik Elektro
Politeknik Negeri Ujung Pandang
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan wawasan mengenai mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, dengan
judu “IDENTITAS NASIONAL”.

Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami


makna dari Identitas Nasional di indonesia. Kami sadar materi kuliah ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang beridentitas
nasional, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

Makassar, 17 – Juni – 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1.1. Latar Belakang........................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................................3

1.4. Manfaat Penulisan...................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................4

2.1. Pengertian Identitas Nasional..................................................................................4

2.2. Hakikat Identitas Nasional.......................................................................................6

2.3. Faktor – Faktor Pembentuk Identitas Nasional........................................................7

2.4. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa...........................................................9

2.5. Proses Berbangsa dan Bernegara Sebagai Identitas Nasional................................12

2.6. Politik Identitas......................................................................................................15

2.7. Revitalisasi Pancasila Sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional.........................15

BAB III PENUTUP...............................................................................................................18

3.1. Kesimpulan............................................................................................................18

3.2. Saran......................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia tidak terlepas dari manusia yang satu dengan yang
lainnya, karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain
untuk melakukan pekerjaannya dan mempunyai sifat yang tidak bisa hidup sendiri.
Manusia juga merupakan makhluk politik yang memiliki naluri untuk berkuasa.
Namun, terkadang manusia juga memiliki sifat yang tidak mudah puas karena
keinginan manusia tidak terbatas, maka dari itu manusia membutuhkan orang lain
untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Berawal dari itulah kemudian timbuk suatu
hubungan-hubungan kerjasama antarmanusia yang dari hubungan tersebut
membentuk sebuah masyarakat di dalam suatu negara, dimana dalam negara itulah
masyarakat ada untuk mempertahankan eksistensinya untuk saling bekerja sama
(Latra, 2017).

Hakikatnya, sebagai warga Negara yang baik seharusnya kita mengerti dan
memahami arti serta tujuan dan apa saja yang terkandung dalam Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan pengertian dari jati diri suatu Bangsa dan Negara,
Selain itu pembentukan Identitas Nasional sendiri telah menjadi ketentuan yang telah
di sepakati bersama. Menjunjung tinggi dan mempertahankan apa yang telah ada dan
berusaha memperbaiki segala kesalahan dan kekeliruan di dalam diri suatu Bangsa
dan Negara sudah tidak perlu di tanyakan lagi, Terutama di dalam bidang Hukum
(Astawa, 2017).

Di dalam hidup berbangsa dan bernegara terkadang masyarakat merasa


bingung dimana yang lebih penting antara bangsa dan negara dan terkadang malah
menyepelekan keduanya. Negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan hidup
manusia, sedangkan bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup manusia. Suatu
negara pasti mempunyai identitas nasional sendiri-sendiri yang berbeda antara negara
yang satu dengan negara yang lain karena identitas nasional suatu bangsa
menunjukkan kepribadian suatu bangsa tersebut (Latra, 2017).

Identitas Nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh bangsa kita untuk
dapat membedakannya dengan bangsa lain. Jadi untuk dapat mempertahankan
keunikan-keunikan dari bangsa Indonesia itu sendiri maki kita harus menanamkan
cinta akan tanah air yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap
aturan-aturan yang telah ditetapkan serta mengamalkan nilai-nilai yang sudah tertera
dengan jelas di dalam Pancasila yang dijadikan sebagai falsafah dan dasar hidup
bangsa Indonesia. Dengan keunikan inilah, Indonesia menjadi suatu bangsa yang
tidak dapat disamakan dengan bangsa lain dan itu semua tidak akan pernah lepas dari
tanggungjawab dan perjuangan dari warga Indonesia itu sendiri untuk tetap menjaga
nama baik bangsanya (Latra, 2017).

Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai


persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama seta
mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu kesatuan nasional. Dalam penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui perihal tentang identitas nasional dan dapat
diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Latra, 2017).

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ad akita rumuskan sebagai berikut:


1. Apa yang dimaksud dengan Identitas Nasional?
2. Bagaimana hakikat Identitas Nasional?
3. Apa saja faktor-faktor pembentuk Identitas Nasional?
4. Bagaimana hubungan antara Identitas Nasional dengan karakter bangsa?
5. Bagaimana proses berbangsa dan bernegara sebagai Identitas Nasional?
6. Apa yang dimaksud dengan politik Identitas?
7. Bagaimana revitalisasi Pancasila sebagai pemberdayaan identitas nasional?
1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini, yakni:


1. Untuk mengetahui pengertian Identitas Nasional
2. Untuk mengetahui hakikat Indentitas Nasional
3. Untuk mengetahui faktor pembentuk Identitas Nasional
4. Untuk mengetahui hubungan antara Identitas Nasional dengan karakter
bangsa
5. Untuk mengetahui proses berbangsa dan bernegara sebagai Identitas Nasional
6. Untuk mengetahui pengertian politik identitas
7. Untuk mengetahui revitalisasi Pancasila sebagai pemberdayaan identitas
nasional

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini, sebagai berikut:


1. Mahasiswa dapat memahami makna identitas nasional sebagai Bangsa
Indonesia.
2. Mahasiswa dapat mengimplementasikan makna identitas nasional dalam
berbangsa dan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Identitas Nasional

Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan
nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri
yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain
(Azra, 2005). Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan,
baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita
dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan
kelompok (collective action yang diberi atribut nasional) yang diwujudkan dalam
bentuk-bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional (Azra, 2005).

Menurut Kaelan (2007), identitas nasional pada hakikatnya adalah manisfestasi


nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa
(nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa
berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Nilai-nilai budaya yang berada
dalam sebagian besar masyarakat dalam suatu negara dan tercermin di dalam
identitas nasional, bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif
dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka yang cenderung terus menerus
berkembang karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya. Implikasinya adalah bahwa identitas nasional merupakan sesuatu
yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam
kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat. Artinya, bahwa identitas
nasional merupakan konsep yang terus menerus direkonstruksi atau dekonstruksi
tergantung dari jalannya sejarah (Kaelan, 2007).
Hal itu terbukti di dalam sejarah kelahiran faham kebangsaan (nasionalisme) di
Indonesia yang berawal dari berbagai pergerakan yang berwawasan parokhial seperti
Boedi Oetomo (1908) yang berbasis subkultur Jawa, Sarekat Dagang Islam (1911)
yaitu entrepreneur Islam yang bersifat ekstrovet dan politis dan sebagainya yang
melahirkan pergerakan yang inklusif yaitu pergerakan nasional yang berjati diri
“Indonesianess” dengan mengaktualisasikan tekad politiknya dalam Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928. Dari keanekaragaman subkultur tadi terkristalisasi suatu core
culture yang kemudian menjadi basis eksistensi nation-state Indonesia, yaitu
nasionalisme (Dwi Sulisworo et al., 2012).

Identitas nasional sebagai suatu kesatuan ini biasanya dikaitkan dengan nilai
keterikatan dengan tanah air (ibu pertiwi), yang terwujud identitas atau jati diri
bangsa dan biasanya menampilkan karakteristik tertentu yang berbeda dengan
bangsa-bangsa lain, yang pada umumnya dikenal dengan istilah kebangsaan atau
nasionalisme. Rakyat dalam konteks kebangsaan tidak mengacu sekadar kepada
mereka yang berada pada status sosial yang rendah akan tetapi mencakup seluruh
struktur sosial yang ada. Semua terikat untuk berpikir dan merasa bahwa mereka
adalah satu. Bahkan ketika berbicara tentang bangsa, wawasan kita tidak terbatas
pada realitas yang dihadapi pada suatu kondisi tentang suatu komunitas yang hidup
saat ini, melainkan juga mencakup mereka yang telah meninggal dan yang belum
lahir. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita
sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita
dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD 1945, sistem pemerintahan
yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi serta mitos, ideologi, dan lain
sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran
nasional maupun internasional dan lain sebagainya (Dwi Sulisworo et al., 2012).
2.2. Hakikat Identitas Nasional

Dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa didalam
hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya
tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam
Pembukaan UUD 1945 beserta batang tubuh UUD 1945, system pemerintahan yang
diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang
secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun
internasional (Latra, 2017).

Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai identitas


Nasional bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normative dan
dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka cenderung terus-menerus bersemi sejalan
dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya.
Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka,
dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan
fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat (Latra, 2017).

Hakikat identitas nasional Indonesia adalah Pancasila yang diaktualisasikan


dalam berbagai kehidupan berbangsa. Aktualisasi ini untuk menegakkan Pancasila
dan UUD 1945 sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 terutama
alinea ke-4. Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat menyadarkan
bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan identitas Nasional,
telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para
pendiri Negara Indonesia dalam pembukaan UUD 1945, dan khususnya dalam pasal
32 UUD 1945 beserta penjelasannya yaitu: “Pemerintah memajukan Kebudayaan
Nasional Indonesia” (Latra, 2017).

Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya
rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat bagi puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan
bangsa. Usaha kebudyaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budaya dan
persatuan denegan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia (Latra, 2017). Kemudian dalam
UUD 1945 yang diamademen dalam satu naskah disebutkan dalam pasal 32:

1) Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban


dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budaya.
2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.

Intinya, hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam
penataan kehidupan kita dalam arti yang luas, misalnya di dalam aturan perundang-
undangan atau moral yang secara normative diterapkan di dalam pergaulan, baik itu
di dalam tataran nasional maupun internasional dan sebagainya. Dengan demikian
nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam identitas nasional tersebut bukanlah
barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan
sesuatu yang terbuka yang cenderung terus-menerus bersemi karena adanya hasrat
menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat. Konsekuensi dan implikasinya
adalah identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk ditafsir dengan
diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi actual yang
berkembang dalam masyarakat (Latra, 2017).

2.3. Faktor – Faktor Pembentuk Identitas Nasional

Proses pembentukan bangsa negara membutuhkan identitas-identitas untuk


menyatukan masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan
menjadi identitas bersama suatu bangsa menurut Ramlan Surbakti (1999) meliputi
primordial, sakral, tokoh, kesediaan bersatu dalam perbedaan, sejarah, perkembangan
ekonomi, dan kelembagaan (Surbakti, 1999).

Pertama, faktor-faktor primordial ini meliputi: kekerabatan (darah dan keluarga),


kesamaan suku bangsa, daerah asal (home land), bahasa dan adat istiadat. Faktor
primodial merupakan identitas yang khas untuk menyatukan masyarakat Indonesia
sehingga mereka dapat membentuk bangsa negara.

Kedua, Faktor sakral dapat berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat
atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Agama dan
ideologi merupakan faktor sakral yang dapat membentuk bangsa negara. Faktor
sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas baru. Negara Indonesia diikat
oleh kesamaan ideologi Pancasila.

Ketiga, tokoh. Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh
masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa negara. Pemimpin di
beberapa negara dianggap sebagai penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat dan
simbol pemersatu bangsa yang bersangkutan. Contohnya Soekarno di Indonesia,
Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan Tito di
Yugoslavia.

Keempat, prinsip kesediaan warga bangsa bersatu dalam perbedaan (unity in


deversity). Yang disebut bersatu dalam perbedaan adalah kesediaan warga bangsa
untuk setia pada lembaga yang disebut negara dan pemerintahnya tanpa
menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras, agamanya.
Sesungguhnya warga bangsa memiliki kesetiaan ganda (multiloyalities). Warga setia
pada identitas primordialnya dan warga juga memiliki kesetiaan pada pemerintah dan
negara, namun mereka menunjukkan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaan
yang terwujud dalam bangsa negara di bawah satu pemerintah yang sah. Mereka
sepakat untuk hidup bersama di bawah satu bangsa meskipun berbeda latar belakang.
Oleh karena itu, setiap warga negara perlu memiliki kesadaran akan arti pentingnya
penghargaan terhadap suatu identitas bersama yang tujuannya adalah menegakkan
Bhinneka Tunggal Ika atau kesatuan dalam perbedaan (unity in deversity) suatu
solidaritas yang didasarkan pada kesantunan (civility).

Kelima, sejarah. Persepsi yang sama diantara warga masyarakat tentang sejarah
mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi yang sama tentang
pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan, tidak hanya
melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad dan tujuan yang sama antar
anggota masyarakat itu.

Keenam, perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi


pekerjaan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu
dan variasi kebutuhan masyarakat, semakin saling tergantung diantara jenis
pekerjaan. Setiap orang akan saling bergantung dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Semakin kuat saling ketergantungan anggota masyarakat karena perkembangan
ekonomi, akan semakin besar solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas
yang terjadi karena perkembangan ekonomi oleh Emile Durkheim disebut Solidaritas
Organis. Faktor ini berlaku di masyarkat industri maju seperti Amerika Utara dan
Eropa Barat.

Terakhir, lembaga-lembaga pemerintahan dan politik. Lembaga-lembaga itu


seperti birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan, dan partai politik. Lembaga-
lembaga itu melayani dan mempertemukan warga tanpa membeda-bedakan asal usul
dan golongannya dalam masyarakat. Kerja dan perilaku lembaga politik dapat
mempersatukan orang sebagai satu bangsa.

2.4. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa

Identitas nasional dapat berasal dari identitas satu bangsa yang kemudian
disepakati oleh bangsa-bangsa lainnya yang ada dalam negara itu atau juga dari
identitas beberapa bangsa-negara. Kesediaan dan kesetiaan warga bangsa-negara
untuk mendukung identitas nasional perlu ditanamkan, dipupuk, dan dikembangkan
terus-menerus. Warga lebih dulu memiliki identitas kelompoknya, sehingga jangan
sampai melunturkan identitas nasional. Di sini perlu ditekankan bahwa kesetiaan
pada identitas nasional akan mempersatukan warga bangsa itu sebagai “satu bangsa”
dalam negara (Astawa, 2017).

Sebagai warga negara Indonesia, kita perlu mengetahui proses terjadinya


pembentukan negara ini, sehingga dapat menambah kecintaan kita pada tanah air ini
(Astawa, 2017).

Para pendiri negara Indonesia (the founding fathers) menyadari bahwa negara
Indonesia yang hendak didirikan haruslah mampu berada di atas semua kelompok
dan golongan yang beragam. Hal yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu
sebagai satu keluarga bangsa karena adanya persamaan nasib, cita- cita, dan karena
berasal dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama. Kesadaran demikian
melahirkan paham nasionalisme, paham kebangsaan, yang pada gilirannya
melahirkan semangat untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Selanjutnya
nasionalisme memunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsa dalam
merealisasikan cita-cita, yaitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil dan
Makmur (Astawa, 2017).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang penting bagi


pembentukan bangsa Indonesia (Winarno, 2006) antara lain:

1. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa


asing lebih kurang selama 350 tahun.
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu
penjajahan.
3. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari
Sabang sampai Merauke.
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan suatu
bangsa.

Kedudukan identitas nasional sebagai karakter suatu bangsa ialah (Putri, 2013),
sebagai berikut:

1. Sebagai pemersatu bangsa, maksudnya identitas nasional adalah alat pemersatu


bangsa, seperti contohnya di Indonesia yaitu Pancasila sebagai identitas
nasionalnya
2. Sebagai ciri khas yang membedakan sebuah bangsa dari bangsa yang lain,
maksudnya dengan definisi dari identitas nasional diatas bahwa dikatan identitas
nasional sebagai pembeda, ciri-ciri, dan jati diri suatu bangsa. Tentu setiap
bangsa mempunyai jati diri sendiri, yang membedakan satu bangsa dengan
bangsa yang lain.
3. Sebagai pegangan atau landasan bagi sebuah negara untuk berkembang atau
mewujudkan potensi yang dimiliki, maksudnya identitas nasional seperti yang
disebutkan diatas tadi sebagai jati diri suatu bangsa, dengan adanya identitas
nasional maka sebuah bangsa tidak kehilangan arah dan dapat berpegang teguh
terhadap prinsip jati dirinya sendiri untuk berkembang.

Sedangkan peran identitas nasional bagi suatu bangsa adalah sebagai sarana
untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, sebagai perekat
dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, serta penghargaan atas
hasil karya monumental para pendiri bangsa (Lubis, 2018).

Bangsa Indonesia bernegara mulai dibentuk dan disepakati apa-apa yang


menjadi identitas nasional Indonesia, (Winarno, 2006) adalah sebagai berikut:

1. Bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia


2. Bendera negara yaitu sang merah putih
3. Lagu kebangsaan yaitu Indonesia raya
4. Lambang negara yaitu Garuda Pancasila
5. Semboyan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar falsafah negara yaitu Pancasila
7. Konstitusi negara yaitu UUD 1945
8. Bentuk negara kesatuan republik Indonesia
9. Konsepsi wawasan nusantara
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.

2.5. Proses Berbangsa dan Bernegara Sebagai Identitas Nasional

A. Proses Berbangsa
Salah satu perkataan Soekarno yang sangat terkenal adalah ‘jas merah’ yang
maknanya jangan sampai melupakan sejarah. Sejarah akan membuat seseorang hati-
hati dan bijaksana. Orang berati-hati untuk tidak melakukan kesalahan yang
dilakukan pada masa lalu. Orang menjadi bijaksana karena mampu membuat
perencanaan ke depan dengan seksama (Astawa, 2017).

Dengan belajar sejarah kita juga mengerti posisi kita saat ini bahwa ada perjalanan
panjang sebelum keberadaan kita sekarang dan mengerti sebenarnya siapa kita sebenarnya,
siapa nenek moyang kita, bagaimana karakter mereka, apa yang mereka cita-citakan selama
ini. Sejarah adalah ibarat spion kendaraan yang digunakan untuk mengerti keadaan di
belakang kita, namun demikian kita tidak boleh terpaku dalam melihat ke belakang. Masa
lalu yang tragis bisa jadi mengurangi semangat kita untuk maju. Peristiwa tragis yang pernah
dialami oleh bangsa ini adalah penjajahan yang terjadi berabad-abad, sehingga menciptakan
watak bangsa yang minder wardeh (kehilangan kepercayaan diri). Peristiwa tersebut
hendaknya menjadi pemicu untuk mengejar ketertinggalan dan berusaha lebih maju dari
negara yang dulu pernah menjajah kita (Astawa, 2017). Proses berbangsa dapat dilihat dari
rangkaian peristiwa berikut (Bakry, 2009):

a. Prasasti Kedukan Bukit.


Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa, bertuliskan “marvuat
vanua Sriwijaya siddhayatra subhiksa, yang artinya kurang lebih adalah membentuk
negara Sriwijaya yang jaya, adil, makmur, sejahtera dan sentosa. Prasasti ini berada
di bukit Siguntang dekat dengan Palembang yang bertarikh syaka 605 atau 683
Masehi. Kerajaan Sriwijaya yang dipimpin oleh wangsa Syailendra ini merupakan
kerajaan maritim yang memiliki kekuatan laut yang handal dan disegani pada
zamannya. Bukan hanya kekuatan maritimnya yang terkenal, Sriwijaya juga sudah
mengembangkan pendidikan agama dengan didirikannya Universitas Agama Budha
yang terkenal di kawasan Asia.

b. Kerajaan Majapahit (1293-1525).


Kalau Sriwijaya sistem pemerintahnnya dikenal dengan sistem ke-datu-an, maka
Majapahit dikenal dengan sistem keprabuan. Kerajaan ini berpusat di Jawa Timur di
bawah pimpinan dinasti Rajasa, dan raja yang paling terkenal adalah Brawijaya.
Majapahit mencapai keemasan pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan
Mahapatih Gadjah Mada yang tekenal dengan sumpah Palapa. Sumpah tersebut dia
ucapkan dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban Keprabuan Majapahit
pada tahun 1331 yang berbumyi: “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa,
jikalau seluruh Nusantara takluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram,
Tanjungpura, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik sudah
dikalahkan”.

c. Berdirinya organisasi massa bernama Budi Utomo oleh Sutomo


Pada tanggal 20 Mei 1908 yang menjadi pelopor berdirinya organisasi-organisasi
pergerakan nasional yang lain di belakang hari. Di belakang Sutomo ada dr. Wahidin
Sudirohusodo yang selalu membangkitkan motivasi dan kesadaran berbangsa
terutama kepada para mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische
Artsen). Budi Utomo adalah gerakan sosio kultural yang merupakan awal pergerakan
nasional yang merintis kebangkitan nasional menuju cita-cita Indonesia merdeka.
d. Sumpah Pemuda yang diikrarkan oleh para pemuda pelopor persatuan bangsa
Indonesia dalam Kongres Pemuda di Jakarta pada 28 Oktober 1928.
Ikrar tersebut berbunyi: Pertama: Kami putra dan puteri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia Kedua: Kami putra dan puteri Indonesia
mengaku bertanah air yang satu, Tumpah Darah Indonesia. Ketiga : Kami putra dan
puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

B. Proses Bernegara
Proses bernegara merupakan kehendak untuk melepaskan diri dari penjajahan,
mengandung upaya memiliki kemerdekaan untuk mengatur negaranya sendiri secara
berdaulat tidak dibawah cengkeraman dan kendali bangsa lain. Dua peristiwa penting
dalam proses bernegara adalah sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan sidang-sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Bakry, 2009):

a. Pemerintah Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa


Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Janji itu disampaikan oleh Perdana
menteri Jepang Jenderal Kunaiki Koisu (Pengganti Perdana Menteri Tojo) dalam
Sidang Teikuku Gikoi (Parlemen Jepang). Realisasi dari janji itu maka dibentuklah
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada
29 April 1945 dan dilantik pada 28 Mei 1945 yang diketuai oleh Dr. KRT.
Radjiman Wedyodiningrat. Peristiwa inilah yang menjadi tonggak pertama proses
Indonesia menjadi negara. Pada sidang ini mulai dirumuskan syarat-syarat yang
diperlukan untuk mendirikan negara yang merdeka.
b. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) setelah
sebelumnya membubarkan BPUPKI pada 9 Agustus 1945. Ketua PPKI adalah Ir.
Soekarno dan wakil ketua adalah Drs. Moh. Hatta. Badan yang mula-mula buatan
Jepang untuk memersiapkan kemerdekaan Indonesia, setelah Jepang takluk pada
Sekutu dan setelah diproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, maka badan ini
mempunyai sifat ‘Badan Nasional’ yang mewakili seluruh bangsa Indonesia.
Dengan penyerahan Jepang pada sekutu maka janji Jepang tidak terpenuhi,
sehingga bangsa Indonesia dapat memproklamirkan diri menjadi negara yang
merdeka.
c. Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan penetapan Undang
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada sidang PPKI tanggal 18
Agustus 1945. Peristiwa ini merupakan momentum yang paling penting dan
bersejarah karena merupakan titik balik dari negara yang terjajah menjadi negara
yang merdeka.

2.6. Politik Identitas

Politik Identitas adalah nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan
kebangkitan kelompok-kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang
memarjinalisasikan mereka di masa lalu. Identitas berubah menjadi politik identitas
ketika menjadi basis perjuangan (Bagir, 2011).

Identitas bukan hanya persoalan sosio-psikologis namun juga politis. Ada


politisasi atas identitas. Identitas yang dalam konteks kebangsaan seharusnya
digunakan untuk merangkum kebinekaan bangsa ini, namun justru mulai tampak
penguaan identitas-identitas sektarian baik dalam agama suku, daerah dan lain-lain
(Bagir, 2011).

Identitas yang menjadi salah satu dasar konsep kewarganegaraan (citizenship)


adalah kesadaran atas kesetaraan manusia sebagai warganegara. Identitas sebagai
warganegara ini menjadi bingkai politik untuk semua orang, terlepas dari identitas
lain apapun yang dimilikinya seperti identitas agama, etnis, daerah dan lain-lain
(Bagir, 2011).

2.7. Revitalisasi Pancasila Sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional

Revitalisasi Pancasila sebagaimana manifestasi Identitas Nasional pada


giliranyaharus diarahkan pula pada pembinaan dan pengembangan moral. Dengan
demikian, moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah dalam upaya untuk
mengatasi krisis dan disintegrasi yang cenderung sudah menyentuh kesemua segi dan
sendi kehidupan, perlu disadari bahwa moralitas Pancasila akan menjadi tanpa makna
dan hanya menjadi “karikatur” apabila tidak disertai dukungan suasana dibidang
hukum secara kondusif. Antara moralitas dan hukum memang terdapat korelasi yang
sangat erat. Artinya moralitas yang tidak didukung oleh kehidupan hukum yang
kondusif akan menjadi subjektivitas dengan satu sama lain akan saling berbenturan.
Sebaliknya, ketentuan hukum yang dibuat tanpa disertai dasar dan alasan moral, akan
melahirkan suatu legalisme yang represif, kontra produktif, dan bertentangan dengan
nilai-nilai pancasila itu sendiri (Syarbiani et al., 2006).

Dalam merevitalisasi Pancasila sebagai manifestasi Identitas Nasional,


(Syarbiani et al., 2006) penyelenggaraan MPK maka harus dikaitkan dengan
wawasan:

1) Spiritual, untuk meletakkan landasan etika, moral, religiusitas, sebagai dasar dan
arah pengembangan suatu profesi;
2) Akademis, untuk menunjukkan bahwa MPK merupakan aspek being yang tidak
kalah pentingnya, bahkan lebih penting daripada aspek having dalam kerangka
persiapan SDM yang bukan sekedar instrument, melainkan sebagai subjek
pembaharuan dan pencerahan;
3) Kebangsaan, untuk menumbuhkan kesadaran nasionalismenya agar dalam
pergaulan antar bangsa tetap setia pada kepentingan bangsanya, serta bangga dan
respek pada jati diri bangsanya yang memiliki ideology tersendiri; serta
4) Mondial, untuk menyadarkan bahwa manusia dan bangsa di masa kini siap
menghadapi dialektika perkembangan dalam masyarakat dunia yang “terbuka”.
Selain itu, diharapkan mampu untuk segera beradaptasi dengan perubahan yang
terus menerus terjadi dalam masyrakat modern. Disamping itu, juga mampu
menjari jalan keluar sendiri dalam mengatasi setiap tantangan yang dihadapi.
Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional, perlu ditempuh melalui
revitalisasi pancasila. Revitalisasi sebagai manifestasi Identitas Nasional
mengandung makna bahwa pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan
pembukaan, serta dieksplorasikan dimensi-dimensi yang melekat padanya yang
meliputi (Syarbiani et al., 2006):

1. Realitas: bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonsentrasikan sebagai


cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kampus
utamanya; suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das sollen im
sein;

2. Idealitas: bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopia


tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan
gairah dan optimisme warga masyarakat agar melihat masa depan secara prospektif,
serta menuju hari esok yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar atau
gerakan dengan tema “Revitalisasi Pancasila”;

3. Fleksibilitas: bahwa pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
tertutup atau menjadi sesuatu yang sacral, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru
untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang. Dengan
demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya pancasila menjadi tetap actual, relevan,
serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan Negara
dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”.

Dengan demikian, agar identitas Nasional dapat dipahami oleh masyrakat


sebagaipenerus tradisi nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang maka
pemberdayaan nilai ajarannya harus bermakna,dalam arti relevan dan fungsional bagi
kondisi actual yang sedang berkembang dalam masyarakat. Perlu disadari bahwa
umat manusia masa kini hidup di abad XXI, yaitu zaman baru yang sarat dengan
nilai-nilai baru yang tidak saja berbeda, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai
lamasebagaimana diwariskan oleh nenek moyang dan dikembangkan para pendiri
Negara ini. Abad XXI sebagai zaman baru mengandung arti sebagai zaman ketika
umat manusia semakin sadar untuk berfikir dan bertindak secara baru (Syarbiani et
al., 2006).

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Identitas nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang
dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.
Identitas nasional dalam kosteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan, adat
istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam
konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila.

Identitas Nasional Indonesia:

1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia.


2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih.
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
4. Lambang Negara yaitu Pancasila
5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
9. Konsepsi Wawasan Nusantara
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional
Penerapan tentang identitas nasional harus tercermin pada pola pikir, pola sikap,
dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari
pada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, identitas nasional
menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka
menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan
bernegara.

Implementasi identitas nasional senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat


dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh. Impementasi identitas nasional
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yamg mencakup kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya,dan pertahanan keamanan harus tercemin dalam pola pikir,
pola sikap, dan pola tindak senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
kesatuan Republik Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan.

Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor
primodial dan faktor kondisional. Identitas nasional merupakan jati diri bangsa yang
bersifat dinamis dan khas yang menjadi pandangan hidup. Politik Identitas adalah
nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan kebangkitan kelompok-
kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang memarjinalisasikan mereka
di masa lalu.

3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Astawa, I. P. A. (2017). Identitas Nasional Bangsa. Universitas Udayana, 27–36.

Azra, A. (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. In


Kencana Prenada Media Group.

Bagir, Z. A. (2011). Pluralisme Kewargaan Arah Baru Politik Keragaman di


Indonesia.

Bakry, N. M. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan. Pustaka Pelajar.

Dwi Sulisworo, T., Wahyunigsih, D., & Arif, B. (2012). Identitas Nasional. In
Universitas Ahmad Dahlan. https://doi.org/10.1109/ICACC.2012.2

Kaelan. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan.

Latra, I. W. (2017). Identitas Nasional Sebagai Salah Satu Determinan Dalam


Pembangunan Bangsa Dan Karakter.
Https://Simdos.Unud.Ac.Id/Uploads/File_Penelitian_1_Dir/73897666Bed07Ff5
0B5B2Bf1Ed73E60a.Pdf, 23.
Lubis, M. A. (2018). Pembelajaran PPKn Teori Pengajaran Abad 21 di SD/MI. In
Yogyakarta: Samudra Biru.

Putri, F. A. (2013). Identitas Nasional. In Universitas Andalas (Vol. 53, Issue 9).

Surbakti, R. (1999). Memahami Ilmu Politik.

Syarbiani, S., Wahid, A., H.A Djasli, & Wibowo, S. (2006). Pendidikan
Kewarganegaraan (D. Yusra (ed.)). Universitas Esa Unggul.

Winarno, D. (2006). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan: Panduan


Kuliah di Perguruan Tinggi. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai