Disusun Oleh:
HALMA NURLAELA
JNR0200023
4. Adaptasi Keluarga
Menurut Reva Rubin, adaptasi psikologi ibu post patum terbagi atas 3
bagian, yaitu :
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu
cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti murah
tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya.
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung selama 3 – 20 hari setelah melahirkan. Pada fase
ini taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi, selain itu perassannya sangat
sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-
hati. Saat ini ibu memerlukan dukungan karena ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa Post Partum adalah
sebagai berikut:
a. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum
kehamilan.
b. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
c. Masa menyusui anak dimulai
d. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan
sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.
6. Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali, kunjungan masa nifas
dilakukan untuk menilai status kesehatan ibu dan bayi baru lahir
(Saifuddin, 2010).
7. Penatalaksanaan Masa Nifas
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien
dengan Post Partum adalah sebagai berikut:
a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik
dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.
5. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang
tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan
yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
WOC
Post date
SC
Persalinan tidak
normal
Kurang Estrogen
Nifas
pengetahuan meningkat
(post
pembedahan)
Nyeri Penurunan laktasi
Ansietas
Intoleransi
Aktivitas
Resti Infeksi Ketidakefektifan
Ansietas menyusui
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah lengkap, golongan darah (ABO)
7. Penatalaksanaan
Teknik SC transperitaneal profunda
1) Persiapan pasien
Pasien dalam posisi trandenburg ringan. Dilakukan anastesi spinal /
peridural pada oprasi efektif atau anastesi umum pada darurat alat
operasi, obat dan darah dipersiapkan
2) Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan
oprasi dipersempit dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis
ampai dibawah umbilikus lapis demi lais sehingga kavum
peritonium terbuka.
b. Perdarahan
Pada Sectio Caesaria banyak pembuluh darah yang terputus dan
terbuka dari pada persalinan normal karena atonia uteri serta pelepasan
plasenta banyak mengeluarkan darah.
c. Emboli Pulmonal
1) Keadaan Umum
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan
darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama
beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan
adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,
dapat menunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul
pada masa nifas.
b) Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit
kemungkinan disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan
mencapai lebih dari 38oC pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya,
harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
c) Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit
yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istiraha
penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum. Pada
ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/menit. Bisa juga
terjadi gejala shock karena infeksi khususnya bila disertai
peningkatan.
d) Pernafasan
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila ada
respirasi cepat pospartum (> 30 x/menit) mungkin karena adanya
ikutan dari tanda-tanda syok.
3) Pemeriksaan fisik / Head to toe
a) Kepala
b) Leher
Hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji pembesaran kelejar
tiroid, pembuluh limfe, dan pelebaran vena jugularis.
c) Thorak
- Payudara: payudara membesar, uting mudah erektil, pruduksi
kolostrums /48 jam. Kaji ada tidaknya massa, atau pembesaran
pembuluh limfe.
- Jantung: kaji munculnya bradikardi, S1S2 reguler tunggal
- Paru: kaji pernafasa ibu
d) Abdomen
Kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus. Kaji adanya linea gravidarum, strie
alba, albican.
e) Genetalia
- Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi
normal.
- Lokhea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi lokhea
- Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahn struktur internal
dan eksternal.
- Vagina: kaji adanya berugae, perubahan bentuk, dan produksi
mukus normal.
f) Perinium dan Anus
Pemeriksaan perineum: REEDA (red, edema, ecchymosis,
discharge, loss of approximation). Dan kaji ada tidaknya hemoroid.
g) Ekstremitas
Periksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari,
hangat, adanya nyeri dan kemerahan, varises, refleks patella, dan kaji
homans’ sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif).
C. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periode pasca
partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada
hari pertama pada partum, untuk mengkaji kehilangan darah pada saat
melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau
dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas
terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain
itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle
dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
D. Analisa Data