Anda di halaman 1dari 2

Nama : Lilis Yunarni

NIM : P17334119423

SENDU MUSIM PANAS, CUACA PANAS MEMBUAT SESEORANG MENJADI


PEMARAH
Gita Laras Widyaningrum Kamis, 18 Juli 2019 | 15:38 WIB

Penelitian terbaru menunjukkan, orang-orang akan menjadi pemarah dan mudah kesal di
suhu yang hangat. Sebuah studi menemukan fakta bahwa hormon stres meningkat bersamaan
dengan naiknya suhu. Penemuan ini memberikan cahaya segar atas fenomena yang selama ini
membingungkan peneliti. Disebut dengan “sendu musim panas”, ada banyak bukti dari
beberapa dekade terakhir yang mengaitkan paparan cuaca panas dengan agresi, bunuh diri,
dan kekerasan.
Saat ini, tim peneliti Polandia, menemukan bahwa jumlah hormon penyebab stres
kortisol, lebih rendah di musim dingin dibanding musim panas. Dan kenaikan suhu membuat
kita mudah tersinggung. Ini bisa berimplikasi pada kesehatan kita karena hormon tersebut
penting untuk mengatur gula, garam, dan cairan ke seluruh tubuh. Dr. Dominika
Kanikowska, ahli patofisiologis di Poznan University of Medical Sciences, mengatakan,
temuan mengenai cuaca panas membuat orang mudah emosi ini cukup mengejutkan.
“Bertentangan dengan konsep tradisional yang mengatakan bahwa musim dingin adalah yang
terberat dan musim panas sangat santai,”  katanya. Data asli yang pertama kali
menghubungan suhu panas dengan kebencian berasal dari statistik kejahatan. Para analis
menekankan, orang-orang sering terlibat kekerasan di musim panas terutama ketika suhunya
lebih hangat dari biasanya.
Sejumlah teori telah menyatakan bahwa kenaikan temperatur menyebabkan peningkatan
denyut jantung, testoteron dan reaksi metabolik lain yang memicu sistem saraf simpatik.
Saraf tersebut bertanggung jawab pada respons bertarung atau berlari (fight or
flight). Ternyata, saat cuaca panas, orang-orang lebih condong pada respons bertarung.
Bersama timnya, dr. Dominika Kanikowska, meneliti sekelompok mahasiswa kedokteran
perempuan di dua hari terpisah, saat musim dingin dan panas. Mereka mengambil sampel air
liur setiap dua jam sekali selama periode penelitian untuk mengukur jumlah kortisol dan
tanda inflamasi. Para partisipan juga diminta untuk mengisi kuesioner gaya hidup mengenai
jadwal tidur, dite, dan aktivitas fisik mereka.
Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan American Physiological Society ini
menemukan fakta bahwa kadar kortisol lebih tinggi di musim panas. Sementara itu, tidak ada
perubahan signifikan pada level inflamasi di kedua musim tersebut. Kortisol disebut sebagai
hormon stres karena ia dilepaskan ke aliran darah saat masa-masa sulit atau situasi yang
mengecewakan. Menurut dr. Kanikowska, hormon tersebut membantu mengurangi inflamasi
dan penting untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan.“Kadar kortisol biasanya tinggi di
pagi hari dan menurun seiring berjalannya waktu, jumlahnya semakin rendah di sore hari
untuk mengatur pola tidur yang sehat. Penyakit, kurang tidur, dan beberapa obat bisa
mempengaruhi kadar kortisol,” pungkasnya.  

Anda mungkin juga menyukai