Anda di halaman 1dari 11

BAB X

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

10.1 Pengertian Politik

Arti pertama kata politik secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu
Polisteia. Polisteia dari kata Polis yang berarti kesatuan masyarakat yang mampu
mengurus dirinya sendiri, atau mampu berdiri sendiri dan teia yang berarti urusan. Jadi,
arti Polisteia adalah suatu urusan yang terkait dengan kesatuan masyarakat yang mampu
mengurus dirinya sendiri. Polis-polis tersebut merupakan kesatuan masyarakat di Yunani
masa lalu.

Arti politik yang kedua, adalah dalam konteks politics. Politics adalah suatu
rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, upaya, cara, dan alat yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki. Arti politik yang kedua ini sangat sering
ditemui dalam praktik para pejabat negara. Mereka ada dalam kaitannya dengan
Penggunaan segala jalan, segala cara, dan segala alat untuk mencapai tujuan mereka.
Para pejabat yang cenderung berbuat demikian disebut Politikus.

Sedangkan arti ketiga politik adalah kebijaksanaan atau policy. Policy adalah
penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin
terlaksana suatu usaha cita-cita atau keinginan atau keadaan yang di kehendaki. Jadi
dalam arti kebijaksanaan titik beratnya adalah adanya proses, yaitu penggunaan
pertimbangan, menjamin terlaksananya suatu usaha, dan pencapaian cita-cita yang di
kehendaki. Jadi, Politik dalam artian ini adalah tindakan dari satu individu atau satu
kelompok individu mengenai satu masalah atau keseluruhan masalah dari masyarakat
atau negara dengan menggunakan proses (Lemhanas, 2005). Kebijaksanaan yang sudah
dipertimbangkan dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau
tujuan yang dikehendaki dengan baik. Politik dalam arti ketiga ini seharusnya digunakan
oleh para politikus untuk menuju ke tingkat sebagai negarawan dalam mengabdikan diri
bagi bangsa dan negara. Politics dan policy dapat memiliki hubungan yang erat dan
timbal balik. Politics memberikan asas, prinsip, jalan, arah dan keadaannya, sedangkan
policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, arah tersebut sebaik-
baiknya. Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara
126
melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian atau alokasi sumber-sumber
yang ada. Dalam kebijakan umum, pengaturan maupun alokasi sumber-sumber yang ada
memerlukan kekuasaan dan wewenang (authority). Kekuasaan dan wewenang sangat
berperan penting dalam pembinaan kerjasama dan penyelesaian konflik yang mungkin
muncul dalam proses pencapaian tujuan.

Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Negara,


Kekuasaan, Pengambilan Keputusan dan distribusi atau alokasi sumber-sumber
(Sumarsono, 2005) . Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Negara
Negara merupakan suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Boleh dikatakan negara merupakan bentuk
masyarakat dan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah yang
berdaulat.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah
laku orang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginannya. Dalam arti politik, hal
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kekuasaan itu diperoleh, bagaimana
mempertahankannya, dan bagaimana melaksanakannya.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah aspek utama politik. Dalam pengambilan keputusan
perlu diperhatikan dua hal, yaitu siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa
keputusan itu dibuat. Jadi, politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana
umum. Keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara.
4. Kebijakan Umum
Kebijakan (policy) merupakan suatu keputusan yang diambil oleh seorang atau
kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Dasar
pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin
dicapai secara bersama pula, sehingga perlu ada rencana yang mengikat yang
dirumuskan dalam kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang.

127
5. Distribusi
Distribusi atau alokasi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam
masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting. Ia harus dibagi secara
adil. Politik membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara
mengikat.

10.2 Pengertian Strategi

Strategi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Strategia atau strategos yang berarti “the
art of the General “ atau seni seorang Panglima, atau perang di atas peta, yang biasanya
digunakan dalam peperangan. Umumnya, Panglima yang berpangkat Jenderal
memetakan terlebih dahulu lokasi yang akan dikuasai, teknik, taktik, kriteria, kualitas,
dan jumlah pasukan yang akan dikerahkan dan sebagainya. Setelah perencanaan matang,
baru dilaksanakan penyerangan ke wilayah tersebut. Proses ini mengawali munculnya
penjajahan di masa lalu. Karl von Clausewitz (1780-1931) dalam Lemhannas (2005)
berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
memenangkan peperangan, sedangkan peperangan itu merupakan kelanjutan dari politik.

Dalam abad modern sekarang ini, penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada
konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas
di segala bidang. Dengan demikian, strategi tidak hanya menjadi monopoli bidang
militer, akan tetapi sudah meluas ke segala bidang kehidupan. Strategi pada dasarnya
merupakan seni dan ilmu menggunakan dan mengembangkan kekuatan (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.

10.3 Politik dan Strategi Nasional

Politik Nasional adalah kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk


mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, Politik Nasional adalah
asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional
untuk mencapai tujuan nasional. Strategi Nasional disusun terkait pelaksanaan Politik
Nasional, misalnya, strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Jadi,

128
Strategi Nasional adalah cara melaksanakan Politik Nasional dalam mencapai sasaran
dan tujuan yang ditetapkan oleh Politik Nasional.

Politik Nasional memiliki empat sasaran. Keempat sasarab yang dimkasud adalah
sebagai berikut :

a. Politik Dalam Negeri yang diarahkan untuk mengangkat, meninggikan dan


memelihara harkat, derajat dan potensi rakyat Indonesia yang pernah mengalami
kehinaan dan kemelaratan akibat penjajahan menuju sifat-sifat bangsa yang
terhormat dan dapat dibanggakan.
b. Politik Luar Negeri yang bersifat bebas aktif yaitu anti imperialism dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, mengabdi pada kepentingan
nasional dan amanat penderitaan rakyat serta diarahkan pada pembentukan
solidaritas antar bangsa.
c. Politik Ekonomi yang bersifat swasembada/swadaya yang berarti tidak
mengisolasi diri (pernah dilakukan India semasa pemerintahan Mahatma Gandhi),
tetapi diarahkan pada peningkatan taraf hidup dan daya kreasi rakyat Indonesia
sebesar-besarnya.
d. Politik Pertahanan Keamanan yang bersifat defensif aktif yang diarahkan pada
pengamanan dan perlindungan bangsa dan negara, serta usaha-usaha nasional dan
penanggulangan segala macam tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan.
(Lemhanas, 2005).

10.4 Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional

Penyusunan Politik dan Strategi Nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran


yang terkandung dalam sistem Manajemen Nasional yang berlandaskan Ideologi
Pancasila dan UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan
pemikiran dalam sistem Manajemen Nasional ini sangat penting sebagai kerangka acuan
dalam penyusunan politik dan strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar
negara, cita-cita nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia.

1. Penyusunan Politik dan Strategi Nasional

Menurut UUD 1945 Politik dan Strategi Nasional disusun berdasarkan sistem
kenegaraan. Pendapat yang muncul pada tahun 1985 menyatakan bahwa jajaran
129
Pemerintah dan Lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan
“Supra Struktur Politik“, yaitu MPR, DPR, Presiden , MA dan BPK. Sedangkan
badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut “Infra Struktur Politik“ seperti
Partai Politik, Organisasi Kemasyarakatan, Media Massa, dan Kelompok
Kepentingan ( Interest Group).

Baik Supra Struktur Politik maupun Infra struktur Politik yang terdapat dalam
sistem Ketatanegaraan, masing-masing saling memengaruhi serta mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain. Maka dari itu, Supra Struktur Politik
dan Infra Struktur Politik harus dapat bekerjasama dan memiliki kekuatan yang
seimbang. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional, di tingkat supra struktur


politik diatur oleh Presiden, dibantu oleh Dewan-Dewan yang dibentuk, seperti
Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dan
Dewan-dewan lain yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres).
Proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprasistem politik diatur
oleh Presiden, sesuai dengan Visi dan Misi Presiden yang disampaikan pada saat
pelantikan dan pengambilan sumpah dan janji Presiden dan Wakil Presiden di
depan Sidang Paripurna MPR.

Visi dan Misi yang dijadikan Politik dan Strategi dalam menjalankan pemerintahan
dan melaksanakan pembangunan adalah selama 5 tahun. Seperti diketahui, sesuai
dengan hasil Amandemen UUD 1945, kedudukan Presiden tidak lagi sebagai
Mandataris MPR, karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh
Rakyat. Sebelumnya politik dan strategi nasional mengacu pada Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan oleh MPR.

Dalam proses penyusunan Politik Nasional, penyelenggara negara harus


melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan
sasaran masing-masing sektor atau bidang-bidang pembangunan. Di era Reformasi
saat ini, rakyat memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya politik dan
strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan Presiden.

130
2. Pembagian Kekuasaan

Pembagian Kekuasaan berdasar Hasil Amandemen UUD 1945 meliputi Kekuasaan


Eksekutif, Kekuasaan Legislatif, Kekuasaan Yudikatif, dan Kekuasaan Inspektif.
Adapun penjelasan singkatnya sebagai berikut :

1) Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (pasal 4 ayat (1) UUD


1945).

2) Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden dan DPR (Dewan


Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

3) Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada MA (Mahkamah Agung).

4) Kekuasaan Inspektif, didelegasikan kepada BPK (Badan Pemeriksa


Keuangan dan DPR. DPR melakukan Pengawasan terhadap Presiden selaku
Penguasa Eksekutif.

Dalam UUD 1945 hasil Amandemen, tidak ada kekuasaan


Konsultatif yang awalnya didelegasikan kepada DPA (Dewan Pertimbangan
Agung). DPA dihapus atau ditiadakan karena dianggap tidak efektif lagi.
Presiden dapat membuat dewan-dewan atau tim yang sifatnya ad hoc. Setelah
tugasnya selesai dewan atau tim ini langsung dibubarkan.

3. Tingkat Penentu Kebijakan

Tingkat Penentu Kebijakan meliputi Tingkat Penentu Kebijakan Puncak, Tingkat


Penentu Kebijakan Umum, Tingkat Penentu Kebijakan Khusus, Tingkat Penentu
Kebijakan Teknis, dan Tingkat Penentu Kebijakan di Daerah. Adapun
penjelasannya sebagai berikut.

a. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak

Hal dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), meliputi


Kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup
penentuan UUD (Masalah Politik Makro). Selain MPR, Presiden sebagai
Kepala Negara, termasuk Penentu Kebijakan Nasional, seperti Kewenangan
dalam upaya keselamatan negara, dengan mengeluarkan Dekrit, penyusunan

131
dan pemberlakuan UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu), UU, Keputusan Presiden (Kepres).

b. Tingkat Penentu Kebijakan Umum

Merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan Puncak yang


lingkupnya menyeluruh secara nasional, berisi masalah-masalah makro
strategis, guna mencapai cita-cita dan tujuan Nasional dalam situasi dan
kondisi tertentu, berupa :

1) Undang-undang yang kekuasaan pembuatannya ada pada Presiden


dengan persetujuan DPR, Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-
Undang (Perpu) dalam hal kegentingan yang mendesak,

2) Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pelaksanaan Undang-undang


yang wewenang penerbitannya berada di tangan Presiden,

3) Keputusan atau Instruksi Presideni (Keppres atau Inpres) yang berisi


kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang
pengeluarannya berada di tangan Presiden, dalam rangka pelaksanaan
kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku, dan

4) Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.

c. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus

Kebijakan Khusus merupakan penggarisan terhadap suatu Bidang Utama


(Major Area) Pemerintahan. Kebijakan ini merupakan penjabaran Kebijakan
Umum untuk merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam
bidang utama tersebut.

Wewenang Kebijakan Khusus berada di tangan Menteri, berdasarkan


kebijakan pada tingkat di atasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang
pemerintahan yang diserahkan dan dipertanggungjawabkan kepada Menteri.
Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat mengeluarkan Surat Edaran Menteri.

132
d. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis

Kebijakan Teknis meliputi penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama
dalam bentuk Prosedur serta Teknis untuk mengimplementasikan rencana,
program dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis ini berada
pada Pimpinan Departemen dan Pimpinan Lembaga Non Departemen.

Hasil Penentuan Kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan


atau Instruksi Direktur Jenderal Departemen atau Pimpinan Lembaga Non
Departemen dalam sektor masing-masing yang diserahkan dan
dipertanggungjawabkan kepadanya.

Isi dan jiwa Kebijakan Teknis ini, harus sesuai dengan kebijakan di atasnya
dan harus bersifat Pengaturan Pelaksanaan baik secara teknis maupun
administratif. Peraturan, Keputusan dan atau Instruksi Direktur Jenderal atau
Pimpinan Lembaga Non Departemen (Kementerian) lazimnya merupakan
Pedoman Pelaksanaan.

Dalam Tata Laksana Pemerintahan, Sekretaris Jenderal sebagai Pembantu


Utama Menteri, bertugas mempersiapkan dan merumuskan Kebijakan Khusus
Menteri dan sebagai Pemimpin Rumah Tangga Kementerian. Selain itu
Inspektur Jenderal dalam suatu Kementrian berkedudukan selaku Pembantu
Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian Kementerian, selain juga
memiliki wewenang untuk mempersiapkan Kebijakan Khusus Menteri

e. Tingkat Penentu Kebijakan di Daerah

Ada dua macam Kekuasaan dalam pembuatan aturan. Pertama adalah


Wewenang penentuan pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Pusat di Daerah,
berada di tangan Gubernur (Kepala Daerah Tingkat I) dalam kedudukannya
sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerahnya masing-masing. Sedangkan bagi
Daerah Tingkat II, kewenangan berada di tangan Bupati atau Wallikota.
Perumusan hasil kebijakan tersebut dikeluarkan dalam bentuk Keputusan dan
Instruksi Gubernur untuk Wilayah Propinsi dan Keputusan serta Instruksi
Bupati atau Walikota untuk wilayah Kabupaten dan Kotamadya. Kedua
adalah Kepala Daerah berwenang mengeluarkan Kebijakan Pemerintah

133
Daerah dengan Persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan
Daerah (Perda) Kepala Daerah Tingkat I atau Kepala Daerah Tingkat II.

10.5 Sistem Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 (Kaelan, 2010)

Ada dua sistem Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 yang meliputi
hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis. Penjelasan kedua sistem tersebut
adalah sebagai berikut.

1. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)

Pengertian Hukum Dasar meliputi dua macam, yaitu Hukum Dasar tertulis (Undang-
Undang Dasar) dan Hukum Dasar tidak tertulis (Konvensi). Karena sifatnya tertulis
maka rumusan Undang-undang Dasar itu tertulis dan tidak mudah berubah. Menurut
ECS.Wade dalam bukunya “Constitutional Law “ menyatakan, bahwa Undang-
undang Dasar menurut sifat dan fiungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan
kerangka dan tugas-tugas pokok dari Badan-Badan Pemerintahan suatu Negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja Badan-badan tersebut. Jadi, pada prinsipnya
mekanisme dan dasar dari setiap sistem Pemerintahan diatur dalam Undang-undang
Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan
menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-undang Dasar
dapat dipandang sebagai Lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Undang-undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini


bekerjasama dan menyesuaikan diri satu dengan lainnya. Dalam Penjelasan UUD
1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan supel. Hal ini mengandung
beberapa makna, yang diuraikan sebagai berikut :

a. Telah cukup apabila UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelnggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.
b. Sifatnya yang supel (elastis) dimaksudkan, bahwa kita harus senantiasa ingat
bahwa masyarakat itu harus terus berkembang seiring dengan perkembangan
jaman. Sehubungan dengan itu maka jangan kita tergesa-gesa memberikan bentuk

134
kepada pikiran-pikiran yang masih berubah/berkembang. Memang sifat aturan
tertulis itu mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya maka semakin baik,
agar tidak ketinggalan jaman
Sifat Undang-undang Dasar mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Oleh karena sifatnya tertulis, maka rumusannya jelas. Merupakan hukum dasar
positif yang mengikat Pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun
mengikat bagi setiap warganegara,
b. Bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus
dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman, serta memuat hak-hak
asasi manusia,
c. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan
harus dilaksanakan secara konstitusional, dan
d. UUD 1945 dalam tertib Hukum Indonesia merupakan Peraturan Hukum
Positif yang tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-
norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum di
Indonesia.

2. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis (Konvensi).

Konvensi adalah Hukum Dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun sifatnya
tidak tertulis. Konvensi memiliki sejumlah sifat. Sifat-sifat yang dimaksud adalah :

a. Merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktek


penyelenggaraan negara,
b. Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar,
c. Diterima oleh seluruh rakyat, dan
d. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan
dasar yang tidak terdapat/tercantum dalam Undang-undang Dasar.

Apabila Konvensi dikehendaki untuk menjadi aturan tertulis, maka yang berwenang
memutuskannya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan rumusannya
bukan merupakan suatu hukum dasar setingkat UUD, tetapi hanya sebagai suatu
Ketetapan Majelis saja.

135
Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil Amandemen

Sistem Pemerintahan Indonesia sesuai dengan UUD 1945 hasil Amandemen, dibagi
atas tujuh kunci pokok. Ketujuh kunci pokok yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum. Negara Indonesia tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti, bahwa negara
termasuk di dalamnya Pemerintahan dan Lembaga-lembaga Negara lainnya,
dalam melaksanakan tindakan-tindakannya harus dilandasi oleh Peraturan Hukum
atau harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas sistem ini tidak bersifat
absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa
cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi yang
dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain, yang merupakan
produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-undang dll.
c. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD.
d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi disamping
MPR dan DPR.
e. Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, namun Presiden harus
mendapatkan persetujuan DPR dalam hal membentuk Undang-undang,
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
f. Menteri Negara adalah Pembantu Presiden. Menteri Negara tidak
bertanggungjawab kepada DPR tetapi kepada Presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

136

Anda mungkin juga menyukai