Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran


pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat menyebabkan
berbagai spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, yang dipengaruhi oleh patogen penyebab, faktor lingkungan, dan
faktor pejamu. Penyakit ini dapat menyerang saluran napas mulai dari hidung
sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas dan
menimbulkan reaksi inflamasi. Virus yang paling sering menyebabkan ISPA pada
balita adalah influenza-A, adenovirus, parainfluenza virus. Proses patogenesis
terkait dengan tiga faktor utama, yaitu keadaan imunitas inang, jenis
mikroorganisme yang menyerang pasien, dan bernagai faktor yang berinteraksi
satu sama lain. ISPA termasuk golongan Air Borne Disease yang penularan
penyakitnya melalui udara. Patogen yang masuk dan menginfeksi saluran
pernafasan dan menyebabkan inflamasi. Penyakit infeksi ini dapat menyerang
semua golongan umur, akan tetapi bayi, balita, dan manula merupakan yang
paling rentan untuk terinfeksi penyakit ini1.
Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi infeksi
pernapasan akut (ISPA) pada anak-anak diperkirakan 20% dan 90% dari mereka
adalah menderita pneumonia. Selain itu, jumlah kematian anak setiap tahun terkait
dengan ISPA sangat penting dan diperkirakan antara 1,9 dan 2,2 juta, dan 70%
kematian terjadi di Afrika dan Asia Tenggara yang paling banyak. Bakteri dan
virus telah dilaporkan sebagai penyebab utama ISPA. Pada anak-anak di bawah 5
tahun, ISPA terutama disebabkan oleh virus; virus pernapasan syncytial (RSV),
virus parainfluenza, virus influenza A dan B, dan metapneumovirus manusia
(hMPV) adalah virus yang paling umum diisolasi. Namun, infeksi primer dengan
patogen virus dapat menjadi predisposisi infeksi bakteri sekunder, dan yang
paling sering bakteri penyebab pada ISPA termasuk Streptococcus pneumonia dan

1
Haemophilus influenza.. Di negara berkembang seperti, bakteri telah menjadi
penyebab utama ISPA2.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut menjadi salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi menular di dunia. Kurang lebih empat
juta orang meninggal karena menderita ISPA setiap tahunnya. Di Indonesia
dimana berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
didapatkan data bahwa prevalensi nasional ISPA di Indonesia adalah 25,0%, tidak
jauh berbeda dengan tahun 2007 yaitu 25,5%. Di Bali sendiri ISPA merupakan
penyakit tersering dan menempati posisi pertama sepuluh besar penyakit
terbanyak yang tercatat di puskesmas, dengan total kasus sejumlah 370.504
kasus1.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau IRA (Infeksi respiratori akut)
merupakan infeksi pada saluran nafas baik saluran pernafasan atas maupun bawah
(parenkim paru) yang sudah akut. Suatu penyakit dikatakan akut jika infeksi
tersebut berlangsung hingga 14 hari3.
1.2. Etiologi
Etiologi Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus
terbanyak yang menyebabkan ISPA di antaranya adalah Rhinovirus,
Adenovirus, RSV (Respiratory Syncytia Virus), virus Influenza, virus
Parainfluenza. Pada klasifikasi khusus seperti bronkhitis akut ditemukan virus
rubeola dan paramyxavirus. Sedangkan pada bronkiolitis ditemukan virus
Mycoplasma. Virus-virus tersebut paling banyak ditemukan pada kasus ISPA.
Selain virus, penyebab infeksi pada pernafasan akut juga disebabkan oleh
bakteri. Bakteri yang sering menyerang seperti bakteri Streptococcus, pada kasus
penyakit faringitis, tonsilitis dan tonsilofaringitis adalah bakteri Strepcoccus beta
hemolitikus grup A. Golongan Streptococcus lainnya yang biasanya
menyebabkan infeksi adalah Streptococcus pnemuoniae dan Streptococcus
Pyogenes. Bakteri lain seperti Hemophilus influenzae (beberapa di ataranya tipe
B), Staphylococcus aereus, dan Mycoplasma pneumoniae3.

1.3. Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi infeksi pernapasan
akut (ISPA) pada anak-anak diperkirakan 20% dan 90% dari mereka adalah
menderita pneumonia. Selain itu, jumlah kematian anak setiap tahun terkait
dengan ISPA sangat penting dan diperkirakan antara 1,9 dan 2,2 juta, dan 70%
kematian terjadi di Afrika dan Asia Tenggara yang paling banyak. Bakteri dan
virus telah dilaporkan sebagai penyebab utama ISPA. Pada anak-anak di bawah 5

3
tahun, ISPA terutama disebabkan oleh virus; virus pernapasan syncytial (RSV),
virus parainfluenza, virus influenza A dan B, dan metapneumovirus manusia
(hMPV) adalah virus yang paling umum diisolasi. Namun, infeksi primer dengan
patogen virus dapat menjadi predisposisi infeksi bakteri sekunder, dan yang
paling sering bakteri penyebab pada ISPA termasuk Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus influenza.. Di negara berkembang seperti, bakteri telah menjadi
penyebab utama ISPA2.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut menjadi salah satu penyebab utama


morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi menular di dunia. Kurang lebih empat
juta orang meninggal karena menderita ISPA setiap tahunnya. Di Indonesia
dimana berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
didapatkan data bahwa prevalensi nasional ISPA di Indonesia adalah 25,0%, tidak
jauh berbeda dengan tahun 2007 yaitu 25,5%3.
1.4. Patofisiologi
Saluran pernapasan yang selalu terpapar dengan dunia luar memiliki suatu
sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan
terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara sangat tergantung
pada 3 unsur alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu utuhnya
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi setempat
atau IgA. Selain itu infeksi juga sangat tergantung pada karakteristik inoculum
yaitu besarnya aerosol, tingkat virulensi jasad renik dan banyaknya (jumlah)
jasad renik yang masuk.
Infeksi saluran napas mudah terjadi pada saluran napas yang telah rusak
sel-sel epitel mukosanya. Keutuhan gerak lapisan mukosa dan silia dapat
terganggu oleh karena polutan, sindroma imotil dan faktor risiko lainnya.
Mkarofag biasanya banyak terdapat di alveoli dan baru akan dimobilisasi ke
tempat-tempat dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan kemampuan
makrofag membunuh bakteri, sedangkan alcohol menurunkan motilitas sel-sel
ini. Antibodi setempat pada saluran napas, adalah Immunoglobulin A (IgA)
yang banyak terdapat di mukosa. Kurangnya antibodi ini akan memudahkan

4
infeksi saluran pernapasan, seperti pada keadaan defisiensi IgA pada anak.
Mereka dengan keadaan –keaddaan imunodefisiensi juga akan mengalami hal
yang serupa.
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari
genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophilus,
Bordetella, dan Cornebacterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk
didalamnya virus para influenza dan virus campak), adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, herpesvirus kedalam tubuh manusia melalui partikel udara
(droplet infection). Pada ISPA dikenal 3 cara penyebaran infeksi yaitu melalui
aerosol yang lembut terutama oleh karena batuk-batuk, melalui aerosol yang
lebih kasar yang terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin-bersin, dan melalui
kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik
(hand to hand transmission). Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan
penyebaran virus melalui bahan sekresi hidung dimana virus ISPA terdapat 10-
100 kali lebih banyak dalam mukosa hidung daripada faring.
Virus dan bakteri terinspirasi melalui hidung akan menyebabkan
terjadinya edema dan vasodilatasi pada mukosa. Ifiktrat sel mono kuler
menyertai, yang dalam 1-2 hari, menjadi polimorfonuklear perbuhanan
structural dan fungsional silia mengakibatkan pembersihan mucus terganggu.
Pada infeksi sedang sampau berat epitel superfisial meneglupas. Ada produksi
mucus yang banyak sekali, mula-mula encer, kemudian mengental dan berupa
purulent. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran pernapasan atas,
termasuk oklusi dan kelainan rongga sinus. Kuman berupa virus maupun
bakteri ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses
pernapasan dan masuk ke saluran pernapasan, yang mengakibatkan munculnya
berbagai gejala.
Organisme Streptococcus dan difteria merupakan agen bakteri utama yang
mampu menyebabkan penyakit faring primer bahkan pada kasus
tonsilofaringitis akut, sebagian besar penyakit berasal dari nonbakteri.
Walaupun ada banyak hal yang tumpang tindih, beberapa mikroorganisme
lebih mungkin menimbulkan sindrom sistem pernapasan tertentu daripada yang

5
lain dan agen tertentu mempunyai kecenderungan yang besar daripada yang
lain untuk menimbulkan penyakit berat. Beberapa virus (misalnya campak)
dapat dihubungkan dengan banyak sekali variasi gejala saluran pernapasan atas
dan bawah sebagai bagian dari gambaran klinis umum yag melibatkan organ
lain. Virus Sinisial Pernafasan (VSP) merupakan penyebab utama bronkhielitis.
Virus para influenza menyebabkan sindrom croup. Adenovirus penyebab
faringitis dan demam faringokonjungtivitis dan koksavirus A dan B
menyebabkan penyakit nasofaring4,5,6,7,8.
1.5. Gejala Klinis
Umur mempunyai pengaruh besar pada ISPA dimana anak dan bayi akan
memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Terutama penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi pertama karena
virus, pada mereka ini tampak lebih berat karena belum diperoleh kekebalan
alamiah. Pada orang dewasa, mereka memberikan gambaran klinik yang ringan
sebab telah terjadi kekebalan yang diberikan oleh infeksinya terdahulu.

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan dapat berupa: batuk,
kesukaran bernapas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Anak
dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi
saluran pernapasan yang berat lainnya.

WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat


keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :

1) ISPA Ringan
ISPA ringan dinyatakan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala
seperti
-batuk,
-serak yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis),

6
-pilek yaitu mengeluarkan lender/ingus dari hidung, bisa disertai sakit
kepala,
-sakit tenggorokan dan mungkin kesulitan nafas, dan
-demam dengan suhu badan pada anak >370C atau jika dahi diraba dengan
tangan terasa panas, perlu berhati-hati karena jika anak menerita ISPA
ringan sedangkan ia mengalami panas badannya >390C gizinya kurang
maka anak tersebut menderita ISPA sedang.
2) ISPA Sedang
ISPA sedang ditandai secara klinis adanya gejala seperti :
- batuk,
-adanya nafas cepat,
-dahak kental dan tenggorokan berwarna merah,
-dapat timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak,
-telinga sakit, atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga, dan
-pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) atau mencitu-ciut.
Seorang anak dinyatakan ISPA sedang jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan disertai satu atau gejala-gejala seperti pernapasan >50x/menit pada
anak yang berumur <1 tahun atau >40x/menit pada anak yang berumur ≥1
tahun.
3) ISPA Berat
ISPA berat ditandai secara klinis oleh adanya gejala seperti :
-tarikan dinding dada ke dalam,
-demam tinggi,
-cuping hidung bergerak jika bernafas dan muka kebiruan.
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai ≥1 gejala-gejala seperti bibir atau
kulit membiru, lubang hidung kembang-kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas, bahkan bisa sampai anak tidak sadar atau kesadarannya
menurun, anak tampak gelisah, sela iga tertarik kedalam pada waktu
bernapas, dan nadi cepat >160x/menit atau tidak teraba5,6,7,8.

7
1.6. Tatalaksana
Infeksi saluran napas atas

A. Faringitis
Pengobatan antibiotik spesifik akan bergantung pada organisme penyebab,
tetapi penicillin G merupaka terapi pilihan untuk faringitis streptococcus.
Mycoplasma dan infeksi clamidia dapat diberikan eritromisin, tetrasiklin .9
B. Epiglotittis
Epiglottitis adalah keadaan darurat medis, terutama pada anak-anak.
Semua anak dengan diagnosis ini harus diamati dengan hati-hati dan
diintubasi untuk mempertahankan saluran udara terbuka segera setelah
tanda pertama gangguan pernapasan terdeteksi. Antibiotikyang sering
digunakan sebagai terapi empirik adalah sefuroksim 1,5 gram IV tiap 8
jam, ampicilin 1-2 gram IV tiap 6 jam sambil menunggu hasil kultur 10.
C. Tonsilitis
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin10.

Infeksi saluran napas bawah:

A. Pneumonia
Pengobatan umum pasien-pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organisme tertentu, terapi O2 untuk
menanggulangi hipoxia, dan pengobatan komplikasi. Obat pilihan untuk
penyakit ini adalah penicilin G, atau dapat pula diberikan cloramfenicol,
Amoxycillin + asam Clavulanic 11.
B. Bronkitis
Pengobatan pada pasien ini yaitu langsung diberikan antibiotik .
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae adalah organisme
penyebab tersering, sehingga seringkali pilihan antibiotik yang digunakan

8
adalah antibiotik yang dapat diterima oleh kedua oganisme tersebut.
Pengobatan tambahan yang penting adalah pemberian oksigen yang
mengalami hipoksia bermakna. Beberapa kelompok pasien dengan
bronkitis kronis dapat diberikan kortikosteroid, bronkodilator, atau
antibiotik profilaksis11.
C. Bronkiolitis

Bronchiolitis adalah penyakit pernapasan virus pada bayi dan terutama


disebabkan oleh virus syncytial. Virus lain, termasuk virus parainfluenza,
virus influenza dan adenovirus juga dapat menyebabkan bronchiolitis..
Infeksi virus pernapasan syncytial pada bayi dapat diobati dengan ribavirin.
Sedangkan untuk virus influenza tipe A dapat diberikan amantadine dan
rimantadine atau dapat pula sebagai kemoprofilaksis10.
1.7. Edukasi
Pada pasien infeksi saluran napas akut yang terpenting adalah harus segera
diobati dan diberi antibiotik profilaksis. Selain itu untuk pasien yang suka
merokok agar segera berhenti merokok dan menghindari bentuk polusi udara lain,
atau alergen yang dapat memperberat gejala yang dialami. Karena berhenti
merokok saja dapat mengurangi gejala dan memperbaiki ventilasi11.
1.8. Komplikasi
Adapun komplikasi untuk penyakit pneumonia yaitu Pleural effusion
(empyema), Piopneumothorax, Pneumothorax, Pneumomediastinum. Bronkitis
dapat menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik (COPD). Komplikasi tonsilitis
adalah otitis media akut, absen pertonsil, dan mastoiditis akut11.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
2. NCBI. 2018. Viral and Bacterial Etiologies of Acute Respiratory among
Children. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5815418/
3. Naning, et al. 2014. Infeksi saluran Pernapasan Akut. Dalam : Rahajoe, et
al. Buku ajar respirologi Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.
4. E.Kuchar, et al. 2015. Pathophysiology of Clinical Symptoms in Acute
Viral Respiratory Tract Infection. Springer International Publishing
Switxerland.
5. Febrianto, Rendy Febrianto Ramli. 2013. Bersihkan Jalan Nafas Tidak
Efektif Pada Kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Di Ruang
Cempaka RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
6. B. Samuel, P. Dasaraju. 2015. Medical Microbiology : Infections of The
Respiratory System 6th Edition. Texas : University of Texas medical
Branch at Galveston.
7. R. Reeves Melanie, et al. 2014. Estimating the burden of Respiratory
Syncytical Virus (RSV) on respiratory hospital admission in chidren less
than five years of age in England 2007-2012. International Society for
Influenza and other Respiratory Virus Diseases.
8. S. Ega Widya. 2017. Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Dan Kondisi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. Bachelor
Thesis. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
9. NCBI. Infections of the Respiratory System.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK8142/.
10. Siti setiati, dkk. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam.edisi 6. Jakarta :
interna publishing.
11. Price Sylvia A, Lorraine . 2015. Patofisiologi : konsep klinis, proses-proses
penyakit volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC

10
11

Anda mungkin juga menyukai

  • Jhdwu
    Jhdwu
    Dokumen14 halaman
    Jhdwu
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Abd 1
    Abd 1
    Dokumen9 halaman
    Abd 1
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Hjgdasd
    Hjgdasd
    Dokumen11 halaman
    Hjgdasd
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • JGDH
    JGDH
    Dokumen12 halaman
    JGDH
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • ABDD
    ABDD
    Dokumen10 halaman
    ABDD
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Abb 2
    Abb 2
    Dokumen9 halaman
    Abb 2
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Referat Trauma Akibat Ledakan
    Referat Trauma Akibat Ledakan
    Dokumen29 halaman
    Referat Trauma Akibat Ledakan
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Menopause Dan Perimenopause
    Sindrom Menopause Dan Perimenopause
    Dokumen31 halaman
    Sindrom Menopause Dan Perimenopause
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Chalazion
    Chalazion
    Dokumen17 halaman
    Chalazion
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Cemas Menyeluruh
    Lapsus Cemas Menyeluruh
    Dokumen17 halaman
    Lapsus Cemas Menyeluruh
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Efek Obat-Obat Anastesi Ke Otak
    Efek Obat-Obat Anastesi Ke Otak
    Dokumen43 halaman
    Efek Obat-Obat Anastesi Ke Otak
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • World Fix
    World Fix
    Dokumen49 halaman
    World Fix
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat
  • Penanganan Trauma Pancreas
    Penanganan Trauma Pancreas
    Dokumen17 halaman
    Penanganan Trauma Pancreas
    Nurhidayah hasan
    Belum ada peringkat