KARIES
A. Pengertian
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yang disebabkan oleh aktifitas jasad
renik dengan cara meragikan karbohidrat dalam mulut. Tandanya adalah adanya demineralisasi
jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd dan Bechal, 1992).
Definisi yang lain menyatakan bahwa karies adalah penyakit yang menyerang permukaan gigi-geligi
yang mengakibatkan kerusakan mahkota gigi yang apabila tidak dilakukan perawatan akan meluas
ke pulpa dan dapat merusak seluruh mahkota gigi. Hal ini kemudian akan menimbulkan rasa sakit,
terganggunya fungsi mastikasi, inflamasi jaringan gingiva dan pembentukan abses (Eccles,1994).
B. Etiologi Karies
Beberapa jenis karbohidrat dalam makanan yaitu sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh
bakteri dalam plak di dalam rongga mulut dan membentuk asam sehingga dalam tempo satu sampai
tiga menit pH plak menurun dibawah lima. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu
tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan, sehingga proses kariespun
dimulai. Apabila terjadi perpaduan empat faktor yakni : substrat, plak, host dan waktu maka dapat
mengakibatkan karies gigi (Kidd dan Bechal, 1992).
1. Dental plak
a. Pengertian
Dental plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembang
biak di dalam suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi, bila seseorang
mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya (Be, t.t)
Kidd dan Bechal (1992) mengatakan bahwa, plak gigi merupakan endapan lengket yang
berisi bakteri beserta produk-produknya yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Jika
permukaan email yang bersih terpapar di dalam rongga mulut maka akan ditutupi oleh lapisan
organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel terdiri dari glukoprotein dan sifatnya sangat lengket
dan mampu membantu melekatkan bakteri tertentu pada permukaan gigi. Bakteri yang mula-mula
menghuni pelikel terutama yang berbentuk kokus dan yang terbanyak adalah streptokokus.
Organisme ini tumbuh dan berkembangbiak serta mengeluarkan gel ekstraseluler yang lengket dan
menjerat berbagai macam mikroorganisme yang akhirnya flora plak yang tadinya didominasi oleh
bentuk kokus berubah menjadi flora campuran yang terdiri dari kokus, batang dan filament. Bakteri
streptokokus mutans dan laktobasilus merupakan bakteri yang cariogenic karena mampu segera
meragikan karbohidrat menjadi asam. Bakteri – bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam
suasana asam dan menempel makin tebal pada permukaan gigi sehingga menghambat fungsi saliva
dalam menetralkan plak. Hasil penelitian lain menemukan bahwa dalam mulut pasien yang karies
aktif, jumlah streptokokus mutans dan laktobasilus lebih dominan dibandingkan dalam mulut orang
yang bebas karies.
b. Komposisi dental plak
Dental plak sebagian besar terdiri atas air dan berbagai jenis mikroorganisme di dalam
matriks interseluler yang dibentuk oleh bakteri-bakteri dalam plak. Berdasarkan hasil penelitian
laboratorium diketahui bahwa 80% berat plak terdiri dari air. Jumlah bakteri dalam plak adalah
kurang lebih 250 juta per miligram berat basah. Matriks interseluler dari plak terdiri atas dua
komponen utama yakni polisakarida ekstraseluler (dextran) dan protein saliva. Matriks ini
merupakan 30% dari berat plak. Selain komposisi di atas, plak juga mengandung sel-sel epitel lepas,
lekosit dan partikel sisa makanan yang pada umumnya ditemukan pada permukaan plak. Komposisi
bahan anorganiknya terdiri dari garam kalsium dan fosfat.
Mikroorganisme merupakan komponen yang dominan dari pada dental plak. Bakteri yang
terdapat pada lapisan sebelah dalam dari plak merupakan jenis bakteri anaerob sedangkan
permukaan luar plak mengandung bakteri aerobic. Secara keseluruhan flora plak cenderung ke arah
anaerobic dan ternyata komposisi bakteri dalam plak tidak sama dengan yang ada di dalam saliva
(Be,t.t.)
Menurut Theilade, 1969 (dalam Be, t.t.), komposisi bakteri dalam plak yang berumur satu
hari didominasi oleh bakteri kokus gram positif. Komposisi bakteri pada plak yang berumur tiga hari
terdiri dari jenis kokus, filament dan batang. Pada plak berumur tujuh hari jenis kokus dan batang
gram positif merupakan kurang lebih 60% dari flora total, persentasi kokus, batang gram negatif,
filament dan fusobakteri mengalami kenaikan, juga mulai terlihat beberapa spirilla dan spirochaeta.
Setelah tujuh hari, tidak terjadi perubahan-perubahan lain, kecuali bertambahnya spirilla dan
spirochaeta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan di dalam plak berbeda dalam
jenis maupun jumlahnya. Hal ini tergantung dari perbedaan lokasi, umur, tehnik penelitian, jenis
medium perbenihan, diet pasien saat percobaan, dll. Namun dapat disimpulkan jenis bakteri yang
dominan pada hampir semua dental plak adalah bakteri jenis kokus terutama streptokokus,
sedangkan jenis bakteri lain yang ditemukan bervariasi, begitu pula jumlahnya.
Dental plak memegang peranan penting dalam proses perusakan jaringan keras gigi dan
dalam proses inflamasi jaringan lunak sekitar gigi. Efek merusak ini terutama disebabkan karena
kegiatan metabolisme bakteri di dalam plak tersebut. Jadi plak merupakan suatu kumpulan
mikroorganisme yang metabolismenya sangat effisien dan aktif serta mempunyai persediaan
makanan yang tidak terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya plak merupakan kumpulan
mikroorganisme yang berjejal – jejal, yang saling berkompetisi untuk mendapatkan makanan yang
diperlukan sebagai sumber energi, pertumbuhan serta perkembangbiakan bakteri – bakteri tersebut.
Disamping itu sebenarnya bakteri – bakteri di dalam plak bergelimang sendiri di dalam sisa – sisa
hasil metabolismenya (waste products) yang juga merupakan faktor yang dapat menghalangi
aktivitas metabolisme bakteri itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, dental plak dapat dianggap
sebagai kumpulan bakteri yang metabolismenya aktif.
Mikroorganisme dilapisan plak yang lebih dalam mendapat suplai makanan jauh lebih sedikit
daripada mikroorganisme di lapisan perifir, oleh karena itu bakteri dilapisan dalam plak mempunyai
aktivitas metabolik yang lebih terbatas, lagi pula organisme – organisme dilapisan dalam ini
berkumpul lebih padat, mempunyai dinding sel lebih tebal. Sebaliknya bakteri dilapisan – lapisan
luar plak mendapat makanan lebih banyak sehingga aktivitas metabolismenya lebih tinggi dan lebih
aktif berkembang biak.
Aktivitas metabolik organisme di dalam plak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti:
jumlah dan jenis makanan yang ada, konsentrasi karbohidrat, asam amino, mineral dan bahan –
bahan toksik hasil metabolisme bakteri, pH lingkungan dan pH di dalam plak. Kegiatan metabolisme
di dalam plak gigi merupakan proses enzimatik melalui enzim – enzim yang dihasilkan oleh bakteri
pada plak gigi.
Kegiatan metabolik dan biokimia pada dental plak gigi melalui dua proses penting yaitu :
Karbohidrat yang didapatkan dari diet digunakan oleh bakteri dalam plak sebagai sumber
energi utama. Metabolisme karbohidrat ini akan menghasilkan berbagai jenis hasil akhir. Namun
hasil akhir yang terpenting adalah asam – asam, polisakarida intraseluler dan polisakarida
ekstraseluler.
a). Asam – asam
Asam dihasilkan oleh bakteri – bakteri yang terdapat pada dental plak seperti stafilokokus,
neiseria, enterokokus, laktobasilus dan terutama oleh streptokokus. Banyak faktor yang
mempengaruhi pembentukan asam diantaranya yaitu: jenis karbohidrat dan konsentrasi karbohidrat
didalam diet, jenis dan jumlah bakteri didalam plak, keadaan fisiologis bakteri , pH didalam plak.
Jenis karbohidrat yang paling cocok untuk produksi asam di dalam plak adalah gula - gula
sederhana seperti sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan lain – lain. Gula – gula ini memiliki molekul
– molekul yang kecil sehingga mudah berdifusi kedalam plak dan dengan cepat dipecah oleh bakteri
menjadi asam. Jenis asam yang paling banyak dihasilkan adalah asam laktat. Disamping itu juga
terbentuk asam asetat, asam formiat, asam piruvat dan asam propionat. Asam ini dipertahankan
oleh plak dan mengakibatkan turunnya pH didalam plak pada permukaan email. Penelitian
menunjukkan bahwa pH didalam plak berkisar antara 4 – 9,5. pH plak paling tinggi didapatkan pada
pagi hari oleh karena karbohidrat dari sisa makanan yang tertinggal di dalam rongga mulut telah
habis. Begitu kita makan, pH akan segera turun sampai minimum, lalu naik kembali perlahan– lahan
sampai mencapai normal dalam waktu beberapa jam.
Perubahan pH di dalam plak dipengaruhi oleh adanya buffer – buffer didalam plak dan buffer
dari saliva. Plak lebih banyak mengandung buffer dari pada saliva, akan tetapi buffer – buffer saliva
juga memegang peranan dalam pengontrolan pH plak. Regio – regio yang menerima aliran saliva
banyak, pH plak lebih tinggi disebabkan karena masuknya bufffer – buffer saliva kedalam plak
disamping adanya senyawa urea didalam saliva.
2) Metabolisme protein
Bila saliva dikumpulkan langsung dari muara saluran kelenjar ludah dalam kondisi aseptik,
maka saliva tersebut berupa suatu cairan kental dan jernih. Dengan menambahkan suatu sampel
dari bakteri misalnya dari dental plak maka dengan segera akan terjadi dua perubahan fisik yang
jelas terlihat pada saliva. Pertama, saliva akan terlihat keruh dan membentuk suatu endapan dan
yang kedua viskositasnya akan berkurang. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena reaksi
enzimatik oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Enzim-enzim ini membebaskan gugus gula
dari molekul glikoprotein yang membentuk mucin saliva (Leach, 1965, dalam Be, t.t).
Frostell, 1969 (dalam Be, t.t), mengatakan bahwa enzim-enzim proteolitik yang dihasilkan
oleh bakteri di dalam plak akan memecahkan asam-asam amino sehingga menghasilkan hasil akhir
NH3, CO2 dan berbagai amino. Pemecahan asam amino yang mengandung sulfur akan menghasilkan
H2S dan Mercaptans. Bahan-bahan hasil metabolisme ini bersifat toksis terhadap jaringan lunak di
sekitar gigi. Selain itu NH3 yang dihasilkan merupakan alkali kuat sehingga menaikkan pH plak dan
merangsang deposisi kalsium yang mengakibatkan pembentukan calculus. Mercaptans dan H2S hasil
proteolisis menimbulkan bau khas pada penyakit periodontal yang disebut dengan halitosis.
Dental plak dianggap sebagai faktor etiologi lokal yang paling penting dalam berbagai
penyakit gigi dan jaringan pendukungnya, karena plak mengandung sejumlah besar bakteri yang
patogenik dengan hasil – hasil metabolismenya yang akan melekat erat pada permukaan gigi dan
gingiva. Tidak semua plak mempunyai potensi patologis yang serupa, ini disebabkan karena
pengaruh berbagai faktor seperti umur dan ketebalan plak, jenis makanan, aliran saliva dan faktor –
faktor ini akan mempengaruhi pH plak, komposisi komponen organik dan anorganik serta flora
bakteri.
Bakteri dalam plak dapat membentuk asam, basa, maupun metabolit lain, yang dapat
merusak permukaan gigi serta jaringan pendukungnya tergantung dari jenis bakteri dan jenis
makanan yang ada dalam plak. Metabolisme karbohidrat oleh flora asidogenik di dalam plak akan
menghasilkan pembentukan dan penimbunan asam. Asam ini akan mengakibatkan dekalsifikasi dan
destruksi jaringan gigi dibawah plak, kondisi inilah yang ditemui pada proses pembentukan karies.
Koloni – koloni bakteri di dalam plak di daerah leher gigi akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan periodontal. (Theilade et al,1966, Jensen et al, 1968; Powell,1969 dalam Be, t.t).
Menurut Larson dan Zipkin, 1965 ; Jordan dan Keyes, 1964 ; Gibbsons dan Banghart,1968
(dalam Be, t.t) telah membuktikan bahwa jenis bakteri dan jenis karbohidrat yang berbeda dapat
menghasilkan lesi karies yang berbeda pula. Berdasarkan faktor – faktor ini telah dibuat suatu
kalkulasi bahwa waktu yang dibutuhkan oleh streptokokus untuk menurunkan pH pada permukaan
email dari 6,0 – 5,0 adalah kurang lebih 13 menit, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
pada dental plak.
Pembentukan plak merupakan langkah pertama dalam proses pembentukan karies. Bakteri
asidogenik di dalam plak (terutama jenis streptokokus) menghasilkan asam sebagai hasil
metabolisme karbohidrat untuk mendapatkan energi. Asam ini akan mengakibatkan turunnya pH
pada permukaan gigi dan bila pH mencapai angka kritis (menurut penelitian diantara 5,2 – 5,5),
maka email mulai mengalami pelarutan sehingga mengakibatkan karies.
2. Substrat
3. Host
Sebagai host adalah permukaan gigi yang memudahkan perlekatan plak. Permukaan gigi
dimaksud adalah :
a. Pit dan fissure pada permukaan occlusal molar dan premolar, pit buccal molar.
c. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
d. Permukaan akar yang terbuka yang merupakan tempat retensi plak pada pasien dengan resesi
gingiva.
e. Tepi tumpatan
Dalam keadaan normal, gigi-geligi selalu dibasahi oleh saliva. Saliva mampu
meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak mengandung ion kalsium dan fosfat.
Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH. Karena
itu jika aliran saliva berkurang maka dapat mengakibatkan tidak terkendalinya karies (Kidd dan
Bechal, 1992).
4. Waktu
Rasinta Tarigan (1990) berpendapat bahwa faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya karies secara umum adalah :
1. Umur
Persentase karies gigi paling tinggi terjadi pada masa gigi campuran (mixed dentition),
persentase akan menurun dengan bertambahnya umur.
2. Keturunan
Bila orang tua mempunyai gigi yang kuat serta tidak pernah berlubang, maka keadaan ini
dapat juga dialami oleh anak-anaknya. Kalau gigi orang tuanya rapuh maka gigi anaknya cenderung
rapuh. Keadaan ini hanya merupakan suatu kecenderungan saja.
3. Hormonal
Pada masa pubertas atau masa kehamilan dapat terjadi pembengkakan gingiva karena
perubahan hormonal. Pembengkakan gingiva ini mengakibatkan sisa makanan sukar dibersihkan
sehingga persentase karies dapat meninggi pada periode ini.
4. Keadaan geografis
Di daerah-daerah tertentu sukar mendapatkan air tawar yang cukup mengandung unsur
fluor sehingga anak yang lahir di daerah ini mempunyai gigi yang rapuh.
5. Jenis kelamin
Menurut Volker dan Russel, 1973 (dalam Suwelo, 1992), prevalensi karies gigi tetap pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan erupsi gigi anak
perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan lebih lama
berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies.
Ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dengan prevalensi karies. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet
dan kebiasaan merawat gigi (Suwelo, 1992).
D. Proses Karies
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa konsumsi gula yang tinggi merupakan penyebab
berlubangnya gigi (Ford, 1993).
Menurut Miller (dalam Tarigan 1990), di dalam saliva dijumpai banyak sekali enzim-enzim
seperti amilase, maltase, disamping enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme dan jamur
yang terdapat di dalam rongga mulut. Enzim amilase dapat mengubah polisakarida menjadi glukosa
dan maltosa. Glukosa oleh karena penguraian enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme
terutama golongan laktobasilus akan menghasilkan asam susu dan asam laktat. Email terdiri dari
93% bahan anorganik, maka pH yang rendah dari asam susu (pH 5,5) akan merusak bahan-bahan
anorganik dari email sehingga terbentuk lubang gigi. Disamping golongan laktobasilus, dijumpai pula
bakteri jenis streptokokus yang dapat mengadakan proteolisa yang menghancurkan unsur-unsur
organik dari email.
Gottlieb, 1921 (dalam Tarigan, 1990) menyatakan bahwa bukanlah bahan-bahan anorganik
yang lebih dahulu dirusak, tetapi bahan-bahan organik dari email yang terdiri dari cuticula dentis,
substansia interprismata dan lamella email. Bahan-bahan ini dihancurkan oleh enzim proteolisis,
yang berasal dari streptokokus. Setelah penghancuran unsur-unsur organik email, barulah
pengrusakan unsur –unsur anorganik oleh asam susu. Alasan Gottlieb menyatakan teori ini adalah
karena di dalam mulut dijumpai banyak sekali bakteri golongan streptokokus dan pH mulut berkisar
antara 6,1 – 7,7. Keadaan tersebut belum memungkinkan terjadinya perusakan bahan-bahan
anorganik dari email.
3. Teori Glikogen
Egyede, 1958 (dalam Tarigan, 1990) mengemukakan bahwa dalam keadaan normal glikogen
dijumpai bersama-sama dengan bahan organik email seperti keratin. Jika karbohidrat bertambah
maka glikogen juga akan bertambah dan oleh mikroorganisme akan diuraikan menjadi glukosa.
Glukosa dipecah menjadi asam susu melalui proses fermentasi, sehingga proses karies dengan
asidolisis seperti dikemukakan Miller akan berlanjut.
F. Akibat Karies
Tahap awal dari karies, belum timbul keluhan yang berarti. Namun demikian harus segera
dilakukan penambalan, karena apabila tidak ditambal karies tesebut dapat menjadi tempat
menumpuknya sisa makanan sehingga lama-kelamaan proses karies berlanjut dan akan semakin
parah. Pada tahap lanjut, bila tidak dirawat maka proses karies akan semakin berlanjut sehingga
akan merusak jaringan pulpa dan menimbulkan keluhan yang cukup mengganggu. Karies pada tahap
ini akan menimbulkan halitosis sehingga dapat mengganggu pergaulan. Pada tahap ini perawatan
karies akan memakan waktu cukup lama dan apabila perawatan yang dilakukan tidak tuntas maka
gigi tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harus dicabut yang mengakibatkan cacatnya fungsi
kunyah. Karies tahap lanjut yang tidak dirawat juga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut
yaitu sebagai fokal infeksi misalnya terjadi sinusitis maksilaris (Depkes RI, 1994 a).
G. Pencegahan Karies
Menurut Depkes RI (1994 a), pencegahan karies dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer lebih ditujukan sebagi tindakan proteksi agar masyarakat atau sasaran
terhindar dari karies gigi yaitu berupa penyuluhan terutama ditekankan agar masyarakat tetap
menjaga pola makan empat sehat lima sempurna atau yang bernilai gizi baik, dan menghindari
mengkonsumsi makanan yang dapat merusak gigi, yaitu makanan yang banyak mengandung gula
dan mudah melekat pada gigi.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan kepada sasaran yang sudah terkena karies tahap awal.
Sasaran perlu diberitahukan agar gigi yang terkena karies segera dirawat dengan restorasi agar
karies yang sudah terjadi tidak bertambah parah. Selain itu sasaran juga harus dimotivasi untuk lebih
meningkatkan kebersihan gigi dan mulutnya dengan cara yang lebih baik dan sempurna.
3. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier ditujukan pada sasaran yang menderita karies tahap lanjut tetapi masih
bisa dirawat. Sasaran perlu disadarkan, bahwa pada tahap lanjut, karies bisa berbahaya karena
menimbulkan berbagai komplikasi. Sasaran perlu mendapat informasi bagaimana menjaga
kebersihan gigi dan mulut secara baik, sehingga terhindar dari penyakit serupa yang menyerang gigi
lainnya.
I. Klasifikasi Karies
a. Karies superficialis: karies yang baru mengenai lapisan email gigi saja
b. Karies Media: karies yang sudah mencapai lapisan dentin tetapi sisa dentin yang sehat masih
cukup tebal
c. Karies profunda: karies yang sudah mencapai dentin dan meninggalkan sisa dentin yang tipis
dan kadang-kadang sudah terjadi perforasi ke dalam pulpa
4. Klasifikasi Karies Menurut Dr. GV Black
a. Karies klas I: Karies yang mengenai pit dan fissure gigi posterior (mengenai oklusal, pit dan
fissure gigi Molar dan Premolar)
b. Karies Klas II: karies yang mengenai bagian aproximal gigi posterior, kadang-kadang sudah
meluas ke bagian oklusal
c. Karies Klas III: karies yang mengenai bidang aproximal gigi anterior tetapi belum mengenai
incisal edge
d. Karies Klas IV: karies yang mengenai bidang aproximal gigi anterior dan sudah mengenai
bidang incisal
e. Karies Klas V: karies yang mengenai cervical third (1/3 bagian cervical) semua gigi baik
permukaan mesial, distal, bukal/labial dan lingual/palatal
Kemudian Simon (dalam Tarigan, 1990) melengkapi klasifikasi Black dengan menambahkan:
a. Karies klas I: karies yang mengenai daerah pit dan fissure gigi posterior, juga mengenai
smooth surface semua gigi, dan karies yang mengenai foramen caecum gigi I 2 rahang atas.
b. Karies Klas VI: karies yang mengenai cusp gigi posterior dan incisal gigi anterior
J. Perawatan Karies
Perawatan gigi yang karies tergantung pada kedalaman karies dan diagnosa yang ditegakkan
operator berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis. Beberapa pertimbangan berikut dapat
dijadikan acuan untuk melakukan perawatan pada gigi yang karies yaitu:
1. Pada pemeriksaan klinis diketahui kedalaman karies baru sebatas karies superfisialis
atau karies media dengan diagnosa iritasi pulpa, maka perawatan yang dapat diberikan pada
gigi tersebut adalah dengan diberikan penambalan langsung menggunakan bahan tumpatan
tetap amalgam atau tumpatan dengan bahan glass ionomer cement atau tumpatan komposit
setelah jaringan karies dihilangkan dengan cara dipreparasi. Pemilihan bahan tumpatan
tergantung banyak faktor dengan mempertimbangkan faktor estetik, kekuatan daya kunyah
yang akan diterima gigi dan bahan tumpatan, dan faktor ekonomi pasien dan ketersediaan
bahan dan alat.
2. Apabila kedalaman karies sudah mencapai lebih dari setengah dentin atau sudah
terjadi karies profunda dengan diagnosa klinis hiperaemi pulpa, maka setelah jaringan karies
dibersihkan dengan cara dipreparasi dan diexcavasi, kemudian gigi tersebut terlebih dahulu
harus dilakukan perawaan pulp capping dan selanjutnya diberikan tumpatan tetap dengan
bahan amalgam atau glass ionomer cement atau komposit sesuai dengan indikasi.
3. Pada keadaan gigi karies yang sudah mengalami karies profunda atau karies
profunda perforasi dengan diagnosa klinis pulpitis atau sudah terjadi kematian pada jaringan
pulpa (necrosis pulpa) maka ada 3 pilihan perawatan yang dapat dilakukan operator yaitu:
pertama, gigi tersebut dilakukan tindakan endodontik (perawatan root canal treatment), atau
yang kedua, pulpotomy (perawatan mumifikasi) kemudian diberikan tumpatan tetap sesuai
indikasi atau dilakukan extraksi apabila keadaan mahkota gigi sudah rapuh sehingga tidak dapat
dilakukan perawatan lagi.
4. Pada keadaan gigi karies yang parah sehingga mahkota gigi sudah hilang sama sekali
sehingga tinggal akar gigi saja (nekrose radix), maka pilihan perawatan pada gigi tersebut ada 2
macam yaitu: apabila keadaan akar gigi masih cukup kuat maka dirawat, kemudian dibuatkan
mahkota diatasnya, tetapi apabila keadaannya sudah rapuh maka sebaiknya dipertimbangkan
untuk dilakukan ekstraksi saja.
A. Terminologi Kavitas
1. Cavity wall: adalah dinding cavitas yang diberi nama menurut dataran terdekat
2. Line angle: Garis sudut yang dibentuk oleh pertemuan 2 dinding
3. cavo surface line angle / cavo surface margin: sudut dalam cavitas yang dibentuk oleh
pertemuan dinding cavitas dan permukaan gigi
4. Undercut: suatu lekukan pada dinding cavitas yang dibuat convergen ke arah permukaan.
Fungsinya untuk menambah retensi.
5. Dovetail: suatu perluasan preparasi kavitas untuk menambah retensi
6. Bevel: pemotongan pada line angle
7. axial wall: dinding cavitas yang sejajar dengan sumbu panjang gigi
8. Pulpa wall: dinding cavitas yang menghadap pulpa
B. Nomenklatur Kavitas
1. Preparasi Klas I:
a. Mesial wall
b. Distal wall
c. Gingival wall
d. Oklusal / incisal wall
e. Axial wall
Terdapat 4 line angle yaitu:
Daftar Pustaka
1. Be, K.N., t.t., Preventive Dentistry untuk Sekolah Pengatur Rawat Gigi I, Bandung: YKGI
2. Depkes RI., 1994 a, Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut di Rumah Sakit, Jakarta
3. _________., 1994 b, Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita V, Jakarta: t.p.
4. Eccles, J.D., Green, R.M., 1994, Konservasi Gigi, Jakarta: Widya Medika
5. Ford, T.P.R., 1993, Restorasi Gigi, Jakarta: EGC
6. Kidd, E.A.M., Bechal, S.J., 1992, Dasar-dasar Penyakit Karies dan Penanggulangannya,
Jakarta: EGC
7. Suwelo, I.S., 1992, Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi, Jakarta: EGC
8. Tarigan R., 1990, Karies Gigi, Jakarta: Hipocrates