Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang. Negara berkembang

adalah suatu negara yang pendapatan rata-ratanya rendah, infrastruktur relatif

masih terbelakang, dan indeks perkembangan manusia berada dibawah standar

normal global. Negara berkembang dapat diartikan juga sebagai negara yang

sedang membangun negaranya, baik dari segi infrastruktur, perekonomian,

maupun kesejahteraan masyarakatnya. usaha yang digunakan untuk

membangun Negara tersebut dapat dibagi menjadi beberapa sektor, bisa dari

sektor internal maupun dari sektor eksternal.

Komponen pendapatan Negara di dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dapat dibedakan menjadi penerimaan pajak,

penerimaan kepabeanan dan cukai, PNBP, dan penerimaan hibah. Penerimaan

pajak utamanya terdiri dari penerimaan PPh, PPN, dan PPnBM, Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB) dan pajak Iainnya di luar penerimaan Cukai dan Pajak

Perdagangan Internasional (Bea Masuk dan Bea Keluar). Salah satu sumber

penerimaan negara dari sektor internal adalah pajak, sedangkan dari sektor

eksternal adalah pinjaman luar negeri. Pajak itu sendiri menurut UU Nomor

28 Tahun 2007 didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Dalam hal mendanai sumber penerimaan negara, pemerintah Indonesia

berupaya untuk mengurangi sumber penerimaan yang berasal dari sektor

eksternal (pinjaman luar negeri) dan meningkatkan penerimaan negara yang

berasal dari sektor internal (pajak). Salah satu upaya pemerintah untuk

meningkatkan pajak yaitu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pendapat ini

sesuai penelitian Ragimun (2012) yaitu tingkat kepatuhan wajib pajak

memegang peranan penting terhadap keberhasilan pemerintah dalam

menentukan besarnya penerimaan negara. Direktorat jenderal pajak mencatat

rasio keaptuhan wajib pajak di Indonesia dalam menyampaikan SPT (tahunan)

dapat dilihat pada tabel 1. di bawah ini.

Tabel.1
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak tahun 2016-2020

Tahun Tingkat Total WP yang WP yang Total WP


Kepatuhan menyampaikan wajib terdaftar
(%) SPT (Orang) menyampaikan (orang)
SPT (orang)
2016 60% 9.789.398 13.650.000 32.800.000
2017 73% 10.589.648 16.599.632 36.031.972
2018 71% 12.100.000 17.653.963 38.651.881
2019 73% 13.370.000 18.330.000 42.000.000
2020 77% 14.076.000 19.000.000 44.000.000
Sumber: Ditjen Pajak, dan berbagai sumber, diolah

Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak

setiap tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah

wajib pajak. Sebelum implementasi tax amnesty pada tahun 2016, rasio

kepatuhan wajib pajak sebesar 60%. Pada tahun 2017, terjadi lonjakan rasio

kepatuhan yang signifikan mencapai 73%. Namun pada tahun 2018, rasio

kepatuhan turun menjadi 71%. Pada tahun 2019, rasio kepatuhan kembali
menjadi 73%, peningkatan ini tidak signifikan dikarenakan total wajib pajak

yang menyampaikan SPT sebesar 13 juta dari total wajib pajak yang wajib

melapor sebesar 18 juta orang, berati masih sekitar 5 juta yang tidak patuh.

Kemudian pada tahun 2020, rasio kepatuhan meningkat sebesar 77%, dari WP

yang wajib melapor 19 juta orang. Namun tingkat kepatuhan pda tahun ini

tidak mencapai target dari otoritas pajak yang menargetkan kepatuhan WP

sebesar 80%.

Masalah kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi hampir

semua negara yang menerapkan sistem perpajakan. Kepatuhan dalam

membayar pajak akan tercapai apabila Wajib Pajak telah memahami akuntansi

yang berkaitan dengan perhitungan pajak dan ketentuan umum mengenai

kewajiban perpajakan. (Erlima Ismawati, 2017). Kepatuhan wajib pajak

merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar

pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan dewasa ini

yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Masih

banyak kesalahan dilakukan oleh wajib pajak misalnya kesalahan menghitung

jumlah pajak penghasilan terutang, terlambat melakukan pembayaran pajak

dan pelaporan SPT. Kesalahan tersebut disebabkan oleh informasi akuntansi

keuangan yang dilampirkan dalam SPT tidak memberikan informasi yang

andal, sedangkan keterlambatan pembayaran SPT dan pelaporan terkait

dengan keterlambatan penyusunan laporan keuangan yang menjadi dasar

penentuan pajak penghasilan terhutang terlambat dan tidak menyampaikan

SPT juga menimbulkan dampak negatif (www.beritasatu.com, 2019).


Kunci penerimaan pajak tahun ini ada di kebijakan pengampunan pajak

(tax amnesty), kalau penerimaan tax amnesty berjalan dan perkiraan

penerimaanya cukup besar. Permasalahan di KPP Pratama Purworejo masih

rendah Dengan diterapkan Tax amnesty akan mampu mempengaruhi tingkat

kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Purworejo karena dengan adanya Tax

amnesty membuat wajib pajak yang tidak patuh menjadi patuh. Kebijakan Tax

amnesty tidak hanya ditujukan pada dana yang disimpan di luar negeri tetapi

kebijakan yang diberlakukan untuk semua wajib pajak di Indonesia. Adanya

Tax amnesty diharapkan wajib pajak akan secara sukarela melaporkan

pajaknya dan kemudian akan patuh terhadap kewajiban perpajakannya.

Tax amnesty diberlakukan di Indonesia, didasarkan pada Undang-undang

Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. bagi wajib pajak yang

kurang/tidak patuh harus dikenakan sanksi yang berlaku, program tax amnesty

sebaliknya justru memberikan pengampunan kepada wajib pajak dengan

membayar sejumlah uang tebusan.

Menurut Husnurrosyidah (2017) tujuan tax amnesty antara lain adalah

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi aset, yang ditandai

dengan peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah,

penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi. Selain itu Tax amnesty juga

bertujuan memperluas basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif

dan terintegrasi serta meningkatkan penerimaan pajxak. Keseriusan program

Tax amnesty sangat didukung oleh peran serta pemerintah. Bahkan presiden

Joko Widodo sangat serius dalam melakukan pengawasan program Tax


amnesty. Beliau berjanji akan mengawasi secara langsung pelaksanaan Tax

amnesty. (Pengampunanpajak.com, 2016)

Selanjutnya, menurut Witono (2017) salah satu unsur untuk meningkatkan

kepatuhan pajak adalah dengan cara menyosialisasikan peraturan pajak baik

itu melalui penyuluhan, seruan moral lainnya. Sehingga dengan adanya

sosialisasi tersebut pengetahuan wajib pajak terhadap ajiban perpajakannya

bertambah tinggi. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa pengatahuan tentang

peraturan perpajakan penting untuk menumbuhkan perilaku patuh, karena

bagaimana mungkin wajib pajak disuruh patuh apabila mereka tidak

mengetahui peraturan pajak tersebut. (Witono, 2017)

Penelitian Sari (2017) menyimpulkan bahwa tax amnesty berpengaruh

positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Tax amnesty mampu mendorong

masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui

pengungkapan seluruh harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan. Hal

berbeda pada penelitian Famami (2019) yang menyimpulkan bahwa tidak ada

pengaruh tax amnesty terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan

pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Sedangkan penelitian dari Kusumaningrum (2017) bahwa tax amnesty dan

pengetahuan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak.

Berdasarkan latar belakang, fenomena lapangan, dan inkosistensi hasil

beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk mmelakukan suatu


kajian ilmiah melalui formulasi judul “Pengaruh Tax amnesty dan

Pengetahuan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Gorontalo)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan tersebut maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

1.2.1 Tingkat kepatuhan wajib pajak pada tahun 2020 masih belum mencapai

target yang maksimal

1.2.2 Adanya inkosistensi penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

kepatuhan wajib pajak

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu.

1.3.1 Apakah terdapat pengaruh tax amnesty terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak Orang Pribadi di Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota

Gorontalo?

1.3.2 Apakah terdapat pengaruh pengetahuan pajak terhadap Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi di Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Kota Gorontalo?

1.3.3 Apakah terdapat pengaruh tax amnesty dan pengetahuan pajak terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kasus Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Kota Gorontalo?


1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini yaitu.

1.4.1 Untuk mengetahui pengaruh tax amnesty terhadap Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi di Kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Kota Gorontalo?

1.4.2 Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan pajak terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kasus Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Kota Gorontalo?

1.4.3 Untuk mengetahui pengaruh tax amnesty dan pengetahuan pajak terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kasus Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Kota Gorontalo?

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini akan diarahkan pada manfaat praktis dan teoritis, yaitu :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa sumbangan

positif dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu Akuntansi

Pajak khususnya bagi pemahaman ilmu perpajakan.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan maupun

saran serta menjadi bahan pertimbangan dan pembelajaran bagi wajib

pajak dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan sebagai pengembangan

diri untuk mahasiswa akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai