PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi
dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan
pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi
penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama
masalah morbiditas dan mortalitas. Terjadinya transisi epidemiologi ini
disebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan
struktur penduduk,saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat,
misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta
konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM.
Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidens dan
prevalensi PTM secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah
kesehatan dimasa yang akan datang. WHO memperkirakan,pada tahun 2020 PTM
akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.
Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara
berkembangtermasuk Indonesia.
Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target
SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka
kematian dini dari penyakit tidak menular, dan merupakan bagian dari beberapa
target kesehatan lainnya(WHO, 2015). Diabetes melitus (DM) merupakan salah
satu dari PTM dengan jumlah kasus yang cukup tinggi.Angka kejadian DM di
dunia dari tahun ke tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health
Organization(WHO) menunjukkan pada tahun 2000 sebanyak 150 juta penduduk
dunia menderita DM dan angka ini akan menjadi dua kali lipat pada tahun 2025
(WHO, 2014)
Estimasi World Health Organization (WHO) tentang jumlah DM di
Indonesia pada tahun 2000 sebesar 8,4 juta orang, tahun 2003 sebesar 13,8 juta
orang, dan tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang yang akan menjadikan Indonesia
sebagai peringkat ke-4 terbesar di Dunia (Depkes RI, 2008b). Persentase DM tipe
2 di Indonesia mencapai 85-90% dari total penderita DM.
DM menjadi penyakit yang semakin tren saat ini. Prevalensi DM
meningkat dari 5,9% sampai 7,1% (246-380 jiwa) diseluruh dunia pada kelompok
usia 20-79 tahun. Proporsi relatif dari DM bervariasi yaitu 15:85 pada populasi di
Negara maju dan 5:95 di Negara berkembang (Bilous; Donelly, 2014).9 % dari
orang dewasa usia >18 tahun menderita DM. Prevalensi DM tertinggi di wilayah
Timur Tengah (14 % untuk kedua jenis kelamin) danyang terendah (termasuk
negara-negara berpenghasilan tinggi) di wilayah Eropa dan Pasifik Barat(masing-
masing 8% dan 9% untuk kedua jenis kelamin). Sebagai tambahan dengan jumlah
1,5 juta kasus, DM adalah penyebab yang mendasari kematian pada tahun 2012,
DM juga merupakan faktor yang berkontribusi bagi banyak kematian akibat
penyakit kardiovaskular
Untuk melakukan upaya penanggulangan penyakit tidak menular
diperlukan suatu sistem surveilans penyakit yang mampu memberikan dukungan
upaya program dalam daerah kerja Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi dan
Nasional, dukungan kerjasama antar program dan sektor serta kerjasama antara
Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional dan internasional.
Pada tahun 1987 telah dikembangkan Sistem Surveilans Terpadu
(SST)berbasis data, Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP),
dan Sistem Pelaporan Rumah Sakit (SPRS), yang telah mengalami beberapa kali
perubahan dan perbaikan. Disamping keberadaan SST telah juga dikembangkan
beberapa sistem Surveilans khusus penyakit Tuberkulosa, penyakit malaria,
penyakit demam berdarah, penyakit kusta dan lain sebagainya. Sistem Surveilans
tersebut perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan ketetapan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah; Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
PeraturanPemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
danKewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; dan Keputusan Menteri
Kesehatan No.1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan serta kebutuhan informasi
epidemiologi untuk mendukung upaya pemberantasanpenyakit menular dan
penyakit tidak menular.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
2.
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah:
a) Akut
Hipoglikemia dan hiperglikemia
b) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
2) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
3) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler
4) Proteinuria
5) Kelainan coroner
6) Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal
6. Evaluasi diagnostik
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar
glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma
pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah
sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan
criteria diagnostik penyakit DM.
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a) Diet
b) Latihan
c) Penyuluhan
d) Obat
e) Insulin
f) Cangkok pancreas
B. Gambaran Surveilan Kasus Diabetes Melitus
1. Pengumpulan Data
Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu melakukan
kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit diabetes milletus yang
meningkat pada saat ini dengan cara screening kasus (penderita). Yang
diidahului oleh pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan cara
wawancara dari rumah ke rumah yang berpedoman pada koesioner yang telah
di sediakan dengan menggunakan pertanyaan tertutup. Merujuk pada
kebijakan yang ada, data dan informasi yang dibutuhkan adalah yang
berhubungan dengan angka kesakitan (angka morbiditas). Surveilans yang
dilakukan dimasyarakat ditujukan untuk mendata angka morbiditas Diabetes
melitus yang ada di Kota Semarang dari tahun 2013-2017. Surveilans diabetes
milletus meliputi surveilans faktor risiko dan surveilans penyakit. Surveilans
faktor risiko merupakan prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitif untuk
mengukur hasil intervensi dalam jangka menengah. Dalam melakukan
surveilan, berbagai pihak dan organisasi kemasyarakatan dapat diikut sertakan
baik organisasi yang formal (governance organization) maupun non formal
(non governance organization).
2. Analisa Data
Tatalaksana pengendalian penyakit diabetes milletus dilakukan dengan
pendekatan:
1. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi
dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup sehat dalam
pengendalian diabetes milletus.
2. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan
aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih
buruk dan menghindari terjadi Rekurensi (kambuh) faktor risiko.
3. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang
diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan
berkurang dengan dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan
penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan
melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana
pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian diabetes milletus.
4. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih
buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi
serangan diabetes milletus yang fatal dapat diturunkan dengan
mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan
unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di
berbagai tingkatan.