Dosen :
M. Ardiansyah, S.Si., M.Si
Oleh :
Ainin Nadhifah
B32181726
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Teknologi Pengolahan Limbah
yang berjudul “Pengolahan Limbah Secara Kimia” dengan baik.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya sebagai berikut:
1. Saiful Anwar, S.TP, MP. selaku Direktur Politeknik Negeri Jember.
2. Dr. Yossi Wibisono, S.TP, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian
sekaligus Dosen Pembimbing Utama.
3. Ir. Agus Santoso, M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Industri
Pangan.
4. M. Ardiansyah, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing
5. Teknisi, rekan-rekan satu angkatan Prodi TIP 2018 dan semua pihak yang ikut
membantu dalam pelaksanaan makalah ini.
Makalah ini masih kurang sempurna, mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga tulisan ini
bermanfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
PRAKATA.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan Makalah..................................................................................2
BAB 2. PEMBAHAASAN..............................................................................3
2.1 Metode-Metode Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia...............3
2.1.1 Desinfeksi....................................................................................3
2.1.2 Pengendapan Materi Terlarut (Prespitasi)....................................4
2.1.3 Koagulasi (destabilisai) Koloid....................................................6
2.1.4 Oksidasi........................................................................................6
2.1.5 Pertukaran Ion (Ion Exchange)....................................................7
2.2 Sifat-Sifat Limbah Pertanian.............................................................8
2.4.1 Kelebihan Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia.....................8
2.4.2 Kekurangan Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia..................9
BAB 3. PENUTUP..........................................................................................10
3.1 Kesimpulan..........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode-metode pengolahan limbah cair secara kimia?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pengolahan limbah secara kimia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami metode-metode yang digunakan dalam
pengolahan limbah cair secara kimia
2. Mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan dari pengolahan
limbah cair secara kimia
2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1.1 Desinfeksi
Desinfeksi adalah istilah untuk proses penghancuran organisme
penyebab penyakit, sementara itu sterilisasi adalah istilah untuk proses total
penghancuran semua organisme. Dalam proses desinfeksi pada pengolahan
air limbah terjadi pemaparan antara bahan penghancur dengan organisme.
Pada umumnya terjadi penghancuran virus, bakteri dan protozoa yang
terdapat dalam air. Beberapa metode desinfeksi yaitu :
(1) Penambahan zat kimia;
(2) Penggunaan materi fisik, seperti panas dan cahaya;
(3) Penggunaan mekanik;
(4) Penggunaan elektromagnetik, akustik, dan radiasi.
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode penambahan
bahan kimia. Penggunaan zat khlor (khlorinasi) merupakan cara yang paling
banyak digunakan. Sistem lain yang sering pula digunakan adalah
penggunaan ozone.
Khlorinasi banyak digunakan pada pengolahan dan penyediaan air
domestik, disamping itu sering pula digunakan pada air limbah yang telah
diolah. Zat khlor merupakan zat pengoksidasi, oleh karena itu jumlah khlor
3
yang dibutuhkan tergantung pada konsentrasi organik dan zat NH3-N
dalam air yang diolah. Kebutuhan zat khlor untuk air limbah rata-rata 40
hingga 60 mgr/l.
Ozon adalah oksidator kuat yang sangat efisien untuk desinfeksi.
Sebagaimana oksigen, kelarutan ozon dalam air cukup rendah dan karena
sifatnya yang tidak stabil maka desinfeksi dengan ozon tidak memberikan
residu (sisa). Pada pengolahan limbah industri ozon dapat digunakan untuk
mengoksidasi zat-zat yang non-biodegradable.
Berbagai bentuk radiasi dapat dijadikan pula desinfeksi yang efektif.
Radiasi ultra violet (UV) telah bertahun-tahun digunakan untuk pengolahan
air skala kecil. Reaksi desinfeksi UV pada panjang gelombang sekitar 254
nm merupakan radiasi yang sangat kuat apabila organisme benar-benar
terpapar oleh radiasi. Oleh karena itu penting sekali untuk mencapai
kekeruhan serendah-rendahnya agar adsorpsi UV oleh senyawa-senyawa
organik yang terdapat dalam aliran dapat berlangsung merata. Air yang
akan didesinfeksi dialirkan diantara tabung sinar merkuri dan tabung
reflektor yang dilapisi metal dengan waktu pemaparan beberapa detik,
namun energi yang diperlukan cukup tinggi yaitu sekitar 10 – 20
watt/m3/jam.
2.1.2 Pengendapan Materi Terlarut (Presipitasi)
Pemisahan zat anorganik terlarut tertentu dapat dilakukan dengan
penambahan suatu reagen yang sesuai untuk merubah anorganik terlarut
menjadi presipitat/endapan, sehingga dapat dipisahkan dengan cara
pengendapan / sedimentasi. Tingkat pemisahan yang dapat dicapai
tergantung pada nilai kelarutan senyawa yang dihasilkan dan hal ini
biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH dan temperatur.
Reaksi presipitasi/pengendapan beberapa zat anorganik dan hasil-hasil
terlarutnya dapat dilihat pada tabel berikut:
4
CaCO3 Ca+2 + CO3-2 8,4
Ca(OH)2 Ca+2 + 2 (OH)- 5,4
Ca3(PO4)2 3 Ca+2 + 2 PO4-3 26,0
CaSO4 Ca+2 + SO4-2 4,6
FeCO3 Fe+2 + CO3-2 10,4
Fe(OH)2 Fe+2 + 2 (OH)- 14,5
Fe(OH)3 Fe+3 + 3 (OH)- 38,0
FePO4 Fe+3 + PO4-3 21,9
MgCO3 Mg+2 + CO3-2 4,9
Mg(OH)2 Mg+2 + 2 (OH)- 9,2
5
yang biodegradable. Namun kekurangannya bagian hidrophilik dari
LAS mengandung grup phosphat, sehingga proses biodegradasi
mengeluarkan phosphat ke dalam larutan.yang dapat menimbulkan
proses eutrophication. Oleh karena itu phosphat dihilangkan dengan
Fe+3, Al+3 atau Ca+2. Proses penghilangan phosphat sama dengan
proses pelunakan. Pemilihan ion pengendap tergantung pada pH air
limbah.
2.1.3 Koagulasi (Destabilisasi) Koloid
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan cara
penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid mempunyai
ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil dari
pada gaya tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini
penggumpalan partikel tidak terjadi dan gerakan Brown menyebabkan
partikel tetap berada sebagai suspensi. Melalui proses koagulasi terjadi
destabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar.
Dengan demikian partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar
dipisahkan dari air, setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan
partikel yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara
sedimentasi, filtrasi atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi umumnya
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat Koagulan, Zat Alkali dan
Zat Pembantu Koagulan. Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan
partikel-partikel padat tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain agar
membentuk gumpalan partikel yang besar (flok). Sedangkan zat alkali dan
zat pembantu koagulan berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku
dapat menunjang proses flokulasi, serta membantu agar pembentukan flok
dapat berjalan dengan lebih cepat dan baik.
2.1.4 Oksidasi
Bahan kimia oksidant seperti oksigen, Khlorine, permanganat, ozon
dan hidrogen peroksida digunakan sebagai zat pengoksidasi pada proses
pengolahan air limbah. Oksidasi dengan khlor telah dibahas pada
6
pembahasan khlorinasi, tiga proses reaksi oksidasi penting lainnya adalah
penghilangan besi, mangan dan sianida.
Pada pengolahan air limbah industri, sering dijumpai kandungan
sianida yang biasanya terdapat pada buangan industri ekstraksi emas dan
perak atau pada industri pelapisan logam. Ion sianida (CN-) bersifat racun,
oleh karena itu harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum buangan dialirkan
ke perairan terbuka atau badan air.
Metode yang umum dipakai adalah oksidasi dengan Cl2 atau NaOCl.
Apabila digunakan Cl2, perlu ditambahkan NaOH, reaksinya adalah sebagai
berikut :
CN- + 2 NaOH + Cl2 CNO- + 2 NaCl + H2O
Reaksi oksidasi CN- dengan NaOCl adalah sebagai berikut :
CN- + NaOCl CNO- + NaCl
Reaksi diatas berlangsung pada keadaan pH alkali yaitu antara 8,5 dan
11. Apabila pH lebih kecil dari 7, cyanate terhidrolisa sebagai berikut :
CNO- + 2 H+ + H2O NH4+ + CO2
Penambahan Cl2 pada pH sedikit basa terjadi oksidasi CNO- menjadi
N2 dan CO2, reaksinya sebagai berikut :
2 CNO- + 3 Cl2 + 4 NaOH N2 + 2 Cl- + 4 NaCl + 2 H2O + 2 CO2
2.1.5 Pertukaran Ion ( Ion exchange)
Proses ion exchange dilakukan untuk menghilangkan ion-ion yang
tidak diinginkan seperti Ca+2, Mg+2, Fe+2 dan NH4+ . Media penukar
adalah fasa padat terbuat dari bahan mineral atau resin sintetik yang terdiri
dari ion bergerak yang menempel pada grup fungsional tetap, yang dapat
bersifat asam atau basa. Pada proses penukaran, ion bergerak ditukar dengan
ion terlarut yang terdapat dalam air. Sebagai contoh Ca+2 ditukar dengan
Na+ atau SO -2 ditukar dengan Cl-.
Bahan penukar ion pada awalnya menggunakan bahan yang berasal
dari alam yaitu greensand yang biasa disebut zeolit. Zeolit biasa digunakan
untuk menghilangkan kesadahan dan menghilangkan ion amonium. Zeolit
yang digunakan untuk pelunakan adalah aluminosilicates komplek dengan
7
ion bergeraknya ion sodium. Untuk penghilangan amonium digunakan
zeolit clinoptilolite, disamping itu terdapat pula zeolit sintetis.
Pada saat ini bahan-bahan tersebut sudah diganti dengan bahan yang
lebih efektif yang disebut resin penukar ion. Resin penukar ion umumnya
terbuat dari partikel cross-linked polystyrene. Sistem penukar ion biasanya
diterapkan pada proses pelunakan air dan proses demineralisasi.
a. Regenerasi
Setelah proses penukar ion beroperasi beberapa waktu, akan terjadi
kejenuhan dan pada kondisi seperti ini tercapai keseimbangan dengan
air baku. Untuk itu perlu dilakukan regenerasi. Pada proses regenerasi
senyawa asli garam yang berperan sebagai ion bergerak (mobile ion)
dikontakkan dengan resin yang telah jenuh, maka keseimbangan akan
cenderung bergeser ke kondisi asli. Pada proses pelunakan air dan
proses penukar kation lainnya, regenerasi biasanya menggunakan garam
dapur (NaCl).
b. Kapasitas Penukaran
Kemampuan resin dalam menghilangkan kesadahan disebut
sebagai kapasitas penukaran. Angka kapasitas dapat ditetapkan melalui
pengukuran jumlah kesadahan yang dapat dihilangkan oleh satuan
volume resin atau satuan berat resin, misalnya 1 kg CaCO3 per 1 m3
resin. Angka kapasitas dapat pula sebagai jumlah ekivalen kation atau
anion yang dapat ditukar per unit berat penukar ion.
Pada umumnya kapasitas penukar resin berkisar antara 2 sampai 10
eq/kg resin. Kapasitas penukar zeolit berkisar antara 0,05 sampai 0,1
eq/kg zeolit. Pengukuran lain adalah jumlah garam yang diperlukan
untuk regenerasi per kesadahan yang dapat dihilangkan, misalnya 11 gr
NaCl per 100 gr CaCO3
8
Kelebihan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dalam pengolahan air limbah secara kimiawi, waktu dan area yang
diperlukan jauh lebih kecil dibandingkan pengolahan limbah secara
fisik maupun biologi
2. Kadar kekeruhan (turbidity), BOD, COD dan lainnya dialiran
effluent jauh berkurang (effesiensi pengolahan sekitar 80-90%)
3. Penggunaan zat tambahan berupa ozon memberi keuntungan yaitu
dapat menghilangkan warna. Dalam hal ini pengolahan air dengan
filtrasi dan ozonisasi dapat menghasilkan kualitas air yang setara
dengan proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan khlorinasi
4. Keuntungan desinfeksi dengan UV adalah pemeliharaan minimum,
tidak menimbulkan dampak bau dan rasa, serta tidak
menimbulkan bahaya apabila terjadi overdosis.
5. Dampak pencemaran lingkungan lebih kecil dibandingkan
pengolahan limbah secara fisik maupun biologi
2.2.2 Kekurangan Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia
Kekurangan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Biaya yang dibutuhkan untuk pengolahan limbah secara kimiawi
lebih besar dibandingkan pengolahan limbah secara fisik dan
biologi
2. Metode penambahan zat kimia khlor dalam proses khlorinasi dapat
menghasilkan senyawa carcinogen seperti trihalomethane dan
chloroform
3. Penggunaan penambahan zat berupa ozone tidak meninggalkan sisa
konsentrasi untuk mencegah organisme tumbuh kembali
4. Terbentuk lumpur (sludge) dan dianggap sebagai lumpur B3
5. Cairan dari lumpur harus dikembalikan kepada umpan/bak
ekualisasi, sehingga menambah bahan kimia untuk pengolahan.
9
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengolahan limbah cair secara kimia yang sering diterapkan adalah
desinfeksi, pengendapan materi terlarut (presipitasi), koagulasi (destabilisasi)
koloid, oksidasi dan pertukaran ion (ion exchange). Pada setiap macam metode
pengolahan limbah secara kimiawi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Secara umum pengolahan limbah secara kimia lebih
membutuhkan biaya yang lebih besar, namun cairan limbah hasil olahan jauh
lebih ernih dibandingkan pengolahan limbah secara fisika maupun kimia.
10
DAFTAR PUSTAKA
11