Anda di halaman 1dari 9

PERENCANAAN TATA RUANG KABUPATEN PONOROGO BERDASARKAN

TOPOGRAFI DAN TINGKAT KEBENCANAAN

Disusun Oleh :

Muhamad Robi Rusdianto

18/431141/TK/47734

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2020
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pelestarian fungsi lingkungan dapat terjamin dengan kegiatan pemanfaatan
ruang yang memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan
hidup menjadi pertimbangan terpenting dalam penataan ruang, baik dalam
penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun dalam evaluasi
pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diperlukan untuk
menyeimbangkan tata kelola ruang dengan lingkungan dan faktor alam serta kondisi
bentang alamnya untuk menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan,
meningkatkan produktivitas dari sumber daya yang ada di dalamnya. Daya dukung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain,dan keseimbangan antar keduanya (Rustiadi dkk,
2009).
Pada sisi lain kebanyakan daerah masih melakukan penataan ruang yang
belum memperhatikan beberapa aspek untuk menjamin keselamatan, keamanan,
kenyamanan, dan tentunya keharmonisasian seluruh elemen yang ada di dalamnya
dan saling berkaitan. Selain aspek tersebut dan faktor lingkungan dan kondisi
bentang alam, perlu pertimbangan kebijakan pihak lain yang mendukung inklusifitas
daerah terkait serta memberikan kebermanfaatan bagi daerah tersebut. Sehingga
diperlukan keselarasan antara pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan pihak
ketiga sebagai pihak dari luar yang ikut mengambil bagian atau ada aktivitas di
dalam daerah tersebut.
Perkembangan Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat memberikan harapan
mengoptimalkan upaya pembangunan berbasis lingkungan, selain untuk memberikan
informasi spasial tentang karakteristik suatu wilayah, Sistem Informasi Geografi
(SIG) juga dapat memberikan gambaran spasial akan peruntukan dan penutupan
lahan secara rinci.
Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi, pemerintah dapat
menganalisa keseluruhan data spasial dengan tambahan data atribut, dan mengambil
kebijakan sesuai dengan tujuan yang dicanangkan. Melalui Sistem Informasi
Geospasial dapat diketahui solusi dan bisa jadi prosedur yang akan diambil jika
terjadi suatu permasalahan, dengan tetap memperhatikan kualitas dan keterbaruan
data.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dan dengan kondisi tata ruang di Kabupaten
Ponorogo saat ini, muncul beberapa persoalan yang ada dikarenakan kurang baiknya
perencanaan tata ruang.
1. Masih adanya sub – perkotaan yang menjadi pusat beberapa aspek pada
daerah rawan bencana
2. Terjadinya tumpang tindih antara objek sipil, pemerintah, dan pihak ketiga
yang ada di daerah Kab. Ponorogo dalam pemanfaatan lahan
1.3. Tujuan
Tujuan dari perencanaan tata ruang adalah antara lain :
1. Terciptanya tata kelola ruang Kabupaten Ponorogo yang aman, dan nyaman
untuk mewujudkan kemajuan roda perekonomian
2. Mewujudkan pengaturan pemusatan kota dan sub - kota di daerah yang aman
3. Mengatasi beberapa konflik tentang tata ruang
II. Metodologi
2.1. Landasan Teori
Tata ruang adalah wujud struktur susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem
jaringan sarana sebagai pendukung kegiatan masyarakat yang memiliki fungsional
pada aspek perlindungan dan budidaya. Penataan ruang meliputi pengaturan,
pembianaan, pelaksanaam dan pengawasan tata ruang.
Manfaat dari penataan ruang ini agar terwujudnya pola ruang yang dapat
menunjang perkembangan perekonomian pada suatu daerah, dapat seimbang dengan
seluruh aspek yang ada di dalamnya dengan tetap mengutamakan keamanan,
kenyamanan, dan harmonisasi. Dalam mewujudkan tujuan utama yaitu menunjang
perkembangan perekonomian, maka dalam perencanaan tata ruang memerlukan
pertimbangan tahapan pertumbuhan ekonomi. Dalam pertumbuhan ekonomi ini
terbagi menjadi 5 tahap untuk mencapai status ekonomi lebih maju. (W.W. Rostow)
Tahapan tersebut antara lain :
1. Tahapan masyarakat tradisional.
Tahapan ini roda perekonomian masih mengandalkan pada pertanian
dengan sumber daya manusia belum mengenal ilmu pengetahuan dan
pengetahuan. Dari hasil komoditas perekonomian tahap ini tidak
diperjual-belikan tetapi hanya untuk konsumsi pribadi, dan masih
menggungakan sistem barter.
2. Tahap pembentukan prasyarat tinggal landas
Tahap ini sudah mulai berkembang daripada tahap tradisional yang
belum mengenal industry. Pada tahap ini mulai adanya industry serta
pendanaan dari pihak luar dan mulai adanya gangguan - gangguan dari
luar.
3. Tahap tinggal landas
Industrialisasi meningkat dan adanya stimulus ekonomi berupa
revolusi politik dan berkembangnya teknologi. Laju investasi pada
tahap ini mulai meningkat dari tahap sebelumnya dan banyak industry
manufaktur.
4. Pergerakan menuju kematangan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penggunaan teknologi secara
meluas serta investasi meningkat 10 – 20% dari pendapatan nasional.
5. Tahap era konsumsi massal tingkat tinggi
Proporsi ketenagakerjaan yang tinggi di bidang jasa, dan meluasnya
konsumsi atas barang – barang yang tahan lama.

2.2. Data Pengkajian


Data yang digunakan antara lain :
1. Peta Administrasi Kabupaten Ponorogo 1:300000
2. Peta Topografi Kabupaten Ponorogo skala 1:250.000
3. Peta Evaluasi penyusunan RTRW berdasarkan daya dukung lingkungan
berbasis kemampuan lahan

III. Hasil dan Pembahasan


Kabupaten Ponorogo terletak di Propinsi Jawa Timur bagian ujung barat,
Indonesia, dengan luas keseluruhan mencapai 1.371,78 Km2 atau sebesar 131210,52
Hektar. Secara Administratif sampai dengan tahun 2011, wilayah terbagi atas 21
Kecamatan yang meliputi 303 Kelurahan dan Desa. Wilayah administrasi Kabupaten
Ponorogo dapat dilihat pada peta dibawah ini.
Gambar 1.1 Peta administrasi

Kondisi geografis Kabupaten Ponorogo terletak pada ketinggian antara 92 m sampai


2.563 m di atas permukaan air laut. Kabupaten Ponorogo terletak di tengah gugus
pegunungan Gunung Wilis, Gunung Lawu, dan gugusan bukit sepanjang sisi selatan
Pulau Jawa di bagian timur. Sehingga letak Kabupaten Ponorogo diapit oleh dataran
tinggi, maka dari itu diperlukan penataan ruang yang harus memperhatikan daerah
dataran tinggi dimana kemungkinan sumber bencana. Misalnya pada gunung berapi
Gunung Lawu dan Gunung Wilis, serta gugus peguunungan yang rawan bencana
longsor. Kondisi geografis dapat dilihat pada Peta Topografi Kabupaten Ponorogo di
bawah ini.
Gambar 2. Peta Topografi Kabupaten Ponorogo

Dari Peta Topografi diatas keterangan ketinggian diklasifikasikan menjadi 3. Kecamatan


yang berada di daerah rawan karena berada di ketinggian antara lain Kecamatan Pudak,
sebagian Kecamatan Ngebel, sebagian Kecamatan Sambit, sebagian Kecamatan
Ngrayun, dan sebagian Kecamatan Pulung berada pada ketinggian di atas 1000 m di atas
permukaan laut. Beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Ngebel, sebagian
Kecamatan Pulung, sebagian Kecamatan Sooko, sebagian Kecamatan Sawoo, sebagian
Kec. Sambit, sebagian Kec. Bungkal, sebagian Kec. Slahung, sebagian Kec. Balong,
sebagian Kec. Jambon, Kecamatan Badegan, dan Kec. Ngrayun berada pada ketinggian
100 sampai 600 m di atas permukaan laut. Dan untuk daerah lain seperti di daerah pusat
Kota berada di ketinggian di bawah 100 meter.
Secara umum penggunaan lahan di Kabupaten Ponorogo cenderung untuk sektor
pertanian, termasuk di dalamnya adalah sawah, tegalan, hutan, air tawar, gedung,
pemukiman, dan kebun. (Tabel 1.)
Gambar 3. Peta Tata Guna Lahan Eksisting Kabupaten Ponorogo

Dalam perencanaan tata ruang Kabupaten Ponorogo, diatur dalam Perda No. 1
Tahun 2020 tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten ponorogo tahun 2012-2032.
Dalam Perda tersebut telah diatur penggunaan lahan di Kabupaten Ponorogo. Namun
pada kenyataannya penggunaan lahan secara eksisting masih terdapat perbedaan dengan
Perda No. 1 Th. 2012. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari selisih luasan masing-masing
penggunaan lahan pada table hasil perhitungan luasan setiap pemanfaatan lahan.

Tabel 1. Pemanfaatan lahan Kabupaten Ponorogo


Evaluasi penggunaan lahan dikaitkan dengan kemampuan lahan perlu dilakukan
khususnya untuk membantu daya dukung aktual ke aktivitas yang saat ini ada. Evaluasi
ini dilakukan dengan mencocokan tipe penggunaan lahan berbasis kemampuan lahannya
dengan kelas kemampuan lahan yang ada. Selain itu kesesuaian lahan dikaitkan dengan
kemampuan lahan perlu dilakukan khususnya untuk membantu daya dukung aktual ke
aktivitas yang saat ini ada. Kesesuaian laha Eksisting dapat dilihat pada peta dibawah ini.
Gambar 4. Peta Kesesuaian Eksisting Penggunaan Lahan

IV. Penutup
4.1. Kesimpulan
1. Terdapat penggunaan lahan yang tidak sesuai pada penggunaan lahan
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah th. 2011-2031, dimana adanya
penggunaan lahan Kawasan Industri ditengah - tengah kawasan pemukiman
dimana dulunya penggunaan lahan (existing) tersebut merupakan wilayah -
wilayah sawah irigasi dan tegalan.
2. Pemanfaatan lahan harusnya disesuaikan dengan penggunaan lahan agar dapat
sesuai dengan kemampuan lahan dan daya dukung lingkungan.
3. Angka total luasan lahan pada Rencana Tata Ruang Wilayah terdapat perbedaan
dibandingkan total luasan lahan eksisting. Pada persoalan ini maka RTRW
harus disesuaikan kembali dan harus dilakukan pengecekan ulang total luasan
lahan yang ada di Kabupaten Ponorogo.
4. Penataan ruang sudah sesuai dengan RTRW dan pembangunan pusat Kota dan
sub – pusat kota sudah mempertimbangkan area yang rawan bencana, yaitu
cenderung pada derah dataran tinggi.

V. Daftar Pustaka
Wirosoedarmo, R., dkk.,2014.Rencana tata ruang wilayah (rtrw) berdasarkan daya
dukung lingkungan berbasis kemampuan lahan.Jurusan Keteknikan Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ponorogo
Tahun 2012-2032
https://ponorogo.go.id/profil/letak-geografis/

Anda mungkin juga menyukai