LAPORAN PRAKTIKUM
FOTOGRAMETRI I
“Perhitungan Tinggi Obyek dengan Metode Paralaks Stereoskopis”
Rabu, 11 September 2019
Disusun Oleh :
18/431141/TK/47734
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat menentukan paralaks pada sepasang foto udara secara stereoskopis
2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran paralaks secara stereoskopis
3. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan untuk menentukan tinggi objek
4. Mahasiswa mampu mengetahui arah pemotretan dari hasil foto udara (Stereo Pair)
C. WAKTU PELAKSANAAN
Hari : Rabu
Tanggal : 11 September 2019
Tempat : Laboratorium Fotogrametri dan Penginderaan Jauh Departemen Teknik
Geodesi UGM
D. LANDASAN TEORI
Setiap pekerjaan fotogrametri memerlukan suatu perencanaan atas daerah overlap, yaitu
daerah yang dapat dicakup oleh dua buah foto yang saling berpasangan (stereopair) pada satu
jalur terbang. Adanya daerah overlap ini sangat menentukan kesuksesan dari hasil akhir suatu
proyek pemetaan fotogrametri. Foto udara yang dibuat dari pesawat terbang dengan arah sumbu
optic kamera tegak lurus atau sangat mendekati tegak lurus disebut foto udara tegak. Meskipun
telah diusahakan dengan hati-hati agar sumbu kamera tetap tegak lurus, tetapi adanya
kesendengan (tilt) kecil masih dapat terjadi.
Paralaks merupakan adalah suatu istilah yang diberikan kepada adanya suatu pergerakan
benda terhadap benda lainnya. Paralaks stereoskopis merupakan perbedaan posisi bayangan
sebuah titik pada dua buah foto yang bertampalan karena perubahan posisi kamera dengan
melihat obyek secara stereo maka suatu obyek dapat dilihat secara simultan dari dua perspektif
yang berbeda. Untuk dapat menghasilkan ketinggian tepat pada permukaan obyek maka syarat
yang harus dipenuhi ialah besarnya paralaks-X dan paralaks-Y sama dengan nol atau mendekati
nol. Besar paralaks dapat dieliminir dengan mengetahui orientasi luar untuk masing-masing foto.
Pada suatu proyek fotogrametri, besarnya pertampalan atau overlap pada pasangan foto
udara ini dibuat pada saat perencanaan jalur terbang untuk pekerjaan pemetaan udara. Overlap
merupakan pertampalan pasangan foto stereo yang sejajar dengan arah terbang pesawat. Adapun
sidelap merupakan pertampalan pada arah lateral atau antar jalur terbang foto. Pada perencanaan
jalur terbang pesawat, overlap biasanya dibuat sebesar 60% sedangkan sidelap dibuat antara 20-
40%.
Pada saat melihat dengan stereoskopis dua tanda identitas pada kaca (half mark) diletakkan
di atas foto udara, dengan half mark sebelah kiri dilihat dengan mata kiri dan half mark kanan
dilihat dengan mata kanansaja. Agar dua foto bisa bertampalan, maka melihat dari lensa
stereoskop dengan dua mata secara langsung sehingga dapat terlihat pada titik mana kedua foto
tersebut bertampalan.
Perhatikan segitiga sebangun ∆L1Oay dan ∆L1AoAy1 , hubungan tersebut dapat persemaan :
Perhatikan juga segitiga sebangun ∆L1Oax dan ∆L1AoAx1 , hubungan tersebut dapat persemaan :
Perhatikan juga segitiga sebangun ∆L2O’ax’ dan ∆L2A’oAx1 , hubungan tersebut dapat
persemaan :
Dari pers. (2) dan (3), maka :
Keterangan:
A1 dan A2 adalah titik komplementer, demikian pula B1 dan B2.
XA1 : Jarak titik A1 dari sumbu Y
XA2 : Jarak titik A2 dari sumbu Y
XB1 : Jarak titik B1 dari sumbu Y
XB2 : Jarak titik B2 dari sumbu Y
PA : Paralaks titik A
PB : Paralaks titik B
PA : XA1 - (-XA2) = XA1 + XA2
PB : XB1 - (+XB2) = XB1 - XB2
FOTO 1 FOTO 2
Hasil Perhitungan
Keterangan :
DP = Differencial Parallax
A1 = Atas objek foto 1
B1 = Bawah objek foto 1
A2 = Atas objek foto 2
B2 = Bawah objek foto 2
h = tinggi objek
= 33,7349 meter
Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan mengambil objek Gedung Balairung UGM. Untuk hasil
dari perhitungan tinggi objek dengan metode paralaks stereoskopis didapat bahwa Gedung
Balairung memiliki tinggi 33,7349 meter. Bila dibandingkan dengan tinggi aslinya, masih ada
perbedaan ketinggian. Dalam hal ini, praktikan mengidentifikasi bahwa terdapat faktor-faktor
yang menyebabkan ketidaksamaan tinggi dari hasil pengukuran foto udara dengan tinggi
aslinya. Faktor tersebut adalah keadaan foto yang mungkin belum bertampalan karena lensa
pada stereoskop cermin sudah buram sehingga menimbulkan efek blur yang membuat foto
tidak jelas betul apakah sudah bertampalan atau belum. Faktor lain yang dapat diidentifikasi
karena belum sejajar dan konsisten dalam pengambilan titik atas dan bawah dari objek
gedung. Hal tersebut bisa membuat perbedaan yang sangat signifikan. Dan cara pengukuran
dengan penggaris memungkinkan terjadi pergeseran tidak sesuai titik.
Kesalahan juga mungkin terjadi pada pengambilan titik yag akan diukur. Foto udara
menghasilkan bentuk tiga dimensi namun dalam posisi datar. Sehingga pengambilan titik
bawah dengan atas harus sejajar, karena jika terpaku pada pojok-pojok bangunan
memungkinkan tidak sejajar.
Bukan titik atas
Titik atas
Titik bawah
Karena kebanyakan pengambilan titik pada titik yang mudah dicari yang biasanya pada pojok
bangunan, itu menyebabkan adanya ketidaksejajaran yang menimbulkan jarak miring bukan
jarak ketinggian dari sebuah objek.
Variasi Pergeseran relief (Relief displacement), karena :
1. Ketinggian objek, semakin tinggi objek semakin besar relief displcement
2. Jarak objek dari titik Nadir, semakin jauh dari titik nadir semakin besar relief
displacement
3. Ketinggian Terbang (semakin tinggi terbang semakin kecil relief displacement sehingga
citra satelit di luar angkasa (H>>>705 km (Landsat))
G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan, mahasiswa dapat melakukan pengukuran metode
paralaks stereoskopis dan perhitungan sehingga mendapatkan tinggi dari suatu objek.
Mahasiswa juga dapat mengidentifikasi faktor kesalahan apa saja yang menyebabkan
ketidaksamaan dari data hasil pengukuran.
Faktor dalam pengukuran tinggi dipengaruhi ketinggian objek, jarak objek ke prinsiple point
(titik yang tegak lurus dengan kamera), dan ketinggian kamera dalam memotret suatu
wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
http://taufik.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/Kuliah-5-Depth-Perception.pdf