(TEMA H)
Disusun: Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Intermediate Training (LK
II)Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) CABANG CILEGON
Oleh : DWIWAHYU AS
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
KOMISARIAT FATAHILLAH UMC
CABANG CIREBON 2018
1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikanrahmat,
taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
dan Rasul, Sang Revolusioner sejati, yakni Nabi Muhammad SAWyang telah
membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju kehidupanyang penuh
dengan ilmu pengetahuan.Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang
selanjutnya penulis syukurisehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul
ini untuk memenuhi syarat mengikuti Intermediate Training (LK II) Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Cilegon. Penulis ucapkan banyak terima kasih
kepada kanda-kanda, ayunda-ayunda, dan kawan-kawan yang telah memberikan
dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran, koreksi,
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari kawan-kawan.Meskipun
makalah ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Intermediate
Training (LK II), semoga makalah ini bermanfaat sebagai penambahwawasan kita
tentang peran kita sebagai kader HMI dalam mewujudkanmasyarakat adil makmur
yang diridhai Allah SWT.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………………………..2
Daftar Isi ………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............………………………………………….…….4
1.2 Rumusan Masalah ...................……………………………..…………5
1.3 Tujuan Penulisan .……..………………………………………………5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kodrat manusia…….………………………………………………….7
2.2 Hakikat Pendidikan.…………………………………………………...9
2.3 Peran mahasiswa dan kapasitasnya…………………………………..18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………....…………………………..............26
3.2 Saran…...……………………………………………………………..26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 27
Curriculum Vitae…...………………………………………………………...28
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk bermoral. Makhluk yang cenderung menyukai
kebaikan. Maka ketika ada dari mereka yang melakukan keburukan. Ada
sesuatu yang salah pada dirinya yang menyebabkan mereka melakukan hal
buruk tersebut. Namun sejatinya, ketika mereka melakukan suatu hal yang
buruk, mereka cenderung mengekspresikan rasa takut, detak jantung berdebar
cepat, cara berfikir tidak terarah, dan hal negative lainnya sersurat di wajah dan
organ tubuh mereka. Itu menjadi penguat bahwa mereka tetap insan yang cinta
kebaikan dan takut melakukan suatu hal yang buruk.
4
Berdasarkan pengamatan saya bahwa mutu pendidikan yang diharapkan belum
terwujud. Hal ini disebabkan karena: (1) Ketidakmampuan anak itu sendiri; (2)
terbatasnya waktu siswa dalam belajar; (3) motivasi siswa untuk belajar
kurang; (4) penggunaan teknologi tidak tepat; (5) rendahnya pemerataan
pendidikan; (6) rendahnya kualitas guru; (7) rendahnya sarana fisik; (8)
pengelolaan yang tidak tepat; (9) mahalnya biaya pendidikan; (10) rendahnya
relevansi dengan kebutuhan.
B. Rumusan masalah:
Berdasarkan pembahasan masalah diatas, penulis mencoba menuliskan dalam
butir- butir masalah sebagai berikut.
1. Kebaikan sebagai kodrat manusia sejak lahir?
2. Hakikat Pendidikan?
3. Peran mahasiswa dan kapasitasnya?
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
5
a. Untuk mengetahui kebaikan adalah kodrat manusia sejak lahir.
b. Untuk mengetahui hakikat Pendidikan.
c. Untuk mengetahui peran mahasiswa dan kapasitasnya.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai syarat untuk mengikuti Intermediate Training II (Latihan
Kader 2) Tingkat Nasional Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Cilegon 2018. Dengan Tema “D” (Peran Mahasiswa Islam Dalam
Mengawal Pembangunan Bangsa).
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kodrat Manusia
Manusia adalah makhluk bermoral. Manusia kedudukannya bukan pada
manusianya tapi pada moralnya manusia. Manusia yang melakukan
penyimpangan moral adalah manusia yang sedang mereduksi nilai-nilai
kemanusiannya manusia. Karena kodrat dasar manusia adalah sebagai makhluk
bermoral. Kodrat kemanusian bukan menyeret manusia bergeser kea rah kanan
(kepatuhan total) atau kearah kiri (pengingkaran total), tetapi pada posisi aslinya
sebagai manusia yang sekaligus berbeda dengan makhluk lain. Irisan kepatuhan
dengan pengingkaran menjadi ciri dari kemanusiaannya manusia.
7
baik dan buruk. Hanya masalahnya tidak memiliki keinginan kuat untuk
mewujudkan yang baik dalam kenyataan yang baik.
Ketika melakukan sebuah tindakan atau perilaku buruk, seseorang cenderung akan
menekspresikan perasaan bersalah, takut, jantung berdebar kencang, muka
memerah, perilaku tidak terarah, seluruh organ memberikan reaksi negatif. Hal ini
menjadi penguat bahwa manusia pada hakikatnya memiliki kodrat atau fitrah pada
kebaikan karena fitrah nya.
Akan tetapi, sekalipun manusia adalah makhluk yang cenderung pada kebaikan,
namun pada kenyataannya anda akan menemukan kesulitan mengembalikan
seseorang pada kebiasaan berprilaku baik. Syeyed Hossein Nasr (2002: 28)
menyebutkan hal tersebut sebagai keterjebakan yang lama dalam hubungan
kebiasaan yang buruk. Tentu karena perilaku itu bukan lagi sekedar kebetulan
atau emosi sesaat, tetapi sudah menjadi mindset, cara berpikir, karakter atau
perspektif seseorang terhadap sesuatu yang dihadapinya. Maka cara mengubahnya
perlu waktu yang Panjang dan intensif, seperti karakter jelek yang terbentuk
dalam rentang waktu yang Panjang.
Pada masa ini, banyak sekali manusia- manusia yang kehilangan moralnya.
Mereka yang kehilangan kodratnya sendiri sebagai makhuk yang mencintai
kebaikan. Factor ekonomi, lingkungan, dan Pendidikan adalah beberapa factor
yang membuat manusia kehilangan moralnya. Pola pikir yang salah membuat kita
sebagai mahluk yang menyukai keindahan melakukan hal buruk. Untuk itu kita
sebagai mahasiswa, sebagai kaum intelektual harus bisa menjadi pelopor
perubahan. Setidaknya bisa meluruskan sikap sikap yang masih menyimpang
dalam pribadi kita.
8
ingin berubah menuju kebaikan, kecuali orang yang tidak ada di alam perubahan.
John Grinder meyakini bahwa masa lalu tidak sebanding dengan hari esok. Tidak
peduli berapa kali anda gagal di masa lalu, yang terpenting adalah bagaimana
anda dapat memanfaatkan pengalaman- pengalaman tersebut untuk memperbaiki
diri. Pepatah china mengatakan: “Kesuksesan dating dari keputusan yang baik,
keputusan yang baik dating dari penilaian yang tepat. Penilaian yang tepat
diperoleh dari pengalaman dan pengalaman didapat dari penilaian yang baik.
(Ibrahim Elfiki, 2007: 25).
Tentu saja penting afar bisa bersabar untuk tetap mengajak mereka berubah
menuju perubahan diri dengan berbasis pengalaman masing- masing. Perubahan
itu mudah, sebab ketika anda berniat berubah, itulah yang perlu perjuangan dan
perlu orang yang terus memperjuangkan perubahan menjadi kenyataan sekaligus
mengubah kenyataan.
Namun demikian, yakinlah bahwa perubahan akan terjadi bersama orang yang
yakin akan keterjadian sebuah perubahan. Perhatikan sebuah makna dari pepatah
yang dimuat dlam peribahasa yang sangat popular: “Pengalaman adalah guru
terbaik, tetapi jauh lebih baik ketika seseorang bersedia berguru pada orang yang
punya pengalaman baik”. Jika anak didik anda mempunyai pengalaman terbaik
yang bisa dicontoh oleh orang yang ingin berubah lebih baik pada jalan kebaikan
yang terbaik.
B. Hakikat Pendidikan
Salah satu hal yang tidak disadari sebagai kesalahan merupakan sesalahan yang
paling salah dari setiap kesalahannya salah. Akan tetapi, kesalahan yang disadari
salahnya, belajar menjadi yang baik, kadang melewati kesalahan, tapi kesalahan
yang segera disadari adalah kesalahan yang akan segera menjadi kebaikan. Bukan
kesalahan salah yang terus- menerus dilakukan dengan tanpa menyadari
kesalahannya salah.
Kesalahan kerbesar yang telah begitu lama berada didunia ini Pendidikan adalah
sebuah kesalahan yang tidak disadari kesalahannya. Apa yang dimaksud? Yakni
9
Pendidikan kita terjebak oleh ranjau- ranjau cangkang ilmu pengetahuan dan
terjerembab pada ilmu pengetahuan yang bersifat dekoratif, lipstick, dab
formalitik. Semangat mengajarkan semangat ilmu pengetahuan atau jiwa zaman
dari pengetahuan telah tidak lagi menjadi semangat dunia Pendidikan yang
memiliki semangat perkembangan menzaman. Betapa tidak? Setiap sekolah hanya
berpikir dalam perlombaan mencapai angka. “perjudian” mata pelajaran. Tak ada
lagi sekolah yang menyadari betapa pentingnya jiwa ilmu ditanamkan kepada jiwa
indah anak didiknya. Kebiasaan berbuat baik, menjadi kebaikan yang dibiasakan
dengan baik telah terabaikan dari misi sekolah yang terbaik. Budi pekerti yang
kadang menjadi visi atau moto sekolah, hanyalah cangkang tanpa isi atau dekorasi
yang No Action Talk Only (NATO), dengan maksud menghibur peminat dengan
keberpura-puraan sekolah bermoral, padahal realitas yang ada sedang terjadi
proses demoralisasi kakikat bersekolah.
Tragis memang, tapi itulah kenyataan yang benar- benar nyata dalam keadaan
yang nyata benar. Tak bisa dipungkiri bahwa sekolah tidak lagi peduli dengan
moralitas anak didik yang telah lama menjadi semangat dari misi persekolahan
yang tersekolahkan. Kini sekolah dan sekolah kini, hanya memikirkan bagaimana
dapat merekrut siswa siswi dari kalangan berduit, mencapai nilai UN yang tinggi,
kebagian dana BOS yang gede dan BOSS kebagian gede, tampilan Gedung
mewah, dan lain hal. Tentu hal ini bukan salah, tapi belum seluruhnya tepat,
karena sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengantarkan anak didik
mencapai tujuan Pendidikan nasional yang holistic dan realistik.
10
tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa “…mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia[2]….”. Terlepas dari
segi Etimologi atau bukan memang harus kita yakini bahwa kecerdasan generasi
bangsa menjadi tanggung jawab negara. Negara diharuskan terlibat penuh dalam
pencerdasan kehidupan bangsa. Bahkan bisa dengan menutup mata kita
menganggap bahwa negara yang baik adalah negara yang mampu
menyelenggarakan pendidikan dengan layak seperti yang dilakukan oleh Jepang.
[3]
Pendidikan menjadi tercabut dari problem riil yang seharusnya mereka jawab dan
selesaikan. Pendidikan kita selama ini hanya berfungsi
untuk “membunuh” kreativitas siswa/mahasiswa, karena lebih mengedepankan
aspek verbalisme.[6] Verbalisme merupakan suatu asas pendidikan yang
11
menekankan hapalan bukannya pemahaman, mengedepankan formulasi daripada
substansi, parahnya lebih menyukai keseragaman bukannya kemandirian serta
hura-hura klasikal bukannya petualangan intelektual. Model pendidikan seperti ini
disebut sebagai banking education,[7] yaitu suatu model pendidikan yang tidak
kritis, karena hanya diarahkan untuk domestifikasi, penjinakan, penyesuaian sosial
dengan keadaan penindasan.
12
Kesepuluh butir diatas, rasanya bukan lagi persoalan yang takut atau malu untuk
di ungkapkan, sebab secara factual apa yang senyatanya ada diruangan kelas atau
sekolah adalah perilaku para siswa yang sudah menggambarkan kemelorotan
moral, seperti gemar menyontek, tawuran pelajar, terlibat narkobaa, pergaulan
bebas, bahkan pencurian kendaraan bermotor dan perampokan, dan lain
sebagainya.
Seperti yang sudah ditulis diawal, kian tahun moral peserta didik kian bobrok.
Oleh sebab itu kita sebagai mahawiswa yang kelak menjadi seorang pendidik
harus memahami sejak dini. Karena bagaimana pun generasi muda adalah
generasi yang akan meneruskan perjuangan para pendahulunya. Kita pun harus
sadar bahwa sebagai generasi muda masih begitu banyak memiliki kekurangan,
maka dari itu perlu ada perbaikan dari dalam diri kita, sebelum kita melangkah
lebih jauh lagi.
Demikian pula tujuan Pendidikan nasional yang rumusnya begitu hebat, ideal, dan
sempurna, ketercapaiannya justru sebagian besar berada di hati kesadaran guru, di
kepala pikiran guru, di tangan tindakan guru, dan dalam detak jantung ketulusan
seorang guru, karena gurulah yang secara formal memiliki kemampuan kopetensi
dan taklif sebagai pendidik, karenanya bukan sertifikat pengajar, tapi sertifikat
pendidik.
Sebagai bahan renungan bersama, kiranya berkenan untuk menghayati apa yang
dikemukakan Dr. Sacper Shih dalam Sayling Wen (2003:45) bahwa sebenarnya
tidak ada yang Namanya kegagalan belajar, yang ada hanyalah ketidakmampuan
guru dalam mendidik anak yang belajar. Akar persoalan yang menyebabkan
kegagalan anak dalam belajar, termasuk belajar bermoral dan bermoral belajar,
selain dipicu oleh persoalan- persoalan yang kompleks, dimungkinkan peran guru
bersifat akademik perlu segera di reframing ke arah baru paradigma Pendidikan
bermoral, yakni lebih menekan pembentukan kepribadian, good personality, atau
insan kamil, kognitif atau IQ perlu segera mendapat perluasan pada jalan
13
Pendidikan yang bisa membimbing terwujudnya akademik bermoral,IQ yang EQ,
kognitif yang spiritualitasnya tinggi.
Padahal dulunya Malasyia belajar dari kita untuk meningkatkan mutu pendidikan
di negaranya, tetapi sekarang jauh meninggalkan kita, sungguh ironi dan tamparan
yang cukup menyakitkan. Menurut penelitian pada tahun 2005 Indonesia
menempati ranking 10 dari 14 negara berkembang di Asia Fasifik. Thailand yang
dilanda krisis justru menenpati ranking pertama kemudian disusul Malaysia, Sri
Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Nepal,
Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan. Indonesia mendapat nilai 42 dari 100
dan memiliki rata-rata E. Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap,
Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada aspek aksi
negara, RI memperoleh huruf mutu F pada peringkat ke 11. Sedangkan aspek
kualitas input/pengajar, RI diberi nilai E dan menduduki peringkat paling buncit
alias ke 14. Indonesia hanya bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan
keseluruhan yang mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6 dan 4. “Sangat
ironis karena Thailand yang mengalami krisis bisa menempatkan diri menjadi
rangking satu,” ujar aktivis LSMEducation Network for Justice (E-Net), M
Firdaus, saat menjadi pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini
di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2005).
14
guru muda atau guru yang lebih muda, baik usianya maupun pengalaman
kerjanya. Jadi bagaiman kulitas pendidikan akan meningkat bila gurunya
enggan membaca.
2. Kurangnya sarana dan prasarana belajar. Guru sebagai pendidik dituntut
harus selalu menggunakan alat peraga untuk setiap melaksanakan KBM.
Mungkin bisa diatasi dengan membuat alat peraga sederhana, tapi tidak
semua guru bisa membuat alat peraga. Jadi alangkah baiknya bila
pemerintah yang menyediakan alat peraga semua mata pelajaran berikut
petunjuk pemakaiannya. Juga terbatasnya buku sumber dan buku
penunjang pembelajaran baik bagi siswa maupun bagi guru turut andil
dalam rendahnya mutu pendidikan.
3. Kurang relevannya kurikulum yang dibuat pemerintah khususnya untuk
daerah terpencil atau daerah pedesaan. Karena biasanya sebelum
kurikulum itu diberlakukan diuji cobanya selalu di daerah perkotaan saja,
tidak pernah di uji coba di daerah terpencil atau di pedesaan. Seharusnya
kurikulum itu diuji coba juga di pedesaan terpencil selain di perkotaan
sebagai pembanding. Baru dianalisis kelebihan dan kekurangannya.
4. Kurang pedulinya pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya
khususnya di daerah pedesaan. Seharusnya orang tua siswa sepenuhnya
membebankan pendidikan anaknya terhadap guru, karena guru mendidik
anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah. Orang tua siswa harus
memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR tidak ? Kalau
ada PR suruh dikerjakan bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila orang
tua membimbing anaknya dalam membuat PR. Bila tidak ada PR tetap
anak disuruh belajar walau besoknya tidak ada ulangan atau tes formatip
maupun sumatif.
5. Siswa kurang motivasi dalam belajar, bila hal ini terjadi ini adalah tugas
bersama yaitu guru dan orang tua untuk menumbuhkan dan meningkatkan
motivasi siswa dalam belajaran. Beri pengertian dengan bahasa sederhana
dan komunikatif pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa depan
sebagai jembatan untuk menuju cita-cita.
15
6. Dampak buruk dari alat elektronik seperti televisi dan Play Station atau
game. Seharusnya televisi mempunyai dampak positip terhadap ilmu
pengetahuan. Tetapi kebanyakan anak bahkan orang tua kurang senang
menonton berita, mereka lebih senang menonton sinetron atau acara gosip.
Seharusnya anak dibimbing dan dibatasi waktunya menonton televisi.
Anak juga jangan sampai kecanduan bermain game hingga lupa pada
tugasnya untuk belajar, main game juga perlu dibatasi waktunya misalnya
hanya pada hari libur saja dengan durasi waktu maksimal 2 jam.
16
Pemerintah bertanggung jawab untuk menanggung biaya
pendidikan bagi warganya, baik untuk sekolah negeri maupun
swasta.
17
Guru merupakan faktor dominan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Oleh karena itu, upaya perbaikan kesejahteraan guru
perlu ditingkatkan. Sehingga guru tidak hanya dituntut untuk
meningkatkan wawasan maupun mutu mengajarnya serta
menghasilkan output yang baik.
18
Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa, ditangan para pemuda (mahasiswa)-
lah masa depan sebuah bangsa, yang ternyata diterima atau tidak telah
menanggung dosa para pendahulu dan dipaksa harus meneruskan serta
meluruskan konsep para pendahulu. Mahasiswa dituntut untuk mampu meng-
ejawantahkan pemahaman dan kompetensinya serta ikut serta mengatasi
keterpurukan yang tengah dialami bangsa ini. Mahasiswa diharapkan peka
menanggapi masalah seputar pendidikan ini. Karena pada hakekatnya, mahasiswa
adalah jembatan intelektualisme dari pemahaman konsep menuju peng-
ejawantahan pada tatanan realitas.
19
lain apa yang bisa diberikan mahasiswa bagi negara ini. Oleh karena itu
mahasiswa memiliki kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan
bangsa.
Secara fitrah, masa muda merupakan jenjang kahidupan manusia yang paling
optimal. Dengan kematangan jasmani, perasaan dan akalnya, sangat wajar jika
pemuda atau mahasiswa memiliki potensi yang besar dibandingkan dengan
kelompok masyarakat lainya. Kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan banyak
dimiliki pemuda mahasiswa, dan pemikiran kritis mereka sangat didambakan
masyarakat. Mereka juga motor penggerak kemajuan ketika masyarakat
melakukan proses pembangunan. Tongkat estafet peralihan suatu peradaban
terletak di pundak mereka. Baik buruknya nasib umat kelak, bergantung pada
kondisi pemuda dan mahasiswa sekarang ini.
Di mata umat dan masyarakat pada umumnya, mahasiswa adalah agen perubahan
sosial (agent of social change) karena mahasiswa selaku insan akademis,
dipandang memiliki kekuatan intelektual yang lebih sehingga kepekaan dan nalar
yang rasional diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap
pembangunan pendidikan dan sosial dimasyarakat. Sehingga sudah menjadi
konsekuensi terhadap tuntutan dari seorang mahasiswa untuk mampu
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sebagai suatu kebutuhan pribadi dan
20
masyarakat. Fungsi kontrol sosial yang dimiliki mahasiswa bagi pembangunan
diharapkan mutlak demi kemajuan pembangunan.
Mahasiswa yang sudah mapan dalam berpikir, adalah mahasiswa yang tidak
sekedar memikirkan kepentingan akademis semata, namun jauh tersirat dalam
benaknya tentang arti dari kualitas hidupnya sebagai pribadi yang mampu
mengabdi terhadap masyarakat. Sebagai pribadi yang mampu melihat
permasalahan disekitarnya dan menjadi bagian dari penyelesaiannya. Sehingga ia
mampu mengerahkan potensi yang dimilikinya dan menjadi bagian penentu arah
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. mahasiswa rapuh, maka Negara
Indonesia ini akan perlahan sirna.
Fungsi agent of social change yang melekat pada jati diri mahasiswa saat ini
hendaklah bukan sebatas slogan-slogan demonstrasi saja, namun suatu pemikiran
yang rekonstruktif dan solutif terhadap permasalahan seputar pendidikan dibangsa
ini dapat disumbangkan oleh mahasiswa terhadap pihak terkait, dan melakukan
kontrol terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan.
Sehingga suatu komunikasi antar mahasiswa, masyarakat dan pemerintah dapat
berjalan dengan baik dengan menghasilkan suatu argument dan saran sebagai
solusi bagi kebuntuan permasalahan pendidikan.
Sudah menjadi keharusan bagi seorang atau kelompok mahasiswa untuk aktif
dalam menyoroti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, mengingat tuntutan
status sosial yang strategis bagi mahasiswa dari pada elemen masyarakat lainnya,
dan ini bukan berarti mahasiswa bergerak atau aktif dalam melakukan kontrol
sosial yang berkembang dengan tanpa ideology dan orientasi perjuangan yang
jelas. Kita tidak menutup mata jika sering kali kita melihat mahasiswa yang
berduyun-duyun melakukan aksi turun kejalan dalam menyampaikan aspirasi
21
dengan teriakan slogan nan penuh semangat namun beberapa orang diantaranya
tidak mengerti akan apa yang sedang dilakukannya bahkan yang lebih
menyedihkan mereka hanya sekedar ikut-ikutan. Buktinya, banyak kalangan
mahasiswa yang mengaku sebagai aktivis pergerakan, tetapi tidak mengerti
tentang konsep perubahan masyarakat, kebangkitan masyarakat, kritik sosial
politik yang ideologis, bahkan tidak mengerti permasalahan utama masyarakat
yang ada saat ini.
22
Kemudian peran ini akan terlaksana apabila mahasiswa dibebaskan dari
kepentingan pragmatis, termasuk kepentingan politis kelompok tertentu.
Keberhasilan mahasiswa menarik gerbong perubahan selama ini lebih disebabkan
oleh idealismenya yang masih murni.
Pemuda adalah harapan masa depan bangsa. Kalimat itulah yang menjadi dasar
penggerak semangat dan motivasi dalam pergerakan pemuda. Ya, “Pemuda”.
Siapakah mereka? Agen of change. Agen dari perubahan. Sudah sejak dahulu kala
ketika sumpah pemuda diikrarkan oleh para pejuang pemuda yang bersatu padu
demi memerdekakan bangsa Indonesia, dari kekejaman para penjajah. Ketika
melihat sebuah ketidakadilan, ketidaksesuaian dari apa yang seharusnya
dilakukan. Harapan bangsa ada ditangan pemuda. Bangsa ini butuh orang- orang
yang mempunyai jiwa nasionalis dan tidak apatis terhadap masalah yang ada
dinegara ini. Orang–orang yang mampu bersuara dan memberikan sumbangsih
bagi negaranya dengan segenap kemampuan dan daya kredibilitas yang dimiliki.
Banyak kaum muda yang merasa bahwa kemampuan mereka dalam suatu bidang
kurang bisa ditampilkan secara maksimal oleh karena tidak adanya kesempatan
untuk menduduki posisi yang penting dalam menentukan kebijakan di negeri ini.
Sebagian besar elit politik kita masih memegang paradigma lama yang kurang
menghargai profesionalisme dan lebih mementingkan koneksi.Sebagian besar
pemuda, putra-putri terbaik bangsa yang berprestasi dan kemudian mendapat
beasiswa ke luar negeri merasa bingung ketika lulus. Mereka dihadapkan kepada
pilihan bekerja di luar negeri dan hidup sejahtera atau pulang ke Indonesia dan
hidup seadanya (kalau tidak ingin disebut menderita). Hal ini karena minimnya
penghargaan (terutama dalam bentuk gaji) negara terhadap profesional ini. Oleh
karena itu, banyak dari mereka yang memilih untuk bekerja di luar negeri dan
lupa berkontribusi terhadap negara.Dihadapkan pada masalah tersebut, kita
seyogianya dapat memandang secara arif bijaksana untuk kemudian
menyelesaikannya. Sudah saatnya kita memiliki figur elit politik yang benar-benar
mampu berkontribusi secara nyata-tidak sekedar wacana-terhadap proses
perbaikan bangsa dan yang sadar akan pentingnya regenerasi, sehingga lebih
memberkian tempat bagi kaum muda untuk dapat berperan sesuai kompetensinya
dalam menentukan arah kebijakan negara.Dari sudut pandang pemuda, seharusnya
23
pemuda lebih mengetahui perannya sebagai agen perubahan ke arah yang lebih
baik. Pemuda harus lebih memupuk rasa cinta tanah airnya dan meningkatkan
kemampuannya sesuai dengan kapasitasnya, sehingga mampu untuk memperbaiki
keadaan bangsa, mewujudkan cita-cita besar sumpah pemuda sesuai
kompetensinya masing-masing.Dari contoh kasus beasiswa ke luar negeri yang
diterima sebagian pelajar kita misalnya, belajar dari China seharusnya ketika lulus
mereka mencari pengalaman terlabih dahulu di perusahaan luar negeri. Baru
setelah merasa cukup berpengalaman, mereka pulang untuk berkontribusi
membangun Indonesia sesuai kompetensinya masing-masing. Untuk itu, perlu
kesiapan dari para generasi tua untuk mengubah paradigma berpikir dan kemudian
memberi kewenangan kepada generasi muda untuk berkarya. Selain itu, negara
kita harus memiliki kebijakan yang berorientasi pada kemajuan pendidikan dan
riset. Karena dari segi itulah kaum muda dapat berperan.
24
orang masih hidup dalam garis kemiskinan, beribu–ribu pemuda yang menunggu
pekerjaan, dan beratus-ratus anak yang mendambakan pendidikan yang murah.
Untuk saat ini saya mencoba untuk menjadi pendengar aspirasi masyarakat.
Ketika didesa saya banyak terjadi kecurangan anggaran desa maupun korupsi
proyek desa, saya orang pertama yang menegor para pemerintah desa. Karena
kebanyakan masyarakat tidak berani bahkan tidak tahu akan kecurangan yang
telah terjadi tersebut. Kemudian dalam hal pengembangan pola pikir dan
kedewasaan dalam politik, saya dengan teman – teman sesama mahasiswa
berusaha memberiakan penyuluhan dan pelatihan dengan melibatkan para ahli
didalamnya. Ya, memang inilah langkah awal yang akan saya dan teman – teman
saya lakukan untuk merubah bangsa ini dengan pertama membangun dari lingkup
yang lebih kecil dahulu dengan sebuah pengharapan mampu membangun
Indonesia secara keseluruhan. Karena sistem yang seperti ini yang mungkin lebih
efektif karena kita langsung berhubungan dengan masyarakat. Dan perubahan
pola pikir masyarakat akan sangat berpengaruh bagi perubahan bangsa ini
kedepannya.
Indonesia adalah Negara yang sangat kaya. Dengan sumberdaya yang melimpah
ruah dan kekayaan serta keanekaragaman budaya yang sangat kaya, sampai–
sampai membuat iri Negara lain. Bahkan dalam perkataan jawa “Gemah ripah loh
jinawai”. Dan Negara ini mendapat julukan “Zamrut Khatulistiwa” dan “Macan
Asia” karena kekayaan Negara kita ini. Kekayaan yang melimpah serta
keanekaragaman budaya serta wilayah yang luas dan penduduk yang banyak pula
Negara ini mampu menjadi Negara yang kaya dan bahkan menguasai
perekonomian dunia. Tapi kenyataan berlaku lain. Negara ini masih miskin.
Keinginan besar saya adalah bagaimana nantinya Negara Indonesia ini dapat
berdiri dan mampu mensejahterakan rakyat dengan mengoptimalisasi dari sumber
daya alam dan manusianya. Indonesia harus menjadi Negara yang makmur, maju
dan dapat disegani oleh Negara lain karena sistem perekonomian yang berpihak
kepada rakyat. Tidak ada lagi rakyat miskin, tidak ada lagi pengangguran, dan
tidak ada lagi anak yang putus sekolah karena kurangnya biaya. Negara ini dapat
bersatu, dapat mengeksplor keanekaragaman budaya yang menjadi kekayaan
25
sejati bangsa ini. Kembalikan Negara ini pada kondisi semula yakni kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat terpenuhi.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Manusia adalah makluk ciptaan-Nya yang sejak lahir sangat menyukai
kebaikan. Walau dalam perjalanannya, manusia sering sekali mendapat
godaan oleh syeitan untuk melakukan keburukan. Dan Pendidikan adalah
salah satu jalan untuk meminimalisir suatu keburukan yang dilakukan
manusia, ekonomi, lingkungan, dan Pendidikan merupakan beberapa faktor
penyebab terjadinya suatu tindakan immoral.dan dalam konteks ini,
mahasiswa sebagai kaum intelektual khususnya yang bergerak pada bidang
Pendidikan memiliki peranan penting untuk menjaga, dan menstabilkan moral
yang pada waktu ini mengalami degradasi.
b. Saran
Melihat moral sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dan
kondisi saat ini banyak anak didik yang kehilangan kesopanannya kepada
orang tua, guru, dan elemen masyarakat lainnya. Untuk itu kita sebagai
mahasiswa khususnya yang bergerak dalam bidang Pendidikan harus bisa
menjadi pelopor. Menjaga dan menstabilkan moral generasi penerus yang
mulai mengalami degradasi. Pun banyak diantara kita yang mengalami hal
26
tersebut. Untuk itu mari kita berbenah diri, memulai pada diri kita terlebih
dahulu.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
CURICULUM VITAE CALON PESERTA
LATIHAN KADER II (INTERMEDIATE TRAINING) TINGKAT
NASIONAL
HMI CABANG TASIKMALAYA
TAHUN 2018
29
PENGALAMAN ORGANISASI :
“Ingin terus berproses menempa diri untuk menjadi pribadi yang lebih
baik”
30
NO. JUDUL BUKU NO. JUDUL BUKU
1. HMI KAWAH CANDRA
DIMUKA
2. BINTANG ARASHYI
CALON PESERTA
Dwiwahyu As
31