Anda di halaman 1dari 4

PEMURIDAN DALAM GEREJA 23 Februari 2003

Mengapa begitu mudah terjadi perceraian alam rumah tangga-rumah tangga, juga
di kalangan anak-anak Tuhan? Mengapa terjadi konflik dalam keluarga, suami-istri,
anak-orang tua, konflik dalam keluarga besar, mertua-menantu, antar ipar ? Mengapa ada
orang-orang yang selalu berpindah-pindah tempat kerja? Mengapa terjadi permutusan
hubungan persahabatn pertikaian antar sesama yang berbuntuk pembunuhan?.
Jawabannya adalah karena watak atau karakter. Watak atau karakterlah penyebab utama
segala hal terbut diatas. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memanggil kita bukan hanya
menjadi anak Tuhan yang menikmati berkatNya, tetapi juga menjadi murid Tuhan yang
hendak diproses mengalami perubahan watak dari hari kehari, diperbaharui dan dibentuk
menjadi sosok pribadi yang indah dimataNya.
Tuhan Yesus berkata: Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:19-20). Inti panggilan
kekeristenan adalah menjadi murid, belajar melakukan apa yang diperintahkan Tuhan.
Perhatikan kata “melakukan”, ini berarti menunjuk perbuatan arau perilaku yang akarnya
adalah watak atau karakter seseorang.
Tidak dapat disangkal bahwa salah satu pokok penting yang dipaparkan Injil
adalah pemuridan. Pokok bahasan ini kadang kurang mendapat tempat dalam kekristenan
sebab dianggap terlalu praktis, kurang teologis atau karena orang percaya sibuk
membicarakan pokok bahasan lain. Pada hal ini adalah pokok penting dalam Injil, sebab
sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga pesannya mengenai hal tersebut. Pesan terakhir
biasanya dianggap seseorang sebagai memiliki nilai khusus, memiliki nilai lebih. Pada
pesan terakhir inilah seseorang menyampaikan sesuatu yang dipandang sangat urgent,
mendesak, harus disampaikan. Demikian pula dengan pesan terakhir Tuhan Yesus
kepada murid-muridNya sebelum Ia naik ke sorga. Pesan yang populer disebut sebagai
amanat agung Tuhan. Oleh sebab itu, kita harus menemukan maksud amanat agung
tersebut secara tepat. Kesalah-mengertian amanat ini akan berakibat fatal.Dibalik amanat
agung Tuhan Yesus inilah terdapat rahasia kehidupan pelayanan gereja Tuhan di dunia.
Panggilan anak-anak Allah bagi generasinya.
Kegagalan kita memahami pengertian amanat agung ini berarti kegagalan kita
mengerti arti ke-Kristenan yang sesungguhnya. Inti amanat agung Tuhan pada dasarnya
adalah panggilan untuk menjadi murid Tuhan bagi orang yang sudah menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juru Selamat.Yesus memanggil kita bukan sekedar menjadi seorang
beragama. Beragama Kristen, masuk ke dalam gereja dan melakukan segala liturgy atau
ikut kebaktian.. Ia memanggil kita agar kita menjadi muridNya. Kurang dari ini berarti
kita luncas, tidak kena sasaran, tidak mengenal kebenaran. Keluncasan ini menghasilkan
kekristenan yang miskin dan dangkal. Kekristenan kita hanyalah sebuah keberagamaan
yang mati. Keberagamaan yang tidak memiliki hakekat ibadah yang sesungguhnya. Bila
terjadi demikian, itu berarti rencana agung Tuhan tidak terealisir dalam hidup kita.
Kekristenan yang tidak mengenal pemuridan adalah kekristenan yang tidak akan
bertumbuh. Ini berarti sebuah kekristenan yang stagnasi, tidak dinamis bertumbuh normal
di mata Allah. Panggilan untuk bertumbuh ini haruslah disambut dengan sikap positif.
Bukan sebagai tekanan atau tuntutan yang berat. Panggilan ini merupakan kesempatan
yang mulia dan indah. Adalah kehormatan yang jauh melebihi segala kehormatan untuk

1
dilayakkan menjadi murid Tuhan Yesus. Sebab di dalamnya kita diberi kesempatan untuk
mewarisi segala yang mulia dan indah dari Allah bagi kelimpahan kita (1 Kor 2:9).
Dewasa ini terdapat gereja-gereja yang tidak mengerti panggilanNya. Panggilan
untuk melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus, memuridkan segala bangsa. Gereja-
gereja ini sibuk dengan segala kegiatan gerejani yang kelihatannya aktif dan rohani,
bertendensi kepada pekerjaan Tuhan, tetapi sebenarnya telah luncas. Gereja- gereja
tersebut tidak melaksanakan pekerjaan Tuhan, tetapi melaksanakan pekerjaannya sendiri
dengan visi-visi gerejani yang tidak membawa jemaat kepada proyek pemuridan. Dengan
kegiatan-kegiatan gerejani tersebut, gereja semakin berwarna duniawi dan agamani.
Kegiatan-kegiatan tersebut telah membuat jemaat dan aktivisnya tenggelam ke dalam
berbagai kesibukan yang sia-sia dan kelelahan yang percuma. Tentu saja sebagai
akibatnya, proses pemuridan tidak terselenggara sebagaimana mestinya. Akhirnya
kekristenan semacam itu membuat orang Kristen jenuh dengan gereja dan segala
kegiatannya.
Yang membedakan gereja yang benar dengan agama di luar gereja adalah
pemuridan ini. Bukan pada kegiatan-kegiatan keberagamaannya, bukan pula pada syariat-
syariat lahiriahnya. Sebab hal-hal yang bernilai agamani dimiliki semua agama pada
umumnya.
Pengertian murid di sini harus dimengerti secara benar. Ini bukan berarti haruslah
seorang murid sekolah Alkitab. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa hanya
orang-orang yang duduk di bangku sekolah Alkitab atau sekolah Theologia yang efektif
menjadi murid Tuhan. Hanya merekalah yang layak disebut murid Tuhan yang nantinya
layak mengajar orang lain dan menjadi orang percaya yang berkwalitas. Oleh karena itu,
hanya mereka yang layak berpredikat hamba Tuhan. Tanpa disadari acapkali jemaat
berpikir bahwa yang tidak duduk di bangku sekolah Alkitab atau sekolah Theologia
adalah murid kelas rendah sedangkan murid sekolah Alkitab adalah murid Tuhan kelas
tinggi dalam pemandangan mata Tuhan.
Pola berpikir yang salah tersebut adalah akibat pola pelayanan gereja yang salah.
Seharusnya semua jemaat Tuhan dimuridkan, dididik, diajar dan dilengkapi dengan
berbagai perlengkapan rohani yang baik sehingga kemudian hari jemaat dapat melayani
pekerjaan Tuhan. Tetapi gereja tidak melakukan hal ini, sehingga ketika gereja
membutuhkan pelayanan jemaat, gereja mengandalkan murid-murid sekolah Alkitab
yang kadang-kadang kurang dipersiapkan karakternya untuk memuridkan jemaat. Sebab
sekolah-sekolah Alkitab kadang-kadang kurang menyediakan menu pemuridan yang
cukup dalam kurikulum pendidikan bagi siswa/mahasiswanya. Gereja seharusnya
menjadi sekolah Alkitab, sekolah pelayanan, sekolah theologia dan pembinaan karakter
demi pendewasaan untuk menjadi serupa dengan Yesus.
Jemaat harus menerima proses pemuridan yang memperlengkapi jemaat yaitu
orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus. Ini
berarti semua jemaat pada akhirnya akan menjadi pelayan-pelayan Tuhan. Untuk proyek
besar ini gereja Tuhan diperlengkapi Allah dengan rasul, nabi, pemberita Injil, gembala
dan pengajar (Ef 4:11-13).
Melihat kenyataan ini, gereja Tuhan akhir jaman harus bangkit untuk memuridkan
anggotanya. Gereja Tuhan harus bangkit untuk membenahi diri guna melengkapi
kegiatannya yang berorientasi pada pemuridan. Gereja harus merealisir atau mewujudkan
amanat agung Tuhan ini kepada semua anggotanya, tidak terkecuali. Gereja tidak boleh

2
membuat pemisahan dan diskriminasi antar anggotanya. Kaya atau miskin, berpendidikan
atau tidak, dari suku apapun harus menerima pelayanan yang sama yang membawa
mereka kepada kesempurnaan.
Kata "murid" menurut pengertian umum adalah orang yang sedang berguru dan
pada umumnya ditujukan untuk anak-anak. Pengertian umum ini juga dapat dikenakan
dalam konteks Injil, tetapi dalam konteks Injil kata murid memiliki pengertian tambahan.
Murid dalam teks bahasa Yunani adalah matetes. Dalam Mat 28:19, teks bahasa
Indonesia berbunyi: Jadikanlah semua bangsa MuridKu. Murid di sini menunjukkan kata
benda. Dalam teks asli bahasa Yunani, kata murid tidak digunakan sebagai kata benda
tetapi kata kerja dan kalimatnya berbentuk imperatif “poreuthentes oun matheteusate
panta ta ethen”. Kata murid dalam bahasa Indonesia sebenarnya pengambil-alihan dari
kata matheteusate, “muridkanlah”.
Ada perbedaan yang sangat tipis antara bahasa Yunani dan bahasa Indonesia.
Oleh karena dalam bahasa Indonesia kata "murid" berbentuk kata benda maka secara
tidak sadar, orang memberi isi "murid" sekedar sebagai status. Walau sebenarnya secara
langsung seharusnya kata murid sudah harus menunjuk kepada suatu proses, proses
menjadi murid. Kata murid menunjuk sebuah status yang memiliki tanggung jawab dan
hak. Status pada umumnya memiliki unsur tanggung jawab dan hak. Menajdi murid
Tuhan Yesus kita memiliki hak dan tanggung jawab. Hak menerima didikan dan
pengajaran yang menumbuhkan kesempurnaan dalam Tuhan, tetapi juga tanggung jawab
untuk mematuhi dan menuruti didikanNya.
Dalam teks bahasa Yunani, kata murid berbentuk imperatif (metheteusate). Kata
matheteusate yang lebih tepat diterjemahkan "muridkanlah" lebih menunjukkan bahwa
hal menjadi murid Tuhan tidak sekedar sebuah status atau identitas yang karenanya
seseorang memperoleh berbagai hak. Tetapi hal menjadi murid menunjuk kepada suatu
proses, kegiatan dan gerak hidup. Sebagai murid memiliki hak untuk menerima
pengajaran dan didikan dan sebagai murid harus menerima hajaran dan didikan dengan
patuh sebagai tanggung jawabnya.
Pada umumnya anggapan kebanyakan orang-orang Kristen menjadi murid
sekedar sebuah hak. Pada umumnya orang Kristen suka mengkaitkan panggilan menjadi
anak Tuhan dengan "hak". Anak Tuhan memiliki hak, yaitu diberkati, dipelihara dan
memperoleh apa yang menyenangkan menurut selera manusia. Pola pikir ini tidak
menantang orang Kristen untuk belajar, bertumbuh dan bergumul menjadi dewasa.
Penting sekali untuk menekankan kenyataan bahwa hal menjadi murid adalah sebuah
proses, sebuah kegiatan gerak hidup. Bila sungguh demikian maka kekristenan menjadi
jalan hidup. Dalam Alkitab seringkali dipaparkan tentang kehidupan kekristenan yang
adalah sebuah proses.
Proses ini adalah proses sepanjang umur hidup kita dan disegala tempat, artinya
kapanpun dan dimanapun kita melangkah. Sayang sekali banyak orang Kristen yang
berhenti bertumbuh karena ketidak pengertiannya tentang hal ini. Segala kegiatan
rohaniny aberhenti ketika sudah keluar dari ruangan kebaktian. Sebagian tidak dapat
menemukan bagaimana proses pemuridan itu bisa berlangsung diluar gereja. Kehidupan
sebagai murid Tuhan dimengerti sebagai kehidupan dalam lingkungan gereja saja. Bagi
aktivis jemaat juga terdapat kesalahan mengerti, ia menganggap bahwa kesibukannya
dalam pelayanan pekerjaan Tuhan dan segala pengorbanannya sudah merupakan proses
pemuridan.

3
Justru proses pemuridan banyak berlangsung ketika kita menjalani atau
menyelenggarakan hidup kita setiap hari, Digereja kita membicarakan mengenai
mengasihi orang yang berlaku tidak adil terhadap kita, mengenai menguasi diri,
mengenai kesucian hidup dalam, berbagai hal, prakteknya atau pelaksanaannya adalah
ketika kita bertemu dengan masalah tersebut dalam kehidupan setiap hari. Ketika kita
tertumbuk dengan masalah tersebut maka proses pemuridan baru berlangsung dengan
efektif. Tuhan pasti memberikan kepada kita kesempatan untuk mempraktekkan apa yang
diajarkanNya didalam gereja.
Justru dalam kehidupan setiap hari kita lebih waspada dan peka terhadap apa yang
Tuhan hendak ajarkan secara praktis dan kongkrit. Didalam gereja kita menerima
teorinya, tetapi dalam kehidupan setiap hari kita memperoleh prakteknya. Praktek
kerendahan hati, praktek kelemah lembutan, praktek ketegasan terhadap dosa, praktek
tidak mengasihi uang dan harta kita, praktek bersaksi dan menjaid berkat bagi orang lain
dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai