Anda di halaman 1dari 20

SUTASOMA

Sutasoma: Journal of Javanese Literature

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sutasoma

MAKNA NAMA-NAMA KERIS


DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA

Arum Septiana, *

Jurusan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
SejarahArtikel: Keraton Kasunanan Surakarta sangat kaya dengan simbol-simbol kebudayaan, salah satunya
________________ adalah keris. Keindahan keris akan semakin terlihat pada seni kehidupan dan filosofinya. Keris
Keywords:
mempunyai rahasia yang terdapat didalamnya, yaitu rahasia yang berupa falsafah kehidupan.
Keraton, keris, makna
.____________________ Penamaan-penamaan keris di Keraton Kasunanan Surakarta dapat dilihat dari wujud ornamen
atau ricikannya. Ricikan keris dibuat berdasarkan pada paugeraning urip yaitu pusaka, wisma, kukila,
turangga, dan garwa. Tidak semua masyarakat luas mengetahui makna nama-nama keris tersebut.
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) apakah nama-nama keris
di Keraton Kasunanan Surakarta?, (2) makna apa yang terkandung dalam nama-nama keris di
Keraton Kasunanan Surakarta? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna apa saja yang
terdapat dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan semantik.
Pendekatan semantik digunakan untuk mengetahui makna yang terdapat pada nama-nama keris di
Keraton Kasunan Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Data dari penelitian ini diperoleh dari nama-nama keris di Keraton Kasunanan
Surakarta, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data lisan dan sumber data
tertulis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik observasi, teknik
dokumen, dan teknik dokumentasi.
Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa makna nama-nama keris di Keraton
Kasunanan Surakarta meliputi tiga makna yaitu, (1) makna leksikal, (2) makna kultural, (3) makna
filosofi.
Berdasar temuan tersebut, saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini, sebagai salah
satu wacana yang berkaitan untuk pengenalan nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta.
Selain itu, nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta memiliki makna filosofi yang
terkandung dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta. Pada penelitian makna
nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta ini merupakan penelitian awal, sehingga ada
peluang untuk melakukan penelitian dengan kajian yang berbeda

Abstract
___________________________________________________________________

The Surakarta Kasunanan Palace is very rich in cultural symbols, one of


which is a kris. The beauty of the kris will increasingly be seen in the art of
life and its philosophy. Kris has a secret contained in it, namely a secret in
the form of a philosophy of life. The names of the kris in the Surakarta

1
Arum Septiana / SUTASOMA

Kasunanan Palace can be seen from the form of ornament or ricikannya.


Kris Ricikan is made based on urip paugeraning, namely heirloom,
homestead, cucila, turangga, and garwa. Not all the public knows the
meaning of the names of the kris. The formulation of the problems
examined in this study are (1) what are the names of the kris in the
Surakarta Kasunanan Palace ?, (2) what meaning is contained in the
names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace? This study aims to
determine what meaning is contained in the names of the kris in the
Surakarta Kasunanan Palace. The approach used in this study is a
semantic approach. The semantic approach is used to find out the meaning
contained in the names of the kris in the Kasunan Palace Surakarta. The
method used in this research is descriptive method. Data from this study
were obtained from the names of kris in the Surakarta Kasunanan Palace,
while the data sources in this study were sources of oral data and written
data sources. Data collection techniques in this research are observation
techniques, document techniques, and documentation techniques. The
findings of the research show that the meanings of the names of the kris in
the Surakarta Kasunanan Palace include three meanings namely, (1)
lexical meaning, (2) cultural meaning, (3) philosophical meaning. Based on
these findings, the expected suggestions from the results of this study, as
one of the discourses relating to the introduction of the names of the kris in
the Surakarta Kasunanan Palace. In addition, the names of the kris in the
Surakarta Kasunanan Palace have philosophical meanings contained in the
names of the kris at the Surakarta Kasunanan Palace. In the study of the
meaning of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace this
was an initial study, so there was an opportunity to conduct research with
different studies
© UniversitasNegeri Semarang

*Alamatkorespondensi:
ISSN 2252-6463
Gedung B8 Lantai 1 FBS Unnes
KampusSekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: widodo.unnes82@gmail.com
Arum Septiana / SUTASOMA

PENDAHULUAN Sebagai salah satu pusat budaya Jawa,


Surakarta merupakan kota yang Surakarta sangat kaya dengan simbol-simbol
terkenal dengan kebudayaan Jawa yang berada kebudayaan, salah satunya adalah keris. Dalam
di Provinsi Jawa Tengah. Sumber kebudayaan masyarakat Surakarta, keberadaan keris hampir
Jawa atau kejawen sebagai peninggalan leluhur selalu seiring dengan mitos-mitos ”isi” dan
Ratu Jawa berada di Keraton Surakarta. Oleh “kesaktian” yang melingkupinya. Keris berasal
karena itu, Keraton Surakarta mempunyai nilai dari kata sinengker, karana, dan aris. Sinengker
kultural dan nilai historis yang telah menempuh atau sengkeran mempunyai arti kurungan, karana
lintasan sejarah yang panjang. mempunyai arti jalaran, dan aris mempunyai arti
Keraton Surakarta Hadiningrat adalah tanpa suloyo. Menurut pernyataan dari seorang
salah satu peninggalan sejarah dan kebudayaan pengageng Sasana Wilapa di Keraton
Jawa di masa lalu, yakni sejarah leluhur Kasunanan Surakarta yaitu KRAT. Winarno
panjenengan Dalem Sampeyandalem ingkang Kusuma yang menyatakan bahwa keris
Sinuhun Kanjeng Susuhan Paku Buwono, Ratu mempunyai sebuah rahasia yang terdapat
Jawa (Raja Jawa) trah Mataram, semenjak didalamnya, yaitu rahasia yang berupa falsafah
Keraton Mataram, kemudian Keraton Kartasura Jawa. Falsafah kehidupan yang terkandung
dan Keraton Surakarta. Keraton ini didirikan dalam keris belum banyak diketahui. Sebagian
pada tahun 1670 Jawa atau 1744 tahun Masehi besar masyarakat Surakarta bahkan lebih
oleh Susuhan Paku Buwono II. Keberadaan memahami keris sebagai senjata pusaka dan
Keraton Surakarta yang sejak berdiri hingga jimat yang mampu memberikan berkah dan
kini, telah melintasi perjalanan sejarah yang kemudahan. Masyarakat masih terjebak pada
cukup panjang. mitos karena kita telah kehilangan akar budaya.
Sejarah merupakan peristiwa yang Penelitian ini akan memperkenalkan
terjadi pada masa lalu. Berdasarkan fakta atau nama-nama keris yang terdapat di Keraton
peninggalan-peninggalan menjadi dasar Kasunanan Surakarta. Bukan hanya nama-
tersusunnya peristiwa di masa lalu. Bukti-bukti nama yang akan diperkenalkan dalam penelitian
sejarah tersebut berupa berbagai peninggalan- ini. Makna nama-nama keris dan makna ricikan
peninggalan, antara lain meliputi: bukti lisan keris di keraton juga akan penulis teliti dalam
berupa keterangan langsung dari para pelaku penelitiannya. Penamaan nama keris di keraton
sejarah atau saksi sejarah masa lalu; bukti yang berbeda-beda disebabkan oleh bentuk
tertulis berpa prasasti, piagam, dan lainnya; dan ornamen-ornamen dalam sebuah keris. Wujud
bukti kebendaan berupa berbagai alat/perkakas, keris yang ber-luk (berlekuk) adalah simbol
pusaka, bangunan, dan hasil budaya lain kebijaksanaan, sedangkan keris lurus adalah
(Winarti 2004:58-63). Bukti-bukti tersebut simbol keteguhan prinsip. Kebijaksanaan dan
merupakan bukti otentik (bukan tiruan) tekad itu harus seimbang dan akhirnya
peninggalan masa lampau, suatu bukti bahwa bermuara ke atas (Tuhan). Oleh karena itu, keris
Keraton Surakarta telah menempuh perjalan ujungnya lancip. Keris yang berwujud luk antara
sejarah lebih dari 260 tahun. lain Keris Dapur Carita Bungkem yang
mempunyai luk sebelas, dan Keris Dapur Sabuk
Arum Septiana / SUTASOMA

Tampar yang mempunyai luk sembilan. Keris yang berupaya mengungkapkan sesuatu apa
yang mempunyai bilah keris yang lurus adanya (Sudaryanto,1993:62). Pendekatan yang
diantaranya Keris Dapur Tilamhupih, dan Keris kedua adalah pendekatan teoretis. Pedekatan
Dapur Tilam Sari. Masing-masing luk teoretis yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai makna filsafah yang ada di adalah pendekatan semantik. Pendekatan
dalamnya dan setiap luk dapat menjadi ciri semantik digunakan untuk menelaah makna
pemilik keris tersebut dilihat dari jabatan atau yang terdapat pada nama-nama keris di Keraton
pangkatnya. Penamaan keris tergantung dari Kasunanan Surakarta.
ornamen atau ricikan keris. Ricikan keris juga
akan diungkap dalam penelitian ini, karena yang Data dan Sumber data
terpenting dalam sebuah keris adalah ricikan . Data penelitian ini adalah wacana
yang mempunyai makna filsafah kehidupan tuturan berkaitan dan wacana tulis berupa arsip-
manusia. Contohnya tikel alis yang mempunyai arsip atau kepustakaan yang berhubungan
makna orang hidup itu harus mengutamakan 3 dengan nama-nama keris di Keraton Kasunanan
(tiga) hal yaitu sabar, rela, dan maklum. Surakarta. Wujud data dalam penelitian ini
Penelitian yang mengkaji makna berupa nama-nama keris yang berkaitan dengan
nama-nama keris di Keraton Kasunanan makna.
Surakarta ini belum ada yang meneliti. Makna Sumber data dalam penelitian kualitatif
yang terkandung dalam penamaan nama-nama ini ada dua yaitu sumber data lisan dan sumber
keris di keraton akan dikaji menggunakan data tertulis. Sumber data lisan diperoleh dari
analisis semantik. Oleh karena itu, peneliti akan informan yaitu salah satu sesepuh Keraton
mengunakan semantik dalam mengidentifikasi Kasunanan Surakarta yang dianggap paham
permasalan yang ada. akan seluk beluk Keraton Kasunanan Surakarta
khususnya pusaka Keraton. Sumber data tertulis
METODE PENELITIAN dalam penelitian ini berupa kepustakaan, yaitu
buku referensi yang digunakan dalam penelitian
Pendekatan Penelitian
ini diantaranya, buku yang berjudul Babad Solo,
Penelitian ini menggunakan
Keraton Surakarta Hadiningrat, Serat Dhapur
pendekatan metodologis dan pendekatan
Dhuwung, dan Gambar Dhapuripun Dhuwung Saha
teoretis. Pendekatan metodologis ini
Waos.
menggunakan penelitian kualitatif dan
penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif
Teknik Pengumpulan Data
adalah pendekatan yang berkaitan dengan data
Teknik pengumpulan data dalam
yang tidak berupa angka-angka tetapi berupa
penelitian ini adalah dengan menggunakan studi
kualitas bentuk-bentuk variabel yang berwujud
pustaka, artinya memperoleh data melalui
tuturan sehingga data yang dihasilkan berupa
membaca naskah crita sambung Mbok Randha
kata-kata tertulis/lisan tentang sifat individu,
Saka Jogja karya Suparto Brata. Teknik
keadaan, gejala dari kelompok tertentu yang
pembacaannya menggunakan teori heuristik
diamati. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang merupakan cara kerja yang dilakukan oleh
Arum Septiana / SUTASOMA

pembaca dengan menginterprestasi teks sastra Keris dalam budaya Jawa merupakan
secara referential lewat tanda-tanda linguistik salah satu simbol kebudayaan. Dalam
berupa makna-makna yang terdapat dalam teks masyarakat Surakarta, keberadaan keris hampir
Cerbung Mbok Randha Saka Jogja (Sangidu 2004: selalu seiring dengan mitos-mitos ”isi” dan
19). Teks crita sambung Mbok Randha Saka Jogja “kesaktian” yang melingkupinya. Keris berasal
karya Suparto Brata dibaca secara berulang- dari kata sinengker, karana, dan aris. Sinengker
ulang dari awal hingga akhir crita sambung Mbok atau sengkeran mempunyai arti kurungan, karana
Randha Saka Jogja. Teknik ini digunakan dengan mempunyai arti jalaran, dan aris mempunyai arti
tujuan agar pembaca dapat mengingat berbagai tanpa suloyo. Menurut pernyataan dari seorang
peristiwa dan kejadian dalam crita sambung pengageng Sasana Wilapa di Keraton Kasunanan
tersebut. Surakarta yaitu KRAT Winarno Kusuma yang
Teknik Analisis Data menyatakan bahwa “keris mempunyai sebuah
Teknik pengumpulan yang digunakan rahasia yang terdapat didalamnya, yaitu rahasia
ada tiga yaitu teknik observasi, teknik yang berupa falsafah Jawa”. Falsafah kehidupan
wawancara, dan teknik dokumentasi. yang terkandung dalam keris belum banyak
1. Teknik Observasi diketahui. Sebagian besar masyarakat Surakarta
Teknik ini dilakukan sebagai dasar untuk bahkan lebih memahami keris sebagai senjata
memperoleh data yang diambil dengan teknik pusaka, jimat yang mampu memberikan berkah
wawancara. Teknik pengamatan ini didasarkan dan kemudahan. Masyarakat masih terjebak
atas pengalaman secara langsung dan peneliti pada mitos karena kita telah kehilangan akar
sendiri sebagai instrumennya. Pengalaman budaya.
langsung merupakan alat yang paling ampuh Menurut kerabat keraton KRAT
untuk mengetes suatu kebenaran. Winarno Kusuma, anggapan bahwa keris
2. Teknik Wawancara merupakan benda sakti seperti itu tak
Teknik wawancara ini dilakukan dengan dua sepenuhnya salah. Sebab pada awalnya keris
cara. Pertama dengan teknik simak libat cakap memang dikenla sebagai pusaka, benda sakti,
yaitu teknik peneliti dapat berpartisipasi dalam yang merupakan salah satu senjata pamungkas
percakapan dengan informan. Kedua dengan kerjaan. Sebagian besar masyarakat Surakarta
teknik catat yaitu mencatat apa yang dituturkan (termasuk enam kota di sekitarnya; Sukoharjo,
oleh informan. Klaten, Boyolali, Sragen, Karanganyar, dan
3. Teknik Dokumentasi Wonogiri), keris hingga kini masih memiliki
Teknik dokumentasi digunakan untuk mencari tempat yang tinngi dalam khasanah
data-data mengenai hal yang berkaitan dengan kebudayaan. Keris tidak dilihat sebagai sekedar
nama-nama keris Keraton. Dokumentasi berupa senjata, tetapi sebagai benda yang sakral.
foto-foto keris yang mendukung dan relevan Hampir seluruh ritual budaya dan kesenian di
dengan objek penelitian. lingkungan keraton dan ritual-ritual kejawen
misalnya, tetap melibatkan keris sebagai
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN perlengkapan utama. Selama ini banyak orang
yang salah kaprah dan tersesat pada mitos
Arum Septiana / SUTASOMA

mengenai keris. Banyak orang menganggap diibaratkan prinsip-prinsip kehidupan manusia.


bahwa keris yang bagus adalah keris yang Apabila manusia sudah memiliki prinsip pada
mengandung kekuatan gaib sehingga mampu kehidupannya maka manusia pasti mempunyai
mendatangkan rejeki, memberikan kewibawaan, keinginan yang lebih atau nafsu untuk
dan bahkan jabatan. mewujudkan prinsip kehidupannya. Nafsu
Hasil wawancara dengan informan itulah yang diibaratkan turangga. Setelah prinsip
yaitu Bapak Sugiyatno menjelaskan bahwa kehidupan terwujud maka mansia akan
“mahalnya keris bukan karena keris itu isi atau mencapai pada kemuliaan yang diibaratkan
mempunyai kekuatan gaib, tetapi salah satunya garwa.
karena sisi artistiknya. Keris merupakan salah Nama-nama dan Makna Ricikan Keris
satu bentuk karya seni. Harganya akan lebih Keris adalah bagian-bagian atau

mahal lagi jika keris itu memiliki jejak sejarah komponen bilah keris yang masing-masing

yang kuat”. Keindahan keris akan semakin mempunyai nama. Secara garis besar, sebilah

terlihat pada seni hidup dan filosofinya. Sebab keris dapat dibagi atas tiga bagian, yakni bagian

pada dasarnya budaya (keris) itu adalah seni atau bilah atau wilahan, bagian ganja, dan bagian

kehidupan. Filosofi keris harus dimasukkan pesi. Nama-nama ricikan keris meliputi (1) gonja,

dalam kehidupan supaya manusia lebih (2) sirah cecak, (3) tikel alis, (4) sekar kacang, (5)

bermartabat. Oleh karena itu, keris harus lambe gajah, (6) greneng, (7) gandhik, (8) sogokan,
diketahui filosofinya. Paku Buwono X pernah (9) bawang sabungkul, (10) sraweyan, (11) ada-ada,
bersabda bahwa keris merupakan bagian (12) kruwingan, (13) pejetan, (14) wadidang, (15)
terpenting dalam kelompok tosan aji (senjata tungkakan, (16) kepet, (17) pesi, dan (18) pamor.
pusaka) yang di masa silam melambangkan
status dan kewibawaan seorang manusia Jawa. 4.1.2.1 Gonja [gonjɔ]
Wujud keris yang ber-luk (berlekuk) adalah Gonja berada pada bawah keris menjadi
simbol kebijaksanaan, sedangkan keris lurus penyangga ujung pilar keris yang menjadi tutup.
Pada tengah gonja pasti berlubang, lubang itu
adalah simbol keteguhan prinsip. Kebijaksanaan
berguna untuk meletakkan pada pesi. Bentuknya
dan tekad itu harus seimbang dan akhirnya lebih melebar ke depan dan ke belakang untuk
bermuara ke atas (Tuhan). Oleh karena itu, keris memberi perlindungan tangan pemegang keris.
ujungnya lancip. Menurut hasil wawancara dengan Bapak
Sugiyatno, gonja mempunyai makna bahwa
Ricikan dalam keris di Keraton
manusia harus waspada mempersiapkan diri
Kasunanan Surakarta dibuat berdasarkan pada memperkuat tekad dan mengembangkan rasa
paugeraning urip yaitu pusaka, wisma, kukila, percaya diri serta bahaya dalam usaha mencapai
turangga, dan garwa. Pusaka yaitu diibaratkan manunggaling kawula Gusti

pokok-pokok kehidupan manusia. Wisma


menggambarkan pikiran, rasa, dan kelakuan
4.1.2.2 Sirah Cecak [sirah cəcaɁ]
manusia. Manusia memiliki pikiran, rasa, dan
Sirah cecak berada dipaling depan dari sebuah
kelakuan maka manusia akan mempunyai
gonja. Jika dilihat dari arah pesi, terlihat seperti
prinsip-prinsip kehidupan yang diibaratkan kepala cicak. Menurut hasil wawancara dengan
kukila. Kukila yaitu ricikan keris yang Bapak Sugiyatno, sirah cecak secara harfiah
Arum Septiana / SUTASOMA

berarti kepala cicak. Sirah cecak melambangkan mempunyai makna dada atau manah. Arti dari
kepala. Kepala adalah tempat untuk berfikir bagi
dada atau manah ‘hati’ yang disebutkan adalah
manusia.
4.1.2.3 Tikel Alis [tikəl alIs] kejujuran, karena kejujuran manusia hanya ada
Tikel alis adalah bagian dari keris yang terletak di di hati. Tanpa kejujuran dari hati manusia maka
atas blumbangan di bawah pejetan di depan manusia pasti akan dipertemukan dengan
sogokan yang berwujud alur pendek. Bentuknya
melengkung seperti alis yang melengkung dan kecelakaan dalam hidupnya.
kemudian bertemu atau nepung. Menurut hasil 4.1.2.7 Gandhik [ganḍIɁ]
wawancara dengan Bapak Sugiyatno, tikel alis
yaitu nepungke alis atau ‘alis yang bertemu’. Alis Gandhik adalah besi yang berbentuk
yang bertemu ini menandakan orang yang agak menggemuk dan tebal di bagian muka
sedang berpikir atau sedang keheranan. Hal ini
bermakna bahwa manusia dalam menjalani keris. Gandhik merupakan tempat sekar kacang,
kehidupannya harus mengutamakan tiga hal, jalen, dan lambe gajah. Menurut hasil wawancara
yaitu sabar, rela, dan maklum.
4.1.2.4 Sekar Kacang [səkar kacah] dengan Bapak Sugiyatno, gandhik bermakna

Sekar kacang adalah bagian keris yang berada sebagai manusia untuk mencapai kesempurnaan
pada gandhik yang berbentuk seperti belalai hidup haruslah memiliki ketajaman hati atau
gajah, berada di atas lambe gajah. Menurut hasil
wawancara dengan Bapak Sugiyatno, sekar rasa kepekaan yang bersifat rohani maupun
kacang diibaratkan hidung, hidung yang batiniah.
merupakan salah satu panca indera yang
terdapat pada tubuh manusia dimana hidung 4.1.2.8 Sogokan [sɔgɔɁan]
manusia dapat merasakan segala sesuatu yang Sogokan adalah bagian keris yang membujur
ada di sekitar kita. seperti parit, memanjang terletak di depan dan
4.1.2.5 Lambe Gajah [lambe gajah] di belakang janur. Menurut hasil wawancara
Lambe gajah adalah bagian dari keris yang dengan Bapak Sugiyatno, bentuk sogokan yang
berada di gandhik di bawah sekar kacang. seperti alur mengarah ke atas seakan medesak
Wujudnya berupa tonjolan seperti bibir. bilah melambangkan manusia hendaknya selalu
Beberapa keris ada yang memiliki lambe gajah berusaha untuk mencari tahu tentang ilmu.
lebih dari satu buah. Lambe gajah secara harfiah Karena ilmu begitu luas dan tidak ada habisnya.
berarti bibir dari gajah. Menurut hasil .1.2.9 Bawang Sabungkul [bawah sabuhkʊl]
wawancara dengan Bapak Sugiyatno, lambe Bawang sabungkul adalah bagian keris yang
gajah melambangkan bibir untuk berbicara. terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas
Dalam konteks makna yang sebenarnya, gonja, berbentuk membulat. Menurut hasil
manusia diharapkan berhati-hati dalam wawancara dengan Bapak Sugiyatno, bawang
berbicara dan mengeluarkan tutur kata. Kata-
sabungkul melambangkan tekad yang bulat dan
kata yang keluar tidak dengan pertimbangan,
pasti. Ketika seseorang telah memiliki cita-cita,
dapat menyebabkan suatu hubungan di antara
maka sewajarnya jika cita-cita tersebut
sesama manusia menjadi tidak baik. Maka
diusahakan untuk dicapai dengan suatu tekad
sudah menjadi suatu keharusan bagi manusia yang bulat serta mantap
untuk menjaga semua perkataannya, dalam
4.1.2.10 Sraweyan [sraweʸan]
rangka memayu hayuning bawana atau ‘menjaga
keseimbangan dunia’. Sraweyan adalah bagian keris yang
4.1.2.6 Greneng [grənəh]
berbentuk tebalan melandai yang terletak di
Greneng adalah ornamen berbentuk belakang sogokan paling belakang sampai pada
huruf Jawa dha dan ma yang berderet dan bagian greneng. Menurut hasil wawancara
letaknya di bagian bawah ujung gonja, dan dengan Bapak Sugiyatno, sraweyan mempunyai
sering dibuat rangkap sehingga terletak sampai makna filosofis yaitu kebaikan dan keburukan
ujung bilah keris. Menurut hasil wawancara manusia itu akan terlihat jelas dari perilaku dari
dengan Bapak Sugiyatno, aksara dha dan ma masing-masing manusia.
Arum Septiana / SUTASOMA

4.1.2.11 Ada-ada [ɔdɔ-ɔdɔ] Kepet adalah bagian dari sebuah gonja yang
berada paling ujung lancipnya. Menurut hasil
Ada-ada adalah bagian dari keris yang berada di wawancara dengan Bapak Sugiyatno, kepet
bagian tengah. Dimulai dari arah pangkal keris digambarkan pada telapak tangan yang
sampai ujung keris. Menurut hasil wawancara mempunyai makna nafsu atau turangga.
dengan Bapak Sugiyatno, ada-ada digambarkan Sebagian nafsu manusia berada di telapak
ulu-ulu yang berada di bagian tulang punggung tangan kita seperti nafsu amarah, nafsu
kita. Kepekaan atau sejatinya rasa berada di ulu- aluamah, dan nafsu supiyah. Nafsu amarah
ulu. disimbolkan warna merah sebagai
4.1.2.12 Kruwingan [kruʷihan] perwujudannya darah merah, sesabar apapun
Kruwingan berada di depan dan di belakang ada- manusia dalam dirinya terdapat sifat amarah.
ada, di dalam Wujudnya melengkung dari sor- Telapak tangan akan bereaksi memukul ketika
soran sampai ke pucuk. Menurut hasil manusia tidak dapat mengendalikan sifat
wawancara dengan Bapak Sugiyatno, bermakna amarah atau emosi. Nafsu aluamah sebagai
bahwa dalam mencapaian manunggaling perwujudan hidup manusia yang menginginkan
dan mengajak manusia ke arah berani
kawula Gusti penuh dengan lika-liku kehidupan.
membunuh dan kejam apabila diganggu oleh
Tidak selamanya semulus yang kita harapkan.
orang lain, disimbolkan warna hitam. Telapak
4.1.2.13 Pejetan [pejetan]
tangan akan bereaksi sangat kejam dan di luar
Pejetan berada di belakang gandhik. Wujudnya pikiran manusia seperti membunuh sesama.
berlegok sebesar jempol tangan manusia. Nafsu supiyah sebagai perwujudan manusia yang
Menurut hasil wawancara dengan Bapak selalu menginginkan dan mengajak manusia
Sugiyatno, pejetan digambarkan pada jempol, kearah kemegahan dan kemewahan harta dan
yang memberikan kekuatan untuk hidup benda duniawi saja, disimbolkan warna kuning.
manusia. Bermakna simbol kekuatan hidup Kemegahan dan kemewahan orang lain
manusia. terkadang akan menimbulkan rasa iri atau rasa
4.1.2.14 Wadidang [wadidah] ingin memiliki. Dengan telapak tangan, manusia
akan lebih mudah untuk memiliki apapun yang
Wadidang adalah bagian dari bilah dimiliki orang lain dengan cara mencuri.
keris yang berada di atas greneng dan bagian 4.1.2.17 Pesi [pəsi]

belakang dari sebuah keris. Menurut hasil Pesi adalah besi yang bundar dan
wawancara dengan Bapak Sugiyatno, wadidang memanjang antara 5 cm (lima sentimeter) yang
dapat diartikan sebagai pangadeg atau ‘jejeg’, menjadi tangkai keris masuk ke dalam pegangan
diwujudkan kaki yang akan menopang manusia atau ukiran. Pesi bermakna puser atau pusat.
untuk menjalani kehidupan. 4.1.2.18 Pamor [pamɔr]
4.1.2.15Tungkakan [tuhkaɁan] Pamor dalam dunia perkerisan adalah
Tungkak adalah bagian keris yang bentuk gambar atau pola dari sebuah keris.
berada di atas gonja. Menurut hasil wawancara Pamor merupakan gambar-gambar abstrak
dengan Bapak Sugiyatno, tungkak bermakna berwarna putih dan berbentuk unik di atas bilah
sebuah keinginan manusia yang harus dituruti keris berwarna hitam legam. Menurut hasil
demi kepuasan duniawi atau salah satu nafsu wawancara dengan KGPH Puger, pamor
manusia, yaitu nafsu supiyah sebagai melambangkan sebuah kemulyaan manusia.
perwujudan manusia yang selalu menginginkan
dan mengajak manusia kearah kemegaan dan
kemewahan harta dan benda duniawi saja, di
Makna Nama-nama Keris di Keraton
simbolkan dengan warna kuning.
Kasunanan Surakarta
4.1.2.16 Kepet [kəpət]
Arum Septiana / SUTASOMA

Menurut hasil wawancara dengan berani, teguh, kuat, tabah, patuh, dan jujur.
KGPH Puger yang merupakan pengageng Yang ketiga, Arjuna adalah seorang satria yang
Keraton Kasunanan Surakarta dan Bapak gemar berkelana, bertapa, dan berguru menuntut
Sugiyatno yang merupakan pengrajin dan ilmu. Yang terakhir, Nakula dan Sadewa yang
budayawan Surakarta, nama-nama keris mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih,
terbentuk dari ornamen-ornamen yang ada pada dan dapat menyimpan rahasia. Luk 5 (lima)
keris. Dari berapa jumlah luk dan apa saja ricikan pada umumnya dimiliki oleh para Adipati atau
yang ada pada keris. Ricikan keris di Keraton menteri yang mengabdikan diri kepada rakyat.
Kasunanan Surakarta dibuat berdasar atas lima Makna budaya dari keris dapur hurab-
dasar yang menjadi paugeraning urip yaitu hurab adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
pusaka, wisma, kukila, turangga, dan garwa. keris dapur hurab-hurab yaitu sekar kacang cupet –
Nama-nama keris di Keraton sogokan rangkep – gusen – sarta lis-lisan. Ricikan
Kasunanan Surakarta yang ditemukan dalam sekar kacang tergolong wisma yang berarti rasa,
penelitian ini yaitu, (1) Hurab-hurab, (2) Hurubing tumindak, dan pikiran. Sekar kacang
dilah, (3) Naga keras, (4) Naga siluman, (5) Carita digambarkan pada hidung. Hidung merupakan
kaprabon, (6) Carita genengan, (7) Carita bungkem, salah satu panca indera yang terdapat pada
(8) Kara welang, (9) Kidang soka, (10) Kidang mas, tubuh kita dimana pada hidung kita dapat
(11) Kantar, (12) Kebo teki, (13) Kebo dhengen, (14) merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar
Tilamupih, (15) Tilam sari, (16) Tebu sahuyung, kita. Ricikan sogokan tergolong wisma. Sogokan
(17) Sagara winotan, (18) Sabuk tampar, (19) Lung melambangkan pikiran manusia dimana
gandhu, (20) Pulanggeni, (21) Jaran guyang, (22) manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang
Jaka wuru, (23) Jangkung pacar, (24) Mahesa soka, ilmu. Ricikan gusen tergolong wisma.
dan (25) Bakung. 2. Hurubing dilah [hurubIh dilah]
1. Hurab-hurab [hurab-hurab] Keris dapur hurubing dilah merupakan
Keris dapur hurab-hurab merupakan keris yang mempunyai luk 1 (satu). Luk 1 (satu)
keris yang mempunyai luk 5 (lima). Makna luk 5 sering digunakan oleh para pedagang yang tidak
(lima) melambangkan tokoh pewayangan yaitu mengabdikan diri kepada rakyat, hanya
Pandawa lima. Pandawa lima tersebut yaitu kemaslahatan saja.
Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Keris dapur hurubing dilah dilihat dari
Setiap tokoh mempunyai kepribadian diri dan ricikannya yaitu luk-nya berada di ujung – tikel
sifat yang masing-masing. Yang pertama, alis – pejetan – serta greneng. Ricikan tikel alis
Yudistira yang mempunyai sifat bijaksana tidak tergolong pusaka yang berarti pijakan-pijakan
memiliki musuh dan hampir tidak pernah hidup manusia. Makna yang terdapat pada tikel
berdusta seumur hidupnya. Yudistira juga alis yaitu menggambarkan orang yang sedang
memiliki moral yang sangat tinggi dan pemaaf. berfikir. Hal ini bermakna bahwa manusia
Yang kedua, Bima yang mempunyai wajah yang dalam menjalani kehidupannya harus
paling sangar diantara saudara-saudaranya mengutamakan 3 (tiga) hal yaitu sabar, rela, dan
tetapi memiliki sifat dan perwatakan gagah maklum. Ricikan pejetan tergolong kukila yang
Arum Septiana / SUTASOMA

berarti prinsip-prinsip kehidupan. Menurut ‘ma’ yang bermakna dada atau manah. Arti dada
wawancara dengan Pak Sugiyatno, pejetan atau manah yang disebutkan adalah kejujuran,
merupakan simbol kekuatan hidup manusia, karena kejujuran manusia hanya ada dihati
simbol kekuatan manusia yang dimaksudkan tanpa kejujuran dari hati manusia. Maka
adalah adanya kepercayaan kita untuk manusia pasti akan dipertemukan dengan
menjadikan sebuah prinsip kehidupan. kecelakaan dalam hidupnya.
Hurubing dilah berasal dari kata Naga keras berasal dari kata naga dan
hurubing dan dilah. Hurubing yang berarti keras. Kata naga yang memiliki arti ‘ular’ dan
‘nyalanya’ dan dilah yang berarti ‘lampu’. Keris kata keras yang memiliki arti ‘keras’ atau ‘selalu
dhapur hurubing dilah bermakna apabila orang kencang’. Keris dhapur naga keras bermakna
yang mempunyai keris ini diharapkan dapat apabila orang yang mempunyai keris ini
memberikan penerangan untuk menjalani hidup memiliki ular yang selalu kencang, ular
sesuai dengan prinsip hidup masing-masing diibaratkan benda yang panjang seperti layaknya
orang di lingkungan disekitarnya. ular yang mempunyai badan panjang. Keris
3. Naga Keras [nɔgɔ kəras] dhapur naga keras lebih banyak dimiliki oleh
Keris dapur naga keras merupakan para kaum adam yang menandakan bahwa
keris yang mempunyai luk 7 (tujuh). Menurut pemiliknya memiliki alat vital diibaratkan benda
kepercayaan Jawa, angka 7 (tujuh) merupakan panjang yang selalu kencang atau memiliki
angka yang sempurna. Oleh karena itu, keris nafsu yang tinggi.
yang mempunyai luk 7 (tujuh) pada umumnya 4. Naga Siluman [nɔgɔ siluman]
dimiliki oleh para kelik sandi atau bagi orang Keris dapur naga siluman merupakan
yang percaya pada pencarian kewibawaan. Para keris yang mempunyai luk 13 (tiga belas).
kelik sandi percaya atau mempercayai bahwa Makna luk 13 (tiga belas) adalah sebuah simbol
dengan memiliki keris yang ber-luk 7 (tujuh) kejayaan atau kerajaan dimana yang memiliki
maka mereka akan selalu diberikan keris luk 13 (tiga belas) adalah para Raja.
keberuntungan pada setiap harinya. Makna budaya dari keris dapur naga
Makna budaya dari keris dapur naga siluman adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
keras adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan keris dapur naga siluman yaitu gandhik naga –
keris dapur naga keras yaitu sekar kacang – greneng gonja kelap litah. Ricikan gandhik tergolong wisma
sungsun – sor-soran godhong – lung-lung. Ricikan yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran.
sekar kacang tergolong wisma yang berarti rasa, Ricikan gonja tergolong pusaka yang berarti
tumindak, dan pikiran. Sekar kacang pijakan-pijakan hidup manusia.
digambarkan pada hidung. Hidung merupakan Naga siluman berasal dari kata naga
salah satu panca indera yang terdapat pada dan siluman. Kata naga yang memiliki arti ‘ular’
tubuh kita dimana pada hidung kita dapat dan kata siluman yang memiliki sifat ‘suka
merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar menjelma’ atau ‘suka diam-diam’. Keris dhapur
kita. Ricikan greneng tergolong wisma. Greneng naga siluman bermakna apabila orang yang
adalah ornamen berbentuk huruf Jawa ‘dha’ dan mempunyai keris ini adalah seekor ular yang
Arum Septiana / SUTASOMA

diibartkan seorang pria yang mempunyai sifat Makna budaya dari keris dapur carita
diam-diam suka dengan wanita lain. genengan adalah dilihat dari ricikan keris.
5. Carita Pasaja [caritɔ pasɔjɔ] Ricikan keris dapur carita genengan yaitu sekar
Keris dapur carita pasaja merupakan kacang – jenggot – satu lambe gajah – sogokan –
keris yang mempunyai luk 11 (sebelas). Menurut sraweyan – serta ri pandhan. Ricikan sekar kacang
hasil wawancara dengan KGPH Puger, makna tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak,
luk 11 (sebelas) adalah pada masa pemerintahan dan pikiran. Sekar kacang digambarkan pada
Paku Buwono XI, Paku Buwana XI membuat hidung. Hidung merupakan salah satu panca
keris yang ber-luk 11 (sebelas). Luk 11 (sebelas) indera yang terdapat pada tubuh kita dimana
mempunyai makna kesejahteraan yang terjaga, pada hidung kita dapat merasakan segala
keris yang ber-luk 11 (sebelas) pada umumnya sesuatu yang ada di sekitar kita. Ricikan lambe
dimiliki oleh para ulama atau para tabib. gajah tergolong wisma yang berarti rasa,
Makna budaya dari keris dapur carita tumindak, dan pikiran. Lambe gajah diibaratkan
pasaja adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan pada bibir untuk berbicara, dalam konteks
keris dapur carita pasaja yaitu sekar kacang – dua makna yang sebenarnya manusia diharapkan
lambe gajah. Ricikan sekar kacang tergolong wisma dapat berhati-hati dalam mengeluarkan kata-
yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Sekar kata. Kata-kata yang keluar tidak dengan
kacang digambarkan pada hidung. Hidung pertimbangan dapat menyebabkan suatu
merupakan salah satu panca indera yang hubungan diantara manusia menjadi tidak baik,
terdapat pada tubuh kita dimana pada hidung maka sudah menjadi suatu keharusan bagi
kita dapat merasakan segala sesuatu yang ada di manusia untuk menjaga semua perkataan.
sekitar kita. Ricikan lambe gajah tergolong wisma Ricikan sogokan tergolong wisma yang berarti
yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Lambe rasa, tumindak, dan pikiran. Sogokan
gajah diibaratkan pada bibir untuk berbicara, melambangkan pikiran manusia dimana
dalam konteks makna yang sebenarnya manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang
manusia diharapkan dapat berhati-hati dalam ilmu. Sraweyan tergolong wisma yang berarti
mengeluarkan kata-kata. rasa, tumindak, dan pikiran. Sraweyan bermakna

6. Carita Genengan [caritɔ gənəhan] kebaikan dan keburukan manusia itu akan

Keris dapur carita genengan merupakan terlihat dari perilaku manusia itu sendiri.

keris yang mempunyai luk 11 (sebelas). Menurut 7. Carita Bungkem [caritɔ buhkəm]

hasil wawancara dengan KGPH Puger, makna Keris dapur carita bungkem merupakan
luk 11 (sebelas) adalah pada masa pemerintahan keris yang mempunyai luk 11 (sebelas).
Paku Buwana XI, Paku Buwana XI membuat Menurut hasil wawancara dengan KGPH
keris yang ber-luk 11 (sebelas). Luk 11 (sebelas) Puger, makna luk 11 (sebelas) adalah pada masa
mempunyai makna kesejahteraan yang terjaga, pemerintahan PB XI, PB XI membuat keris
keris yang ber-luk 11 (sebelas) pada umumnya yang ber-luk 11 (sebelas). Luk 11 (sebelas)
dimiliki oleh para ulama atau para tabib. mempunyai makna kesejahteraan yang terjaga,
Arum Septiana / SUTASOMA

keris yang ber-luk 11 (sebelas) pada umumnya sebenarnya manusia diharapkan dapat berhati-
dimiliki oleh para ulama atau para tabib. hati dalam mengeluarkan kata-kata. Kata-kata
Makna budaya dari keris dapur carita yang keluar tidak dengan pertimbangan dapat
bungkem adalah dilihat dari ricikan keris. menyebabkan suatu hubungan diantara
Ricikan keris dapur carita bungkem yaitu sekar manusia menjadi tidak baik, maka sudah
kacang – tanpa perabot apa-apa. Ricikan sekar menjadi suatu keharusan bagi manusia untuk
kacang tergolong wisma yang berarti rasa, menjaga semua perkataan.
tumindak, dan pikiran. Sekar kacang 9. Kidang Soka [kidah sokɔ]
digambarkan pada hidung. Hidung merupakan Keris dapur kidang soka merupakan
salah satu panca indera yang terdapat pada keris yang mempunyai luk 9 (sembilan). Makna
tubuh kita dimana pada hidung kita dapat luk 9 (sembilan) adalah angka sembilan yang
merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar menunjukkan angka sempurna. Manusia
kita. memiliki 9 (sembilan) lubang yang harus kita
Carita bungkem berasal dari kata carita jaga maka kesempurnaan yang akan didapat
dan bungkem. Kata carita memiliki arti ‘cerita’ oleh kita. Luk 9 (sembilan) juga dapat
atau ‘kisah’ dan kata bungkem memiliki arti diibaratkan Wali Sanga, Wali Sanga merupakan
’tidak bisa berbicara’. Keris dhapur carita 9 (sembilan) para wali yang terpilih. Luk 9
bungkem bermakna apabila orang yang (sembilan) pada umumnya dimiliki oleh para
mempunyai keris ini merupakan orang pendiam ulama atau para tabib-tabib.
yang suka memendam perasaan suka atau tidak Makna budaya dari keris dapur kidang
suka kepada orang lain. soka adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
8. Kara Welang [kɔrɔ wəlah] keris dapur kidang soka yaitu sekar kacang – dua
Keris dapur kara welang merupaka lambe gajah – sraweyan – serta ri pandhan. Ricikan
keris yang mempunyai luk 13 (tiga belas). sekar kacang tergolong wisma yang berarti rasa,
Makna luk 13 (tiga belas) adalah sebuah simbol tumindak, dan pikiran. Sekar kacang
kejayaan atau kerajaan dimana yang memiliki digambarkan pada hidung. Hidung merupakan
keris luk 13 (tiga belas) adalah para Raja. salah satu panca indera yang terdapat pada
Makna budaya dari keris dapur kara tubuh kita dimana pada hidung kita dapat
welang adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar
keris dapur kara welang yaitu sogokan – satu kita. Ricikan lambe gajah tergolong wisma yang
lambe gajah – ri pandhan. Ricikan sogokan berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Lambe gajah
tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak, diibaratkan pada bibir untuk berbicara, dalam
dan pikiran. Sogokan melambangkan pikiran konteks makna yang sebenarnya manusia
manusia dimana manusia hendaknya selalu diharapkan dapat berhati-hati dalam
mencari tahu tentang ilmu. Ricikan lambe gajah mengeluarkan kata-kata. Kata-kata yang keluar
tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak, tidak dengan pertimbangan dapat menyebabkan
dan pikiran. Lambe gajah diibaratkan pada bibir suatu hubungan diantara manusia menjadi tidak
untuk berbicara, dalam konteks makna yang baik, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi
Arum Septiana / SUTASOMA

manusia untuk menjaga semua perkataan. Makna budaya dari keris dapur kantar
Sraweyan tergolong wisma yang berarti rasa, adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan keris
tumindak, dan pikiran. Sraweyan bermakna dapur kantar yaitu sekar kacang – satu lambe gajah
kebaikan dan keburukan manusia itu akan – sogokan - sraweyan. Ricikan sekar kacang
terlihat dari perilaku manusia itu sendiri. tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak,
dan pikiran. Sekar kacang digambarkan pada
10. Kidang Mas [kidah mas] hidung. Hidung merupakan salah satu panca
Keris dapur kidang mas merupakan keris indera yang terdapat pada tubuh kita dimana
yang mempunyai luk 9 (sembilan). Makna luk 9 pada hidung kita dapat merasakan segala
(sembilan) adalah angka sembilan yang sesuatu yang ada di sekitar kita. Ricikan lambe
menunjukkan angka sempurna. Manusia gajah tergolong wisma yang berarti rasa,
memiliki 9 (sembilan) lubang yang harus kita tumindak, dan pikiran. Lambe gajah diibaratkan
jaga maka kesempurnaan yang akan didapat pada bibir untuk berbicara, dalam konteks
oleh kita. Luk 9 (sembilan) juga dapat makna yang sebenarnya manusia diharapkan
diibaratkan Wali Sanga, Wali Sanga merupakan dapat berhati-hati dalam mengeluarkan kata-
9 (sembilan) para wali yang terpilih. Luk 9 kata. Kata-kata yang keluar tidak dengan
(sembilan) pada umumnya dimiliki oleh para pertimbangan dapat menyebabkan suatu
ulama atau para tabib-tabib. hubungan diantara manusia menjadi tidak baik,
Makna budaya dari keris dapur kidang maka sudah menjadi suatu keharusan bagi
mas adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan manusia untuk menjaga semua perkataan.
keris dapur kidang mas yaitu bentuk kecil, Ricikan sogokan tergolong wisma yang berarti
terdapat greneng di belakang, tanpa perabot. rasa, tumindak, dan pikiran. Sogokan
Ricikan greneng tergolong wisma yang berarti melambangkan pikiran manusia dimana
rasa, tumindak, dan pikiran. Greneng adalah manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang

ornamen berbentuk huruf Jawa ‘dha’ dan ‘ma’ ilmu. Sraweyan tergolong wisma yang berarti

yang bermakna dada atau manah. Arti dada atau rasa, tumindak, dan pikiran. Sraweyan bermakna

manah yang disebutkan adalah kejujuran, karena kebaikan dan keburukan manusia itu akan

kejujuran manusia hanya ada dihati tanpa terlihat dari perilaku manusia itu sendiri.

kejujuran dari hati manusia. Maka manusia 12. Kebo Teki [kəbo təki]
pasti akan dipertemukan dengan kecelakaan Keris dapur kebo teki merupakan keris
dalam hidupnya. yang tidak mempunyai luk atau lurus. Menurut
11. Kantar [kantar] hasil wawancara dengan Bapak Sugiyatno,
Keris dapur kantar merupakan keris makna dari keris lurus adalah simbol keteguhan
yang mempunyai luk 13 (tiga belas). Makna luk prinsip.
13 (tiga belas) adalah sebuah simbol kejayaan Makna budaya dari keris dapur kebo teki
atau kerajaan dimana yang memiliki keris luk 13 adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan keris
(tiga belas) adalah para Raja. dapur kebo teki yaitu berbentuk lebar – sekar
kacang – lambe gajah - greneng. Ricikan sekar
Arum Septiana / SUTASOMA

kacang tergolong wisma yang berarti rasa, perwatakan gagah berani, teguh, kuat, tabah,
tumindak, dan pikiran. Sekar kacang patuh, dan jujur. Yang ketiga, Arjuna adalah
digambarkan pada hidung. Hidung merupakan seorang satria yang gemar berkelana, bertapa,
salah satu panca indera yang terdapat pada dan berguru menuntut ilmu. Yang terakhir,
tubuh kita dimana pada hidung kita dapat Nakula dan Sadewa yang mempunyai watak
merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar jujur, setia, taat, belas kasih, dan dapat
kita. Ricikan lambe gajah tergolong wisma yang menyimpan rahasia. Luk 5 (lima) pada
berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Lambe gajah umumnya dimiliki oleh para Adipati atau
diibaratkan pada bibir untuk berbicara, dalam mentri yang mengabdikan diri kepada rakyat.
konteks makna yang sebenarnya manusia Makna budaya dari keris dapur kebo
diharapkan dapat berhati-hati dalam dhengen adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
mengeluarkan kata-kata. Kata-kata yang keluar keris dapur kebo dhengen yaitu sekar kacang – satu
tidak dengan pertimbangan dapat menyebabkan lambe gajah – gandhik panjang – gonja kelap lintah.
suatu hubungan diantara manusia menjadi tidak Ricikan sekar kacang tergolong wisma yang berarti
baik, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi rasa, tumindak, dan pikiran. Sekar kacang
manusia untuk menjaga semua perkataan. digambarkan pada hidung. Hidung merupakan
Ricikan greneng tergolong wisma yang berarti salah satu panca indera yang terdapat pada
rasa, tumindak, dan pikiran. Greneng adalah tubuh kita dimana pada hidung kita dapat
ornamen berbentuk huruf Jawa ‘dha’ dan ‘ma’ merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar
yang bermakna dada atau manah. Arti dada kita. Ricikan lambe gajah tergolong wisma yang
atau manah yang disebutkan adalah kejujuran, berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Lambe gajah
karena kejujuran manusia hanya ada dihati diibaratkan pada bibir untuk berbicara, dalam
tanpa kejujuran dari hati manusia. Maka konteks makna yang sebenarnya manusia
manusia pasti akan dipertemukan dengan diharapkan dapat berhati-hati dalam
kecelakaan dalam hidupnya. mengeluarkan kata-kata. Kata-kata yang keluar
13. Kebo Dhengen [kəbo ḍəhən] tidak dengan pertimbangan dapat menyebabkan
Keris dapur kebo dhengen merupakan suatu hubungan diantara manusia menjadi tidak
keris yang mempunyai luk 5 (lima). Makna luk 5 baik, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi
(lima) melambangkan tokoh pewayangan manusia untuk menjaga semua perkataan.
Pandawa lima. Setiap tokoh mempunyai Ricikan gandhik tergolong wisma yang berarti
kepribadian diri dan sifat yang masing-masing. rasa, tumindak, dan pikiran. Sebagai manusia
Yang pertama, Yudistira yang mempunyai sifat untuk mencapai kesempurnaan hidup haruslah
bijaksana tidak memiliki musuh dan hampir memiliki ketajaman hati atau rasa kepekaan
tidak pernah berdusta seumur hidupnya. yang bersifat rohani maupun batiniah. Ricikan
Yudistira juga memiliki moral yang sangat gonja tergolong pusaka yang berarti sebagai
tinggi dan pemaaf. Yang kedua, Bima yang pijakan hidup. Manusia harus waspada
mempunyai wajah yang paling sangar diantara mempersiapkan diri memperkuat tekad dan
saudara-saudaranya tetapi memiliki sifat dan mengembangkan percaya diri serta bahaya
Arum Septiana / SUTASOMA

dalam usaha mencapai manunggaling kawula tergolong kukila yang berarti prinsip-prinsip
Gusti. kehidupan. Menurut wawancara dengan Pak
14. Tilamhupih [tilamhupIh] Sugiyatno, pejetan merupakan simbol kekuatan
Keris dapur tilamhupih merupakan keris hidup manusia, simbol kekuatan manusia yang
yang tidak mempunyai luk atau lurus. Menurut dimaksudkan adalah adanya kepercayaan kita
hasil wawancara dengan Bapak Sugiyatno, untuk menjadikan sebuah prinsip kehidupan.
makna dari keris lurus adalah simbol keteguhan Sraweyan tergolong wisma yang berarti rasa,
prinsip. tumindak, dan pikiran. Sraweyan bermakna
Makna budaya dari keris dapur kebaikan dan keburukan manusia itu akan
tilamhupih adalah dilihat dari ricikan keris. terlihat dari perilaku manusia itu sendiri.
Ricikan keris dapur tilamhupih yaitu pejetan – 16. Tebu Sahuyun [təbu sahuyʊn]
tikel alis. Ricikan pejetan tergolong kukila yang Keris dapur tebu sahuyun merupakan
berarti prinsip-prinsip kehidupan. Menurut keris yang mempunyai luk 3 (tiga). Luk 3 (tiga)
wawancara dengan Pak Sugiyatno, pejetan pada umumnya dimiliki oleh para pedagang
merupakan simbol kekuatan hidup manusia, yang tidak mengabdikan diri kepada rakyat,
simbol kekuatan manusia yang dimaksudkan hanya kemaslahatan saja.
adalah adanya kepercayaan kita untuk Makna budaya dari keris dapur tebu
menjadikan sebuah prinsip kehidupan. Ricikan sahuyun adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
tikel alis tergolong pusaka yang berarti prinsip- keris dapur tebu sahuyun yaitu sraweyan –
prinsip kehidupan. Makna yang terdapat pada terdapat greneng di depan. Ricikan sraweyan
tikel alis yaitu menggambarkan orang yang tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak,
sedang berfikir. Hal ini bermakna bahwa dan pikiran. Sraweyan bermakna kebaikan dan
manusia dalam menjalani kehidupannya harus keburukan manusia itu akan terlihat dari
mengutamakan 3 (tiga) hal yaitu sabar, rela, dan perilaku manusia itu sendiri. Ricikan greneng
maklum. tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak,
15. Tilam Sari [tilam sari] dan pikiran. Greneng adalah ornamen berbentuk
Keris dapur tilam sari merupakan keris huruf Jawa ‘dha’ dan ‘ma’ yang bermakna dada
yang tidak mempunyai luk atau lurus. Menurut atau manah. Arti dada atau manah yang
hasil wawancara dengan Bapak Sugiyatno, disebutkan adalah kejujuran, karena kejujuran
makna dari keris lurus adalah simbol keteguhan manusia hanya ada dihati tanpa kejujuran dari
prinsip. hati manusia. Oleh karena itu, manusia pasti
Makna budaya dari keris dapur tilam akan dipertemukan dengan kecelakaan dalam
sari adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan hidupnya.
keris dapur tilam sari yaitu gusen – kruwingan – Tebu sahuyun memiliki arti tanaman
pejetan - sraweyan. Ricikan gusen tergolong wisma tebu yang berkumpul menjadi satu. Keris dapur
yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. tebu sahuyun bermakna apabila orang yang
Ricikan kruwingan tergolong kukila yang berarti memiliki keris ini dapat merukunkan orang di
prinsip-prinsip kehidupan. Ricikan pejetan lingkungan sekitarnya.
Arum Septiana / SUTASOMA

17. Segara Winotan [səgɔrɔ winɔtan] keris dapur sabuk tampar yaitu sekar kacang – satu
Keris dapur segara winotan merupakan lambe gajah – satu sogokan di depan – sraweyan –
keris yang mempunyai luk 3 (tiga). Luk 3 (tiga) serta ri pandhan. Ricikan sekar kacang tergolong
pada umumnya dimiliki oleh para pedagang wisma yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran.
yang tidak mengabdikan diri kepada rakyat, Sekar kacang digambarkan pada hidung. Hidung
hanya kemaslahatan saja. merupakan salah satu panca indera yang
Makna budaya dari keris dapur segara terdapat pada tubuh kita dimana pada hidung
winotan adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan kita dapat merasakan segala sesuatu yang ada di
keris dapur segara winotan yaitu sekar kacang – sekitar kita. Ricikan lambe gajah tergolong wisma
jenggot – dua sogokan. Ricikan sekar kacang yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Lambe
tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak, gajah diibaratkan pada bibir untuk berbicara,
dan pikiran. Sekar kacang digambarkan pada dalam konteks makna yang sebenarnya
hidung. Hidung merupakan salah satu panca manusia diharapkan dapat berhati-hati dalam
indera yang terdapat pada tubuh kita dimana mengeluarkan kata-kata. Kata-kata yang keluar
pada hidung kita dapat merasakan segala tidak dengan pertimbangan dapat menyebabkan
sesuatu yang ada di sekitar kita. Ricikan sogokan suatu hubungan diantara manusia menjadi tidak
tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak, baik, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi
dan pikiran. Sogokan melambangkan pikiran manusia untuk menjaga semua perkataan.
manusia dimana manusia hendaknya selalu Ricikan sogokan tergolong wisma yang berarti
mencari tahu tentang ilmu. Sraweyan tergolong rasa, tumindak, dan pikiran. Sogokan
wisma yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. melambangkan pikiran manusia dimana
Sraweyan bermakna kebaikan dan keburukan manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang
manusia itu akan terlihat dari perilaku manusia ilmu. Sraweyan tergolong wisma yang berarti
itu sendiri. rasa, tumindak, dan pikiran. Sraweyan bermakna
18. Sabuk Tampar [sabʊk tampar] kebaikan dan keburukan manusia itu akan

Keris dapur sabuk tampar merupakan terlihat dari perilaku manusia itu sendiri.

keris yang mempunyai luk 9 (sembilan). Makna 19. Lung Gandhu [lʊh ganḍu]

luk 9 (sembilan) adalah angka sembilan yang Keris dapur lung gandhu merupakan
menunjukkan angka sempurna. Manusia keris yang mempunyai luk 13 (tiga belas).
memiliki 9 (sembilan) lubang yang harus kita Makna luk 13 (tiga belas) adalah sebuah simbol
jaga maka kesempurnaan yang akan didapat kejayaan atau kerajaan dimana yang memiliki
oleh kita. Luk 9 (sembilan) juga dapat keris luk 13 (tiga belas) adalah para Raja.
diibaratkan Wali Sanga, Wali Sanga merupakan Makna budaya dari keris dapur lung
9 (sembilan) para wali yang terpilih. Luk 9 gandhu adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
(sembilan) pada umumnya dimiliki oleh para keris dapur lung gandhu yaitu sekar kacang – dua
ulama atau para tabib-tabib. lambe gajah – ri pandhan - greneng. Ricikan sekar
Makna budaya dari keris dapur sabuk kacang tergolong wisma yang berarti rasa,
tampar adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan tumindak, dan pikiran. Sekar kacang
Arum Septiana / SUTASOMA

digambarkan pada hidung. Hidung merupakan seorang satria yang gemar berkelana, bertapa,
salah satu panca indera yang terdapat pada dan berguru menuntut ilmu. Yang terakhir,
tubuh kita dimana pada hidung kita dapat Nakula dan Sadewa yang mempunyai watak
merasakan segala sesuatu yang ada di sekitar jujur, setia, taat, belas kasih, dan dapat
kita. Ricikan lambe gajah tergolong wisma yang menyimpan rahasia. Luk 5 (lima) pada
berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Lambe gajah umumnya dimiliki oleh para Adipati atau
diibaratkan pada bibir untuk berbicara, dalam mentri yang mengabdikan diri kepada rakyat.
konteks makna yang sebenarnya manusia Makna budaya dari keris dapur
diharapkan dapat berhati-hati dalam pulanggeni adalah dilihat dari ricikan keris.
mengeluarkan kata-kata. Kata-kata yang keluar Ricikan keris dapur pulanggeni yaitu sraweyan –
tidak dengan pertimbangan dapat menyebabkan greneng – tanpa sekar kacang. Ricikan Sraweyan
suatu hubungan diantara manusia menjadi tidak tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak,
baik, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi dan pikiran. Sraweyan bermakna kebaikan dan
manusia untuk menjaga semua perkataan. keburukan manusia itu akan terlihat dari
Ricikan greneng tergolong wisma yang berarti perilaku manusia itu sendiri. Ricikan greneng
rasa, tumindak, dan pikiran. Greneng adalah tergolong wisma yang berarti rasa, tumindak,
ornamen berbentuk huruf Jawa ‘dha’ dan ‘ma’ dan pikiran. Greneng adalah ornamen berbentuk
yang bermakna dada atau manah. Arti dada huruf Jawa ‘dha’ dan ‘ma’ yang bermakna dada
atau manah yang disebutkan adalah kejujuran, atau manah. Arti dada atau manah yang
karena kejujuran manusia hanya ada dihati disebutkan adalah kejujuran, karena kejujuran
tanpa kejujuran dari hati manusia. Maka manusia hanya ada dihati tanpa kejujuran dari
manusia pasti akan dipertemukan dengan hati manusia. Maka manusia pasti akan
kecelakaan dalam hidupnya. dipertemukan dengan kecelakaan dalam
20. Pulanggeni [pulahgəni] hidupnya.
Keris dapur pulanggeni merupakan 21. Jaran Guyang [jaran guyah]
keris yang mempunyai luk 5 (lima). Makna luk 5 Keris dapur jaran guyang merupakan
(lima) melambangkan tokoh pewayangan keris yang mempunyai luk 7 (tujuh). Menurut
Pandawa lima. Setiap tokoh mempunyai kepercayaan Jawa, angka 7 (ujuh) merupakan
kepribadian diri dan sifat yang masing-masing. angka yang sempurna. Oleh karena itu, keris
Yang pertama, Yudistira yang mempunyai sifat yang mempunyai luk 7 (tujuh) pada umumnya
bijaksana tidak memiliki musuh dan hampir dimiliki oleh para kelik sandi atau bagi orang
tidak pernah berdusta seumur hidupnya. yang percaya pada pencarian kewibawaan. Para
Yudistira juga memiliki moral yang sangat kelik sandi percaya atau mempercayai bahwa
tinggi dan pemaaf. Yang kedua, Bima yang dengan memiliki keris yang ber-luk 7 (tujuh)
mempunyai wajah yang paling sangar diantara maka mereka akan selalu diberikan
saudara-saudaranya tetapi memiliki sifat dan keberuntungan pada setiap harinya.
perwatakan gagah berani, teguh, kuat, tabah, Makna budaya dari keris dapur jaran
patuh, dan jujur. Yang ketiga, Arjuna adalah guyang adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
Arum Septiana / SUTASOMA

keris dapur jaran guyang yaitu pejetan sampai indera yang terdapat pada tubuh kita dimana
pucuk – terdapat thingil. Ricikan pejetan pada hidung kita dapat merasakan segala
tergolong kukila yang berarti prinsip-prinsip sesuatu yang ada di sekitar kita. Ricikan lambe
kehidupan. Menurut wawancara dengan Pak gajah tergolong wisma yang berarti rasa,
Sugiyatno, pejetan merupakan simbol kekuatan tumindak, dan pikiran. Lambe gajah diibaratkan
hidup manusia, simbol kekuatan manusia yang pada bibir untuk berbicara, dalam konteks
dimaksudkan adalah adanya kepercayaan kita makna yang sebenarnya manusia diharapkan
untuk menjadikan sebuah prinsip kehidupan. dapat berhati-hati dalam mengeluarkan kata-
22. Jaka Wuru [jɔkɔ wuru] kata. Kata-kata yang keluar tidak dengan
Keris dapur jaka wuru merupakan keris pertimbangan dapat menyebabkan suatu
yang mempunyai luk 11 (sebelas). Menurut hubungan diantara manusia menjadi tidak baik,
hasil wawancara dengan KGPH Puger, makna maka sudah menjadi suatu keharusan bagi
luk 11 (sebelas) adalah pada masa pemerintahan manusia untuk menjaga semua perkataan.
PB XI, PB XI membuat keris yang ber-luk 11 Ricikan sogokan tergolong wisma yang berarti
(sebelas). Luk 11 (sebelas) mempunyai makna rasa, tumindak, dan pikiran. Sogokan
kesejahteraan yang terjaga, keris yang ber-luk 11 melambangkan pikiran manusia dimana
(sebelas) pada umumnya dimiliki oleh para manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang

ulama atau para tabib. ilmu.

Makna budaya dari keris dapur jaka 24. Mahesa Soka [mahesɔ sokɔ]
wuru adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan Keris dapur mahesa soka merupakan
keris dapur jaka wuru yaitu satu sogokan – keris yang mempunyai luk 3 (tiga). Luk 3 (tiga)
terdapat ri pandhan. Ricikan sogokan tergolong pada umumnya dimiliki oleh para pedagang
wisma yang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. yang tidak mengabdikan diri kepada rakyat,
Sogokan melambangkan pikiran manusia dimana hanya kemaslahatan saja.
manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang Makna budaya dari keris dapur mahesa
ilmu. soka adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan
23. Jangkung Pacar [jahkʊh pacar] keris dapur mahesa soka yaitu sogokan setengah

Keris dapur jangkung pacar merupakan sampai pucuk – sekar kacang – satu lambe gajah -

keris yang mempunyai luk 3 (tiga). Luk 3 (tiga) jenggot. Ricikan sogokan tergolong wisma yang

pada umumnya dimiliki oleh para pedagang berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Sogokan

yang tidak mengabdikan diri kepada rakyat, melambangkan pikiran manusia dimana

hanya kemaslahatan saja. manusia hendaknya selalu mencari tahu tentang

Makna budaya dari keris dapur jangkung ilmu. Ricikan Sekar kacang digambarkan pada

pacar adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan hidung. Hidung merupakan salah satu panca

keris dapur jangkung pacar yaitu sekar kacang – indera yang terdapat pada tubuh kita dimana

jenggot – dua lambe gajah – sogokan sampai pada hidung kita dapat merasakan segala

tengah. Ricikan Sekar kacang digambarkan pada sesuatu yang ada di sekitar kita. Ricikan lambe

hidung. Hidung merupakan salah satu panca gajah tergolong wisma yang berarti rasa,
Arum Septiana / SUTASOMA

tumindak, dan pikiran. Lambe gajah diibaratkan kekuatan manusia yang dimaksudkan adalah
pada bibir untuk berbicara, dalam konteks adanya kepercayaan kita untuk menjadikan
makna yang sebenarnya manusia diharapkan sebuah prinsip kehidupan. Ricikan tikel alis
dapat berhati-hati dalam mengeluarkan kata- tergolong pusaka yang berarti prinsip-prinsip
kata. Kata-kata yang keluar tidak dengan kehidupan. Makna yang terdapat pada tikel alis
pertimbangan dapat menyebabkan suatu yaitu menggambarkan orang yang sedang
hubungan diantara manusia menjadi tidak baik, berfikir. Hal ini bermakna bahwa manusia
maka sudah menjadi suatu keharusan bagi dalam menjalani kehidupannya harus
manusia untuk menjaga semua perkataan. mengutamakan 3 (tiga) hal yaitu sabar, rela, dan
25. Bakung [bakʊh] maklum. Ricikan greneng tergolong wisma yang
Keris dapur bakung merupakan keris berarti rasa, tumindak, dan pikiran. Greneng
yang mempunyai luk 5 (lima). Makna luk 5 adalah ornamen berbentuk huruf Jawa ‘dha’ dan
(lima) melambangkan tokoh pewayangan ‘ma’ yang bermakna dada atau manah. Arti dada
Pandawa lima. Setiap tokoh mempunyai atau manah yang disebutkan adalah kejujuran,
kepribadian diri dan sifat yang masing-masing. karena kejujuran manusia hanya ada dihati
Yang pertama, Yudistira yang mempunyai sifat tanpa kejujuran dari hati manusia. Maka
bijaksana tidak memiliki musuh dan hampir manusia pasti akan dipertemukan dengan
tidak pernah berdusta seumur hidupnya. kecelakaan dalam hidupnya.
Yudistira juga memiliki moral yang sangat
tinggi dan pemaaf. Yang kedua, Bima yang
mempunyai wajah yang paling sangar diantara
PENUTUP
saudara-saudaranya tetapi memiliki sifat dan
perwatakan gagah berani, teguh, kuat, tabah, Simpulan yang dapat dirumuskan
patuh, dan jujur. Yang ketiga, Arjuna adalah berdasarkan hasil analisis yaitu, nama-nama
keris di Keraton Kasunanan Surakarta
seorang satria yang gemar berkelana, bertapa,
ditemukan 25 (dua puluh lima) keris dengan
dan berguru menuntut ilmu. Yang terakhir, bentuk ornamen atau ricikan keris yang berbeda
Nakula dan Sadewa yang mempunyai watak yaitu diantaranya, keris dapur hurab-hurab,
jujur, setia, taat, belas kasih, dan dapat hurubing dilah, naga keras, naga siluman, carita
kaprabon, carita bungkem, kara welang, kidang soka,
menyimpan rahasia. Luk 5 (lima) pada
kidang mas, kantar, kebo teki, kebo dhengeng,
umumnya dimiliki oleh para Adipati atau tilamhupih, tilam sari, tebu sahuyung, sagara
mentri yang mengabdikan diri kepada rakyat. winotan, sabuk tampar, lung gandhu, pulanggeni,
jaran guyang, jaka wuru, jangkung pacar, mahesa
Makna budaya dari keris dapur bakung
soka, dan bakung. Ornamen atau ricikan keris
adalah dilihat dari ricikan keris. Ricikan keris
berbeda-beda itulah yang membedakan
dapur bakung yaitu pejetan – tikel alis - greneng. penamaan dan makna keris di Keraton
Ricikan pejetan tergolong kukila yang berarti Kasunanan Surakarta. Ditinjau dari makna yang
terdapat dalam nama-nama keris di Keraton
prinsip-prinsip kehidupan. Menurut wawancara
Kasunanan Surakarta ditemukan ada tiga jenis
dengan Pak Sugiyatno, pejetan merupakan makna yaitu (1) makna leksikal, (2) makna
simbol kekuatan hidup manusia, simbol budaya, dan (3) makna filosofi.
Arum Septiana / SUTASOMA

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2008. Pengantar Studi Tentang Makna.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arifin, MT. 2006. Keris Jawa Bilah Latar Sejarah.
Jakarta: Hajied Pustaka.
Balai Bahasa Yogyakarta. 2006. Pedoman Umum EYD
Bahasa Jawa. Yogyakarta: Kanisius.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Drijarkara. 1989. Filsafat Manusia. Yogyakarta:

Kanisius.

Haryoguritno, Haryono. 2006. Keris Jawa antara Mistik

dan Nalar. Jakarta: PT. Indonesia

Kebanggaanku.

Herusatoto, Budiono. 1983. Simbolisme dalam Budaya


Jawa. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha
Widia.
Hudoyo, Doyodipuro. 1998. Daya Magik Manfaat Tuah
dan Misteri Keris. Semarang: Dahara Prize
Kaelan. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan
Hermeneutika. Yogyakarta: Paragidma.
Koesni. 2003. Pakem Pengetahuan Tentang Keris.
Semarang: Aneka Ilmu.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Puspitorini, Dyah. 2001. Nama-nama Pamor Keris
Daerah Yogyakarta dan Cirebon. Skripsi:
Universitas Gajah Mada.
Sasangka. 2011. Paramasastra Gagrag Anyar Basa Jawa.
Jakarta: Yayasan Paramalingua.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis
Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana.
Taufiq, Muh. 2011. Makna Yang Terdapat Pada Bagian-
bagian Keris Dapur Sabuk Inten. Skripsi:
Universitas Negeri Sebelas Maret.
Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta. 2001. Kamus
Basa Jawa (Bausastra Jawa). Yogyakarta:
Kanisius.
Winarti, Sri. 2004. Sekilas Sejarah Keraton Surakarta.
Surakarta: Cendrawasih.
http://id.google.com/alang-
alangkumitir/ricikankeris. (diunduh 10
Maret 2012)
http://id.google.com/keris/kerisdiagram. (diunduh 12
Maret 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Pusaka. (diunduh 14
Februari 2012)

Anda mungkin juga menyukai