Anda di halaman 1dari 5

TES TENGAH SEMESTER

TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

OLEH

NAMA : ARDIN L. BULU BANI

KELAS : IV A

NIM : 18210026

DOSEN PENGASUH : Pdt. Dr. WELFRID F. RUKU

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA


FAKULTAS TEOLOGI
2020
1. Apa yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa?

Tentunya jawaban untuk pertanyaan ini adalah sangat mudah namun yang perlu diperhatikan kembali
ialah, bahwa Allah tidak membiarkan manusia jatuh ke dalam dosa, namun manusia diberi kehendak
bebas untuk menjalani kehidupan. Tentunya yang menyebabkan manusia jatuh ke dalam dosa adalah
karena ketidaktaatan manusia kepada perintah Allah. Dengan demikian Dosa terbesar yang mereka
perbuat bukanlah memakan buah dari pohon itu tetapi, ketidaktaatan/pemberontakan/pelanggaran
terhadap perintah Allah. Adam dan Hawa dengan sadar dan sengaja memakan buah pohon terlarang
itu. Padahal Allah dengan jelas telah melarang manusia untuk memakan buah dari pohon tersebut.

Bobot kejahatan dosa yang pertama itu tampak dalam kenyataan, bahwa dosa itu memperkosa
kedaulatan Allah dan perintah-Nya dalam hal kekuasaan, kebaikan, hikmat, keadilan, kesetiaan dan
kasih-karunia-Nya. Pelanggaran berarti membuang kekuasaan Allah, meragukan kebaikan hati-Nya,
mengingkari hikmah-Nya, menolak keadilan-Nya, memutar baikkan kebenaran-Nya, dan
menghinakan kasih karunia-Nya. Lawan dari segenap kemaha-sempurnaan Allah ialah dosa. Sikap
melawan/ memberontak terhadap Allah adalah dosa. Ada 3 oknum yang secara langsung berperan
pada saat manusia hendak jatuh ke dalam dosa yakni Adam, Hawa, dan Ular.

2. Siapakah yang sebenarnya membuat manusia jatuh ke dalam dosa?

Pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan sebelumnya, oknum atau tokoh yang dimaksud adalah
Adam, Hawa, serta Ular. Dan tentu saja kita semua pasti berpendapat bahwa Ularlah yang
menyebabkan semua dosa itu.

Menurut J. Wesley Brill, ular adalah alat yang dipakai sebagai alat dalam tangan iblis untuk mencobai
Adam dan Hawa (Kejadian 3:1-4, 1 Korintus 11:3). Iblis adalah makhluk yang telah jatuh sebelum
manusia diciptakan, dan sekaku berusaha menjatuhkan manusia. Ular adalah binatang yang cerdik
bahkan dikatakan bahwa ia dapat berjalan dengan kaki (Kejadian 3:14). Maksud Iblis mencobai Adam
dengan jalan perantaraan Hawa adalah karena Adam adalah kepala segala manusia dan raja atas
segenap bumi (Kejadian 1:26-28; 1 Korintus 11:7-9)., Jatuhnya Adam ke dalam dosa mengakibatkan
semua manusia tercemar, itulah yang diinginkan Iblis. 1 Sedangkan menurut C. Barth, ia tidak setuju
kalau ularlah yang menjadi biang dosa karena menurutnya anggapan para penafsir yang mengaitkan
ular dengan “Malaikat yang jatuh” hanyalah sebuah dongeng Yahudi dikemudian hari, dengan
demikian menurut C. Barth bukan setan yang membawa dosa masuk ke dalam dunia, karena
menurutnya juga tafsiran seperti ini memutarbalikkan maksud kesaksian nats Alkitab, nama Setan
tidak disebut dalam kejadian 3, maupun di dalam segenap perjanjian lama. Menurut C Barth untuk

1
J. Wesley Brill, Dasar Iman Yang Teguh, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1992), hlm. 184-185
menjawab pertanyaan seperti ini adalah ibaratnya seorang penanya itu mencari kesalahan di luar
dirinya sendiri, yang dimaksud adalah manusia itu sendiri. Bahkan umat Israel, maupun kitab-kitab
perjanjian lama tidak mampu menjelaskan pertanyaan seperti ini, oleh karena manusia harusnya
dengan kesadarannya mampu mengetahui bahwa Allah tetap setia kepada ciptaan-Nya meskipun
ciptaan-Nya memberontak terhadap-Nya. Menurut Barth, Sesungguhnya kitab-kitab PL tidak
memberitahukan secara lengkap dari mana datangnya hal yang jahat, kitab PL membiarkan soal itu
tidak terjawab, dan dengan demikian manusia menghormati Allah yang telah menjadikan segala
sesuatu dengan sempurna.

Menurut saya sendiri paham kedua orang ini semuanya benar, saya mengadopsi pandangan-
pandangan ini baik dari J. Brill maupun dari C. Barth, oleh karena menurut saya yang terpenting
adalah bagaimana kita sebagai manusia sadar bahwa ada pihak tertentu yang tidak mengingink
manusia tetap hidup dalam hadirat Allah, bukan itu saja kita juga harus sadar bahwa Allah yang penuh
dengan kasih dan kesempurnaan selalu menyertai dan memelihara kita meskipun kita sudah
memberontak terhadap Dia.

3. Dari manakah Dosa bermula?

Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia ini baik adanya, bahkan ketika Ia menciptakan
manusia sekalipun ia mengatakan bahwa semuanya itu teramat sangat baik. Kata yang digunakan
untuk menggambarkan sifat perbuatan Allah yang agung adalah kata ṭō-wḇ mə-’ōḏ yang memiliki arti
“Teramat, sempurna, bersifat agung atau berkuasa, dan lain sebagainya. Kata ini di gunakan dalam
kejadian 4:5, yang menggambarkan keadaan hati Kain terhadap adiknya Habel. Kata ṭō-wḇ mə-’ōḏ,
hanya terdapat satu kali saja pada saat proses penciptaan yakni pada hari ke-enam yang mana pada
hari itu manusia dan binatang darat, juga sejenis lainnya diciptakan Allah. Dengan demikian jikalau
kita menarik kesimpulan Allah tidak mungkin menciptakan dosa, karena dosa adalah bentuk dari
ketidaksempurnaan dan suatu yang tidak baik. Di dalam diri Allah sendiri, tidak ada suatu dosa setitik
apapun. Namun, Ketika membaca keseluruhan kitab kejadian 1-11 kita menemukan bacaan bahwa
Manusia jatuh di taman Eden (Kejadian 3:1-24), ini dikarenakan oleh karena manusia melanggar apa
yang telah Allah perintahkan pada mereka, yakni memakan buah dari pohon yang dilarang Allah atau
dengan kata lain mereka tidak taat dengan perintah Tuhan. Untuk menjawab pertanyaan di manakah
dosa berawal kita pasti langsung menyimpulkan bahwa dosa pastinya bermula dari kejadian di taman
Eden (Kejadian 3). Kata Eden dalam bahasa Ibrani adalah Eden, yang memiliki Arti “kesenangan,
kenikmatan, dan kegembiraan” tentu ini adalah terjamahan yang tepat bagi rumah pertama bagi
manusia saat itu. Jikalau kita melihat dalam terjemahan LXX kata yang dipakai untuk menerjemahkan
kata Eden adalah kata Paradeisos, secara terjemahan memiliki arti seperti arti dalam kata Ibrani yaitu
Eden. Namun yang perlu diperhatikan bahwa kata Paradeisos menunjuk pengertian pada surga secara
langsung.
Kita mungkin akan memilih antara kedua terjemahan ini, apakah memang taman Eden adalah rumah
di bumi yang penuh damai ataukah Rumah Allah yakni Surga, tentu saja hal ini tidaklah penting untuk
dipersoalkan, namun yang penting adalah bagaimana di tempat itu Allah dan ciptaan-Nya dapat
berkomunikasi dengan langsung, sebelum akhirnya semua itu menghilang dan yang tersisa adalah
murka Tuhan dalam rupa hukuman dan kutukan.

4. Mengapa Allah menempatkan pohon pengetahuan yang baik dan buruk, dan melarang
manusia untuk tidak memakannya apalagi menyentuhnya?

Menurut J. Wesley Brill, ia mengatakan dalam tulisannya bahwa Allah sengaja menempatkan pohon
tersebut di tengah-tengah taman dengan tujuan pengujian. Kita akan bertanya pula mengapa manusia
perlu di uji oleh Allah?2

 Ujian Allah itu perlu di tunjukkan kepada manusia, sebab manusia memiliki
kehendak bebas, yang dapat menentukan segala perbuatannya oleh kehendak
dirinya sendiri.
 Manusia diuji oleh Allah untuk membuktikan apakah ia menaati perintah Allah
dan setia kepada Allah.
 Ujian dimaksudkan agar kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa apa yang
telah diperintahkan oleh Allah kepada manusia adalah hal yang mendatangkan
kebaikan untuk manusia.

Seandainya saja Adam dan Hawa taat kepada Allah maka yang terjadi bukanlah dosa tetapi kebaikan
Allah atau dengan kata lain seandainya Adam dan Hawa menang dalam ujian itu maka yang terjadi
ialah kemenangan yang terus meneguhkan manusia di dalam kesuciannya dan kekudusan Allah.

5. Kapankah hukuman terhadap dosa manusia bermula?

Pertanyaan seperti ini bisa dijawab ketika kita membaca keseluruhan kitab kejadian, yang mana Allah
menghajar makhluk-makhluk-Nya di bumi dengan hukuman-hukuman (Kejadian 3:14-19). Akibat
dari dosa yang kita ketahui setelah membaca kitab kejadian adalah kematian, menurut C. Barth ia
menyatakan bahwa ada suatu hal yang sengat berhubungan dengan kematian adalah penyakit. Cerita
purbakala dalam kejadian 1-11 tidak menyebutkan hal ini. Oleh karena, berbicara tentang kematian,
orang Israel akan menganggap penyakit sebagai pembawa kematian itu sendiri. Hukuman Allah itu
lebih bersifat kepada pendidikan dari pada pembalasan. Allah menghajar makhluk-Nya, namun tidak
pernah dengan serta merta mengutuknya. Setelah kita melihat bacaan tentang kejadian 3, Allah hanya
mengutuk ular serta mengutuk akan tanah di mana manusia tinggal. Ia sama sekali tidak mengutuk
manusia ciptaan-Nya yang mulia. Allah bertindak menghukum ciptaan-Nya ketika ia memberontak,
2
J. Wesley Brill, Dasar Iman Yang Teguh, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1992), hlm. 184
kepada si pemberontak yakni manusia Ia memberi tanda-tanda peringatan, ditaruh-Nya perintang-
perintang dan ditanggungkan-Nya beban-beban yang menghalang-halangi kemajuan yang berbahaya
bagi makhluk itu sendiri. Segala hal berupa rasa sakit, kecewa, sesal, putus asa, beban-beban yang
manusia alami yang adalah bentuk dari konsekuensi dosa yang mereka perbuat, yang ternyata juga
dipergunakan Allah untuk memelihara makhluk-makhluk-Nya. 3

6. Bagaimana Allah memelihara ciptaan-Nya, padahal ciptaan-Nya telah berdosa?

Hanya dengan pengasihan, itulah tindakan Allah yang patut untuk kita pahami, segala hukuman yang
menimpa manusia dalam kitab kejadian 1-11 adalah hasil pemberian-Nya namun pemberian dengan
maksud bukan sampai membuat habis makhluk-makhluknya (Yeremia 10:24). Allah menghukum
manusia yang memberontak menurut hukum-Nya yakni yang sesuai dengan keadilan-Nya yang
bersifat setia dan kekal. Betapa ajaib kuasa perbuatan Allah, ketika menghitung kebaikan Allah di
dalam hidup kita sungguh memang tidaklah terbatas sebab sungguh mana ada Allah yang berbelas
kasih kepada ciptaan-Nya meskipun ciptaan-Nya telah memberontak terhadap-Nya. Pengasihan Allah
adalah suatu keajaiban allah yang tidak terduga oleh akal manusia. Adakalanya pengasihan Allah baru
nampak dan baru terasa pada waktu penghukuman dab penderitaan terangkat dari pada makhluk itu.
Sebenarnya Allah selalu menunjukkan pengasihan-Nya, biarpun itu di tengah-tengah penghukuman
sekalipun. Dengan tidak diminta terlebih dahulu, Allah telah membuka tangan-Nya dan memuaskan
segala yang hidup dengan kehendak-Nya (Mazmur 145:16). 4

3
Dr. C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm.71-100
4
Dr. C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm.81-85

Anda mungkin juga menyukai