Anda di halaman 1dari 26

A.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang

bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retrebusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang

sah, yang bertujuan untuk memberikan kelulusan pada daetah dalam menggali

pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas

disentralisasi.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia NO. 28 tahun 2009

tentang pajak daerah dan retribusi daerah pendapatan asli daerah yaitu sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang

terdiri dari hasil pajak daerah, retrebusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Salah satu upaya untuk melihat kemampuan daerah dari segi keuangan

daerah dalam rangka mengurangi ketergantungan tehadap pemerintah pusat,

adalah dengan melihat komposisi dari penerimaan daerah yang ada.Semakin

besar komposisi pendapatan asli daerah, maka semakin pula kemampuan

pemerintah daerah untyk memikul tanggungjawab yang lebih besar.Tetapi

semakin kecil komposisi pendapatan asli daerah terhadap penerimaan daerah

maka ketergantungan terhadap pusat semakin besar.Sedangkan dampak yang

dirasakan masyarakaat dengan adanya peningkatan penerimaan pendapatan

asli daerah adalah kelancaran pembangunan.Pembangunan meliputi berbagai

sektor diantaranya adalah pembangunan jalan, pembangunan fasilitas umum


dan fasilita lainnya.

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah

Dalam upaya memperbesar peran pemerintah daerah dalam

pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam

membiayai kegiatan operasional rumah tangganya.Berdasarkan hal tersebut

dapat dilihat bahwa pendapatan asli daerah tidak dapat dipisahkan dengan

belanja daerah, karena adanya saling terkait dan merupakan satu alokasi

anggaran yang disusun dan dibuat untuk melancarkan roda pemerintah daerah.

Sebagaimana dengan Negara, maka daerah dimana masing-masing

pemerintah daerah mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan jalan melaksanakan pembangunan

disegala bidang. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan

daerah yang digali dalam daerah yang bersangkutan, yang terdiri:

1) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah kontribusi wajib pada daerah yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.Jenis pajak yang terdapat di kabupaten /kota terdiri dari:

a). Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan


termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup

juga, hotel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan,

rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar

lebih dari 10(sepuluh).

Objek fajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel

dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel

yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk

fasilitas olahraga dan hiburan.Yang dimaksud dengan jasa penunjang

adalah fasilitas telepon, facsimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan

cuci, setrika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan

atau ikelola Hotel.

Mengacu Pendapatan Asli Daerah ketentuan pasa 32 ayat UU 28

Tahun 2009 tersebut, apabila ada fasilitas hiburan yang menyatu sebagai

fasilitas hotel, seperti diskotek,spa,fitness center dll, maka dapat

dikenakan pajak hotel. Sedangkan pendapat terjadi antara pemerintahan

daerah sebagai fiskus dengan pengusaha hotel yang terdapat fasilitas

hiburan yang disebabkan tariff pajak hiburan dapat dikenakan sampai 75%

sedangkan pajak hotel hanya dapat dikenakan maksimal 10%.

b). Pajak Restoran

pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman

dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,

kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering.

Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh


restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan

penjualan makanan dan/atau minuman yang dikondisikan oleh pembeli,

baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat lain. Berdasarkan

ketentuan ini, maka layanan antar (delivery service) atau pemesanan

dibawa ( take away order), tetap dikenakan pajak restoran walaupun tidak

menikmati fasilitas sarana restoran.

c). Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.Hiburan

adalah semua jeis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian

yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan

dipungut bayaran.Bentuk hiburan yang dikenakan pajak adalah terbatas

Pendapatan Asli Daerah.

d). Pajak Reklame

Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame

adalah benda,alat,perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya

dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, mengajukan,

mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang,

jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan,

dan/atau dinikmati oleh umum.

e). Pajak Penerangan Jalan

pajak penerangan jalan adalah pajak yang dipungut dari hasil


penggunaan tenaga listrik. Objek pajak penerangan jalan adalah

penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang

diperoleh dari lain. Listrik yang dihasilkan sendiri meliputi seluruh

pembangkit listrik.

Yang dimaksud penggunaan tenaga listrik dari sumber lain adalah

konsumen memproleh tenaga listrik yang didistribusikan dari penyediaa

tenaga listrik, diantaranya yaitu PLN. Sedangkan yang dimaksud dengan

tenaga listrik diperoleh tenaga listrik dari pembangkit listrik yang dimiliki

dan dioprasionalkan secara mandiri oleh pengguna tenaga listrik. Pusat

perbelanjaan, took swalayan, mall, rumah sakit, hotel dan gedung-gedung

yang biasa dikunjungi masyarakat luas banyak menggunakan generator set

(genset) sebagai sumber listrik cadangan saat pemadaman listrik terjadi.

f). Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan

g). Pajak Parkir

2). Retribusi daerah

Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi

daerah.Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran

pemakaian atau karena memproleh jasa atau pekerjaan atau pelayanan

pemerintah daerah dan jasa usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atas

jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.Retribusi

daerah dibagi tiga golongan:

a). Retribusi jasa umum

Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai


retribusi jasa umum.Obyek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang

disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

b). Retribusi jasa usaha

Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh

pemerintah daerah:

(1). Perizinan Tertentu

Obyek Retribusi perizinan Tertentu adalah pelayanan prizinan

oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badab yang

dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan

pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,

saran atau kelestarian lingkungan.

(2). Perusahaan daerah

Pemerintahan daerah juga diberikan hak untuk mengelola

perusahaan sendiri sebagai salah satu sumber bpendapatan yang disebut

perusahaan daerah.Sifat perusahaan daerah sesuai dengan motif

pendirian dan pengelolaan adalah kesatuan produki untuk menambah

penghasilan daerah, member jasa, penyelenggarakan kemanfaatan

umum dan memperkembangkan perekonomi daearah.

Prinsip pengolaan perusahaan daerah tentunya harus tetap

berdasarkan tujuan ekonomis perusahaan yaitu mencari

keuntungan.Dari situlah keuntungan itulah sebagai disetorkan kepada


kas daerah.Perusahaan daerah dapat beroperasi dalam bidang kontruksi,

transpormasi, pembuatan barang dan lain sebagainya. Perusahaan

daerah digolongkan dalam tiga macam, yaitu:

(a) Perusahaan yang diperoleh berdasarkan penyerahan dari pemerintah

berupa perusahaan yang berasal dari nasional perusahaan asing.

(b) Perusahaan yang berasal dari perusahaan Negara yang diserahkan

kepada pemerintah daerah.

(c) Perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah dengan modal

seluruh atau sebagian merupakan milik daerah.

Salah satu maksud yang didirikan perusahaan daerah adalah

didasarkan pada pelayanan dan pemberian jasa kepada masyarakat.Namun

bukan berarti bahwa perusahaan tidak memberikan kontribusi pada

pendapatan asli daerah. Perusahaan daerah mempunyai dua fungsi yang

berjalan secara bersamaan, dimana satu pihak dituntut untuk

menyelenggarakan fungsi-fungsi sosial, yaitu memberikan pelayanan dan

jasa kepada masyarakat dan pihak lain. perusahaan daerah menjalankan

fungsi ekonomi yaitu memperoleh keuntungan dari kinerja. Keuntungan

yang didapat inilah yang disebut dengan laba bagian badan usaha milik

daerah.

Laba bagian Badan Usaha Milik Daerah ialah bagian keuntungan

atau laba bersih dari perusahaan daerah atas badan lain yang merupakan

badan usaha milik daerah. Keuntungan inilah yang diharapkan dapat

member sumbangan bagi pendapatan asli daerah, walaupun sampai saat

ini kontribusi yang diberikan dari sektor perusahaan daerah masih relative

kecil bila dibandingkan dengan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.


c).Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Pajak daerah dan retribusi merupakan bagian dari Pendapatan Asli

Daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber

pembiyaan pemerintah daerah dan pembangunan daerah yang akan

digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan

daerah. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ini diharapkan akan

memperlancar jalannya pembangunan dan pemerintahan daerah.

Pembangunan dapat berjalan dengan lancar maka peluang untuk

kesejahteraan masyarakat diharapkan akan meningkat.

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah selain pajak, retribusi dan

perusahaan daerah adalah lain-lain hasil usaha daerah lain yang sah. Lain-

lain usaha daerah yang sah merupakan usaha daerah (bukan usaha

perusahaan daerah) dapat dilakukan oleh satu aparat pemerintahan

daerah(dinas) yang dalam kegiatannya menghasilkan suatu barang atau

jasa dapat dipergunakan oleh masyarakat dengan ganti rugi.

Pendapatan dari sektor ini berbeda untuk masing-masing daerah

tergantung potensi yang dimilikinya, walaupun sumbangan sektor ini

masih terbatas tetapi dibandingkan dengan laba perusahaan daerah dan

penerimaan dari dinas-dinas daerah, sektor ini lebih baik dalam

memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah dan relative merata

untuk tiap-tiap daerah.Usaha daerah sebagai sumber pendapatan daerah

tersebut harus disetorkan kepada kas daerah dan diatur dalam peraturan

daerah.Penerimaan ini mencakup sewa rumah daerah, sewa gedung dan

tanah milik daerah, jasa giro, hasil perjualan barang-barang, bekas milik
daerah pendapatan hasil eksekusi dan jaminan, denda pajak, dan

penerimaan-penerimaan lain yang sah menurut undang-undang.


DANA PERIMBANGAN

Pengertian Dana perimbangan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Pasal 1 Ayat 18 tentang Perimbangan antar Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, Dana Perimbangan diartikan sebagai dana yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), yang dialokasikan kepada daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Departemen

Keuangan, 2004).

Pendapatan yang termasuk ke dalam Dana Perimbangan terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antar Keuangan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yaitu :

Dana Bagi Hasil Pajak

Dana Bagi Hasil Pajak Terdiri Dari :

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan imbangan

10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dana bagi hasil PBB

untuk daerah sebesar 90% dengan rincian sebagai berikut :

1. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan

2. 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan

3. 9% untuk biaya pemungutan

Selanjutnya 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat
dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota dengan rincian sebagai berikut :

1. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota

2. 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten da/atau kota

yang realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor

pedesaan dan perkotaan sebelumnya mencapai/melampaui rencana

penerimaan yang ditetapkan

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Penerimaan

negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan

imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.DBH

BPHTB untuk daerah sebesar 80% dengan rincian sebagai berikut :

1. 16% untuk provinsi yang bersangkutan

2. 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan

Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama

besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang

Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21

Dana Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan

Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21

dengan rincian sebagai berikut :

1. 60% untuk kabupaten atau kota


2. 40% untuk provinsi

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) Terdiri Dari :

d. Sektor Kehutanan

Penerimaan kehutanan yang berasal dari Penerima Iuran Hak

Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)

yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan

imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. Penerimaan

kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan

dana sebesar 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah.

e. Sektor Pertambangan Umum

Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah

yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah

dan 80% untuk daerah.

f. Sektor Pertambangan Minyak Bumi

Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah

daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan

pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,


dibagi dengan imbangan 84,5%% untuk pemerintah pusat dan 15,5%

untuk daerah.

g. Sektor Pertambangan Gas Bumi

Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah

daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan

pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

dibagi dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah pusat dan 30,5%

untuk daerah.

h. Sektor Perikanan

Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional, dibagi dengan

perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.

i. Sektor Pertambangan Panas Bumi

Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang

bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi

dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk

pemerintah daerah.

Dana Alokasi Umum

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana

Perimbangan bahwa:
“Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk

membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi.”

Dalam pengaturan keuangan menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun

1999 adalah provisi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke Kabupaten dan

Kota yang disebut dengan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Dana

Alokasi Umum adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang

diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan

antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula

berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa

daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah

kaya. Dengan kata lain tujuan alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan

kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia

(Kuncoro, 2004).

Kebijakan Dana Alokasi Umum merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar

daerah, sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal

yang sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan

transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovernmental transfer) berfungsi sebagai

faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan

kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah. Bagi daerah yang relatif minim

Sumber Daya Alam (SDA), DAU merupakan sumber pendapatan penting guna

mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan

pembangunan. Tujuan DAU disamping untuk mendukung sumber penerimaan


daerah juga sebagai pemerataan kemampuan keuangan pemerintah daerah

(Saragih, 2003).

DAU dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula DAU

yang berdasarkan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal dengan proporsi pembagian

DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota masing-masing sebesar 10%

(sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen) dari besaran DAU secara

nasional.

Metode perhitungan menurut UU No. 33 Tahun 2004 sebagai berikut :

DAU = AD + CF

Keterangan :

DAU artinya alokasi DAU per daerah

AD = alokasi DAU berdasar Alokasi Dasar CF = alokasi DAU berdasar Celah

Fiskal

Dana Alokasi Khusus

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Khusus adalah

dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah

tertentu dengan tujuan, untuk membantu kegiatan khusus yang merupakan


urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk

membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang

merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk

membiayai sarana

dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu,

untuk mendorong percepatan pembangunan daerah, seperti di bidang pendidikan,

kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi dan air bersih), kelautan dan perikanan,

pertanian, prasarana pemerintah daerah, serta lingkungan hidup.

Berbeda dengan Dana Bagi Hasil dan DAU, kewenangan dalam

pengalokasian DAK relatif terbatas karena dana tersebut pada dasarnya dikaitkan

dengan pembiayaan kegiatan tertentu. Dana tersebut dimaksudkan untuk

membiayai kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dengan

menggunakan rumus DAU, serta pembiayaan proyek yang merupakan komitmen

atau prioritas nasional. Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan

Menteri Keuangan paling lambat 2 minggu setelah Undang-Undang APBN

ditetapkan. Petunjuk teknis penggunaan DAK ditetapkan paling lambat 2

minggu setelah penetapan alokasi DAK oleh menteri keuangan. Daerah

penerimaan DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam

APBD. Penggunaan DAK dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan

DAK. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan administrasi,

penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.

Metode perhitungan menurut Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005

mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan


2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.

Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi

kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi

untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan

kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing

kriteria sebagai berikut:

1) Kriteria Umum

Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah

yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai

Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria

umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini:

Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja

Pegawai Daerah Penerimaan Umum = PAD

+ DAU + (DBH – DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD

Keterangan:

PAD = Pendapatan Asli Daerah

APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DAU = Dana Alokasi

Umum

DBH = Dana Bagi Hasil

DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi PNSD = Pegawai Negeri Sipil
Daerah

Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran, maka alokasi DAK

ditentukan

dengan melihat keberadaan dana lainnya di daerah yang bersangkutan, seperti

DBH, dan DAU.

2) Kriteria Khusus

Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk

perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:

a) Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan

daerah tertinggal/terpencil.

b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil,

daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah

yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Dari

hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan

daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.

3) Kriteria Teknis

Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat

menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan

masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK

di daerah. Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing


menteri teknis terkait, yakni:8

a) Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan;

b) Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;

c) Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum

dan Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;

d) Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri;

e) Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan

Perikanan;

f) Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;

g) Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup;

h) Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan

Koordinator Keluarga Berencana Nasional;

i) Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;

j) Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara

Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan

k) Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.

Definisi Dana Dekonsentrasi


Definisi dekonsentrasi yang umum digunakan adalah sebagaimana yang
diberikan oleh Rondinelli (www.worldbank.org.), yakni:

The redistribution of decision making authority and financial and


management responsibilities among different levels of the central
government.Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa
dekonsentrasi adalah pelimpahan otoritas pengambilan keputusan
dari pemerintah pusat ke cabang-cabangnya. Kalau kita bawa ke
konteks Indonesia, dekonsentrasi adalah pelimpahan otoritas dari
Kementrian di pusat kepada kantor wilayah atau kantor
departemennya di daerah. Disini istilah dekonsentrasi hanya berlaku
dalam konteks pendelegasian wewenang dalam satu organisasi
pemerintahan. Dengan kata lain dekonsentrasi tidak berlaku untuk
pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintahan
otonom di daerah.

Namun, kalau kita mengacu kepada UU 32/2004, maka yang bisa


menerima pelimpahan kewenangan dekonsentrasi adalah instansi vertikal di
daerah serta gubernur, sebagaimana menurut Pasal 1.8:

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh


Pemerintah ke Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu

Jika definisi dekonsentrasikan ini dibandingkan dengan definisi


dekonsentrasi Rondinelli, dapat diartikan bahwa Gubernur adalah bagian dari
organisasi Pemerintah Pusat. Namun disisi lain menurut UU 32/2004,
Gubernur adalah juga merupakan kepala pemerintah propinsi yang menerima
kewenangan desentralisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Gubernur adalah
suatu organisasi yang memiliki dua peran, yaitu sebagai (1) sebagai kepala
daerah otonom dan (2) sebagai bagian (wakil) dari pemerintah pusat di daerah.

Berbicara tentang definisi dana dekonsentrasi, tentunya terkait dengan


definisi dekonsentrasi itu sendiri. Kalau kita mengacu ke UU 32/2004, maka
dana dekonsentrasi berarti dana untuk membiayai kegiatan dekonsentrasi
tersebut. Dengan kata lain, dana dekonsentrasi adalah seluruh dana untuk
membiayai pelaksanaan tugas pemerintah pusat di daerah baik yang
dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah maupun yang dilaksanakan
oleh Gubernur.

Namun ternyata definisi dana dekonsentrasi yang diberikan oleh UU


33/2004 berbeda dengan pengertian dana dekonsentrasi menurut UU 32/2004,
sebagaimana tercantum pada pasal 1.26 berikut:

Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang


dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang
mencakup semua penerimaan dan pengeluaran yang dalam rangka
pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan
untuk instansi vertikal pusat di daerah

Definisi di atas sejalan dengan definisi dekonsentrasi menurut UU


33/2004 yang lebih dipersempit sebagaimana tertulis di Pasal 1.9:

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh


Pemerintah ke Gubernur sebagai wakil pemerintah.

UU 33/2004 mempersempit definisi dekonsentrasi menjadi hanya


pelimpahan wewenang ke gubernur, tidak termasuk pelimpahan wewenang ke
kantor wilayah/cabang. Dengan kata lain, seluruh dana pelaksanaan tugas
kementrian/lembaga yang dilaksanakan sendiri kementrian/lembaga tersebut di
daerah bukan dikategorikan sebagai dana dekonsentrasi.

Selanjutnya dalam laporan penelitian ini, istilah dana dekonsentrasi


mengaju kepada definisi yang diberikan oleh UU 33/2004.

Prinsip yang melandasi disediakannya Dana Dekonsentrasi adalah


Money Follow Functions. Sebagai mana tertera pada UU 32/2004 pasal 12
ayat 2:

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada gubernur, disertai


dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan

Kemudian diperkuat oleh UU 33/2004 Pasal 87 ayat 1 yang menyatakan


bahwa Dana dekonsentrasi disediakan setelah adanya pelimpahan wewenang
Pemerintah melalui kementrian negara/lembaga kepada gubernur. Namun
kemudian UU 33/2004 pasal 87 ayat 7 membatasi jenis pelimpahan wewenang
yang bisa dibiayai dengan dana dekonsentrasi yaitu hanya yang bersifat non-
fisik.

Sebuah pertanyaan yang sangat prinsipil adalah apa tujuan yang ingin
dicapai dengan disediakannya dana dekonsentrasi. Dari analisis terhadap pasal
demi pasal secara khusus di UU 33/2004, dapat disimpulkan bahwa ada dua
tujuan disediakannya dana dekonsentrasi:

Pertama adalah, kecukupan (Sufficiency) untuk pelaksanaan tugas


dekonsentrasi. Didasari oleh prinsip money follow functions, UU 32/2004 dan
UU 33/2004 mengamanatkan bahwa pelimpahan kewenangan dekonsentrasi
kepada gubernur harus diikuti oleh pendanaan yang berkecukupan dari
Pemerintah. Artinya dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi, gubernur tidak
boleh menyediakan dana dari APBD. Hal ini adalah konsekuensi logis dari
akuntabilitas pelaksanaan tugas dekonsentrasi yaitu kepada pemerintah
(pemberi tugas).

Kedua, sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal 2.3 UU 33/2004


menyatakan bahwa Dana Dekonstrasi adalah bagian integral dari Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal ini mengisyaratkan
agar pembagian dana dekonsentrasi ke gubernur dalam pelaksanaan tugas
dekonsentrasi nya harus mempertimbangkan aspek equity (keadilan).
Maksudnya adalah pendistribusian dana dekonsentrasi ke gubernur tidak saja
dihitung berdasarkan kebutuhan untuk membiayai pelimpahan wewenang,
tetapi juga didistribusikan dengan mempertimbangkan aspek 'keadilan' antar
daerah. Dengan kata lain, pendistribusian dana dekonsentrasi juga mesti
mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah.

Definisi Dana Tugas Pembantuan


Satu lagi bentuk penugasan dari satu pemerintahan ke pemerintahan
otonom lainnya (terutama yang dibawahnya) adalah tugas pembantuan.
Berbeda dengan dekonsentrasi yang merupakan penugasan dari unit di pusat ke
unit di daerah dalam satu organisasi pemerintahan (seperti dari kantor pusat ke
kantor wilayah sebuah kementrian), tugas pembantuan adalah penugasan dari
pemerintahan otonom ke pemerintahan otonom di bawahnya (seperti dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan ke pemerintah desa).
Tugas pembantuan juga berbeda dengan kewenangan desentralisasi
dalam hal pertanggungjawaban. Kewenangan desentralisasi yang dijalankan
oleh pemerintah daerah dipertanggungjawabkan kepada konstituen-nya
menurut aturan yang berlaku, sedangkan pelaksanaan tugas pembantuan
dipertanggungjawabkan kepada pemerintah yang memberi tugas. Satu lagi
perbedaannya adalah bahwa urusan desentralisasi menjadi tugas rutin
pemerintah daerah sedangkan tugas pembantuan lebih bersifat temporer
tergantung kebutuhan pemberi tugas.
Definisi tugas pembantuan yang diberikan oleh UU 32/2004 sejalan
dengan definisi yang berlaku umum, sebagaimana pada pasal 1.9 berikut:

Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada


daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sedikit berbeda dengan UU 32/2004, definisi yang diberikan oleh UU


33/2004 lebih sempit, sebagaimana tertulis pada pasal 1. 10 berikut:

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada


daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada
yang menugaskan

Definisi yang diberikan UU 33/2004 nampaknya lebih spesifik sesuai


dengan tujuannya untuk mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah
di Indonesia. Definisi tugas pembantuan sejalan dengan upaya untuk mengatur
dana tugas pembantuan, sebagaimana tercantum pada pasal 1. 25

Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.

Sebagaimana dana dekonsentrasi, selanjutnya dalam penelitian ini


definisi dana tugas pembantuan yang digunakan adalah sebagaimana tercantum
pada UU 33/2004.

SUMBER PENDAPATAN PEMERINTAH

Negara memperoleh pendapatan dari dalam negeri maupun luar negeri. Pendapatan atau

penerimaan pemerintah tersebut berpengaruh keberhasilan seluruh proses pembangunan


sangat terhadap nasional. Adapun sumber- sumber pendapatan pemerintah di antaranya

adalah:

1. Penerimaan Dalam Negeri

Penerimaan pemerintah yang diperoleh dari dalam negcri bcrasal dari minyak bumi dan gas

alam (migas) dan nonmigas. Penerimaan dari sector tersebut digunakan pemerintah untuk

menutup pengeluaran rutin pemerintah. Penerimaan pemerintahan dari sektor nonmigas

terdiri atas pajak dan nonpajak. Penerimaan pajak berasal dari Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi Pajak dan Bangunan,

Ekspor, Pajak Perdagangan Internasional, Bea Masuk dan Cukai.

Adapun penerimaan negara bukan pajak terdiri dari pengelolaan sumber daya alam,

Keuntungan Badan Usaha Milik Negara, Pendapatan Badan Layanan Umum, barang sitaan,

pinjaman, sumbangan ataupun dari percetakan uang. Sedangkan penerimaan dalam bentuk

hibah meliputi pemberian barang atau jasa dari pihak lain.

2. Penerimaan Luar Negeri

Dalam melaksanakan pembangunan dan roda pemerintahan diperlukan dana yang sangat

besar. Pemerintah tidak dapat mengandalkan pada hanya satu sumber pendapatan yaitu

pendapatan dari dalam negeri saja. Namun demikian, membutuhkan bantuan dari masyarakat

internasional. Untuk membiayai proses pembangunan nasional, Dana Bantuan dari luar

negeri ini dapat digunakan untuk pembiayaan belanja pembangunan. Penerimaan yang

berasal dari luar negeri terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek. Pinjaman

tersebut dapat berasal dari negara donor atau lembaga keuangan internasional.

Lembaga keuangan atau negara donor yang telah memberi bantuan keuangan ke Indonesia

antara lain adalah: ADB (Asean Development Bank), IMF (International Monetary Fund),

dan Bank Dunia (World Bank).


a. Pendapatan Pajak

Pendapatan pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang diatur dalam

undang-undang tanpa balas jasa secara langsung.Pendapatan negara berasal dari pajak. Secara

garis besar berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan kepada dua

golongan yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung.Pajak langsung berarti jenis pungutan

pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak.

Setiap individu yang bekerja dan perusahaan yang menjalankan kegiatan dan memperoleh

keuntungan wajib membayar pajak. Sedangkan, Pajak tak langsung adalah pajak yang

bebannya dapat dipindah-pindahkan kepada pihak lain. Diantara jenis pajak

(1) Pajak Hotel dan Restaurant (PHR)

(2) Pajak Restoran

(3) Pajak Hiburan

(4) Pajak Reklame

(5) Pajak Penerangan Jalan

(6) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C

(7) Pajak Parkir

b. Pendapatan Non Pajak

Pendapatan non pajak adalah pendapatan negara selain dari pajak. Pendapatan non pajak

berasal dari:

1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, (antara lain penerimaan

jasa giro, sisa anggaran pembangunan, sisa anggaran rutin)


2. Penerimaan dari pemanfaatansumber daya alam (segala kekayaan alam yang terdapat

diatas, permukaandan di dalam bumi yang dikuasai negara, antara lain royalti di bidang

pertambangan)

3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan (antara lain

dividen atau bagian laba pemerintah dari BUMN, dana pembangunan semesta, dan hasil

penjualan saham pemerintah dalam BUMN)

4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah (antara lain pelayanan

pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan, pemberian hak paten, merek, hak

cipta, pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan)

5. Penerimaan berdasarakan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda

administrasi (antara lain lelang barang rampasan negara dan denda)

6. Penerimaan yang berupa hibah yang merupakan hak pemerintah (adalah penerimaan

negara berupa bantuanhibah dan atau sumbangan dari dalam dan luar negri baik swasta

maupun pemerintah yang menjadi hak pemerintah, kecuali hibah dalam bentuk natura yang

secara langsung untuk mengatasi keadaan darurat seperti bencana alam atau wabah penyakit

yang tidak dicatat dalam APBN)

7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri

Anda mungkin juga menyukai