Pendahuluan Redflag
Pendahuluan Redflag
Audit
Pengertian audit menurut Al Haryono Jusup (2014:11) adalah suatu proses sistematis untuk
mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-
tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Miller and Bailley dalam Abdul Halim (2015:3) audit adalah tinjauan
metode dan pemeriksaan objektif atas suatu item, termasuk verifikasi informasi spesifik
sebagaimana ditentukan oleh auditor atau ditentukan oleh praktik umum, tujuannya untuk
menyatakan pendapat atau mencapai kesimpulan tentang apa yang diaudit.
Red Flag
Menurut Tuanakotta (2013) red flag atau yang biasa disebut dengan bendera merah adalah
tanda bahaya, tanda bahwa ada hal yang tidak sesuai pada tempatnya dan perlu mendapat
perhatian. Auditor dan investigator menggunakan tanda bahaya (red flag) sebagai petunjuk
indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada sebuah laporan keuangan. Red flag juga
dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal.
Sedangkan menurut Karyono (2013:94) red flag merupakan tanda-tanda kecurangan (fraud)
yang tercermin melalui karakteristik tertentu yang bersifat kondisi atau situasi tertentu yang
merupakan peringatan dini terjadinya fraud.
Dengan kata lain, red flag adalah petunjuk atau indikasi adanya sesuatu yang tidak biasa dan
memerlukan penyidikan lebih lanjut. Red flag tidak mutlah menunjuk apakah seseorang bersalah
atau tidak tetapi merupakan tanda-tanda peringatan bahwa kecurangan sedang atau telah terjadi.
Kategori Red Flag
1. Kesempatan (opportunities)
Contoh opportunities yang membuat fraud bisa terjadi misalnya tingginya tingkat turnover di
divisi manajemen yang memegang peranan penting di perusahaan, atau pemisahan tugas yang
tidak memadai, atau transaksi yang sifatnya kompleks atau bahkan struktur manajemen.
2. Tekanan
Lister (2007: 63) mendefinisikan pressure sebagai “sumber panas untuk api”
namun tidak berarti karena ada tekanan dalam diri seseorang, lantas orang tersebut akan
melakukan fraud. Menurut Lister (2007: 63), terdapat tiga jenis tekanan yang memotivasi
individu untuk melakukan fraud di perusahaan tempatnya bekerja, yaitu:
1. Personal pressure, yaitu kondisi dimana individu melakukan kecurangan karena gaya
hidup.
2. Employment pressure, dimana individu tertekan untuk melakukan kecurangan karena
tuntutan pekerjaan atau target kerja, atau karena kepentingan keuangan yang dimiliki
manajemen perusahaan.
3. Rasionalisasi (rationalization)