Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK-TEKNIK AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP

PENDEKTESIAN KECURANGAN

1. Rendy Stevan Lieminarto. 2. Distia Nurhalizah. 3. M. Aldiansyah A.


( (1221700083) (1221700065) (1221700035).

renliem213@gmail.com distianurh17@gmail.com mochaldiansyah99@gmail.com

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2020
Tri Ratnawati
tri.wdhidayat@yahoo.com

Rendy Stevan Lieminarto (1221700083)


Renliem213@gmail.com

Distia Nurhalizah (1221700065)


distianurh17@gmail.com

M. Aldiansyah A. (1221700035)
mochaldiansyah99@gmail.com

Abstract

This study aims to determine the techniques of investigative audit techniques, on


the detection or disclosure of fraud. The data used in this critical review is reading
and analyzing, as well as comparing and linking from one article to another. The
number of articles analyzed and criticized in this writing is seven to eight articles.
the purpose of this article itself is to criticize so that the articles that are made
have their own meaning by those who read. This paper aims to see how an auditor
can detect fraud fraud in financial reports with development of current regulatory
standards this. This paper is a resume of several previous writings that also
discuss about how auditors can detect fraud (fraud) on the financial statements
itself. From some previous research about how and things that affect fraud (fraud)
on financial statements, the authors draw conclusions that there are several things
that factor into that quite fundamentally influencing an auditor can detect fraud
(fraud) itself in financial reports.

Keywords : teknik‐teknik audit investigatif, pendeteksian kecurangan,


auditor forensik,
1. PENDAHULUAN

Korupsi menjadi salah satu masalah yang tak kunjung terpecahkan di Indonesia.
Dari tahun ke tahun kasus korupsi kian bertambah dengan nilai materil yang tak
pernah terbayangkan sebelumnya. Kasus korupsi di Indonesia masih dalam tahap
memprihatikan. Berdasar data yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW),
jumlah kasus korupsi selama 2010-2012 yang menurun kembali meningkat
signifikan pada 2013-2014 (intisari-online.com,18 Agustus 2014). Berdasarkan
rekapitulasi yang dikeluarkan KPK terlihat bahwa jumlah kasus korupsi dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Pada tahun
2012 terjadi penurunan yang sangat signifikan dan bahkan pada tahun 2012
jumlah kasus korupsi menjadi yang terendah selama lima tahun terakhir. Namun
hal tersebut tidak dapat dipertahankan dan kembali mengalami lonjakan kenaikan
yang sangat besar pada tahun 2013. Walaupun demikian penurunan kembali
terjadi pada tahun 2014 hanya saja tidak dalam jumlah yang besar.

Kenaikan jumlah perkara korupsi berbanding lurus dengan semakin besarnya


kerugian yang dialami negara. Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia
Corruption Watch melaporkan hasil investigasinya selama tahun 2014 terkait
kerugian negara akibat ulah para koruptor. Menurut Lais Abid, staf divisi
investigasi dan publikasi ICW, kerugian negara pada 2014 akibat korupsi sebesar
Rp 5,29 triliun (www.tribunnews.com, 17 Februari 2015).

Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi selama semester I-2014, sebagian besar
tersangka adalah pejabat/pegawai pemerintah daerah (pemda) dan kementerian,
yakni 42,6 persen. Tersangka lain merupakan direktur/komisaris perusahaan
swasta, anggota DPR/DPRD, kepala dinas, dan kepala daerah (intisari-
online.com,18 Agustus 2014). Berdasarkan catatan statistik penindakan KPK,
sepanjang 2004-2014 terdapat 54 Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi. Di
tahun 2014 sendiri, terdapat sejumlah kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
Mereka terdiri dari Gubernur, dan Wali Kota/Bupati (www.hukumonline.com, 9
Januari 2015).
Kecurangan yang biasanya menjadi tahapan selanjutnya dari korupsi adalah
tindakan pencucian uang, dimana uang hasil kejahatan dari korupsi disamarkan
keberadaan dan asalnya. Kasus pencucian uang yang sedang hangat dibicarakan
dalam beberapa waktu ini telah menjerat salah satu kepala daerah di provinsi Jawa
Barat adalah kasus Bupati Karawang dan istrinya. Kasus ini sedang menjalani
sidangnya di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah,
sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tim
penyidik KPK menemukan adanya indikasi jika Ade dan Nurlatifah mentransfer,
menempatkan, membayarkan, atau mengubah bentuk harta yang diduga berasal
dari tindak pidana korupsi. Keduanya diduga memeras PT Tatar Kertabumi yang
ingin meminta izin untuk pembangunan mal di Karawang (nasional.kompas.com,
7 Oktober 2014).

David Fraser (Benny Swastika, 2011: 2) menyatakan bahwa money laundering


adalah sebuah proses yang sungguh sederhana dimana uang kotor di proses atau
dicuci melalui sumber yang sah atau bersih sehingga orang dapat menikmati
keuntungan tidak halal itu dengan aman. Howard dan Michael (2007:100)
mengemukakan bahwa money laundering umumnya dilakukan melalui tiga
langkah tahapan yaitu tahap penempatan (placement), tahap pelapisan (layering),
dan tahap integrasi. Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan
hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil
kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa
memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun
tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana money laundering tidak hanya
mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan,
melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Segala bentuk tindakan modus operandi dapat teridentifikasi saat atau setelah
melakukan proses investigasi. Disinilah peran seorang akuntan forensik yang
dianggap memiliki keahlian di bidang keuangan dan akuntansi digunakan untuk
mengungkap setiap tindakan dan menghitung jumlah kerugian negara akibat dari
tindakan pencucian uang tersebut. Di dalam setiap proses penyidikan dan
investigasinya para akuntan forensik menerapkan disiplin ilmu akuntansi forensik
dan audit investigatif. Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin ilmu
akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun
privat. Pada awalnya akuntansi forensik merupakan perpaduan yang sederhana
antara akuntansi dan hukum, tetapi pada kasus yang lebih rumit ada tambahan
ilmu yang terkandung dalam akuntansi forensik yaitu ilmu audit. Sedangkan audit
investigatif merupakan upaya pembuktian, umumnya pembuktian ini berakhir di
pengadilan dan ketentuan hukum acara yang berlaku dengan menerapkan
beberapa teknik (Tuanakotta, 2014).

Audit investigatif dalam praktiknya memiliki beberapa jenis teknik. Teknik audit
investigatif itu diantaranya teknik audit, teknik perpajakan, follow the money,
computer forensic, dan teknik kunci. Teknik-teknik tersebut akan digunakan
selama proses investigasi dimulai dari pendeteksian kecurangan hingga
perhitungan jumlah kerugian yang dialami negara. Berbeda dengan penelitian
sebelumya yang mengambil korupsi dan kecurangan secara umum serta praktik
kepailitan di bidang niaga sebagai objek penelitian, peneliti sekarang tertarik
untuk lebih memfokuskan penelitian ke arah keterkaitan antara berbagai bentuk
tindakan atau modus pencucian uang yang memiliki kecenderungan sama yang
terjadi di Indonesia dengan teknik-teknik audit investigatif yang ada.

Rumusan masalah

Maka berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas, rumusan


masalahnya adalah bagaimana teknik audit investigatif yang efektif pendektesian
kecurangan.

Tujuan penulisan

1.Mengetahui dan memahami teknik-teknik dalam melakukan audit investigatif


2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh keahlian auditor investigatif terhadap
pengungkapan korupsi

Manfaat penulisan

1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca tentang
persepsi auditor dalam pengungkapan korupsi, pengetahuan dibidang akuntansi
khususnya auditing dan sebagai bahan referensi oleh peneliti lain untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan masalah ini.
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi auditor
untuk mengungkap korupsi yang terjadi khususnya di sector pemerintahan dan
juga sebagai masukan bagi para auditor dalam melaksanakan tugasnya

2. TELAAH PUSTAKA

2.1 Teori

Teknik‐Teknik Audit investigasi merupakan suatu bentuk audit atau pemeriksaan


yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengungkap kecurangan atau
kejahatan dengan menggunakan pendekatan, prosedur dan teknik‐teknik yang
umumnya digunakan dalam suatu penyelidikan atau penyidikan terhadap suatu
kejahatan. Sedang menurut (Tuanakotta:2007) teknik audit adalah cara‐cara yang
di pakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Terdapat tujuh
teknik audit dalam audit investigasi adalah dengan memeriksa fisik, meminta
konfirmasi, memeriksa dokumen, review analitikal, meminta informasi,
menghitung kembali. Dan mengamati. Dalam audit investigasi teknik‐teknik audit
bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau review analitikal, maupun
pendalaman penyelidikan. Dimana audit investigatif dilakukan sebagai tindakan
represif untuk menangani fraud yang terjadi.

Pendeteksian Kecurangan Menurut Tri Ramaraya Koroy, (2008). bahwa


pendeteksian kecurangan dalam audit laporan keuangan oleh auditor perlu
dilandasi dengan pemahaman atas sifat, frekuensi dan kemampuan pendeteksian
oleh auditor. Sifat terjadinya kecurangan yang melibatkan penyembunyian dan
frekuensinya jarang dihadapi auditor, seharusnya tidak membuat auditor berpuas
diri dengan pengauditan yang ada sekarang, dan adanya keterbatasan auditor
dalam pelaksanaan pendeteksian kecurangan merupakan tantangan yang perlu
dihadapi oleh profesi auditor dan akademisi.

Akuntan forensik dapat digunakan di sektor publik maupun privat. Di Indonesia,


penggunaan akuntansi forensik di sektor publik lebih menonjol dari sektor privat
karena jumlah perkara yang lebih banyak di sektor publik. Alasan lainnya adalah
karena kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa sektor privat diluar
pengadilan (Tuanakotta, 2014:8). Di sektor publik (pemerintahan), tahaptahap
dalam rangkaian akuntansi forensik terbagi diantara beberapa lembaga. Ada
lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan, lembaga pengawasan internal
pemerintahan, lembaga pengadilan, dan lembaga yang memerangi kejahatan pada
umumnya, dan korupsi pada khususnya seperti PPATK, KPK, dan lembaga
swadaya masyarakat lainnya (Tunakotta, 2014:93).

Salah satu tujuan dari audit investigatif adalah untuk menemukan aset yang
digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi (Tuanakotta,
201:316). Dalam prosesnya dilakukan beberapa teknik dalam upaya pembuktian.
Beberapa teknik itu diantaranya:

(1) teknik audit, yaitu dengan memeriksa fisik, meminta konfirmasi, memeriksa
dokumen, review analitikal, meminta informasi lisan atau tertulis dari auditee,
menghitung kembali, dan mengamati;

(2) teknik perpajakan dengan menggunakan teknik net worth methode dan
expenditure methode terhadap pajak dan organized crime;

(3) Follow the money, dengan memahami naluri pelaku terlebih dahulu,
perbandingan harta kekayaan pelaku, data mining, dan penentuan the currency of
crime (mata uang kejahatan); (4) Computer forensic, dengan teknik imaging,
processig, dan analyzing.; dan
(5) teknik kunci dengan predication, fraud theory approach, approach the suspect,
dan report

Heider menyatakan perilaku seseorang dapat dijelaskan dengan teori atribusi.


Heider mengembangkan teori ini dengan memberikan argumentasi bahwa
kombinasi dari kekuatan internal (internal forces) dan kekuatan eksternal (external
forces) yang menentukan perilaku suatu individu. Kinerja serta perilaku seseorang
dapat dipengaruhi oleh kemampuannya secara personal yang berasal dari kekuatan
internal yang dimiliki oleh seseorang misalnya seperti sifat, karakter, sikap,
kemampuan, keahlian maupun usaha. Sedangkan, faktor-faktor

G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan


kecurangan “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the
deceiver ( 1993,hal 3 ) yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang
bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini
berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan
dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya
secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu:

(1) tindakan/the act., (2) Penyembunyian/theconcealment dan (3) konversi/the


conversion Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian
pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat
bukti transaksi pengeluaran fiktif. Selanjutnya setelah perbuatan pencurian dan
penyembunyian dilakukan, pelaku akan melakukan konversi dengan cara
memakai sendiri atau menjual persediaan tersebut.

Singleton (2010:17) menyatakan tentang akuntansi forensik dan audit investigatif


bahwa keduanya meliputi proses yang melibatkan peninjauan dokumen keuangan
yang dilakukan untuk tujuan spesifik, yang biasanya akan berhubungan dengan
litigation support dan klaim asuransi serta masalah-masalah yang bersifat pidana.
Dalam masalah pidana yang biasanya akan berhubungan dengan sidang di
pengadilan, maka ahli-ahli forensik dari disiplin yang berbeda, termasuk
akuntansi forensik, dapat dihadirkan untuk memberikan keterangan ahli atau
dalam kata lain hadir sebagai saksi ahli.
Menurut Tunggal (2016:1) Kecurangan (Fraud) adalah Sebagai Konsep legal yang
luas, kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang
dimaksudkan untuk mengambil aset atau hak orang atau pihak lain.

Menurut Hopwood, Leiner dan Young (2008 : 3), Akuntansi forensik adalah
aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pengadilan dan hukum.

Menurut Tuanakotta (2007:159) ada ungkapan yang secara mudah ingin


menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud yaitu “fraud by Need, by
Greed, and by Opportunity”. Maksud dari ungkapan tersebut adalah apabila kita
ingin mencegah fraud, hilangkan atau tekan sekecil mungkin penyebabnya.

Menurut Miqdad (2008:52) seorang auditor intern juga dapat melakukan


beberapa hal untuk mencegah terjadinya fraud antara lain :

1) Membangun struktur pengendalian internal yang baik.

2) Mengefektifkan aktivitas pengendalian, dengan cara : Review kinerja,


pengolahan informasi, pengendalian fisik, pemisahan tugas.

3) Meningkatkan kultur organisasi melalui implementasi prinsip-prinsip dasar


Good Corporate Governance (GCG).

4) Mengefektifkan fungsi internal audit. Dalam mencegah terjadinya fraud,


Hartini (2010)

Fraud Triangle Teory (Teori Segitiga Kecurangan) Menurut Arens et al. (2011),
bahwa terdapat tiga kondisi yang akan menyebabkan terjadinya kecurangan dalam
pelaporan keuangan (fraudulent financial statement) dan penyalahgunaan aset
(missapproproation assets), sebagaimana dijelaskan dalam PSA 70 (SA 316).
Ketiga kondisi tersebut dinamakan dengan segitiga kecurangan (fraud triangle).
Ketiga kondisi yang mempengaruhi dalam melakukan kecurangan yang terdapat
dalam fraud triangle teory adalah sebagai berikut (Gagola, 2011) :
a. Tekanan, merupakan situasi dimana manajemen atau pegawai lain merasakan
insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Cressey (dalam Hillison, et al.
1999), menyatakan bahwa tekanan yakni insentif yang mendorong orang
melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal
keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan
ketidakpuasan kerja.

b. Kesempatan, yaitu adanya atau tersedianya kesempatan untuk melakukan


kecurangan atau situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan fraud.

c. Rasionalisasi, dapat diartikan sebagai adanya atau munculnya sikap, karakter,


atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai
untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.Cressey (dalam Hillison, et al. 1999)
menjelaskan rasionalisasi sebagai pemikiran yang menjustifikasi tindakannya
sebagai suatu perilaku yang wajar, yang secara moral dapat diterima dalam suatu
masyarakat yang normal

2.2 Riset Terdahulu

Hasil penelitian menyatakan akuntansi forensik dan audit investigasi dapat


mendeteksi Fraud. Artinya akuntansi forensik dan audit investigasi yang di
lakukan oleh seseorang dapat mendeteksi Fraud (kecurangan) di lingkungan
digital dengan beberapa cara untuk mengurangi resiko terjadinya Fraud
(kecurangan) yang di lakukan oleh karyawan untuk memperkaya dirinya sendiri.

Menurut hasil penilitian yang dilakukan oleh Siti Thoyibatun (2009) :

a. KKA ( Kecenderungan kecurangan akuntansi ) dipengaruhi kejadiannya oleh


faktor kesesuaian SPI, sistem kompensasi, ketaatan terhadap aturan, dan perilaku
tidak etis. Dari keempat faktor tersebut ketaatan terhadap aturan dan perilaku
tidak etis merupakan faktor yang berpengaruh positif.

b. Kesesuaian SPI dan sistem kompensasi merupakan faktor yang berpengaruh


negatif terhadap KKA. c. Perilaku tidak etis sebagai salah satu faktor kuat yang
berpengaruh terhadap semakin naiknya KKA dipengaruhi kejadiannya oleh faktor
kesesuaian SPI, sistem kompensasi, dan ketaatan terhadap aturan akuntansi.

d. KKA berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja tidak terbukti dalam penelitian


ini. Kemungkinan hal ini disebabkan bahwa akuntabilitas yang dijaring belum
menggambarkan akuntabilitas yang sebenarnya, sebab akuntabilitas diukur hanya
berdasar hal-hal yang berhubungan dengan uang saja. Temuan penelitian ini tidak
konsisten dengan Wilopo (2006) yang menunjukkan bahwa pemberian
kompensasi yang sesuai pada perusahaan terbuka dan BUMN di Indonesia tidak
memperkecil perilaku tidak etis manajemen dan KKA.

Menurut M.Y.P. Nasution., J.J. Tinangon, I. Elim (2014) dalam penelitian mereka
menemukan: 1. Penerapan rumusan risiko audit pada Pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Kota Manado T.A. 2012 atas telah sesuai dengan aturan
yang berlaku dan praktik yang sehat (best practice); dan 2. Pemberlakuan rumusan
risiko audit dapat meminimalisir risiko deteksi atas kecurangan dalam penyajian
Laporan Keuangan Pemerintah Kota Manado T.A.

Hasil penelitian Sundari (2018), Rahmayani (2014) dan Hasbi (2019) menyatakan
bahwa melalui teknik-teknik audit investigatif, auditor dapat mengungkapan
kecurangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rozali dan Darliana
(2015) menyatakan bahwa secara teori dan praktik tidak ada teknik audit
investigatif yang dipilih sebagai teknik paling efektif mengungkapkan kasus
money laundering berdasarkan perspektif akuntan forensik.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Tries et al (2018) menyatakan bahwa teknik


audit investigatif berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian
kecurangan.Rozali dan Darliana (2015) menyampaikan bahwa teknik audit
investigatif paling efektif dalam pengungkapan money laundering berdasarkan
perspektif akuntan forensik.

3. METODE ANALISIS

Metode penulisan ini secara dasarnya penulis menggunakan cara: membaca dan
menganalisis, memaknai keseluruhan artikel dan mengartikan serta mengaitkan
satu teori atau artikel dengan teori yang lainnya, mengkritik dan menulis isi
keseluruhan artikel.

Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan riset metoda campuran,


sehingga akan melibatkan dua tahapan analisis data yaitu analisis data kuantitatif,
kemudian dilanjutkan dengan analisis data kualitatif. (Creswell dan Clark,
2011:84) menyatakan bahwa dalam riset campuran dengan pendekatan sekuensial
eksplanantif, analisis kuantitatif dan analisis kualitatif merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan. Analisis kualitaif dalam metoda penelitian ini
dikembangkan berdasarkan hasil pengujian hipotesis dalam analisis kuantitatif.
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan model persamaan SEM (Structural
Equation Model) dengan bantuan software SmartPLS 2.0. Sedangkan analisis
kualitatif dibantu dengan analisis tematik (thematic analysis) yang mengacu pada
penjelasan Braun dan Clark (2006). (Braun dan Clarke, 2006) menyatakan bahwa
analisis tematik adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian berdasarkan tema yang diangkat
dalam penelitian.

Namun begitu standar audit pun sangat diperlukan sehingga pada analisis ini pun
menggunakan standar audit tantang proses dan teknik investigasi atau biasa
dikatakan dengan audit forensik yang menjadi acuan dalam meng-riview,
menganalisis dan juga mengkritik.

4. HASIL CRITICAL REVIEW

THE FRAUD TRIANGLE

Fraud triangle adalah segitiga kecurangan yang menggambarkan adanya 3 kondisi


penyebab terjadinya penyalahgunaan aset dan kecurangan dalam laporan
keuangan. Komponen segitiga kecurangan yang dikembangkan oleh Donal R
Cressey adalah

(1) Tekanan (Pressure);

(2) Pembenaran (Rationalize); dan


(3) Kesempatan (Opportunity).

Kecurangan terjadi apabila 3 (tiga) faktor tersebut muncul atau ada secara
bersama-sama.

Dari teori ini penulis sependapat, karena teori ini dapat mengetahui beberapa
faktor penyebab kecurangan yang timbul dalam teori fraud triangle, maka kita
bisa  mencegah dan memberantas korupsi supaya tidak ada penyalahgunaan aset
perusahaan/instansi. Pencegahan fraud atau korupsi adalah upaya yang terintegrasi
dengan cara menekan terjadinya pressure, opportunity dan rationalization.

Apabila faktor pendorongnya adalah pressure (tekanan), maka kita harus


menghilangkan tekanan dengan cara penegakan hukum. Misalkan karena adanya
faktor tekanan dari atasan, maka upaya pencegahannya adalah dengan
menegakkan hukum sehingga pimpinan tidak lagi dapat menekan bawahannya
atau minimal pimpinan takut untuk menekan bawahannya.

Apabila faktor pendorongnya adalah rationalization (pembenaran), maka upaya


pencegahannya adalah dengan meningkatkan moral dan etika pegawai agar
mereka lebih berintegritas. Dengan naiknya etika dan moral, maka diharapkan
pegawai tersebut dapat berfikir lebih jernih dan tidak mencari pembenaran
tindakan koruptifnya

Apabila faktor pendorongnya karena adanya kesempatan, maka upaya


pencegahannya adalah pembangunan sistem atau perbaikan sistem yang sudah
ada. Instansi akan berusaha mengecilkan atau menghilangkan kesempatan para
pegawai untuk melakukan kecurangan dengan serangkaian SOP (Standard
Operating Procedure). Serta penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) merupakan cara jitu menangkal dari penyebab yang ketiga

Dengan memahami teori Fraud Triangle dapat menjadi sarana yang ampuh bagi
kita semua untuk menanggulangi korupsi. Menghilangkan salah satu elemen dari
segitiga mengurangi kemungkinan dan frekuensi korupsi, pada akhirnya, akan
dapat membantu meningkatkan Corruption Perception Index (CPI) bagi negara
kita yang tercinta.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Kecurangan dan Kelalaian merupakan 2 hal yang berbeda dan hal itu telah
diperjelas dalam standar audit yang telah ada. Untuk pendeteksian kecurangan
( Fraud ) pada laporan keuangan telah banyak dilakukan penelitian dengan hasil
yang tidak seragam, dimana ada penelitian yang mendukung penelitian
sebelumnya, dan ada pula penelitian yang tidak mendukung penelitian
sebelumnya. Pendeteksian Kecurangan ( Fraud ) Laporan Keuangan dipengaruhi
oleh :

1. Karekteristik terjadinya kecurangan.

2. Standar Pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan

3. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit - Tekanan


kompetisi atas fee - Tekanan waktu - Relefasi hubungan auditor-auditee Untuk
penelitian berikutnya terus melakukan variasi dalam objek dan variable yang
digunakan sebagai factor dalam mendeteksi kecurangan itu sendiri.

SARAN

Adapun saran yang peneliti ajukan kepada beberapa pihak seperti pihak akuntan
forensik, lembaga anti korupsi dan peneliti selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Bagi akuntan forensik, terutama yang dibawah lembaga anti korupsi, perlu
banyak belajar mengenai teknik audit investigatif di negara lain. Karena secara
teknik baik secara pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian negara lain
masih unggul di banding Indonesia.

2. Bagi lembaga anti korupsi diharapkan mampu menimbulkan efek jera kepada
para pelaku dengan perjuangan pembuktian di pengadilan, agar pelaku mendapat
hukuman yang setimpal. Baik dari segi hukum, materi maupun sosial. Dan
diharapkan seluruh kerugian negara dapat dipulihkan
REFERENCE

1. IMPLEMENTASI AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI


DALAM MENDETEKSI FRAUD DI LINGKUNGAN DIGITAL (Survey
pada Media Elektronik Di Indonesia)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Auditor dalam Pendeteksian


Kecurangan: Sebuah Riset Campuran dengan Pendekatan Sekuensial
Eksplanatif

3. PENERAPAN AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF


TERHADAP MENDETEKSI KECURANGAN ( FRAUD )

4. TEKNIK AUDIT INVESTIGATIF DALAM PENGUNGKAPAN MONEY


LAUNDERING BERDASARKAN PERSPEKTIF AKUNTAN FORENSIK

5. Dampak Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi dalam


Mendeteksi Fraud Pengadaan Barang/Jasa

6. PENGARUH TEKNIK‐TEKNIK AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP


PENDETEKSIAN KECURANGAN DAN PROFESIONALISME AUDITOR
FORENSIK DI INDONESIA

7. PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN OLEH


INTERNAL AUDITOR

8. PERSEPSI PENGARUH FRAUD TRIANGLE TERHADAP PENCURIAN


KAS

9. PENDETEKSIAN KECURANG LAPORAN KEUANGAN

10.PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN OLEH


INTERNAL AUDITOR

Anda mungkin juga menyukai