Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Moch Fatahilmi Mahendra

EMAIL : Fahimwtf69@gmail.com

Program Studi : Ilmu Hukum

PENTINGNYA MENUMBUHKAN BUDAYA ANTI KORUPSI


SEJAK DINI

Abstrak

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) merupakan suatu krisis yang tidak hanya terjadi di Indonesia
namun juga dunia, Korupsi sendiri merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi
sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan,
keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku
pribadi. Korupsi di Indonesia merupakan masalah besar yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas
oleh bangsa ini. Salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan korupsi yang sudah mengakar
dan menjadi virus dalam tubuh bangsa Indonesia Segala upaya untuk memberantas korupsi sudah
dilakukan baik oleh pemerintah Orde Baru (rezim Soeharto), maupun oleh pemerintah era reformasi
sejak dari masa Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, sampai dengan masa Susilo
Bambang Yudhoyono. Tetapi sampai sekarang indeks anti korupsi di Indonesia masih rendah dan perlu
adanya penanaman sejak dini tentang Pendidikan anti korupsi sejak dini sehingga nanti Ketika mereka
sudah besar dan mengambil alih sector-sektor pemerintahan. Indeks anti korupsi Indonesia diharapkan
mulai naik hingga bisa dikatakan negara bebas korupsi.

Kata kunci : pemberantasan. korupsi. Pendidikan.

1. Latar belakang

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) merupakan suatu krisis yang tidak hanya terjadi di
Indonesia namun juga dunia, Korupsi sendiri merupakan tingkah laku yang menyimpang dari
tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut
pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan
pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.Hukum di suatu negara adalah diperuntukkan untuk
melindungi warganegara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya,

Korupsi adalah suatu alat pemenuhan kebutuhan bagi kelompok penjahat terorganisasi
dalam melakukan kegiatannya. Selanjutnya, dalam konferensi PBB Ke10 (A/CONF.187/9)
dinyatakan bahwa kelompok penjahat terorganisasi yang melakukan korupsi, kemungkinan
dalam bentuk pemerasan,penyuapan atau sumbangan secara illegal terhadap kampanye politik
supaya mendapatkan pembagian keuntungan terhadap pasar tertentu1.

Tindak pidana korupsi biasanya merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan secara
sistematis dan terorganisir dengan baik, serta dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kedudukan dan peranan yang penting dalam tatanan sosial masyarakat. Oleh karena itu
kejahatan ini sering disebut Whitecollar crime atau kejahatan kerah putih. Dalam praktiknya,
korupsi yang telah sedemikian rupa tertata dengan rapi modus kejahatan dan kualitasnya,
menjadikan korupsi ini sulit diungkap. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi, maka
pemberantasannya harus dengan cara yang luar biasa melalui keseimbangan langkah-langkah
yang tegas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat, khususnya
pemerintah dan aparat penegak hukum.

Korupsi di Indonesia merupakan masalah besar yang belum dapat diselesaikan dengan
tuntas oleh bangsa ini. Salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan korupsi yang sudah
mengakar dan menjadi virus dalam tubuh bangsa Indonesia Segala upaya untuk memberantas
korupsi sudah dilakukan baik oleh pemerintah Orde Baru (rezim Soeharto), maupun oleh
pemerintah era reformasi sejak dari masa Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno
Putri, sampai dengan masa Susilo Bambang Yudhoyono. Namun hasilnya bukan malah
berkurang, justru korupsi semakin menjadi-jadi. Sekalipun sudah ada lembaga khusus yang
diperuntukkan untuk memberantas kasus korupsi. Kalau dulu korupsi itu hanya dilakukan oleh
segelintir orang yang menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan, namun sekarang
korupsi ikut serta dipraktekkan oleh bawahan-bawahan yang mana jabatannya sangat rendah.
Dengan fakta ini menunjukkan bahwa kasus korupsi ini sudah begitu subur tumbuh di negeri
kita ini. Ini menunjukkan betapa buruknya citra Indonesia di mata negara luar akibat dari
perilaku pelaksana negara yang korup, yang mengeruk uang rakyat untuk kepentingan individu.

1
M. Arief Amrullah,Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering, Malang: Banyu Media Publishing, 2003,
hal 71.
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang
belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentuknya
dirasakan masih tetap mengganas. Sehingga dibutuhkan cara lain untuk memberantas korupsi,
menurut penulis Langkah terbaik untuk mengurangi bahkan menghilangkan korupsi di suatu
negara ialah dengan Pendidikan karakter ditambah dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi
pada generasi selanjutnya, sehingga para penerus bangsa sudah mengenal nilai=nilai anti
korupsi sejak dini dan akan terus dipegang teguh hingga menjadi pemimpin negara di masa
yang akan dating

Berdasaran latar belakang yang penulis uraikan di atas maka penulis mengangkat judul
tentang : “PENTINGNYA MENUMBUHKAN BUDAYA ANTI KORUPSI SEJAK DINI”.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa kualitatif, yaitu data
yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif agar dapat
diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Analisis data dalam penelitian kualitatif bertujuan memberi kategori, mensistematisir, dan
bahkan memproduksi makna oleh peneliti atas apa yang menjadi pusat perhatian.

Mile dan Huberman seperti dikutip Syofian Siregar, menyebutkan ada tiga langkah
pengolahan data kualitatif, yakni reduksi data (data reduction), penyajian data (data display),
dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing and verification). Pelaksanaan ketiganya tidak
terikat batasan kronologis. Secara keseluruhan langkah-langkah tersebut saling berhubungan
selama dan sesudah pengumpulan data, sehingga model ini disebut juga model interaktif.

1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses penelitian melakukan pemilihan dan pemusatan perhatian
untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi dari data kasar yang diperoleh.
Mereduksi data berarti membuat rangkuman, memilih hal-hal yang dianggap pokok dan
penting, mencari tema dan pola, serta membuang data yang dianggap tidak penting.
2. Penyajian data
Dalam penyajian data yang telah direduksi data diarahkan agar terorganisasi, tersusun
dalam pola hubungan, sehingga semakin mudah dipahami. Penyajian data biasanya
dilakukan dalam uraian naratif.
3. Penarikan kesimpulan
Setelah kedua langkah di atas, dalam proses analisis data adalah kualitatif adalah
menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data dengan
mencari makna setiap gejala yang diperoleh dari lapangan, mencatat keteraturan,
konfigurasi yang mungkin ada, dan proposisi. Kesimpulan yang dikemukakan tahap
awal yang diperoleh bersifat sementara dan akan berubah, jika ditemukan bukti-bukti
pendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Proses menemukan bukti-bukti
inilah yang disebut tahap verifikasi data.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator untuk melihat derajat/ tingkat kesadaran hukum masyarakat yang


dipergunakan dalam hasil penelitian adalah :

1. Survei Penilaian Integritas (SPI)


SPI dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI setiap tahun. Survei
yang dikembangkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK ini bertujuan
untuk memetakan risiko korupsi dan tingkat integritas, serta mengukur capaian upaya
pencegahan korupsi di kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Hasil dari survei
akan menjadi dasar menyusun rekomendasi peningkatan upaya pencegahan korupsi
melalui rencana aksi.

Penilaian didasarkan pada persepsi dan pengalaman para pemangku


kepentingan instansi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD), yang terdiri
dari pegawai, pengguna layanan atau mitra kerja sama, dan para ahli dari berbagai
kalangan. Dimensi Pengukuran survei penilaian integritas adalah budaya organisasi,
pengelolaan SDM, pengelolaan anggaran, dan sistem antikorupsi. Dimensi budaya
organisasi menilai Informasi terkait institusi, keberadaan calo, nepotisme tugas,
prosedur layanan, dan kejadian suap/gratifikasi.

Hasil survei adalah skala 1 hinga 100 yang menunjukkan level integritas
instansi, semakin tinggi angkanya maka semakin baik tingkat antikorupsinya. Survei
pada 2021 melibatkan 640 Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan rincian
yaitu 98 Kementerian/Lembaga, 34 Pemerintah Provinsi, dan 508 Pemerintah
Kabupaten/Kota dan diikuti oleh 255.010 responden di seluruh Indonesia. Pada rilis
KPK pada Desember 2021, hasil SPI di tahun 2021 adalah angka 72,4 atau melebihi
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

2. Indeks Perilaku Anti Korupsi

Indikator lainnya yang digunakan adalah Indeks Perilaku Antikorupsi atau


IPAK. IPAK dikeluarkan setiap tahunnya oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS)
untuk mengukur tingkat perilaku antikorupsi sehari-hari di masyarakat.

IPAK mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku antikorupsi


dan mencakup tiga fenomena utama korupsi, yaitu penyuapan (bribery), pemerasan
(extortion), dan nepotisme (nepotism). Nilai IPAK berkisar pada skala 0 sampai 5.
Semakin mendekati 5 berarti masyarakat semakin antikorupsi.

IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi
Pengalaman. Dimensi Persepsi berupa penilaian atau pendapat terhadap kebiasaan
perilaku anti korupsi di masyarakat. Sementara itu, Dimensi Pengalaman berupa
pengalaman anti korupsi yang terjadi di masyarakat.

Pada rilis IPAK 2021, BPS mencatatkan nilai 3,88, meningkat dari tahun 2020
yaitu 3,84. Peningkatan ini disebabkan adanya peningkatan pemahaman dan penilaian
masyarakat terkait perilaku antikorupsi, terutama di lingkup keluarga dan komunitas.

Dari hasil IPAK ini, BPS memberikan beberapa rekomendasi untuk upaya
pemberantasan korupsi dan edukasi antikorupsi. Pada 2021, BPS menekankan
pentingnya penanaman budaya integritas dan nilai antikorupsi mulai dari lingkup
keluarga sedari dini. Peningkatan penyebaran informasi antikorupsi juga perlu
dilakukan secara langsung kepada tokoh masyarakat dan agama, pemerintah, ormas,
dan yang lainnya.

3. Indeks Persepsi Korupsi


Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) adalah
pengukuran korupsi sektor publik sebuah negara yang digunakan secara internasional.
IPK dianggap sangat kredibel dan diakui dunia sehingga menjadi kebanggaan bagi
negara jika menempati deretan ranking puncak. Sebaliknya, jadi aib dan memalukan
jika sebuah negara berada di deretan terbawah.

IPK diterbitkan setiap tahunnya oleh organisasi non-pemerintahan asal Jerman,


Transparency International sejak 1995. Hasil IPK dikeluarkan berdasarkan asesmen
dan survei opini yang dikumpulkan oleh 12 institusi terkemuka, di antaranya Bank
Dunia dan Forum Ekonomi Dunia. Hasil survei diwujudkan dalam bentuk ranking dan
skor dengan skala 1-100. Semakin tinggi skornya, maka semakin bersih negara tersebut
dari korupsi. Jika skornya semakin mendekati nol, maka semakin korup negara tersebut.

Pada IPK 2021 yang dirilis Januari 2022, survei dilakukan terhadap 180 negara
di dunia. Lima negara dengan ranking teratas adalah langganan juara pada IPK, yaitu
Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Singapura, dan Swedia. Kelima negara ini
mendapatkan skor 85-88, yang artinya "hampir" bersih dari korupsi. Kesamaan di
antara kelima negara ini adalah transparansi keuangan dan tingkat integritas yang
tinggi.

Sementara lima negara terbawah dalam ranking IPK adalah Venezuela, Yaman,
Suriah, Somalia, dan Sudan Selatan dengan skor 12-15, yang artinya korupsi sudah
merajalela. Kelima negara memiliki kesamaan, yaitu tengah dalam kondisi krisis
keuangan parah dan konflik bersenjata. Dan ternyata Indonesia berada di ranking 96
bersama dengan Brasil, Lesotho, dan Turki dengan skor 38. Skornya memang naik satu
poin dibanding IPK 2020, namn tetap saja ini angka yang bisa membuat kita
membusungkan dada.

Berdasarkan dari indikator yang saya gunakan diatas ternyata hasil ipk
Indonesia tergolong rendah dan jauh dari parameter negara bebas korupsi.

Berdasarkan data yang didapatkan oleh penulis maka perlu adanya Pendidikan
sejak dini tentang budaya anti korupsi dan pembelajaran terhdap penanaman nilai-nilai
anti korupsi.
4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan,


Pertama bahwa indeks presepsi korupsi dan indeks perilaku anti korupsi indonesia
dikatakan masih rendah. Dan perlu adanya penanaman nilai-nilai anti korupsi dan
pembelajaran anti korupsi sejak dini.

5. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, berikut ini saran yang mampu penenliti berikan sebagai
berikut:

1. kejujuran.
Cara menanamkan budaya anti korupsi pada anak yang pertama adalah
kejujuran. Arti dari kejujuran sendiri banyak, yakni bisa disebut sikap lurus hati,
tidak berbohong, dan tidak curang.

Tidak hanya itu, ajari anak juga untuk tidak mencontek, karena mencontek juga
merupakan tindakan mencuri (jawaban).

Jika perlu orang tua selalu berikan apresiasi, jika anak melakukan hal-hal jujur.
Bahkan, orang tua juga bisa tekankan sang anak, untuk berkata jujur dengan
membiasakan anak bercerita secara terbuka.

2. Mandiri

Mengajarkan sikap mandiri atau tidak bergantung pada orang lain, merupakan
salah satu cara menanamkan budaya anti korupsi pada anak. Sederhana saja, orang
tua bisa ajarkan sikap ini ketika anak sedang menghadapi masalah. Jadi, orang tua
jangan langsung membantu. Orang tua cukup beri kepercayaan dan dukungan,
bahwa ia mampu menghadapi masalahnya sendiri.

3. Tanggung jawab
Rasa tanggung jawab, juga bisa digunakan sebagai salah satu cara menanamkan
budaya anti korupsi pada anak.

Di sini, sikap tanggung jawab, merupakan sebuah sikap kesiapan dalam


menanggung akibat dari perbuatan, yang dilakukan. Sikap tanggung jawab juga bisa
ditanamkan dengan mengajarkan anak, tentang konsekuensi. Contohnya, jika anak
menumpahkan air maka harus dilap, jika anak merusak mainan temannya maka
mencoba memperbaiki, setelah tidur rapikan kembali tempat tidurnya, dan lain-lain.

4. Kesederhanaan

Cara menanamkan budaya anti korupsi pada anak yang selanjutnya adalah
mengajarkannya kesederhanaan. Sederhana di sini adalah sikap bersahaja serta
tidak berlebih dalam menggunakan sesuatu, atau gunakan lah sesuatu dengan
sewajarnya. Hal tersebut bisa orang tua bangun mulai mengajarkan anak, untuk
selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki.

Jadi jika sang anak ingin membeli sesuatu, ingatkan kembali bahwa ia sudah
punya di rumah. Tekankan dan beri penjelasan, bahwa boleh membeli sesuatu jika
memang dibutuhkan, bukan hal yang diinginkan.
Daftar Pustaka

Aziz, T. A. (2005). Fighting Corruption : My Mission. Konrad Adenauer Foundation, 61.

basri. (2017). penegakan hukum kejahatan korupsi melalui pendekatan transendental. fakultas
hukum universitas muhammadiyah magelang.

lestari, y. s. (2017). kartel politik dan korupsi politik di indonesia. pandekta .

ruslin. (n.d.). dampak dan upaya pemberantasan serta pengawasan korupsi di indonesia. fakultas
hukum universitas yos sudarso surabaya .

setiadi, w. (2018). korupsi di indonesia ( penyebab, bahaya, hambatan, dan upaya pemberantasan
serta regulasi). fakultas hukum UPN " veteran " jakarta.

Anda mungkin juga menyukai