Anda di halaman 1dari 17

INVESTIGASI TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENGADAAN

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI

Disusun Oleh :

NABILLA RUSDI
02271711150

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat hidayah ridho serta karunian-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan. makalah yang berjudul: “Investigasi Tindak Pidana Korupsi dan
Pengadaan” dimaksudkan untuk memenuhi Tugas mata kuliah Forensik dan
Audit Investigasi. Disadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik selalu diharapkan demi
perbaikan lebih lanjut.

Ternate, 15 Mei 2020

Penyusun

(Nabilla Rusdi)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....……………………………………............................... i

DAFTAR ISI ……..…….....………………………………….............................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3 Tujuan Peneltian.................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Investigasi ............................................................. 3


2.2 Siapa saja yang dapat melakukan Investigasi ......................... 4
2.3 Apa itu korupsi ....................................................................... 4
2.4 Investigasi Pengadaan …..................…….....……...…............. 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iv

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi menjadi salah satu masalah yang tak kunjung terpecahkan di Indonesia.
Dari tahun ke tahun kasus korupsi kian bertambah dengan nilai materil yang tak
pernah terbayangkan sebelumnya. Kasus korupsi di Indonesia masih dalam tahap
memprihatikan. Berdasar data yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW), jumlah
kasus korupsi selama 2010-2012 yang menurun kembali meningkat signifikan pada
2013-2014 (intisari-online.com,18 Agustus 2014). Berdasarkan rekapitulasi yang
dikeluarkan KPK terlihat bahwa jumlah kasus korupsi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Pada tahun 2012 terjadi penurunan yang
sangat signifikan dan bahkan pada tahun 2012 jumlah kasus korupsi menjadi yang
terendah selama lima tahun terakhir. Namun hal tersebut tidak dapat dipertahankan
dan kembali mengalami lonjakan kenaikan yang sangat besar pada tahun 2013.
Walaupun demikian penurunan kembali terjadi pada tahun 2014 hanya saja tidak
dalam jumlah yang besar.
Kenaikan jumlah perkara korupsi berbanding lurus dengan semakin besarnya
kerugian yang dialami negara. Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption
Watch melaporkan hasil investigasinya selama tahun 2014 terkait kerugian negara
akibat ulah para koruptor. Menurut Lais Abid, staf divisi investigasi dan publikasi ICW,
kerugian negara pada 2014 akibat korupsi sebesar Rp 5,29 triliun.
Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi selama semester I-2014, sebagian besar
tersangka adalah pejabat/pegawai pemerintah daerah (pemda) dan kementerian,
yakni 42,6 persen. Tersangka lain merupakan direktur/komisaris perusahaan swasta,
anggota DPR/DPRD, kepala dinas, dan kepala daerah. Berdasarkan catatan statistik
penindakan KPK, sepanjang 2004-2014 terdapat 54 Kepala Daerah yang terjerat
kasus korupsi. Di tahun 2014 sendiri, terdapat sejumlah kepala daerah yang terjerat
kasus korupsi. Mereka terdiri dari Gubernur, dan Wali Kota/Bupati.
Kecurangan yang biasanya menjadi tahapan selanjutnya dari korupsi adalah
tindakan pencucian uang, dimana uang hasil kejahatan dari korupsi disamarkan
keberadaan dan asalnya. Kasus pencucian uang yang sedang hangat dibicarakan
dalam beberapa waktu ini telah menjerat salah satu kepala daerah di provinsi Jawa
1
Barat adalah kasus Bupati Karawang dan istrinya. Kasus ini sedang menjalani
sidangnya di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung. Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menetapkan Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah, sebagai
tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tim penyidik KPK
menemukan adanya indikasi jika Ade dan Nurlatifah mentransfer, menempatkan,
membayarkan, atau mengubah bentuk harta yang diduga berasal dari tindak pidana
korupsi. Keduanya diduga memeras PT Tatar Kertabumi yang ingin meminta izin
untuk pembangunan mal di Karawang.
Tindak pidana pencucian uang memang menjadi salah satu jenis korupsi yang
sangat merugikan negara. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) sebagai salah satu lembaga anti korupsi sampai mengeluarkan sebuah
rezim Anti-Money laundering. PPATK mengeluarkan 15 modus operandi yang
biasanya dilakukan oleh para pelaku pencucian uang. Modus tersebut diantaranya
korupsi, penggelapan, penipuan, kejahatan perbankan, pemalsuan dokumen, teroris,
penggelapan pajak, perjudian, penyuapan, narkotika, pornografi anak, pemalsuan
uang rupiah, pencurian, pembalakan dan modus tidak teridentifikasi lainnya.
Segala bentuk tindakan modus operandi dapat teridentifikasi saat atau setelah
melakukan proses investigasi. Disinilah peran seorang akuntan forensik yang
dianggap memiliki keahlian di bidang keuangan dan akuntansi digunakan untuk
mengungkap setiap tindakan dan menghitung jumlah kerugian negara akibat dari
tindakan pencucian uang tersebut. Di dalam setiap proses penyidikan dan
investigasinya para akuntan forensik menerapkan disiplin ilmu akuntansi forensik dan
audit investigatif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian investigasi ?
2. Siapa saja yang dapat melakukan Investigasi?
3. Apa itu korupsi?
4. Apa itu Investigasi pengadaan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari investigasi
2. Untuk mengetahui siapa saja yang dapat melakukan investigasi
3. Unntuk mengetahui apa itu korupsi
4. Untuk mengetahui investigasi pengadaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Investigasi


Trend istilah investigasi lebih lazim dikenal dalam terminologi jurnalistik. Ada
beberapa definisi investigasi yang bisa dipakai seperti:
a. Robert Greene dari Newsday
Kegiatan investigasi merupakan karya seorang/tim atau beberapa wartawan atas
suatu hal yang penting buat kepentingan masyarakat namun dirahasiakan.
Kegiatan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar: bahwa kegiatan itu
adalah ide orisinil dari si investigator, bukan hasil investigasi pihak lain yang
ditindaklanjuti oleh media; bahwa subyek investigasi merupakan kepentingan
bersama yang cukup masuk akal mempengaruhi kehidupan sosial mayoritas
pembaca surat kabar atau pemirsa televisi bersangkutan; bahwa ada pihak-pihak
yang mencoba menyembunyikan kejahatan ini dari hadapan publik.
b. Goenawan Mohammad
Kegiatan jurnalistik investigatif merupakan jurnalisme "membongkar kejahatan".
Ada suatu kejahatan yang biasanya terkait dengan tindak korupsi yang ditutup-
tutupi.

Namun, belakangan istilah investigasi semakin meluas. Secara umum, dari


berbagai definisi yang ada, investigasi bisa diartikan sebagai:

“Upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk
mengetahui kebenaran –atau bahkan kesalahan- sebuah fakta. Melakukan kegiatan
investigatif sebenarnya jauh dari sekedar mengumpulkan ribuan data atau temuan di
lapangan, kemudian menyusun berbagai informasi yang berakhir dengan kesimpulan
atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. ”

Memang umumnya hanya kalangan tertentu yang biasa melakukan investigasi.


Tetapi, tidak menutup kemungkinan masyarakat bisa melakukannya. Sehingga
kegiatan investigasi bisa diperluas menjadi kegiatan publik.

3
2.2 Siapa saja yang dapat melakukan investigasi?
Dalam masyarakat kita, pelaku investigasi bisa dipetakan menjadi dua

2.3 Investigasi internal : BPK, BPKP, Itjen, Itwil, SPI


Investigasi eksternal (publik)
: NGO, Ormas, Parpol, wartawan, dll

Mengenal Korupsi
Robert Klitgaard

C =D+M–A
Corruption = Discretionary + Monopoly – Accountability

Legal View

• Melawan hukum/melanggar hukum

• Menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada


padanya karena jabatan/ kedudukannya (abuse of power)
• Kerugian keuangan/kekayaan/perekonomian negara

• Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi

Definisi korupsi menurut Transparancy International

"Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
dan tidal legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka".

Ketentuan pidana mengenai korupsi diatur dalam Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
31/1999), yang kemudian dirubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001). Kedua
Undang-Undang ini (UU 31/1999 dan UU 20/2001) memiliki pertimbangan yang
berbeda dalam memberantas korupsi. UU 31/1999 mengajukan dua alasan
memberantas korupsi, yaitu a. merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dan b. menghambat pembangunan nasional.
4
Sedangkan UU 20/2001 mengajukan tiga alasan memberantas korupsi, yaitu: a. tindak
pidana korupsi telah terjadi secara meluas, b. merugikan keuangan negara, dan c.
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara
luas.
Secara yuridis, rumusan dan jenis tindak pidana korupsi diatur dalamm UU
31/1999 juncto UU 20/ 2001  dapat dimatrikkan berikut:
NO Jenis Korupsi Pelakunya Dasar hukum
1 Dengan melawan hukum Setiap orang Pasal 2
memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi
2 Menyalahgunakan kewenangan Pegawai Negeri Pasal 3
memperkaya diri sendiri atau atau
orang lain atau suatu korporasi Penyelenggara
Negara
3 Suap: (memberi  atau  Setiap orang Pasal 5, 6
menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau
penyelenggara negara, hakim,
advokat)
4 Perbuatan curang Badan usaha Pasal 7
atau perorangan
5 Menggelapkan, memalsukan, Pegawai Negeri Pasal 8, 9,
menghilangkan, atau 10
menghancurkan: uang, barang, Penyelenggara
akta, surat, atau daftar untuk Negara,
pemeriksaan administrasi perorangan,
notaris
6 Menerima hadiah atau janji Pegawai Negeri Pasal 11,12
atau
Penyelenggara
Negara,
perorangan

7 Gratifikasi Pegawai Negeri Pasal 12B


atau
Penyelenggara
Negara
8 Memberi hadiah atau janji Setiap orang Pasal 13
9 Tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana
korupsi:
a.    Mencegah, merintangi, atau Setiap orang Pasal 21
menggagalkan secara langsung
atau tidak langsung terhadap
penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan sidang pengadilan
perkara korupsi
b.    Tidak memberikan keterangan Setiap orang Pasal 22
atau memberikan keterangan
pada penyidikan, penuntutan,
Pengadaan barang dan jasa merupakan upaya pemerintah yang diwakili oleh
PPK untuk mendapatkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan
metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan mengenai harga, waktu dan
kualitas barang dan jasa.  Agar esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat
dilakukan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu PPK dan penyedia barang
dan jasa haruslah berpedoman kepada aturan hukum pengadaan barang dan jasa.
Aturan hukum mengenai pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah di mulai
pada tahun 2000 dengan keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun
6
2003, Keppres 80 Tahun 2003 dan yang sekarang berlaku yaitu Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010, yang kemudian telah disesuaikan dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2011 (perubahan pertama)
dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 (perubahan
kedua) beserta petunjuk teknisnya  serta ketentuan teknis operasional pengadaan
barang/jasa secara elektronik. Aspek hukum yang terkait dengan pengadaan barang
dan jasa oleh pemerintah meliputi: aspek hukum administrasi, aspek hukum perdata,
dan aspek hukum pidana.

2.4 Investigasi Pengadaan


Tahapan pengadaan barang dan jasa setidak-tidaknya dapat dibagi dalam 4 (empat)
tahapan kegiatan, yaitu: Pertama, tahap persiapan pengadaan yang meliputi: a.
perencanaan pengadaan barang dan jasa, b. pembentukan panitia pengadaan barang
dan jasa, c. penetapan sistem pengadaan barang dan jasa, d. penyusunan jadwal
pengadaan barang dan jasa, e. Penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS), f.
penyusunan dokumen pengadaan barang dan jasa, Kedua, tahap proses pengadaan
yang meliputi: a. pemilihan penyedia barang dan jasa, b. penetapan penyedia barang
dan jasa, Ketiga, Tahap penyusunan kontrak, dan Keempat: tahap pelaksanaan kontrak.
Pola penyimpangan yang mungkin terjadi dalam tahap pengadaan barang dan jasa
yang berimplikasikan tindak pidana korupsi, diantaranya:
1. Tahap persiapan pengadaan, misalnya: pada kegiatan perencanaan pengadaan
terjadi penggelembungan (mark up), mengarahkan kepada kepentingan produk atau
penyedia barang jasa tertentu, pemakekatan agar hanya kelompok tertentu yang
mampu melaksanakan pekerjaan (sehingga mempermudah korupsi, kolusi dan
nepotisme), perencanaan yang tidak realistis terutama dari sudut pelaksanaan;
pada kegiatan pembentukan panitia tender, panitia bekerja secara tertutup, tidak
adil, tidak jujur, dikendalikan pihak tertentu; pada kegiatan penetuan harga perkiraan
sendiri (HPS), gambaran HPS ditutup-tutupi, penggelembungan (mark up), harga
dasar tidak standar, penetuan estimasi harga tidak sesuai aturan; pada kegiatan
penyusunan dokumen tender, spesifikasi teknis mengarah pada suatu produk
tertentu, kriteria evaluasi dalam dokumen lelang diberikan penambahan yang tidak
diperlukan, dokumen lelang tidak standar, dokumen lelang tidak lengkap.
2. Tahap proses pengadaan, misalnya: pada kegiatan pemilihan penyedia barang dan
jasa pada saat pengumuman tender: terjadi pengumuman lelang yang semu dan
palsu, materi pengumuman ambigius, jangka waktu pengumuman terlalu singkat,
7
pengumuman tidak lengkap; pada saat pengambilan dokumen tender: dokumen
tender yang diserahkan tidak sama (partial), waktu pendistribusian informasi
terbatas, penyebarluasan dokumen yang cacat; pada saat penjelasan tender
(Aanwijzing) terjadi pembatasan informasi oleh panitia agar kelompok dekat saja
yang memperoleh informasi yang lengkap, penjelasan dirubah menjadi tanya jawab;
pada kegiatan penyerahan penawaran dan pembukaan penawaran, terjadi relokasi
penyerahan dokumen penawaran dilakukan oleh panitia pengadaan dalam rangka
pengaturan tender (agar tersingkirnya peserta tender yang bukan teman/kelompok
dari panitia), penerimaan dokumen penawaran yang terlambat, menghalang-halangi
peserta tertentu agar terlambat menyampaikan penawarannya; pada kegiatan
evaluasi penawaran: terjadi penggantian dokumen dengan cara menyisipkan revisi
dokumen ke dalam dokumen awal, pemenang bukan mewakili penawaran yang
terbaik karena kolusif, panitia bekerja secara tertutup dan akses terhadap kontrol
dilakukan, pada kegiatan pengumunan calon pemenang: pengumunan yang
disebarluaskan sangat terbatas, pengumaman dengan tanggal ditunda; pada
kegiatan sanggahan peserta tender, tidak semua sanggahan ditanggapi, seluruh
sanggahan diarahkan pada klausula mengenai evaluasi penawaran dan hak panitia
tentang kerahasiaan dokumen evaluasi; pada kegiatan penetapan penyedia barang
dan jasa terjadi surat penetapan diterbitkan sebelum berakhir waktu sanggah, surat
penetapan sengaja ditunda pengeluarannya guna mendapat uang pelicin.
3. Tahap penyusunan dan penandatangan kontrak, misalnya: terjadi penandatangan
kontrak yang tidak dilengkapi dengan dokumen pendukung (dokumen fiktif);
penandatangan kontrak yang ditunda-tunda, karena jaminan pelaksanaan yang
belum ada.
4. Tahap pelaksanaan kontrak dan penyerahan barang dan jasa, misalnya terjadi pada
penyerahan barang, barangnya tidak sesuai dengan spesifikasi atau volume
sebagaimana dalam dokumen tender, pengawas tidak melaksanakan pengawasan
secara benar dan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dilakukan penyedia
barang.
Potensi terjadinya tindak pidana korupsi dari pengadaan barang dapat terjadi mulai
tahap persiapan sampai tahap pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa
berdasarkan UU 31/1999 jo UU 10/2001 setidak-tidaknya dapat diidentifikasikan ke
dalam 7 (tujuh) bentuk tindak pidana korupsi, diantaranya:
1. Merugikan keuangan negara dengan melawan hukum atau penyalahgunaan
wewenang  (Pasal 2 dan Pasal 3);

8
2. Suap  (Pasal 6, 11, 12 huruf a, b, c, d dan Pasal 13);
3. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8 dan Pasal 10);
4. Pemerasan (Pasal 12 huruf e, f, g);
5. Perbuatan curang (Pasal 7 dan Pasal 12 huruf h);
6. Konflik kepentingan dalam pengadaan (Pasal 12 huruf j; dan
7. Gratifikasi (Pasal 12 B dan Pasal 12 C).

Pengkajian mengenai pertanggung jawaban jabatan dan pertanggungjawaban


pribadi dalam hal pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, akan terkait dengan kapan
seorang pejabat terbukti sebagai melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa menjadi pertanggungjawaban jabatan dan kapan ia
menjadi pertanggungjawaban pribadi.
         Pertanggungjawaban jabatan merupakan tanggungjawab menurut hukum yang
dibebankan kepada negara/pemerintah atas kesalahan atau akibat dari tindakan
jabatan. Sedangkan pertanggungjawaban pribadi merupakan pertanggungjawaban
pidana yakni tanggungjawab menurut hukum yang dibebankan kepada seseorang
dalam atas kesalahan atau akibat dari perbuatannya secara pribadi.
            Secara hukum administrasi, parameter pertanggungjawaban jabatan yaitu asas
legalitas (keabsahan) tindakan pejabat, dan persoalan legalitas tindakan pejabat
berkaitan dengan pendekatan kekuasaan. Legalitas tindakan pejabat bertumpu pada
wewenang, prosedur dan substansi. Setiap tindakan pejabat (termasuk dalam hal
pengadaan barang dan jasa) harus bertumpu pada wewenang yang sah. Kewenangan
tersebut diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi (kewenangan yang dietapkan oleh
peraturan perundang-undangan bagi Badan atau Pejabat Pemerintahan), delegasi
(bersumber dari pelimpahan), dan mandat (bersumber dari penugasan).
       Pertanggungjawaban pribadi merupakan pertanggungjawaban pidana yang
berkaitan dengan pendekatan fungsionaris atau pendekatan pelaku. Pertanggungjawab
pribadi atau tanggungjawab pidana ini berkaitan dengan malaadministrasi dalam
penggunaan wewenang maupun public service. Parameter pertanggungjawaban pidana
berdasarkan kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld). Sehingga, berkaitan dengan tindak
pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa yang menjadi parameternya adanya
pertanggungjawaban pidana dalam pengadaan barang dan jasa yaitu melakukan
perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) dan melakukan penyalahgunaan
wewenang (detournement de pavoir).

9
Penyalahgunaan wewenang hanya dapat dilakukan oleh pejabat dan badan
pemerintah.
         Jabatan merupakan suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan
dilakukan untuk kepentingan negara (kepentingan umum). Tiap jabatan merupakan
pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi yang diberi nama
negara. Jabatan sebagai subyek hukum (persoon), yakni pendukung hak dan kewajiban
(suatu personifikasi), sehingga jabatan itu dapat melakukan tindakan hukum
(rechshandelingen).
Pengadaan barang/jasa selalu dipertanyakan mengenai: “apakah pengadaan
barang/jasa dilaksanakan secara sewenang-wenang” dan “apakah pelaksanaan
pengadaan bawang/jasa telah sesuai dengan tujuannya”. Pertanyaan pertama
berkaitan dengan tindakan sewenang-wenang (willekeur) dan pertanyaan kedua
berkaitan dengan tindakan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir).
yakni tidak terpenuhinya syarat legalitas (prosedur, wewenang, dan substansi)
menghakibatkan cacat yuridis pengadaan barang/ jasa.  
      Wewenang dan substansi merupakan landasan bagi legalitas formal dalam
pelaksanaan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Oleh sebab itu, dengan
bertumpu kepada asas praesumptio iustae causa (gugat tidak memnunda atau
menghalani dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta
tindakan Badan atau Pejabat Tatat Usaha Negara yang digugat), maka setiap gugatan
atas tindakan PPK yang berkenaan dengan keputusan pemenang tender misalnya,
tidak menghalangi dilaksanakannya keputusan pejabar yang memutuskan pemenangan
tender yang digugat. Asas Presumptio iustea causa telah dinormakan dalam Pasal 67
ayat (1) UU no.5 Tahun 1986.
            Ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf d UU No. 5 Tahun 1986 juncto UU No.9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, telah ditentukan parameter
penyalahgunaan wewenang yang meliputi: a. bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan; b. bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik.
Yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana
dalam Penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf B UU No5 Tahun 1986 juncto UU No. 9
Tahun 2004 adalah meliputi asas: Kepastian hukum; Tertib penyelenggaraan negara;
Keterbukaan; Proporsionalitas; Profesionalitas; Akuntabilitas.

10
Menentukan ada atau tidaknya kesalahan terdakwa dalam tindak pidana korupsi
pengadaan barang dan jasa, tidak saja ditinjau dari aspek hukum pidana, tetapi juga
harus ditinjau dari aspek hukum administrasi. Dalam hukum administrasi, kesalahan
jabatan menjadi pertanggungjawaban jabatan, dan kesalahan pribadi menjadi
pertanggungjawaban pribadi, kesalahan pribadi adalah tanggung jawab pidana. Apabila
terjadi kesalahan maka kesalahan itu merupakan kesalahan jabatan dan pada
gilirannya adalah menjadi pertanggungjawaban jabatan. Pertanggungjawaban pidana
adalah tanggung jawab pribadi. Apa yang dilakukan terdakwa, tidak termasuk tindakan
maladministrasi. Pejabat Negara yang mengemban wewenang Pemerintahan pada
dasarnya tunduk pada norma hukum administrasi. Dari hukum administrasi ada 3 (tiga)
isu yang perlu ditelaah yaitu isu keadaan darurat, isu kewenangan diskresioner
(discretionary power), dan isu penyalahgunaan wewenang.
11

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Investigasi merupakan Upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan
temuan lainnya untuk mengetahui kebenaran –atau bahkan kesalahan- sebuah
fakta. Melakukan kegiatan investigatif sebenarnya jauh dari sekedar
mengumpulkan ribuan data atau temuan di lapangan, kemudian menyusun
berbagai informasi yang berakhir dengan kesimpulan atas rangkaian temuan dan
susunan kejadian.
2. Korupsi ialah Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidal legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka".
3. Adapun Tahapan pengadaan barang dan jasa setidak-tidaknya dapat dibagi
menjadi empat yaitu Tahap persiapan pengadaan, Tahap proses pengadaan,
Tahap penyusunan dan penandatangan kontrak dan Tahap pelaksanaan kontrak
dan penyerahan barang dan jasa
12

DAFTAR PUSTAKA

http://prezi.com/investigasi-tindak-pidana-korupsi
http://slideshare.net/lingkingpar/investigasi-tindak-pidana-korupsi-investigasi-pengadaan-
dan-komputer-forensik
https://docplayer.info/investigasi-korupsi-apakah-yang-disebut-investigasi-siapa-saja-yang-
bisa-melakukan-investigasi.html
iv

Anda mungkin juga menyukai