Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Perkembangan Atletik di Indonesia

Telah kita ketahui bersama, bahwa bangsa dan negarakita (Indonesia) selama tiga
setengah abad lamanya berada dalam belenggu penjajahan bangsa Belanda dan
selama kurang lebih tiga setengah tahun berada di bawah pendudukan bangsa
Jepang. Oleh karena itu perkembangan keolahragaan di Indonesia khususnya atletik
mengalami masa-masa sebagai berikut;

1. Masa Penjajahan
2. Masa Setelah Indonesia Merdeka

A. Masa Penjajahan

Kegiatan keolahragaan di Indonesia khususnya atletik, dikenal oleh bangsa Indonesia


dari orang-orang Belanda. Yaitu pada masa sebelum meletusnya perang dunia kedua
atau yang terkenal pada masa Hindia Belanda (Nederland Indie). Namun perlu
diketahui bahwa kegiatan atlet pada masa itu, hanya dikenla dan dilakukan oleh
anak-anak sekolah dan orang-orang yang ada di kampung atau desa-desa tidak
banyak yang mengenalnya. Demikian juga yang mendapatkan kesempatan untuk
melakukan latihan atletik, hanya terbatas pada anak-anak sekolah dan kalangan
militer (tentara) sebagai kelengkapan dari pendidikan. Jadi bukan untuk
meningkatkan dan mengembangkan prestasi atletik. Akan tetapi oleh bangsa belanda
disadari bahwa pembinaan kegiatan atletik tersebut dirasakan sangat penting, baik
untuk kepentingan menjalankan roda politiknya maupun bagi kepentigan orang-orang
belanda sendiri dalam usaha pembinaan kesegaran jasmaninya. Oleh karena itu,
maka pada tanggal 21 Juli 1917 didirikan persatuan atletik Indonesia dengan nama:
"Nederlands Indische Athletic Unie" atau yang terkenal dengan nama NIAU yang
merupakan merupakan organisasi atletik Indonesia pertama. Dengan adanya
persatuan atletik tersebut, maka setiap tahun diadakan perlombaan. Atlet-atlet yang
ternama pada masa itu, antara lain: Noerbambang untuk nomor lari jarak pendek 100
m dengan catatan waktu 10,8 detik, Harun Al Rasyid untuk nomor lompat jauh
dengan hasil lompatannya sejauh 7,03 m, dan Mochtar Saleh untuk nomor 110 m
gawang dengan catatan waktu 15,1detik.
Pada masa pendudukan Jepang sejak tahun 1942 sampai 1945, kegiatan
keolahragaan di Indonesia pada umumnya mulai berkembang. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya keharusan bagi semua pegawai, pelajar, mahasiswa
mengikuti gerakan senam setiap pagi hari melalui radio yang terkenal dengan nama
"TAISO" atau "RADIO TAISO". Demikian juga mengenai kegiatan atletik
mendapatkan perhatian yang sangat besar, khususnya bagi para pelajar dan
mahasiswa. Hal ini terlihat dengan adanya pertandingan setiap akhir tahun.

Kegiatan keolahragaan pada waktu pendudukan Jepang yang didalamnya termasuk


juga atletik, tergabung kedalam suatu wadah yang bernama "Ikatan Sport Indonesia"
atau lebih dikenal dengan singkatan "ISI". ISI merupakan satu-satunya wadah untuk
kegiatan keolahragaan di Indonesia yanga aktif dan bersifat nasional.
Pada bulan oktober 1942, ISI mengadakan Pekan Olahraga di lapangan IKADA
(Ikatan Atletik Djakarta) yang diikuti oleh atlet-atlet dari seluruh pulau Jawa. Atlet-atlet
yang ternama pada waktu itu antara lain Bram Matulessi untuk nomor lempar lembing
dan Soetrisno untuk nomor pancalomba. Selain dari itu, pada waktu pendudukan
Jepang di Jakarta didirikan sekolah guru yang khusus mendidik calon-calon guru
olahraga yang beraliran Swedia dengan nama "Tairenka".

B. Masa Setelah Indonesia Merdeka

Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17


Agustus 1945, perkembangan keolhragaan di Indonesia semakin maju dan
berkembang, meskipun situasi pada saat itu belum begitu baik. Akan tetapi semangat
bagsa Indonesia untuk mewujudkan cita-citanya dalam kegiatan olahraga khususnya
tidak pernah padam. Hal ini terlihat di mana para pelajar dan mahasiswa tetap
melakukan latihan sehingga  pada bulan januari 1946 diselenggarakan kongres untuk
menghidupkan kembali olahraga di Indonesia yang berlangsung di kota Solo. Dari
hasil kongres tersebut dibentuklah Persatuan Olahraga Republik Indonesia yang
terkenal dengan nama PORI, yaitu suatu wada yang menampung seluruh kegiatan
keolahragaan di Indonesia pada waktu itu. Langkah pertama yang dilakukan oleh
PORI untuk membangkitkan semangat keolahragaan tersebut adalah dengan
diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun 1948 di kota Solo,
walaupun pada waktu itu bangsa Indonesia sedang mengadakan revolusi fisik untuk
melwan penjajah Belanda dan sekutu-kutunya yang menduduki kota-kota besar di
Indonesia.
Tujuan diselenggarakannya PON tersebut, selain untuk mempersatukan seluruh
kegiatan olahraga dalam satu pertemuan besar, juga sebagai latihan untuk dapat
menyelenggarakan Olimpiade jika kelak diberikan kepercayaan dari dunia
Internasional. Penting untuk diketahui bahwa pada penyelenggaraan pembukaan
PON yang pertama pada tanggal 12 September 1948 di kota Solo, mendapatkan
perhatian dan sambutan yang sangat besar. Selain dihadiri oleh wakil presiden dan
seluruh kabinet di Yogyakarta, dihadiri pula oleh wakil-wakil dari negara lain yang
tergabung dalam anggiota komisi tiga negara PBB yang ada di Indonesia. Misalnya
dari Amerika M. Cochran, dari Australia Critchley, dan dari Belgia adalah: Darwati
untuk nomor lari jarak pendek (100 m). Aniel Salamun untuk nomor lempar cakram,
Soedarmojo untuk nomor lompat tinggi, Soetrisno untuk nomor lempar tolak peluru
dan lempar cakram, Nasir Rosyidi untuk nomor lari gawang dan lompat jauh, dan
Soetopo untuk nomor lari 5000 m dan 10.000 m.

Pada penyelenggaraan PON yang pertama masih dirasakan banyak kekurangan,


baik dalam segi penyelenggaraan maupun dalam segi penyajian cabang-cabang
olahraga yang dipertandingkan. Hal ini disebabkan bangsa kita masih belum
mempunyai konsepsi-konsepsi yang matang di dalam bidang keolahragaan dan
sedang menghadapi revolusi fisik melawan belanda dan sekutu-sekutunya.
Disamping itu, pada tahun 1948 terjadi bentrokan sehinggat tidak semua daerah bisa
mengikuti PON tersebut. Namun demikian usaha untuk membina dan
mengembangkan atlet terus ditingkatkan. Usaha ke arah ini terlihat pada tanggal 3
September 1950, tokoh-tokoh dari perkumpulan atletik berkumpul di kota Semarang
untuk membicaran adanya suatu wadah yang menampung kegiatan atletik diseluruh
wilayah Indonesia. Hasil dari pembicaraan dari para tokoh atletik tersebut melahirkan
terbentuknya organisasi atletik untuk seluruh wilayan Indonesia, dengan nama "
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia " atau dengan nama singkatnya "PASI".
Kemudian dalam usaha mengembangkan kegiatan atletik tersebut, PASI
menyelenggarakan kejuaraan atletik yang pertama di kota Bandung (Jawa Barat)
tahun 1950 yang diharapkan dapat diikuti oleh seluruh atlet daerah yang berada di
seluruh wilayah di Indonesia. Walau tidak semua atlet yang berada di wilayah
Indonesia dapat mengikuti kejuaraan yang diselenggarakan oleh PASI tersebut,
namun dirasakan cukup memuaskan pada waktu itu. Karena itu selain diikuti oleh
atlet-atlet yang berada dari pulau jawa, juga diikuti oleh beberapa atlet dari Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi. Kemudian langkah selanjutnya yang dilakukan oleh PASI
dalam usahanya untuk mengembangkan dan meningkatkan atletik di Indonesia
adalah dengan diterimanya Indonesia menajadi anggota I.A.A.F (International
Amateur Athletic Federation) dengan tujuan agar atlet-atlet Indonesia dapat terjun
dan mengikuti perlombaan dalam Olimpiade dan perlombaan atletik yang bersifat
International. Dengan diterimanya PASI menjadi anggota I.A.A.F, maka atlet-atlet
Indonesia dapat mengikuti Asian Games yang pertama diselenggarakan di New Delhi
(India) pada bulan maret 1951. Untuk tidak mengecewakan dalam mengikuti pesta
olahraga (Asian Games) tersebut, maka atlet yang akan dikirimkan dipusatkan di kota
Yogya untuk mengikuti latihan secara intensif.
Di dalam mengikuti pesta olahraga se-Asia yang pertama di New Delhi, beberapa
atlet kita memperoleh medali perunggu, yaitu: Soedarmojo untuk nomor lompat tinggi,
Hendarsin untuk nomor lompat jangkit, Matulessi untuk nomor lempat cakram, regu
estafet 4 kali 100 meter atas nama, Tri Wulan, Soejarwati, Darwati, dan Lie Jiang Nio.
PON II yang direncanakan akan diselenggarakan pada tahun 1950 tidak dapat
dilaksanakan, namun berkat inisiatif dari PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia) dan PASI sendiri, makan diputuskan oleh PORI untuk diselenggarakan
PON II tahun 1951 di Jakarta. Dimana atletik menjadi nomor utama di dalam
penyelenggaraan PON tersebut.
Kegiatan atletik semakin lama semakin berkembang dan meningkat, hal ini terlihat
dengan adanya;

1. Kejuaraan PASI di Surabaya tahun 1952.


2. Mengikuti Olimpiade yang XV di Helsinki tahun 1952 dengan mengirirmkan
atlet Soedarmodjo, untuk mengikuti cabang lompat tinggi.
3. PON III di Medan tahun 1953.
4. Kejuaraan PASI di Jakarta tahun 1954. 
5. Mengikuti Asian Games di Manila (Philipina) tahun 1954.
6. Kejuaraan PASI di Jakarta tahun 1955.
7. Kejuaraan PASI di Yogyakarta tahun 1956.
8. PON IV di Makassar tahun 1957.
9. Mengirim atlet putri ke Asian Games III di Tokyo tahun 1958 untuk nomor
lempar lembing dan memperoleh medali perunggu.
10.Kejuaraan PASI di Jakarta tahun 1959.
11.Mempersiapkan atlet untuk Asian Games di Jakarta tahun 1962, PASI
mengadakan seleksi di Kota Bandung dan mengirimkan utusan ke Olimpiade
Roma untuk meninjau penyelenggaraannya dalam rangka mempersiapkan
penyelenggaraan Asian Games IV.

Dengan mendapatkan kepercayaan dari dunia keolahragaan internasional,


bangsa dan negara Indonesia berusaha untuk menjaga kehormatannya dalam
penyelenggaraan pesta olahraga tersebut dengan sebaik mungkin. Dalam hal
ini khususnya PASI, selain berusaha untuk dapat menyelenggarakan
perlombaan yang sebaik-baiknya, juga berusaha untuk meningkatkan prestasi
para atletnya. Untuk kepentingan itu tidak sedikit waktu dan biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah kita, guna untuk mensukseskan Asian Games
tersebut, serta penyelenggaraan pemusatan latihan para atlet yang mula-mula
dipusatkan di Kota Bandung, kemudian dipindahkan ke Jakarta. Disamping itu
juga mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari Jepang yang telah berhasil dalam
menyelenggarakan Asian Games III. 

Macam – macam Start Dalam Nomor Lari


Lari merupakan salah satu cabang olahraga yang selalu diperlombakan di setiap
event olahraga, misalnya Pekan Olahraga Nasional (PON) , SEA Games, Asian
Games, hingga Olympiade. Lari termasuk dalam kategori atletik, apa itu atletik?
Atletik ialah gabungan beberapa cabang olahraga yang secara garis besar
dikelompokkan menjadi lari, lempar, dan lompat.
Nama : Anna Fina Rusdi
Kelas : X – AK2
Mapel : Pendidikan jasmani
Lari terbagi ke dalam beberapa nomor, pembagian ini menurut jaraknya yaitu nomor
lari jarak dekat, nomorlari jarak menengah, dan nomor lari jarak jauh. Lari jarak dekat
terbagi lagi ke beberapa nomor yaitu 100m, 200m, dan 400m; sedangkan untuk lari
jarak menengah terbagi menjadi 800m, 1500m, hingga 3000m. dan yang terakhir lari
jarak jauh 5000m dan 10000m.

Selain ketiga nomor tersebut, terdapat juga nomor lari lainnya yang sering di
perlombakan, yaitu lari gawang dan lari estafet. Perlombaan lari biasanya dilakukan
di dalam stadion atletik yang mempunyai lintasan lari, kecuali perlombaan nomor lari
jarak jauh yang biasanya dilakukan diluar ruangan karena memerlukan lintasan yang
panjang.

Salah satu teknik yang harus dan perlu di kuasai oleh seorang pelari ialah teknik
start. Awalan start sangatlah penting dalam olahraga lari, sebab jika terjadi kesalahan
pada saat melakukan start maka kita akan tertinggal dari pelari lainnya atau kita juga
dapat mengalami cedera karena melakukan start yang salah.

Terdapat beberapa macam start dalam nomor lari, macam – macam start ialah:
 Start berdiri (standing start), start berdiri biasanya digunakan dalam nomor lari
jarak menengah dan jarak jauh.
 Start melayang (fliying start), start melayang digunakan oleh pelari nomor II, III
dan IV lari dalam nomor lari estafet 4 X 100 m.
 Start jongkok (cruched start), digunakan dalam nomor lari jarak pendek dan lari
gawang (hurdles). Start jongkok terbagi dalam 3 macam start, yaitu:
 Start pendek (bunch start).
 Start menengah (medium start).
 Start panjang (long start).

Anda mungkin juga menyukai