mengingat bahwa Indonesia dalam survei PERC dari Sejarah pengembalian aset (asset recovery) hasil
tahun ke tahun tidak pernah beranjak dari posisi-posisi tindak pidana korupsi di Indonesia masih belum
bawah, bahkan dalam survei PERC tahun 2010 membuahkan hasil yang signifikan. Aset hasil tindak
Indonesia menempati peringkat pertama sebagai pidana korupsi yang dilarikan ke luar negeri lebih
negara terkorup dari 16 (enam belas) negara tujuan besar jumlahnya dibandingkan aset hasil tindak pidana
investasi di Asia Pasifik, sebagaimana dapat dilihat korupsi yang berhasil dikembalikan di Indonesia
dalam tabel 1. (Listya, 2014:11), sebagaimana tercermin dalam
Tindak pidana korupsi terjadi secara elitis, kasus-kasus berikut ini:
endemik, dan sistemik, sehingga tidak hanya 1. Adrian Kiki Ariawan selaku Direktur Utama PT
merugikan keuangan negara, tetapi juga telah Bank Surya.
melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI
secara luas (Jaya, 2008:57). Kerugian akibat korupsi Jakarta Nomor 71/PID/2003/PT. DKI tanggal 2
secara signifikan mengurangi kapasitas negara dalam Juni 2003 atas nama Terdakwa Adrian Kiki
membangun perekonomian dan menyediakan fasilitas Ariawan, terbukti secara sah dan meyakinkan
kesejahteraan sosial. telah melakukan tindak pidana korupsi yang
Tindakan korupsi telah menimbulkan kerugian mengakibatkan kerugian negara sebesar
keuangan negara yang sangat signifikan. Indonesia Rp.1.500.000.000.000,00 (satu koma lima triliun
Corruption Watch (ICW, 2016) menyebutkan total rupiah). Terpidana Adrian Kiki Ariawan
kerugian keuangan negara di Indonesia pada tahun mengajukan keberatan pada District Court of
2015 mencapai Rp3,1 triliun, sedangkan kerugian Perth di Western Australia, dengan alasan
keuangan negara tahun 2016 sebesar putusan di pengadilan Indonesia dilakukan tanpa
Rp.3.085.000.000.000,00 (Tempo, 2017). Data hadirnya terdakwa (in absentia) dan pelaksanaan
kerugian keuangan negara dalam tindak pidana pidana di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia
korupsi berdasarkan pemantauan ICW dapat dilihat melanggar hak asasi. The High Court of Australia
dalam grafik 1. tanggal 18 Desember 2013 memutuskan bahwa
Djaja (2010:28) mengindikasikan bahwa korupsi keberatan dari Adrian Kiki Ariawan ditolak dan
sudah sangat akut dan menggerogoti seluruh sendi menguatkan penetapan yang dibuat oleh Menteri
kehidupan berbangsa, sehingga dalam Kehakiman Australia untuk menyerahkan Adrian
pemberantasannya tidak cukup hanya dengan ke Indonesia pada tanggal 22 Januari 2014.
perluasan perbuatan yang dirumuskan sebagai korupsi 2. Djoko Soegiarto Tjandra selaku Direktur PT Era
dan menggunakan cara-cara konvensional, melainkan Giat Prima.
diperlukan metode dan cara tertentu, yaitu dengan Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik
menetapkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa Indonesia Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11
(extra-ordinary crime), sehingga diperlukan Juni 2009 atas nama Terdakwa Djoko Soegiarto
penanggulangan yang bersifat luar biasa (extra- Tjandra. terbukti secara sah dan meyakinkan
ordinary enforcement) dan tindakan yang luar biasa telah melakukan tindak pidana korupsi yang
pula (extra-ordinary measures). mengakibatkan kerugian negara sebesar
Upaya pemberantasan korupsi (demolishing Rp.904.642.428.369,00 (sembilan ratus empat
corruption) melalui upaya pencegahan dan miliar enam ratus empat puluh dua juta empat
pemberantasannya di Indonesia telah berlangsung ratus dua puluh delapan ribu tiga ratus enam
sejak tahun 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan puluh sembilan rupiah). Terpidana kasus korupsi
Penguasa Militer Nomor Prt/PM/06/1957 tanggal 9 cessie Bank Bali tersebut melarikan diri ke luar
April 1957 tentang Pemberantasan Korupsi. Upaya negeri sehari sebelum putusan pengadilan.
pemerintah dalam menetapkan berbagai produk Ekstradisi Djoko S. Tjandra terkendala karena
hukum yang berkaitan dengan pencegahan dan Komite Penasihat Imigrasi dan Kewarganegaraan
pemberantasan tindak pidana korupsi, diharapkan Papua New Guinea memberikan kewarga-
mampu untuk mengemban fungsi ganda, yaitu sebagai negaraan kepada Djoko Tjandra pada tanggal 11
sarana preventif dan sekaligus berfungsi sebagai Juni 2012. Kejaksaan menduga Djoko S. Tjandra
sarana represif, akan tetapi laju korupsi di Indonesia dilindungi oleh Papua New Guinea karena
cenderung meluas dan terus meningkat dari tahun ke berdasarkan penelusuran, diketahui Djoko S.
tahun. Tjandra menanamkan investasi USD 2,000,000,
Upaya pengembalian aset negara yang dicuri 000 atau sekitar Rp.18.000.000.000.000,00
(stolen asset recovery) telah menempati posisi penting (delapan belas triliun rupiah) di lahan seluas
dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, 100.000 hektar.
didasarkan pada kenyataan bahwa tindak pidana 3. Hendra Rahardja selaku Komisaris Utama PT
korupsi telah merampas kekayaan negara yang sangat Bank Harapan Sentosa.
dibutuhkan untuk merekonstruksi dan merehabilitasi Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI
masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan Jakarta Nomor 125/Pid/2002/PTDKI tanggal 8
(sustainable development). Urgensi pengembalian aset November 2002 atas nama Hendra Rahardja
juga tersirat dalam alinea pertama Mukadimah United (Terdakwa I), terbukti secara sah dan
Nations Convention Against Corruption Tahun 2003. meyakinkan telah melakukan tindak pidana
korupsi yang mengakibatkan kerugian negara aspek yang harus diperhatikan dalam menunjang
sebesar Rp2.659.308.000.000,00 (dua triliun pelaksanaan pengembalian aset hasil tindak pidana
enam ratus lima puluh sembilan miliar tiga ratus korupsi (Syahmin, Elvani, dan Yuningsih, 2013).
delapan juta rupiah). Pelaksanaan ekstradisi Kesenjangan antara das sollen dan das sein tersebut
terganjal karena adanya dugaan perlakuan telah mengakibatkan pengembalian kerugian negara
diskriminatif terhadap etnis Tionghoa di melalui mekanisme pengembalian aset belum berhasil
Indonesia sehingga ada kekhawatiran bahwa secara signifikan. Berdasarkan latar belakang masalah
Hendra Rahardja akan disiksa dan ditekan dalam tersebut, penelitian secara yang utuh, komprehensif,
penyidikan. dan holistik mengenai kompleksitas mekanisme
4. Hesham Al-Warrag selaku Direktur First Gulf Asia pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi,
Holdings Limited dan Rafat Ali Rizvi selaku merupakan hal yang sangat penting sebagai bagian dari
Direktur Pelaksana First Capital Limited. strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta korupsi.
Pusat Nomor 339/PID.B/2010/PN.JKT.PST Beberapa penelitian terdahulu mempunyai
tanggal 30 November 2010 atas nama Hesham karekteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian,
Talaat Mohamed Besheer Al-Warrag (Terdakwa meskipun berbeda dalam teori, variabel penelitian, dan
I) dan Rafat Ali Rizvi (Terdakwa II), diadili secara metode analisis yang digunakan. Penelitian-penelitian
in absentia terbukti secara sah dan meyakinkan terdahulu menjadi acuan penulis dalam melakukan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan penelitian ini, sehingga penulis dapat memperkaya
tindak pidana pencucian uang secara bersama- teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
sama yang mengakibatkan kerugian negara dilakukan. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu
sebesar Rp3.115.889.000. 000,00 (tiga triliun berupa jurnal, laporan penelitian, dan disertasi, antara
seratus lima belas miliar delapan ratus delapan lain:
puluh sembilan juta rupiah). Meski masih buron, 1. Syahmin, Elvani, dan Yuningsih (2013) yang
Hesham dan Rafat mengajukan gugatan ganti rugi meneliti “Pengembalian Aset Negara Hasil Tipikor
kepada Pemerintah Indonesia melalui Melalui Kerja Sama Timbal Balik Antar Negara”.
International Center for the Settlement of Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemulihan
Investment Disputes (ICSID) dan Organisasi Kerja hasil korupsi mempunyai banyak hambatan
Sama Islam (OKI). karena modus operan di jenis-jenis kasus pidana
Sebagaimana fenomena gunung es (iceberg yang berbeda, dengan memperkuat perangkat
phenomenon), kasus-kasus korupsi yang diungkapkan hukum dengan teknologi, penyidik, penuntut, dan
di atas, hanya sebagian kecil dari jumlah kasus korupsi hakim diharapkan akan semakin lebih efektif
yang pernah terjadi di Indonesia. Bagi negara-negara di dalam memerangi kejahatan internasional yang
dunia khususnya negara berkembang di mana grand terorganisir dan korupsi transnasional.
corruption terjadi, untuk menembus pelbagai 2. Haswandi (2016) yang meneliti “Pengembalian
permasalahan pengembalian aset yang menyentuh Aset Tindak Pidana Korupsi Pelaku dan Ahli
ketentuan-ketentuan hukum negara maju akan terasa Waris Menurut Sistem Hukum Indonesia”. Hasil
teramat sulit, apalagi negara berkembang tersebut penelitian menyimpulkan bahwa perangkat
tidak memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan hukum tindak pidana korupsi dalam
negara tempat aset curian disimpan. Harta tersebut mengembalikan aset hasil korupsi pada saat ini
seakan-akan dilindungi oleh aturan legal procedure belum sempurna karena hanya mengutamakan
negara setempat yang mengaturnya sebagai bagian uang pengganti terhadap hasil kejahatan korupsi
dari kerahasiaan bank (Zachrie dan Wijayanto, dari pelaku.
2010:583). 3. Prakarsa dan Yulia (2017) yang meneliti “Model
Upaya pengembalian aset menjadi semakin sulit Pengembalian Aset (Asset Recovery) Sebagai
untuk dilakukan karena alat untuk menyembunyikan Alternatif Memulihkan Kerugian Negara dalam
(safe haven) hasil tindak pidana korupsi telah melewati Perkara Tindak Pidana Korupsi”. Hasil penelitian
batas teritorial suatu negara (transnasional) dan menyimpulkan bahwa pengembalian aset
sebagai kejahatan terorganisasi (organized crime), kerugian negara lebih dapat diwujudkan melalui
bahkan korupsi seringkali melibatkan korporasi jalur hukum perdata, disebabkan dalam proses ini
sebagai pelaku. Kasus-kasus penyembunyian aset Jaksa Pengacara Negara dapat melakukan
seringkali melibatkan negara berkembang atau negara gugatan perdata untuk menyelamatkan aset,
miskin sebagai korban yang harta atau kekayaannya sekalipun dalam kondisi tidak terbukti unsur
dirampas dan kemudian disembunyikan di negara- tindak pidananya, terdakwa sudah meninggal
negara maju, seperti Singapura, Swiss, Hong Kong, atau terdakwa sudah divonis bebas.
Amerika, dan Australia. Data terakhir Global Financial
Integrity menyatakan bahwa Indonesia menempati 1.2 Rumusan Masalah
urutan kesembilan untuk aliran dana gelap terbesar di Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
dunia (Kompas, 2016). masalah penelitian ini dirumuskan, sebagai berikut:
Permasalahan pengembalian aset tidaklah 1. Bagamanakah strategi pencegahan dan
sesederhana yang dituliskan (law in books), banyak pemberantasan korupsi di Indonesia?
2. Apakah faktor-faktor yang menjadi kendala uang secara ilegal untuk partai politik (Suhartoyo,
dalam pelaksanaan pengembalian aset hasil 2014:34).
tindak pidana korupsi yang bersifat Syed Hussein Alatas, sebagaimana dikutip
transnasional? Kusuma (2001:141), membagi tipologi korupsi menjadi
1.3 Tujuan Penelitian 7 (tujuh) jenis, sebagai berikut:
Bertumpu pada rumusan permasalahan 1. Korupsi transaktif (transactive corruption) adalah
sebagaimana diuraikan di atas, penelitian ini korupsi yang menunjukkan adanya kesepakatan
bertujuan: timbal-balik antara pihak pemberi dan pihak
1. Untuk menganalisa dan menemukan langkah- penerima demi keuntungan kedua belah pihak
langkah strategi pencegahan dan pemberantasan dan dengan aktif diusahakan tercapainya
korupsi di Indonesia. keuntungan itu oleh kedua belah pihak.
2. Untuk menganalisa faktor-faktor yang menjadi 2. Korupsi memeras (extortive corruption) adalah
kendala dalam pelaksanaan pengembalian aset jenis korupsi dengan keadaan pihak pemberi
hasil tindak pidana korupsi yang bersifat dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian
transnasional. yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya atau orang lain, dan hal-hal yang
1.4 Manfaat Penelitian dihargainya.
Sehubungan dengan tujuan yang dikemukakan di 3. Korupsi investif (investive corruption) adalah
atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian
manfaat teoritis dan praktis, sebagai berikut: langsung dengan keuntungan tertentu selain
1. Manfaat teoritis. keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di
Sebagai sumbangan literatur dan informasi masa yang akan datang.
ilmiah untuk memahami dan mendalami tentang 4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)
penyelesaian masalah pengembalian aset hasil adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
tidak pidana korupsi sebagai bagian integral dari teman atau sanak saudara untuk memegang
strategi pencegahan dan pemberantasan tindak jabatan dalam pemerintahan atau tindakan yang
pidana korupsi di Indonesia. memberikan perlakuan yang mengutamakan
2. Manfaat praktis. dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain
Sebagai kerangka acuan kepada lembaga kepada mereka secara bertentangan dengan
pembuat undang-undang dalam mengambil norma dan peraturan yang berlaku.
langkah-langkah kebijakan yang tepat dan efisien 5. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah
guna menciptakan suatu konsep yang lebih perilaku korban korupsi dengan pemerasan
spesifik dalam pencegahan dan pemberantasan sebagai bentuk mempertahankan diri.
tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan 6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) adalah
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan
dalam rangka mengembalikan dan meningkatkan pelakunya hanya seorang.
pemasukan keuangan negara. 7. Korupsi dukungan (suportive corruption) adalah
korupsi yang tidak secara langsung menyangkut
2. KERANGKA TEORITIS uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
2.1. Tindak Pidana Korupsi Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah untuk
Dalam berbagai literatur, korupsi berasal dari melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah
kata “corrupteia” dalam bahasa Latin “bribery” atau ada.
“seduction”. Bribery adalah memberikan atau Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
menyerahkan kepada seseorang agar orang tadi Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
berbuat untuk keuntungan pemberi. Seduction 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
(penggoda) adalah sesuatu yang menarik untuk mendefinisikan 30 (tiga puluh) bentuk tindak pidana
seseorang berbuat menyeleweng (Anwar dan Adang, korupsi beserta sanksinya. Tiga puluh bentuk tindak
2008). pidana korupsi ini terbagi menjadi 7 (tujuh) kelompok,
Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai salah yaitu kerugian keuangan negara; suap menyuap;
satu organ PBB, mendefinisikan korupsi sebagai missus penggelapan dalam jabatan; pemerasan; perbuatan
of (public) power for private gain. Korupsi mempunyai curang; benturan kepentingan dalam pengadaan
dimensi perbuatan yang luas, meliputi tindak pidana barang; dan menerima grafitikasi, sebagaimana dapat
suap (bribery); penggelapan (emblezzlement); dilihat dalam tabel 2.
penipuan (fraud); pemerasan yang berkaitan dengan Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
jabatan (exortion); penyalahgunaan kekuasaan (abuse faktor-faktor penyebab dilakukannya tindak pidana
of power); pemanfaatan kedudukan seseorang dalam korupsi, yaitu:
aktivitas bisnis untuk kepentingan perorangan yang 1. Triangle Fraud Theory.
bersifat illegal (exploiting a conflict interest, insider Donald Cressey (1953) mencetuskan konsep
trading); nepotisme, komisi ilegal yang diterima oleh segitiga kecurangan (fraud triangle) sebagai
pejabat publik (illegal commission); dan kontribusi suatu ilustrasi yang menggambarkan faktor risiko
kecurangan yang terjadi.
e. Self actualization needs (kebutuhan akan besarnya kekuasaan yang dimiliki (discretion of
perwujudan diri), yaitu kecenderungan untuk official) tanpa adanya pengawasan yang memadai
mewujudkan dirinya sesuai dengan (minus accountability), menyebabkan dorongan
kemampuannya. melakukan tindak pidana korupsi. Tindak pidana
4. Ramirez Torres Theory. korupsi terjadi karena adanya monopoli atas
Menurut Torres, sebagaima dikutip Indawati kekuasaan dan diskresi (hak untuk melakukan
(2016:17) suatu tindak korupsi akan terjadi jika penyimpangan pada suatu kebijakan), tetapi
memenuhi persamaan berikut: dalam kondisi tidak adanya akuntabilitas (Rohim,
Rc > Pty x Prob 2008:2).
Rc = Reward Rumusan korupsi tersebut memiliki persamaan
Pty = Penalty dengan ungkapan Lord Acton, “Power tends to corrupt,
Prob = Probability and absolute power corrupts absolutely”, bahwa
Korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan
perhitungan (crime of calculation) bukan hanya yang absolut cenderung korupsi absolut (Djaja,
sekedar keinginan (passion). Seseorang akan 2010:28), namun hukum tanpa kekuasaan adalah
melakukan korupsi jika hasil (Rc = Reward) yang angan-angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum
didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman adalah anarki (Atmasasmita, 2016:102).
(Pty = Penalty) yang didapat dengan Setiap kekuasaan selalu mengandung potensi
kemungkinan (Prob = Probability) tertangkapnya disalahgunakan (misbruik van recht) atau dilaksanakan
yang kecil. sewenang-wenang (arbitraty willekeur) atau
5. Vroom Theory. dilaksanakan dengan melampaui wewenang
Menurut teori Vroom, terdapat hubungan antara (detournent de pouvoir), disebabkan sebagai berikut:
kinerja seseorang dengan kemampuan dan 1. Kekuasaan mengandung hak dan wewenang
motivasi yang dimiliki sebagaimana tertulis (recht en bevoegdheid).
dalam fungsi, sebagai berikut: 2. Hak dan wewenang memberikan posisi lebih jika
P = f (A, M) dibandingkan dengan subyek yang dituntut atau
P = Performance pencari keadilan (Manan, 2006:4).
A = Ability Meluasnya praktik korupsi tidak hanya
M = Motivation mengandung aspek ekonomis (merugikan
Kinerja (performance) seseorang merupakan keuangan/perekonomian negara dan memperkaya diri
fungsi dari kemampuannya (ability) dan motivasi sendiri/orang lain), tetapi juga korupsi jabatan,
(motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan korupsi kekuasaan, korupsi politik, korupsi nilai-nilai
dengan tingkat keahlian (skill) dan tingkat demokrasi, korupsi moral, dan sebagainya. Tindak
pendidikan (knowledge) yang dimilikinya. pidana korupsi membawa dampak yang luar biasa
Tingkat motivasi dengan skill dan knowledge yang terhadap kuantitas dan kualitas tindak pidana lainnya,
lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih hal ini disebabkan semakin besarnya jurang perbedaan
baik, dengan asumsi variabel M (motivation) antara si kaya dan si miskin telah memicu
adalah tetap. Vroom merumuskan fungsi tentang meningkatnya jumlah dan modus kejahatan yang
motivasi, sebagai berikut: terjadi di masyarakat (Supandji, 2009:1).
M = f (E, V) Menurut Suseno, sebagaimana dikutip
M = Motivation Soemodihardjo (2008:3) mengungkapkan bahwa
E = Expectation praktik korupsi di Indonesia telah sampai pada yang
V = Valance/Value paling membahayakan dalam kehidupan berbangsa
Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh dan bernegara. Pendapat Suseno tersebut tentu
harapan (expectation) orang yang bersangkutan didasari oleh kondisi perekonomian negara selalu
dan nilai (value) yang terkandung dalam setiap berada dalam posisi yang kurang baik bagi perjalanan
pribadi seseorang (Waluyo, 2014:174175). pembangunan di Indonesia, tetapi dalam
6. Klitgaard Theory. perjalanannya kemudian lebih dari itu, yaitu
Teori Klitgaard memformulasikan terjadinya membahayakan dan merusak perekonomian
tindak pidana korupsi dengan rumusan model masyarakat.
matematis, sebagai berikut: Korupsi memberikan pengaruh secara langsung
terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi baik itu positif
C=M+D-A maupun negatif. Di kalangan ahli ekonomi
memperdebatkan dampak korupsi terhadap
Keterangan: perekonomian. Perdebatan yang dimaksud mengenai
C = Corruption Grease the Wheels Hypothesis dan Sand the Wheels
M = Monopoly of Power Hypothesis, sebagai berikut:
D = Discretion by Official 1. Grease the Wheels Hypothesis (GWH) merupakan
A = Accountability sebuah hipotesis mengenai bagaimana korupsi
Menurut Klitgaard, monopoli kekuatan oleh dapat memberikan pengaruh yang
pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan menguntungkan pada sebuah negara ketika aspek
lembaga pemerintahnya tidak bekerja efektif. melaju. Pendukung SWH, antara lain Rose-
Konsep pemikiran GWH memiliki filosofi menarik Ackerman (1978), Shleifer dan Vishny (1993),
bahwa korupsi dapat memberikan keuntungan Tanzi (1998), Aufmann dan Wei (1999), Bowles
dengan menghilangkan distorsi yang diakibatkan 2000), Wei (2000), Jain (2001), Mo (2001), Mauro
oleh lembaga yang tidak berjalan baik. Korupsi (1995, 1998), Meon dan Sekkat (2005),
dapat menjadi pelumas (grease) untuk Henderson dan Kuncoro (2006), Rivayani (2008),
mempersingkat proses terjadinya kegiatan dan Chang (2013). Hasil penelitian Mauro (1995,
ekonomi. GWH sebagai mesin untuk menghindari 1998), menunjukkan bahwa korupsi
masalah birokratis yang dapat meningkatkan berhubungan negatif dengan pertumbuhan
efisiensi dari investasi dan juga pertumbuhan ekonomi dan merusak investasi yang ada, artinya
ekonomi (Wiennata, 2014:69). Pendukung SWH, jika korupsi meningkat maka investasi domestik
antara lain Leff (1964), Huntington (1968), Lui akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi akan
(1985), Egger dan Winner (2005), Meon dan Weill mengalami penurunan (Nawatmi, 2016:15).
(2006), dan Gazda (2010). Hasil penelitian Lui Penelitian Treisman (2000:399457)
(1985:760) menunjukkan bahwa korupsi mampu menemukan bukti bahwa ada hubungan terbalik
mempercepat proses birokrasi dan meminimisasi antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi,
biaya tunggu. Senada dengan itu, Dreher dan semakin tinggi korupsi di suatu negara, semakin
Gassebner (2013:413) menunjukkan bahwa rendah kinerja ekonomi negara itu.
korupsi dapat menfasilitasi masuknya Dampak korupsi terhadap pembangunan dapat
perusahaan terhadap pasar dalam tingkat diukur dengan berbagai indikator. Sebagai contoh,
regulasi yang tinggi. Houston (2007:335) dalam indeks persepsi korupsi (corruption perception index)
penelitiannya mengembangkan model ekonomi yang diterbitkan oleh Transparency International yang
yang mendukung GHW dan menemukan 12 (dua membandingkan suatu negara dengan sejumlah
belas) negara di mana efek positif korupsi pada indikator ekonomi, seperti tingkat pendapatan per
ekonomi lebih besar dari efek negatif yang kapita (produk domestik bruto), kesenjangan
ditimbulkan yang ditunjukkan dengan ratio of kemiskinan (poverty gap), investasi (foreign direct
expansionary to restrictive corruption di atas satu. investment), dan tingkat pengangguran (Kompas,
Dua belas negara tersebut adalah Haiti, 2015), sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3 yang
Bangladesh, both Congos, Chad, Venezuela, Côte menunjukkan adanya korupsi berkorelasi negatif
d'Ivoire, Pakistan, Burundi, Paraguay, Nigeria, signifikan 1% dengan pertumbuhan ekonomi, artinya
dan Georgia, yang merupakan negara miskin semakin tinggi korupsi, maka semakin rendah tingkat
dengan kondisi birokrasi yang buruk, tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada derajat
kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah, kesalahan (alpha) sebesar 1%. Tabel 3 juga
dan kerangka hukum yang lemah. Republik menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan 1%
Rakyat Tiongkok menjadi salah satu contoh antara korupsi dan pendapatan per kapita, serta
negara yang menikmati dampak positif dari pembelanjaaan kesehatan publik, artinya semakin
korupsi sebagaimana yang dijelaskan dalam tinggi tingkat korupsi di Indonesia, maka pendapatan
GHW. Proses penggalian barang tambang dan per kapita menjadi semakin rendah dan pembelanjaan
penjualan di luar rencana yang sudah ditetapkan kesehatan publik juga semakin rendah. Korelasi
di dalam aturan telah memperluas jangkauan korupsi dengan kemiskinan adalah positif signifikan.
kegiatan ekonomi Tiongkok pada saat itu. Korupsi Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi korupsi di
telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang Indonesia, maka semakin tinggi tingkat kemiskinan
cepat dan menimbulkan diversifikasi ekonomi. dan kesenjangan kemiskinan di Indonesia (Pradiptyo,
Menurut Pradiptyo (2016:9), kelemahan 2016:34). Temuan ini sesuai dengan penelitian Rose-
mendasar hipotesis GWH terletak pada beberapa Ackerman (1978), Shleifer dan Vishny (1993), Bardhan
hal, yaitu: (1997), Mauro (1995, 1998), Bowles (2000), Jain
a. Dampak korupsi diasumsikan hanya (2001), Mo (2001), Gupta dan Alonso-Terme (2002),
terbatas pada bidang ekonomi. Meon dan Sekkat (2005), Cuervo-Cazzura (2006), dan
b. Kelancaran birokrasi akibat korupsi hanya Dzhumashev (2014), yang menyatakan bahwa korupsi
menguntungkan individu atau kelompok berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
berpenghasilan menengah ke atas, Pada tahun 1981, Indonesia mencapai
sementara individu atau kelompok pertumbuhan ekonomi tertinggi sepanjang sejarah,
berpenghasilan menengah ke bawah akan dengan persentase sebesar 9,90%. Pertumbuhan
menjadi korban dari sistem tersebut. ekonomi relatif tinggi juga terjadi tahun 1995, yaitu
2. Sand the Wheels Hypothesis (SWH) merupakan sebesar 8,40%, namun di tengah gencarnya Gerakan
sebuah hipotesis mengenai bagaimana korupsi Nasional Pemberantasan Korupsi berdasarkan
berdampak negatif terhadap pertumbuhan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang
ekonomi. Filosofi yang terkandung dalam SWH Percepatan Pemberantasan Korupsi, pertumbuhan
adalah ibarat pasir yang saat berjalan ekonomi di Indonesia sejak tahun 20042016 hanya
menggunakan kendaraan bermotor di atasnya, berkisar 4,90%6,81% (BPS, 2017). Kendati demikian,
akan terasa lambat atau bahkan selip tidak bisa berdasarkan hasil penelitian Henderson dan Kuncoro
tidak menemukan bukti yang mendukung hipotesis 6. Sistem ini memiliki tujuan-tujuan sebagai
bahwa GWH terjadi di Indonesia (Henderson dan berikut:
Kuncoro, 2006). Dengan demikian, dampak korupsi a. Mengembalikan kerugian negara korban
khususnya di Indonesia adalah menghambat tindak pidana korupsi yang ditimbulkan oleh
pertumbuhan ekonomi dan merugikan perekonomian pelaku tindak pidana korupsi;
nasional. b. Mencegah penggunaan atau pemanfaatan
aset-aset tersebut sebagai alat atau sarana
2.2 Pengembalian Aset oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk
melakukan tindak pidana lainnya;
Dalam dunia internasional, istilah pengembalian c. Memberikan efek jera bagi pihak lain yang
aset tidak mempunyai definisi yang baku. Fleming beriktikad melakukan tindak pidana korupsi
(2005:1) mendefinisikan pengembalian aset sebagai Yanuar (2007:104105).
proses pelaku-pelaku kejahatan dicabut, dirampas, dan Dalam sejarah perkembangan peraturan
dihilangkan haknya dari hasil tindak pidana dan/atau perundang-undangan tentang pemberantasan tindak
dari sari sarana tindak pidana. pidana korupsi, terdapat beberapa ketentuan
Yanuar (2007:104) mendefinisikan mengenai pengembalian dan mekanisme
pengembalian aset sebagai sistem penegakan hukum pengembalian kerugian keuangan negara, sebagai
yang dilakukan oleh negara korban tindak pidana berikut:
korupsi untuk mencabut, merampas, dan 1. Peraturan Penguasa Militer Nomor
menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana Prt/PM/08/1957 tanggal 27 Mei 1957 tentang
korupsi dari pelaku tindak pidana korupsi melalui Penilikan Terhadap Harta Benda.
rangkaian proses dan mekanisme, baik secara pidana 2. Peraturan Penguasa Militer Nomor
atau perdata, aset hasil tindak pidana korupsi, baik Prt/PM/011/1957 tanggal 1 Juli 1971 tentang
yang ada di dalam maupun di luar negeri, dilacak, Penyitaan dan Perampasan Barang-Barang.
dibekukan, dirampas, disita, diserahkan, dan 3. Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan
dikembalikan kepada negara korban tindak pidana Darat Nomor Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16
korupsi, sehingga dapat mengembalikan kerugian April 1958 tentang Pengusutan, Penuntutan,
keuangan negara yang diakibatkan oleh tindak pidana Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana, dan
korupsi dan untuk mencegah pelaku tindak pidana Penilikan Harta Benda.
korupsi menggunakan aset hasil tindak pidana korupsi 4. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf
sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak Angkatan Laut Nomor Prt/Z.I./I/7 tanggal 17
pidana lainnya, serta memberikan efek jera bagi pelaku April 1958 tentang Pengusutan, Penuntutan,
dan/atau calon pelaku tindak pidana korupsi. Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana, dan
Pengembalian aset korupsi merupakan sistem Penilikan Harta Benda.
penegakan hukum yang menghendaki adanya suatu 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1948
proses peniadaan hak atas aset pelaku dari negara tentang Mengadakan Perubahan dalam Peraturan
korban dengan cara meniadakan hak atas aset pelaku Pemerintah Nomor 11 Tahun 1947 dari Hal
secara perdata maupun pidana, dilakukan dengan cara Barang-Barang yang Dirampas atas Kekuatan
penyitaan, pembekuan, perampasan, baik dalam Keputusan Pengadilan, serta Barang-barang
kompetensi lokal, regional, maupun internasional, Bukti yang Tidak Diambil Oleh yang Berhak.
sehingga kekayaan dapat dikembalikan kembali 6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
kepada negara korban yang sah (Adji, 2009: 149150). Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan,
Dari rumusan pengertian di atas, terdapat Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana
beberapa unsur penting dalam pengembalian aset hasil Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
tindak pidana korupsi, yaitu: 72 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
1. Pengembalian aset merupakan sistem penegakan 2011).
hukum. 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
2. Penegakan hukum tersebut dilakukan baik Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
melalui jalur pidana maupun jalur perdata. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
3. Melalui kedua jalur tersebut, aset hasil tindak Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
pidana korupsi dilacak, dibekukan, dirampas, 134 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
disita, diserahkan, dan dikembalikan kepada 4150).
negara korban tindak pidana korupsi. Dua belas tahun lamanya Indonesia telah
4. Pelacakan, pembekuan, perampasan, penyitaan, meratifikasi United Nations Convention Against
penyerahan, dan pengembalian dilakukan Corruption, yaitu dengan diundangkannya Undang-
terhadap aset hasil tindak pidana korupsi baik Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
yang ditempatkan di dalam maupun di luar United Nations Convention Against Corruption, 2003
negeri. (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
5. Sistem penegakan hukum dilakukan oleh negara 2003) pada tanggal 18 April 2006, namun hasil kajian
korban tindak pidana korupsi yang dilaksanakan analisis kesenjangan (gap analysis study),
oleh institusi penegak hukum. menunjukkan bahwa sejumlah penyesuaian perlu
segera dilakukan untuk memenuhi klausul-klausul di Dalam menganalisis hasil penelitian, penulis
dalam UNCAC Tahun 2003, khususnya bidang menggunakan kualitatif yang bersifat deskriptif untuk
kriminalisasi dan peraturan perundang-undangan. menggambarkan perubahan-perubahan kebijakan
Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang hukum di Indonesia, dengan cara menggali,
dikaji oleh negara peserta lainnya di dalam skema mengungkap, dan mendeskripsikan pengembalian aset
UNCAC Tahun 2003 (Stranas PPK, 2015). tindak pidana korupsi.
Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, dan Pasal 38
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang 3.2 Sumber Data
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Penelitian hukum normatif menggunakan data
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sekunder sebagai sumber data utamanya, berbeda
mengatur pengembalian aset hasil tindak pidana dengan penelitian hukum empiris yang sumber data
korupsi, memberikan dasar hukum bagi negara yang utamanya adalah data primer. Dalam penelitian ini,
dipresentasikan oleh Jaksa Pengacara Negara atau sumber data diperoleh melalui penelitian kepustakaan
pihak instansi yang dirugikan untuk melakukan (library research). Adapun sumber data sekunder
gugatan perdata terhadap pelaku tindak pidana dalam penelitian hukum normatif terbagi menjadi 3
korupsi atau ahli warisnya. Kebijakan formulasi dalam (tiga) bahan hukum, yaitu:
hukum nasional yang selaras dan yang tidak selaras 1. Bahan hukum primer.
dengan pengaturan mengenai tindak pidana korupsi Penelitian ini menelaah dan menganalisa makna
dalam UNCAC Tahun 2003, dapat dilihat dalam tabel 4. yang terkandung dalam berbagai ketentuan
Hingga saat ini, pemerintah belum membentuk peraturan perundang-undangan, yaitu:
suatu peraturan pelaksana terhadap keberlakuan a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
UNCAC di Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun Indonesia Tahun 1945.
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Ekstradisi (Lembaran Negara Tahun 1979
Korupsi belum secara komprehensif dan rinci Nomor 2 dan Tambahan Lembaran Negara
mengatur tentang pengembalian aset hasil tindak Nomor 3130).
pidana korupsi. c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980
Menurut penulis, merupakan suatu kekeliruan jika tentang Tindak Pidana Suap (Lembaran
para ahli hukum berpendapat bahwa UNCAC Tahun Negara Tahun 1980 Nomor 58 dan Tambahan
2003 serta merta berlaku, memiliki kekuatan hukum Lembaran Negara Nomor 3178).
mengikat, dan dapat diterapkan dalam perkara korupsi d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
di Indonesia dengan alasan telah diratifikasi. Undang- Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Undang Nomor 7 Tahun 2006 hanya bersifat Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan
pengesahan terhadap UNCAC Tahun 2003, bukan Lembaran Negara Nomor 3258).
bersifat pemberlakuan ketentuan suatu tindak pidana, e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
disebabkan sistem hukum pidana di Indonesia mengakui tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
asas legalitas sebagaimana termuat dalam Pasal 1 ayat Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan
(1) KUHP, yang menentukan bahwa suatu perbuatan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan Nomor 75 dan Tambahan Lembaran Negara
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada Nomor 3851).
(nullum delictum noella poena sine praevia lege f. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
poenali). Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
3. METODE PENELITIAN Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2001
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Nomor 134 dan Tambahan Lembaran Negara
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis Nomor 4150).
normatif (normative legal research). Menurut Soekanto g. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
dan Mamudji (2001:13) pendekatan yuridis normatif Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2 dan
meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168).
bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan h. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
literatur-literatur yang berkaitan dengan Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2002
permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, Nomor 137 dan Tambahan Lembaran Negara
pendekatan yuridis normatif digunakan untuk Nomor 4250).
mengkaji dan menganalisis asas-asas hukum, hukum in i. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
abstracto, in konkreto, sinkronisasi vertical, dan tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
horizontal hukum, serta merumuskan kaidah-kaidah Tahun 2003 Nomor 47 dan Tambahan
hukum yang berkaitan dengan pencegahan dan Lembaran Negara Nomor 4286).
pemberantasan tindak pidana korupsi, sehubungan j. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
dengan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. tentang Kejaksaan (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 67 dan Tambahan Lembaran memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis
Negara Nomor 4401). sumber bahan hukum (literatur, undang-undang, dan
k. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang dokumen); pemegang hak cipta (nama penulis dan
Pengesahan United Nations Convention Against tahun penerbitan), dengan mencantumkan sumber
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan data baik dari media cetak maupun elektronik.
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) Lembaran Langkah selanjutnya adalah merekonstruksi bahan
Negara Tahun 2006 Nomor 32 dan Tambahan (reconstructing), yaitu menyusun ulang bahan hukum
Lembaran Negara Nomor 4620. secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah
l. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 dipahami dan diinterpretasikan. Langkah terakhir
tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah sistematis bahan hukum (systematizing), yaitu
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 155 menempatkan bahan hukum berurutan menurut
dan Tambahan Lembaran Negara Nomor kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan
5074). masalah.
m. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran 3.4 Metode Analisis Data
Negara Tahun 2009 Nomor 157 dan Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076). teknik analisis interaktif, sebagai berikut:
n. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang 1. Reduksi data (data reduction).
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Penulis melakukan analisis untuk mempertegas,
Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara memperpendek, membuat fokus, membuang hal-
Tahun 2010 Nomor 122 dan Tambahan hal yang tidak penting, dan mengatur data
Lembaran Nomor 5164). sedemikian rupa, sehingga dapat menarik
2. Bahan hukum sekunder. kesimpulan atau memperoleh pokok temuan.
Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder 2. Penyajian data (data display).
terdiri dari: Penyajian data dilakukan dalam bentuk teks yang
a. Bahan pustaka yang berkaitan dengan hukum bersifat naratif dalam bentuk tabel, bagan, dan
acara dan hukum materiil, khususnya sejenisnya.
mengenai tindak pidana korupsi dan 3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
pengembalian aset hasil tindak pidana drawing/verification).
korupsi. Penulis melakukan verifikasi, analisis, dan
b. Pendapat hukum/doktrin/teori-teori yang mencari hubungan persamaan, hal-hal yang
tertuang dalam buku teks, jurnal, laporan sering timbul, dan sebagainya yang dituangkan
penelitian, dan karya ilmiah yang dalam kesimpulan tentatif mengenai strategi
dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan, pemberantasan tindak pidana korupsi dan
yang membahas tentang pengembalian aset pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.
hasil tindak pidana korupsi.
c. Artikel di media massa cetak dan elektronik, 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
khususnya mengenai kendala pengembalian 4.1 Strategi Pencegahan dan Pemberantasan
aset hasil tindak pidana korupsi yang Korupsi di Indonesia
ditempatkan di dalam negeri maupun luar Sejarah menorehkan catatan panjang perjuangan
negeri. bangsa Indonesia dalam rangka pemberantasan
3. Bahan hukum tersier. korupsi di Indonesia, namun perkembangan praktik
Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik
diperoleh dari Kamus Bahasa Indonesia, Kamus dari segi kuantitas atau jumlah kerugian keuangan
Bahasa Inggris, Kamus Hukum, Ensiklopedi, negara maupun dari segi kualitas yang semakin
indeks kumulatif, dan lain sebagainya yang sistematis, canggih, serta ruang lingkup semakin
berkaitan dengan obyek penelitian, serta sumber meluas dalam seluruh aspek masyarakat (Syamsudin,
lainnya yang mendukung penelitian. 2007:183184).
Menurut Atmasasmita (2016:115116),
3.3 Metode Pengolahan Data ketidakberhasilan pemerintah dalam mencegah dan
Dalam rangka untuk mendapatkan data-data memberantas korupsi dapat dilihat dari 4 (empat)
yang valid dalam penelitian, penulis menggunakan aspek, sebagai berikut:
teknik dokumenter, dengan mengadakan studi 1. Aspek hukum.
penelaahan arsip terhadap buku, literatur, catatan, Aspek keberhasilan hukum bukan diukur dari
laporan, dan putusan pengadilan yang berhubungan jumlah perkara korupsi yang ditangani KPK dan
dengan materi penelitian. Kejaksaan Agung, melainkan harus dilihat dari
Pengolahan bahan hukum dengan cara editing, kualitas prosedur yang digunakan dalam
yaitu pemeriksaan kembali bahan hukum yang menuntut dan menetapkan seseorang sebagai
diperoleh terutama dari kelengkapannya, kejelasan tersangka/terdakwa dan kualitas putusan
makna, kesesuaian, serta relevansinya dengan pengadilan. Keberhasilan secara kuantitas ipso
kelompok yang lain, kemudian melakukan coding, yaitu jure (menurut hukum) bukan berarti
keberhasilan secara kualitatif, sebaliknya 5. Meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti
keberhasilan secara kualitatif mutatis mutandis korupsi.
keberhasilan secara kuantitatif. 6. Meningkatkan koordinasi dalam rangka
2. Aspek ekonomi. mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya
Keberhasilan secara kuantitatif tidak ipso facto pemberantasan korupsi.
(karena faktanya sendiri) memperkuat Strategi pemberantasan korupsi di Indonesia saat
pertumbuhan ekonomi karena keberhasilan ini mengalami masa disorientasi yang fatal. Kondisi
tersebut telah terbukti tidak berhasil mendorong disorientasi ini yang memicu lahirnya ketidakpastian
pemerataan keadilan sosial. hukum dan krisis keadilan, yang pada gilirannya
3. Aspek sosial. mengakibatkan kondisi iklim usaha dan ekonomi yang
Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan stagnan. Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak
masyarakat terhadap pemberantasan korupsi mempertimbangkan 2 (dua) asas penting dalam suatu
berkolerasi langsung dengan kualitas pelayanan negara hukum (fundamental normen des rechtsstaat),
kepada publik di bidang perizinan, empati, dan yaitu asas proposionalitas dan asas subsidiaritas. Asas
simpati terhadap kejujuran, profesionalisme, dan proposionalitas secara analogi dikatakan, “tidak perlu
integritas aparat penegak hukum. membakar lumbung hanya untuk menangkap tikus.”
4. Aspek politik. Asas subsidiaritas dimaksudkan agar penegak hukum
Keberhasilan secara kuantitatif pemberantasan dalam penerapan ketentuan pidana wajib
korupsi tidak ada pengaruhnya terhadap mempertimbangkan alternatif solusi hukum yang
stabilitas politik, sebaliknya stabilitas politik paling sedikit menimbulkan risiko, sehingga tujuan
sangat mempengaruhi komitmen dan sikap kepastian dan keadilan tercapai secara seimbang. Hal
pemerintah dalam pemberantasan korupsi. ini tidaklah mudah, mengingat penegak hukum di
Hamzah (2007:261) berpendapat bahwa harus Indonesia merupakan penganut aliran positivisme
dicari penyebab korupsi itu dahulu, kemudian (Atmasasmita, 2016:134).
penyebab itu dihilangkan dengan cara prevensi, Pusat Kajian Administrasi Indonesia (2007)
disusul dengan pendidikan (peningkatan kesadaran menemukan ketidakefektifan dan ketidakefisienan
hukum) masyarakat disertai dengan tindakan represif pada lingkup utama instrumen pemberantas korupsi,
(pemidanaan). yaitu dalam hal perundang-undangan antikorupsi dan
Dalam rangka mempercepat upaya pencegahan lembaga penindak korupsi. Disharmonisasi
dan pemberantasan korupsi, Indonesia telah antarperundang-undangan korupsi, yang
meratifikasi UNCAC Tahun 2003 melalui Undang- memungkinkan enforcer tidak bisa menindak offender.
Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Selain itu, terjadi persepsi yang berbeda antarlembaga
United Nations Convention Against Corruption, 2003 perangkat penindak korupsi (enforcer) yang
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, menjadikan sebuah kasus korupsi diinterpretasikan
2003). UNCAC Tahun 2003 menetapkan 3 (tiga) secara berbeda, sehingga memperlakukan pelanggar
strategi utama pemberantasan korupsi, yaitu (offender) di mata hukum secara berbeda pula.
kriminalisasi (criminalisation), pengembalian hasil Pemberantasan korupsi (corruption fight back)
aset korupsi (asset recovery), dan kerja sama merupakan salah satu sarana (tools) untuk
internasional (international cooperation). Ketiga menciptakan iklim pemerintahan yang sehat dan
strategi ini harus diterapkan secara seimbang, berwibawa. Menurut Myrdal sebagaimana dikutip
konsisten, sistematis, dan berkesinambungan. Hamzah (2007:259), mengemukakan bahwa jalan
Demi terwujudnya penyelenggaraan untuk memberantas korupsi di negara-negara
pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik berkembang dengan cara menaikkan gaji pegawai
korupsi, Pemerintah Indonesia memandang perlu rendah (dan menengah); menaikkan moral pegawai
menyusun 6 (enam) langkah strategi nasional tinggi; dan legalisasi pungutan liar menjadi pendapat
pencegahan dan pemberantasan korupsi berdasarkan resmi atau legal.
Lampiran Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2012 Pradiptyo (2007:198217) mengenalkan sebuah
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan strategi pemberantasan korupsi yang didasarkan pada
Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012- konsep game theory, yaitu inspection game. Inspection
2025 dan Jangka Panjang Menengah Tahun 2012-2014 game merupakan salah satu permainan pada game
(Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 122), sebagai theory, alat analisis yang mempelajari hubungan
berikut: interaktif antara dua atau lebih agen yang rasional
1. Melaksanakan upaya-upaya pencegahan. Secara garis besar, inspection game merupakan sebuah
2. Melaksanakan langkah-langkah strategis di metode yang melihat hubungan atau interaksi antara
bidang penegakan hukum. penindak (enforcer) dan pelanggar (offender). Di mana
3. Melaksanakan upaya-upaya harmonisasi keduanya akan berusaha untuk memaksimumkan
penyusunan peraturan perundang-undangan di payoffs-nya, sehingga masing-masing akan melakukan
bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait strategi terbaiknya. Payoff adalah the amount of benefit
lain. a player derives if a particular outcome happens”.
4. Melaksanakan kerja sama internasional dan Enforcer dan offender akan menggunakan strategi
penyelamatan aset hasil tipikor.
terbaiknya untuk mendapatkan manfaat yang timbul perbuatan korupsi akan lebih besar dari
jika hasil yang diharapkan terjadi. kesengsaraan pelaku menjalankan
Dalam penanganan tentang kejahatan ekonomi hukuman (U0>UD+UR).
(crime economics), inspection game menjadi salah satu 2) Mengisyaratkan bahwa warga negara
model yang sering digunakan. Tsebelis (1989:7791) yang memiliki kesempatan melakukan
menyatakan bahwa peningkatan sanksi hukum tidak korupsi diwajibkan melakukannya karena
memengaruhi perilaku individu, tapi malah pay off yang diterima akan sangat besar.
menurunkan probabilitas aparat untuk menegakkan 3) Meningkatkan probabilitas penegakan
hukum. Sama halnya pula, peningkatan hadiah agar hukum dan peningkatan tindak pidana
tidak melanggar hukum (ukuran kesejahteraan) akan korupsi, sehingga keduanya akan bermain
mengurangi jumlah penegakkan hukum, tetapi tidak pada keadaan (korupsi, menindak), hal ini
untuk tingkat kejahatannya. Apa yang diungkapkan akan tetap bertahan selama keuntungan
oleh Tsebelis ini merupakan kritik atas model yang dari korupsi masih lebih besar dari
digunakan Becker, yang didasarkan atas decision sanksinya.
theory. Becker (1968:154) menyatakan bahwa b. Melakukan perbaikan UU Tipikor.
keinginan individu untuk melakukan kejahatan 1) Upaya dalam melakukan tindak pidana
dipengaruhi oleh probabilitas ditangkap dan beratnya korupsi akan dipikirkan kembali untung
sanksi hukum. Seorang individu (offender) lebih tidak ruginya.
mungkin untuk melakukan kejahatan jika 2) Hukuman yang besar akan mampu
probabilitasnya tertangkapnya tinggi dan adanya menggeser ekspektasi korupsi seseorang
sanksi hukum yang berat. Pemikiran Becker ini untuk tidak melakukan tindak pidana
merujuk pada analisis cost and benefit yang dialami korupsi.
oleh offender. Jika expected costs lebih besar expected 3) Menurunkan probabilitas penegakan
benefits, pelanggaran tidak layak dilakukan, sedangkan hukum oleh KPK dan menurunkan tindak
jika expected costs lebih kecil expected benefits, pidana korupsi, hal ini masih akan
pelanggaran layak dilakukan. Becker melengkapinya memberikan manfaat bersih dari tindakan
bahwa denda (fines) adalah jenis punishment terbaik. tersebut.
Berdasarkan perhitungan Tsebelis menghasilkan Untuk menyempurnakan metode inspection game
beberapa proposisi terkait dengan strategi KPK dengan dalam lingkup crime economics, Pradiptyo
strategi warga negara untuk memaksimumkan pay off, menggabungkan pendekatan Becker dan Tsebelis.
sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 5. Pradiptyo memodelkan fenomena pada penanganan
1. Proposisi pertama. kriminal selayaknya pendekatan Tsebelis, yaitu 2
a. Seseorang akan melakukan tindak pidana pemain 2 x 2 one-shot game yang dimainkan oleh
korupsi, apabila ekspektasi kepuasan (U0) enforcer dan offender (publik). Enforcer dipahami
tindak pidana korupsi lebih besar dari sebagai bagian dari Criminal Justice Authority, seperti
ekspektasi pengawasan dari KPK dalam yang terdapat pada pendekatan Becker. Enforcer
menjatuhkan sanksi [EC (UD + UR)]. memiliki otoritas untuk mengatur tingkat hukuman.
b. KPK akan melakukan penegakan hukum Enforcer juga bertugas untuk menegakkan hukum dan
apabila ekspektasi manfaat dari menindak menjatuhkan hukuman. Setting ini walaupun enforcer
koruptor lebih besar dari ekspektasi biaya seperti dalam pendekatan Becker, ternyata sesuai
yang dikeluarkan [E (BE > (CE + pCS))]. dengan model Tsebelis, yang mengasumsikan bahwa
c. Probabilitas koruptor dari berbanding lurus tingkat hukuman adalah exogenous. Pada saat yang
dengan biaya penegakan hukum, tetapi sama Pradiptyo mengakomodasi model Becker dengan
memiliki hubungan terbalik dengan mengalokasi enforcer untuk menangkap kejahatan.
manfaatnya [p* = CE / (BE - CS)]. Hasil penelitian Pradiptyo menunjukkan bahwa
d. Probabiltas dari KPK dalam melakukan peningkatan tingkat hukuman akan mengurangi
penindakan memiliki hubungan yang positif kemungkinan penegakan hukuman. Hasil ini terjadi
dengan biaya yang dikeluarkan dan sepanjang peraturan dapat meningkatkan disutilitas
berbanding terbalik dengan hukuman yang individu dalam menerima vonis hukum dari
harus dijalani koruptor [q* = UO / (UD + UR)]. pengadilan dan peraturan tidak meningkatkan utilitas
2. Proposisi kedua. langsung dari pelanggaran. Terdapat kondisi di mana
Apabila sanksi yang dijatuhkan lebih besar dari peningkatan hukuman akan mengurangi kemungkinan
yang sebelumnya. Dibedakan menjadi 2 (dua) pelanggaran.
model, yaitu:
a. Menggunakan UU Tipikor saat ini. 4.2 Tahapan Pengembalian Aset Hasil Tindak
Dengan pola sanksi hukuman tersebut, maka Pidana Korupsi
perilaku korupsi yang terjadi, yaitu: Upaya pengembalian aset merupakan
1) Warga negara akan terdorong untuk keseluruhan rangkaian yang terdiri dari pelacakan
melakukan tindak pidana korupsi dengan atau penelusuran, upaya hukum perampasan, dan
jumlah nilai lebih besar dari satu miliar upaya pemulangan, yang tiap-tiap tahapannya
rupiah. Artinya, keuntungan dari membutuhkan kerja sama internasional. Pada
umumnya, tahapan proses pengembalian aset dapat terkait baik di dalam maupun di luar
dibagi menjadi pelacakan, pembekuan, penyitaan, negeri.
perampasan, pemeliharaan, atau pengelolaan aset di 3) Identifikasi perkiraan pendapatan atau
negara aset berada), pengembalian aset yang dicuri pemasukan tersangka dan keluarga inti.
korban kejahatan (negara untuk perkara korupsi), dan Identifikasi pola pengeluaran dikaitkan
pemeliharaan aset di negara di mana aset tersebut dengan identifikasi atas potensi
berasal. Dalam beberapa negara, terdapat proses pra- penambahan aset tersangka dan keluarga
penyitaan sebelum dilakukan penyitaan atas suatu inti.
aset. 4) Identifikasi riwayat tempat kediaman
Rangkaian pengembalian aset hasil korupsi, hukum (secara yuridis) dan tempat
dapat ditempuh melalui beberapa tahapan, yaitu kediaman yang sesungguhnya (eigenlijke
pelacakan, pembekuan, perampasan, dan woonplaats).
pengembalian (Utama, 2013:63120), sebagai berikut: 5) Identifikasi riwayat serta pola perjalanan
1. Pelacakan (identifikasi). dinas maupun bisnis tersangka dan
Tujuan pelacakan adalah untuk keluarga inti. Pola perjalanan tersebut
mengindentifikasi aset, lokasi penyimpanan aset, dapat menjadi petunjuk tempat
bukti kepemilikan aset, dan hubungannya dengan penyimpanan aset.
tindak pidana yang dilakukan. Selama tahap 6) Identifikasi riwayat edukasi tersangka
pelacakan, para investigator mengidentifikasi dan keluarga inti. Pelaku korupsi yang
informasi dan mengumpulkan bukti-bukti yang menyekolahkan anaknya ke luar negeri
relevan untuk menemukan semua aset yang dengan fasilitas, seperti apartemen,
tersembunyi baik di dalam negeri maupun di luar kendaraan, dan lain-lain dapat
negeri. Keberhasilan pelacakan tindak pidana diindentifikasi sebagai upaya
korupsi di sektor publik dan tindak pidana penyelamatan serta penyembunyian aset.
ekonomi pada umumnya, sangat bergantung pada 7) Identifikasi pola transaksi keuangan
kemampuan investigator dalam mencari jejak tersangka dan keluarga inti.
kepemilikan uang dan aset-aset yang diperoleh 8) Identifikasi pola gaya hidup.
secara tidak sah atau mencari pelakunya. c. Verifikasi.
Investigator harus mengetahui cara menemukan Hasil identifikasi selanjutnya diverifikasi
aset-aset yang disembunyikan, bagaimana kepada lembaga resmi terkait, baik lembaga
mengindentifikasikan kepentingan kepemilikan negara maupun lembaga swasta. Identifikasi
aset yang dikamuflase dengan melakukan yang tidak dapat diverifikasi harus
perubahan bentuk dan sifat kepemilikan dikumpulkan dan disimpan agar dapat
(Schroeder, 2001:29). Tiap-tiap instansi atau dipergunakan sebagai petunjuk lainnya di
aparat penegak hukum terkait upaya kemudian hari.
pengembalian aset mempunyai tahapan d. Dokumentasi, pemetaan, dan klarifikasi aset.
pelacakan dengan karakter atau ciri yang Dokumentasi fisik merupakan pengumpulan
berbeda, sehingga tidak ada pedoman baku yang semua data, laporan tertulis, rekapitulasi
diterapkan secara seragam, namun pada seluruh aset, dan dokumen pendukung dari
dasarnya proses pelacakan aset terbagi dalam aset-aset yang dapat dijadikan objek analisis.
beberapa tahapan sebagai berikut: Pemetaan dilakukan untuk mendeteksi
a. Perencanaan. besaran kerugian negara. Aset yang telah
Perencanaan merupakan persiapan pelacakan diverifikasi, selanjutnya diklasifikasi baik yang
aset dengan mempersiapkan waktu, anggaran, di bawah penguasaan atau kepemilikan
tim lapangan, alur koordinasi, dan lain-lain. perorangan atau badan hukum. Klasifikasi aset
b. Identifikasi (profiling/locating). didasarkan pada benda bergerak, benda tidak
Identifikasi merupakan langkah awal proses bergerak, piutang tak berwujud, rekening
pelacakan yang difokuskan pada 2 (dua) hal, bank, aliran utang, hak cipta atas suatu hal, dan
yaitu tersangka dan aset tersangka. seluruh hak-hak yang muncul kemudian hari,
1) Identifikasi terhadap tersangka dan baik atas nama tersangka, nama anggota
pihak-pihak yang ikut menikmati keluarga tersangka, maupun pihak lain yang
perolehan hasil korupsi, yaitu anggota terafiliasi.
keluarga, kerabat, teman, rekan bisnis, e. Penelusuran (nexus mapping).
dan pihak-pihak terafiliasi. Aset yang telah diklasifikasi selanjutnya
2) Identifikasi pihak-pihak yang berperan ditelusuri dengan hasil identifikasi dalam
dalam penempatan aset, yaitu para membangun jaringan nexus antara jenis aset,
penyedia jasa keuangan, ekonomi, dan penempatan aset, dan para pihak.
hukum, seperti konsultan pajak, auditor f. Analisis akhir dilakukan terhadap hasil
perusahaan, manajer investasi dan penelusuran.
kekayaan, notaris, pengacara, serta pihak
Analisis perlu menjabarkan secara detail Corruption Bureau (BIANCO) didirikan pada
tentang muatan dalam proses identifikasi tahun 2005; Di Negara Tanzania, Presidential
awal, yaitu: Commission on Corruption (PCB) didirikan
1) Analisis waktu (tempus) antara perolehan pada tahun 1991.
hasil korupsi dengan waktu terjadinya b. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
korupsi. 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
2) Analisis perolehan aset, bagaimana cara Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu Polisi,
membeli atau membayarnya, siapa yang Kejaksaan Agung, KPK, Badan Narkotika
melakukan transaksi, dan di mana Nasional, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat
transaksi dilakukan. Jenderal Bea dan Cukai, dan Kementerian
3) Analisis dokumen, seperti dokumen Keuangan.
perusahaan, asuransi, dan dokumen yang Menurut Conyngham (2002:2) untuk menjaga
terkait gatekeeper. lingkup dan arah tujuan pelacakan atau
g. Perampasan. investigasi menjadi fokus, maka otoritas yang
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 1 melakukan investigasi atau melacak aset-aset
Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik tersebut bermitra dengan firma hukum dan firma
dalam Masalah Pidana mendefinsikan akuntasi. Conyngham mengembangkan suatu
perampasan sebagai upaya paksa metode investigasi yang disebutnya CAGE
pengambilalihan hak atas kekayaan atau (Collated, Additional information accessed,
keuntungan yang telah diperoleh, atau intelligence Gathered, Evidence evaluated).
mungkin telah diperoleh oleh orang dari Pendekatan metodologi ini dapat diketahui
tindak pidana yang dilakukannya, informasi mengenai alamat, pola perjalanan,
berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia yurisdiksi, struktur korporasi yang digunakan,
atau negara asing. Hasil analisis (dalam bentuk dan informasi mengenai minat pribadi.
laporan) dapat dijadikan dasar untuk 2. Membekukan dan mengamankan aset.
melakukan upaya perampasan serta Pasal 2 huruf f United Nations Convention Against
pengembalian aset, seperti pemblokiran Corruption 2003 mendefinisikan pembekuan
rekening, penyitaan, maupun perampasan. sebagai pelarangan sementara transfer, konversi,
Upaya pelacakan aset dapat dilihat melalui pelepasan, atau pemindahaan kekayaan, atau
gambar 3 dan gambar 4. penempatan sementara kekayaan dalam
Langkah selanjutnya adalah menentukan pengawasan atau pengendalian berdasarkan
lembaga mana yang mendapatkan kewenangan perintah pengadilan atau pejabat berwenang
dari ketentuan hukum Indonesia untuk lainnya (Freezing or seizure shall mean
melakukan penyelidikan awal, pelacakan, dan temporarily prohibiting the transfer, conversion,
penyidikan, yaitu: disposition or movement of property or
a. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum temporarily assuming custody or control of
Acara Pidana (KUHAP), yaitu Polisi, Kejaksaan property on the basis of an order issued by a court
Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. or other competent authority). Pengertian dan
KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang pemahaman yang sama digunakan oleh peraturan
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi perundang-undangan di Indonesia dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam menyebut istilah pembekuan (freezing) adalah
pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman pemblokiran (restraint) dan penundaan transaksi
kepada 5 (lima) asas, yaitu: kepastian hukum, (suspending transaction). Perintah pembekuan
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan dari badan yang berwenang negara korban harus
umum, dan proporsionalitas. KPK memenuhi 2 (dua) syarat, sebagai berikut:
bertanggung jawab kepada publik dan a. Perintah tersebut harus mengandung dasar
menyampaikan laporannya secara terbuka yang beralasan, sehingga badan yang
dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. berwenang negara penerima yakin bahwa
Lembaga pemberantasan korupsi di Negara terdapat alasan-alasan yang cukup untuk
Singapura bernama Corrupt Practices melakukan tindakan tersebut.
Investigation Bureau (CPIB) didirikan pada b. Aset yang dimintakan pembekuan dan
tahun 1952; Di Negara Zambia, Anti- perampasan merupakan objek perintah yang
Corruption Comission (ACC) didirikan pada dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang.
tahun 1982; Di Negara Thailand, National Pejabat terkait yang mendapatkan kewenangan
Counter Corruption Comission (NCCC) dari ketentuan hukum Indonesia untuk
didirikan pada tahun 1999; Di Negara Hong melakukan pembekuan, yaitu:
Kong, Independent Commission Against a. Berdasarkan Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang
Corruption (ICAC) didirikan pada tahun 1974; Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Di Negara Kenya, Kenya Anti Corruption Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Comission (KACC) didirikan pada tahun 2003; Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu
Di Negara Madagaskar, Independent Anti penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat
meminta kepada bank untuk memblokir Pasal 38 B ayat (2) Undang-Undang Nomor 20
rekening simpanan milik tersangka atau Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
terdakwa yang diduga hasil dari korupsi. Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
b. Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Upaya
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan perampasan dapat dilakukan di negara tempat
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian koruptor berada atau di wilayah aset tersebut
Uang, yaitu penyidik, penuntut umum, atau disimpan. Pada umumnya diperlukan putusan
hakim yang berwenang pihak pelapor untuk pengadilan untuk melakukan perampasan.
melakukan pemblokiran harta kekayaan yang Penuntut Umum (KPK atau Kejaksaan Agung)
diketahui atau patut diduga merupakan hasil memiliki peran yang besar dalam menjalankan
tindak pidana korupsi dari setiap orang yang tahap perampasan sebagai bagian dari proses
telah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan pengembalian aset. Dalam beberapa kasus,
Analisis Transaksi Keuangan (Indonesian otoritas sentral asing membutuhkan suatu
Financial Transaction Reports and Analysis instruksi resmi atau fatwa yang diterbitkan oleh
Center) kepada penyidik, tersangka, atau Mahkamah Agung untuk meyakinkan pemerintah
terdakwa. PPATK merupakan lembaga setempat. Terdapat beberapa alternatif dalam
sentral (focal point) yang mengkoordinasikan melakukan upaya perampasan, baik secara
pelaksanaan upaya pencegahan dan perdata, pidana, maupun administratif.
pemberantasan tindak pidana pencucian uang 4. Pemulangan (repatriation).
di Indonesia. Dalam dunia internasional, Pemulangan merupakan langkah terakhir dari
PPATK merupakan suatu Financial Intelligence upaya pengembalian aset. Pembiayaan terkait
Unit yang memiliki tugas dan kewenangan proses pengembalian aset biasanya diambil dari
untuk menerima laporan transaksi keuangan, jumlah aset yang berhasil dirampas dan terdapat
melakukan analisis atas laporan transaksi sistem bagi hasil di antara kedua negara.
keuangan, dan meneruskan hasil analisis Kerjasama yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,
kepada lembaga penegak hukum. KPK, atau otoritas pusat dengan Kementerian
c. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Keuangan dapat membentuk suatu peran yang
Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan signifikan dalam melaksanakan pemulangan
dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin terhadap aset hasil tindak pidana korupsi.
Tertulis Membuka Rahasia Bank, menentukan
bahwa setiap pemblokiran, penundaan, atau 4.3 Realisasi Pengembalian Aset
pembekuan terhadap rekening tersangka atau Salah satu contoh pengembalian aset oleh
terdakwa oleh polisi, penuntut umum, atau Pemerintah Indonesia adalah kasus Al-Warraq dan
hakim dapat dilaksanakan tanpa izin dari Rizvi.
Gubernur Bank Indonesia. 1. Kasus Posisi:
Setelah mengindentifikasi, penyidik harus Hesham Talaat Mohamed Besheer Al-Warraq
membekukan semua aset dan rekening yang (Terdakwa I) lahir di Kairo Mesir pada tanggal 12
dicurigai guna memastikan aset dan rekening April 1958 dan Rafat Ali Rizvi (Terdakwa II) lahir
tidak dipindahkan kepemilikan yang baru atau di Pakistan pada tanggal 22 Oktober 1960. Pada
yang sebelumnya tidak terindentifikasi. Upaya ini tahun 2001 s.d. 2008, bertempat di kantor Bank
membutuhkan koordinasi dengan pengadilan Century Intervest Corporation Internasional Tbk.
yang berwenang untuk bekerja sama. Setelah dan/atau di kantor PT Bank Century Gedung
pihak terkait memberikan kewenangan untuk Sentral Senayan II, Jalan Asia Afrika Nomor 8
melakukan tindakan, penyidik dan petugas Jakarta Pusat, melakukan atau turut serta
penegak hukum dapat bergerak untuk melakukan, secara melawan hukum memperkaya
membekukan aset, kemudian mulai bekerja sama diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
dengan pengadilan yang berwenang untuk yang dapat merugikan keuangan negara atau
mengamankan dan melakukan pengamanan aset perekonomian negara dengan cara melakukan
pada tahap-tahap berikutnya dalam upaya transaksi pembelian, penempatan, dan/atau
pengembalian aset. pertukaran surat-surat berharga valuta asing
3. Perampasan (forfeiturure). (SSB valas) Bank CIC. Sebagian surat berharga
Pasal 2 huruf g UNCAC 2003, mendefinisikan dimaksud merupakan surat berharga yang
perampasan yang meliputi pengenaan denda, tergolong dalam structured product yang tidak
bilamana dapat diberlakukan, berarti pencabutan memiliki peringkat, tidak memiliki harga pasar
kekayaan untuk selama-lamanya berdasarkan dan memberikan imbal hasil yang rendah,
perintah pengadilan atau pejabat berwenang sehingga pada saat surat berharga jatuh tempo,
lainnya (confiscation, which includes forfeiture Bank CIC tidak menerima dana secara tunai
where applicable, shall mean the permanent melainkan justru dibayar dengan saham
deprivation of property by order of a court or other perusahaan Global Opportunities Fund yang
competent authority). Dasar hukum perampasan dimiliki Terdakwa II. Bank Pikko dan Danpac juga
aset hasil tindak pidana korupsi ditentukan dalam mengalami permasalahan pembelian/pertukaran
surat-surat berharga, sehingga pada tanggal 6 kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya
Desember 2004 dilakukan merger atas ketiga dapat disita oleh jaksa untuk menutupi uang
bank tersebut dan berganti nama menjadi PT pengganti tersebut dan apabila para terdakwa
Bank Century Tbk. SSB valas yang berkualitas tidak mempunyai harta benda yang
buruk yang sebelumnya berasal dari Bank CIC mencukupi untuk membayar uang pengganti
berlanjut menjadi beban Bank Century yang dipidana dengan pidana penjara selama 5
mengakibatkan kondisi keuangan Bank Century (lima) tahun penjara;
memburuk dan dikategorikan tidak sehat/macet. - Menjatuhkan pidana denda terhadap masing-
Terhadap kondisi ini, Bank Indonesia meminta masing terdakwa sebesar Rp15.000.000.000,
Bank Century untuk menjual SSB tersebut dan 00 (lima belas miliar rupiah), subsidair 6
mewajibkan untuk menambah modal. Pada (enam) bulan kurungan;
tanggal 4 Oktober 2005, Terdakwa I dan II - Membebankan kepada para terdakwa untuk
menandatangani Letter of Commitment (LoC) membayar biaya perkara masing-masing
yang pada pokoknya menyatakan kesanggupan sebesar Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
bertanggungjawab untuk menyelesaikan Aset Bank Century diketahui berada di 14 (empat
permasalahan permasalahan likuiditas bank dan belas) negara, yaitu Inggris, Swiss, Singapura,
untuk menjual SSB valas hingga batas waktu Hongkong, Bahama, Bahrain, Guernsey, New Jersey,
tanggal 31 Desember 2005. Dengan adanya Australia, Luxemburgo, Maurithius, Kuba, Saudi
permasalahan ini maka Bank Indonesia Arabia, dan Uni Emirat Arab. Aset Bank Century yang
melakukan pemeriksaan/investigasi terhadap tersebar di 14 (empat belas) negara tersebut, hanya 4
Bank Century bahwa pertukaran SSB Bank (empat) negara yang memberikan respon secara
Century telah mengalami kesulitan likuiditas dan positif, yaitu Inggris, Swiss, Singapura, dan Hongkong.
solvabilitas. Kondisi keuangan Bank Century Selain dalam bentuk tunai, aset tersebut juga
semakin menurun ditambah pertimbangan dikonversi dalam bentuk saham. Total keseluruhan
likuiditas dan penurunan permodalan, maka aset Bank Century yang tersebar tersebut nilainya
Bank Indonesia memutuskan memberikan diperkirakan mencapai Rp.14.000.000.000.000,00
Fasilitas Pendanaan Jangka Panjang (FPJP). Pada (empat belas triliun rupiah), dengan perincian di UBS
tanggal 15 Oktober 2008, Terdakwa I dan II AG Bank Hongkong sebesar USD 19,250,000;
menandatangani Letter of Commitment (LoC) Standard Chartered Bank sebesar USD 650,000,000
kepada Bank Indonesia untuk menyelesaikan dan SGD 400,000; Swiss sebesar USD 220,000; British
permasalahan SSB tersebut. Virgin Island (Inggris) sebesar USD 872,000; Kuba
2. Dakwaan: sebesar USD 14,800,000; dan New Jersey sebesar USD
- Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang 16,500,000 (Liputan 6, 2013). Pemerintah Indonesia
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas berhasil menyelamatkan aset Bank Century di dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang negeri sebesar Rp295.000.000.000,00 (dua ratus
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal sembilan puluh lima miliar rupiah) yang sebagian
55 ayat (1) KUHP. besar aset tersebut berasal dari aset PT Antaboga
- Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang dengan total aset sebesar Rp11.000.000.000.000,00
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan (sebelas triliun rupiah) (Merdeka, 2014). Tim
Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pidana Korupsi yang merupakan satuan kerja lintas
Pasal 55 ayat (1) KUHP. departemen di bawah koordinasi Wakil Jaksa Agung,
3. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terdiri dari unsur-unsur Kejaksaan Agung; Kemenko
Nomor 339/PID.B/2010/PN.JKT.PST tanggal 30 Polhukam (Deputy III/Menko Polhukam Bidang
November 2010: Hukum dan HAM); Departemen Hukum dan HAM
- Menyatakan Terdakwa I dan II yang diadili (Ditjen Administrasi Hukum Umum dan Ditjen
secara in absentia terbukti secara sah dan Imigrasi); Kepolisian Negara (Bareskrim dan NCB
meyakinkan bersalah melakukan tindak Interpol Indonesia); Departemen Luar Negeri (Ditjen
pidana korupsi dan tindak pidana pencucian Politik Hukum Keamanan dan Kewilayahan); dan
uang secara bersama-sama; Unsur PPATK berupaya mengejar aset PT Bank
- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I dan Century, Tbk., yang berada di luar negeri. Pengadilan
II dengan pidana penjara masing-masing 15 Tinggi Daerah Administratif Khusus Hong Kong telah
(lima belas) tahun; mengabulkan permohonan pemerintah Indonesia
- Membebankan kepada terdakwa untuk untuk menyita sebagian aset Terpidana Rafat Ali Rizvi
membayar uang pengganti yang dibayar dan Hesham Al-Warraq sebesar USD 4,076,121
secara tanggung renteng sebesar Rp3.115. (empat juta tujuh puluh enam ribu seratus dua puluh
889.000.000,00 (tiga triliun seratus lima belas satu dolar Amerika Serikat) atau sekitar
miliar delapan ratus delapan puluh sembilan Rp48.000.000.000,00 (empat puluh delapan miliar
juta rupiah), apabila para terdakwa tidak rupiah). Pemerintah Indonesia juga telah berupaya
membayar uang pengganti selama 1 (satu) meminta agar Pemerintah Swiss membekukan uang
bulan setelah perkara ini mempunyai atas nama Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq.
Pembekuan itu terkendala oleh sistem hukum di yang berbeda antara penyuapan, pencucian uang,
negara tersebut. Menurut sistem hukum Negara dan korupsi (Sunarso, 2009:228).
Swiss, aset Bank Century bukan merupakan hasil 3. Sistem kerahasiaan perbankan.
tindak pidana, melainkan masalah administrasi atau Harta hasil tindak pidana korupsi dilindungi oleh
kasus perdata (https://nasional.kompas.com/ read/ aturan kerahasiaan bank (bank secrecy) yang
2011/ 02/ 07/19011661/Darmono. Aset. Century. umumnya diterapkan pada negara-negara maju
Ada. di. Swiss). Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia tempat aset hasil tipikor disimpan, antara lain
berupaya meminta bantuan pada Bank Dunia dalam Austria, Singapura, Cayman Islands, dan
upaya membekukan aset Bank Century (kini Bank Liechtenstein (Zachrie dan Wijayanto, 2010).
Mutiara) di Swiss. 4. Perjanjian antar negara.
Ngonzi N. Okonjo-Iweala selaku Direktur Permasalahan pengembalian aset apabila antara
Eksekutif Bank Dunia dan Yury Fedotov selaku Negara Peminta (Requesting State) dan Negara
Direktur Eksekutif UNODC, menekankan bahwa Diminta (Requested State) belum memiliki
pengembalian aset perolehan hasil kejahatan perjanjian bilateral, seperti Ekstradisi dan Mutual
merupakan proses yang sulit, bahkan dalam keadaan Legal Assistance (Atmasasmita, 2016:264).
yang ideal sekalipun, upaya pengembalian aset 5. UNCAC Tahun 2003 belum secara memadai
merupakan proses kompleks dan multidisiplin (adequate) berkontemplasi dalam peraturan
(Mariano, 2003:335). perundang-undangan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia seharusnya berkaca dari Kajian analisis kesenjangan (gap analysis study),
keberhasilan pengembalian aset dalam kasus Sani menunjukkan bahwa sejumlah penyesuaian perlu
Abacha dan Vladimiro Montesinos. Kasus Abacha dan segera dilakukan untuk memenuhi klausul-
Montesinos dianggap sukses karena sebagian besar klausul di dalam UNCAC Tahun 2003, terkhusus
aset hasil tindak pidana korupsi telah berhasil bidang kriminalisasi dan peraturan perundang-
dikembalikan. Kasus Abacha dan Montesinos undangan (Lampiran Peraturan Presiden Nomor
merupakan salah satu contoh adanya kemauan politik 55 Tahun 2012).
yang kuat dari Pemerintah Nigeria dan Peru (Ramelan, 6. Proses pengembalian aset hasil tindak pidana
2012:1517). Hal ini menunjukkan bahwa bukanlah korupsi memerlukan mekanisme dan prosedur
tidak mungkin untuk melakukan upaya pengembalian panjang, biaya besar, dan sumber daya manusia
aset hasil tindak pidana korupsi (Utama, 2013:9). yang tidak limitatif (Adji, 2009:151).
7. Memerlukan putusan pengadilan yang dapat
4.4 Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam menghubungkan antara aset yang bersangkutan
Pelaksanaan Pengembalian Aset Hasil dengan tindak pidana.
Korupsi Transnasional Aset hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di
Pada kenyataannya aset hasil tindak pidana negara lain dapat dibekukan dan/atau
korupsi yang dilarikan ke luar negeri dan aset yang dikembalikan, maka diperlukan nama dan
berhasil dikembalikan ke Indonesia perbedaannya keterangan spesifik mengenai aset tersebut, yang
sangat besar. Hal ini tidak terjadi begitu saja, terdapat seringkali tidak disebutkan di dalam putusan
permasalahan-permasalahan yang seringkali muncul pengadilan (Prasasthi, 2011:9).
dan menjadi faktor utama yang menjadi kendala dalam 8. Penyalahgunaan kekuasaan.
proses asset recovery, sebagai berikut: Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
1. Perbedaan sistem hukum dengan negara di mana melibatkan upper economic class maupun politik
aset curian disimpan. sebagai upper power class yang bersinergi dengan
Perbedaan mendasar common law dan civil law, kekuatan politik, ekonomi, dan birokrasi
terutama dalam sistem peradilan pidana, yaitu: (Musahib, 2015:6).
a. Due Process Model (DPM), menitikberatkan 9. Ketidaksediaan negara maju untuk membantu
pada perlindungan HAM bagi tersangka, upaya pengembalian aset (KHN, 2007).
sehingga menimbulkan birokrasi yang cukup 10. Lemahnya kerja sama antar institusi terkait
panjang dalam peradilan pidana. DPM pengembalian aset (Utama, 2013:53).
diumpamakan seperti orang yang sedang Memerlukan konsesus antara yang mengajukan
melakukan lari gawang. permohonan (Kejaksaan Agung atau KPK) dengan
b. Crime Control Model (CCM), yang menekankan Kementerian Hukum dan HAM. Proses meraih
efisiensi dan efektivitas peradilan pidana konsensus ini seringkali terhambat oleh ego
dengan berlandaskan asas praduga bersalah sektoral dan kepentingan politik masing-masing
(presumption of guilt). CCM diumpamakan lembaga, sehingga memerlukan waktu yang lama
seperti sebuah bola yang digelindingkan tanpa dan pada akhirnya upaya tersebut tidak berhasil.
penghalang (Atmasasmita, 2011:712). 11. Lemahnya kemauan politik (political will) dan
2. Perbedaan terminologi dan definisi. komitmen pemerintah (Listya, 2003:25).
Indonesia memiliki definisi yang terlalu luas
untuk korupsi, contohnya mendefinisikan tindak 4.5 Elemen Keberhasilan Pengembalian Aset
pidana penyuapan masuk dalam kategori korupsi, Hasil Tindak Pidana Korupsi
sedangkan negara lain memberikan perlakukan
Dalam melakukan upaya pengembalian aset 11. Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan
berbagai mekanisme tersedia, kunci keberhasilan perundang-undangan. Ratifikasi yang tidak
berada pada tiap-tiap masing negara, sehingga tidak ditindaklanjuti dengan harmonisasi dan
dapat ditentukan mekanisme mana yang terbaik. pelaksanaan ketentuan yang ada dalam konvensi,
Menurut Utama (2013:173180), elemen keberhasilan akan menimbulkan dampak bagi bangsa
dalam melakukan upaya pengembalian aset hasil Indonesia dalam penanggulangan, pencegahan,
tindak pidana korupsi harus memperhatikan beberapa dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
faktor sebagai berikut: 12. Merevisi dan/atau mengganti peraturan
1. Perspektif atas pendekatan penegakan hukum di perundang-undangan yang berlaku secara
Indonesia masih berfokus terhadap pemidanaan bertahap untuk disesuaikan dengan
atas pelaku (in personam), bukan merampas aset internationally accepted legal standard.
hasil kejahatan.
2. Perlunya perangkat hukum nasional maupun 5. KESIMPULAN
internasional yang lebih luas dalam mengatur Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan
pengembalian aset. Perangkat hukum menjadi dan dihubungkan dengan analisis yang telah
kerangka (framework) mengenai langkah- dirumuskan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
langkah apa saja yang harus dilakukan. berikut:
3. Integritas penegak hukum untuk selalu 1. Pencegahan dan pemberantasan korupsi di
mengutamakan kepentingan publik menjadi Indonesia belum mencerminkan suatu strategi
prasyarat utama agar aset yang dikembalikan yang bersifat sitematik, terencana, dan
berada pada pemilik asalnya. komprehensif, disebabkan ketiadaan
4. Kerja sama yang intensif dan berkesinambungan keseimbangan antara tindakan pencegahan,
antara lembaga penegak hukum baik di tingkat penindakan, pengembalian aset hasil korupsi, dan
nasional, bilateral, maupun multilateral. Untuk kerja sama internasional yang menitikberatkan
melakukan suatu proses pengembalian aset kepada prinsip resiprositas dan menjunjung
membutuhkan tim inti (core team) dan gugus tinggi sikap kebersamaan (cooperativeness). Inti
tugas (task force) yang memiliki keahlian khusus persoalan dalam strategi pencegahan dan
yang berfungsi sebagai motor utama penyelidikan pemberantasan korupsi adalah terletak pada
dan penindakan terhadap upaya pengembalian itikad baik (good faith), kesungguhan
aset. (seriousness), kemauan (willingness), dan
5. Kemauan politik (political will) yang konsisten kemampuan (ability) dari seluruh komponen
dan komitmen kuat dari pemerintah. bangsa.
6. Dukungan internasional termasuk dukungan 2. Upaya pengembalian aset merupakan suatu
negara tempat penyimpanan aset hasil korupsi. proses yang sulit, bahkan dalam keadaan yang
Dukungan ini diperlukan sejak tahap preventif ideal sekalipun, upaya pengembalian aset
sebagai criminal policy. merupakan proses kompleks dan multidisiplin.
7. Payung hukum internasional. Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala
Indonesia telah meratifikasi United Nations dalam pelaksanaan pengembalian aset hasil
Convention Against Corruption (UNCAC), United tindak pidana korupsi yang bersifat
Nations Convention Against Against Transnational transnasional, yaitu:
Organized Crime (UNTOC), Asean Mutual Legal a. Perbedaan sistem hukum
Assistance (AMLAT), namun Indonesia belum b. Perbedaan terminologi dan definisi.
menjadi negara anggota Organisation for c. Sistem kerahasiaan perbankan.
Economic Co-operation and Development (OECD). d. Perjanjian antarnegara.
8. Menindaklanjuti kerja sama bilateral dengan e. UNCAC Tahun 2003 belum secara memadai
negara-negara tertentu dalam menangani kasus berkontemplasi dalam peraturan perundang-
korupsi, meliputi ekstradisi, pengembalian aset undangan di Indonesia.
hasil tindak pidana korupsi, dan penyerahan aset f. Mekanisme dan prosedur panjang, biaya
milik terpidana lainnya. besar, dan sumber daya manusia yang tidak
9. Penerapan standar pertukaran informasi limitatif
otomatis (Automatic Exchange of Information). g. Memerlukan putusan pengadilan yang dapat
AEoI merupakan sistem yang mendukung adanya menghubungkan antara aset yang
pertukaran informasi rekening wajib pajak antar bersangkutan dengan tindak pidana.
negara pada waktu tertentu secara periodik, h. Penyalahgunaan kekuasaan.
sistematis, dan berkesinambungan dari negara i. Ketidaksediaan negara maju untuk membantu
sumber penghasilan atau tempat menyimpan upaya pengembalian asset.
kekayaan, kepada negara residen wajib pajak. j. Lemahnya kerja sama antarinstitusi terkait
10. Membuka kemungkinan dalam hukum pidana pengembalian aset.
Indonesia melakukan penyelesaian hukum di luar k. Lemahnya kemauan politik dan komitmen
proses pengadilan (afdoening buiten process) pemerintah.
terhadap kasus korupsi tertentu.
Lui, Francis. 1985. An Equilibrium Queuing Model of Aset Tindak Pidana, Jakarta: Badan Pembinaan
Bribery. Journal of Political Economy. Volume 93 Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak
No. 4 p 760. Asasi Manusia.
Mariano dan Florentino Cuella. 2003. The Tenuous Supandji, Hendrarman. 2009. Peningkatan Pencegahan
Relationship between the Fight against Money Tindak Pidana Korupsi dalam Pelaksanaan Tugas
Laundering and the Disruption of Criminal Kejaksaan. Makalah. Semarang: UNDIP.
Finance. The Journal of Criminal Law and Syahmin, Elvani, dan Yuningsih. 2013. Pengembalian
Criminology. Volume 93 No. 2-3 p 311466. Aset Negara Hasil Tipikor Melalui Kerja Sama
Musahib, A.R. 2015. Pengembalian Keuangan Negara Timbal Balik Antar Negara. Laporan Penelitian
Hasil Tindak Pidana Korupsi. e-Jurnal Katalogis. Fundamental. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Volume 3 No.1 p. 19. Wiennata, P.P. 2014. Faktor-faktor Yang
Nawatmi¸ Sri. 2016. Pengaruh Korupsi Terhadap Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Pada
Pertumbuhan Ekonomi, Studi Empiris Negara- Negara G-20 (Pembuktian Grease the Wheels
negara Asia Pasifik. Jurnal Media Ekonomi dan Hypothesis). Skripsi. Semarang: Universitas
Manajemen. Volume 31 No.1 p 15. Diponegoro.
Pradiptyo, Rimawan. 2007. Does Punishment Matter?
A Refinement of the Inspection Game. Review of Surat Kabar
Law and Economics. Volume 3 No. 2 p 198219. Manan, Bagir. 2006. “Kedudukan Penegak Hukum
Prakarsa, Aliyth dan Yulia. 2017. Model Pengembalian dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Aset (Asset Recovery) Sebagai Alternatif Indonesia”. Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi
Memulihkan Kerugian Negara dalam Perkara XXI No.243 p 4.
Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Hukum PRIORIS. Schroeder, William. 2001. “How to Do Financial Asset
Volume 6 No. 1 p 31-45. Investigations: A Practical Guide for Private
Prasasthi, S. A. 2011. Upaya Pemerintah Republik Investigators, Collections Personnel and Assets
Indonesia dalam Bantuan Hukum Timbal Balik Recovery Specialists”. The FBI Law Enforcement
Untuk Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) Bulletin.
Terhadap Pengembalian Aset di Luar Negeri Hasil
Tindak Pidana Korupsi (Stolen Asset Recovery). Naskah dari Internet
Jurnal Opinio Juris. Volume 2 p 46. Badan Pusat Statistik. 2017. Pertumbuhan Ekonomi
Syamsudin, M. 2007. Korupsi dalam Perspektif Budaya Indonesia. https://www.bps.go.id/pressrelease/
Hukum. UNISIA. Volume XXX No. 64 p 183194. 2017/ 08/ 07/ 1365/ pertumbuhan-ekonomi-
Treisman, D. 2000. The Causes of Corruption: A Cross- indonesia-triwulan-ii-2017.html/ diakses tanggal
National Study. Journal of Public Economics. 5 November 2017.
Volume 76 p 399457. Conyngham, John. 2002. Testimony of John Conyngham
Tsebelis, George. 1989. The Abuse of Probability in Esq Global Director of Investigations, Control Risks
Political Analysis: The Robinson Crusoe Fallacy. Group Limited Before the Committee on Financial
The American Political Science Review, Volume 83 Services Subcommittee on Financial Institutions
No. 1 p. 7791. and Consumer Credit, US House of Representatives.
Waluyo, Bambang. 2014. Optimalisasi Pemberantasan http://archives.financialservices.house.gov/med
Korupsi di Indonesia. Jurnal Yuridis. Volume 1 ia/pdf/050902jc.pdf/ diakses tanggal 5
No.2 p 174175. November 2017.
Henderson, Vernon dan Ari Kuncoro. 2006. Corruption
Karya Ilmiah in Indonesia. http://www.brown. edu/
Haswandi. 2016. Pengembalian Aset Tindak Pidana Departments/Economics/Faculty/henderson/pa
Korupsi Pelaku dan Ahli Waris Menurut Sistem pers/corruption120704.pdf, diakses tanggal 2
Hukum Indonesia. Disertasi. Padang: Universitas November 2017.
Andalas. Indawati, Ninik. Pengembangan Mata Kuliah
Komisi Hukum Nasional. 2007. Catatan Komisi Hukum Pendidikan Anti Korupsi (Studi Evaluatif Tentang
Nasional tentang Stolen Asset Recovery (StAR) Efektivitas Kajian Literatur pada penelitian
Initiative. Seminar Pengkajian Hukum Nasional. Pendidikan Anti Korupsi). http://repository.
Jakarta. unikama.ac.id/855/1/CALL%20FOR%20PAPER
Listya, A. K. 2014. United Nations Convention Against S- UM - 24 - 25 % 20 MAY % 202016 -ninik.pdf/
Corruption dan Kerja Sama Mutual Legal diakses tanggal 7 November 2017.
Assistance on Asset Recovery antara Indonesia dan Indonesia Corruption Watch. 2016. Kerugian Negara
Swiss. Naskah Ringkas. Depok: Universitas Akibat Korupsi 2015 Sebesar 3,1 Triliun, http://
Indonesia. www.antikorupsi.org/ id/ content/ kerugian-
Pradiptyo, Rimawan. 2016. Dampak Sosial Korupsi. negara- akibat- korupsi- 2015- sebesar -31-
Modul Integritas Bisnis. Jakarta: Direktorat triliun/ diakses tanggal 3 November 2017.
Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. Kompas. 2011. Darmono: Aset Century Ada di Swiss.
Ramelan. 2012. Laporan Akhir Naskah Akademik https://nasional.kompas.com/read/2011/02/07
Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan
LAMPIRAN
Tabel 1. Political and Economic Risk Consultancy Ltd. Report on Corruption in Asia 2007-2017
COUNTRY 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Australia 0.83 0.98 1.40 1.47 1.39 1.28 2.35 2.55 2.61 2.67 2.50
Cambodia 9.10 8.50 8.10 8.30 9.27 6.83 7.84 8.00 7.75 7.75 8.13
China 6.29 7.98 7.30 6.70 7.93 7.00 7.79 7.10 6.98 7.50 7.08
Hong Kong 1.87 1.80 1.74 1.75 1.10 2.64 3.77 2.95 3.17 3.40 4.38
India 6.67 7.25 6.50 8.23 8.67 8.75 8.95 9.15 8.01 8.13 7.25
Indonesia 8.03 7.98 7.69 9.07 9.25 8.50 8.83 8.85 8.09 8.00 7.57
Japan 2.10 2.25 2.63 2.63 1.90 1.90 2.35 2.08 1.55 3.00 3.55
Macau 5.18 3.30 3.75 5.71 4.68 2.85 4.23 3.65 4.58 6.15 6.50
Malaysia 6.25 6.37 7.00 6.05 5.70 5.59 5.38 5.25 4.96 6.95 6.78
Philippines 9.40 9.00 7.68 8.25 8.90 9.35 8.28 7.85 7.43 7.05 6.85
Singapore 1.20 1.13 0.92 0.99 0.37 0.67 0.74 1.60 1.33 1.67 1.90
South Korea 6.30 5.65 4.97 4.88 5.90 6.90 6.98 7.05 6.28 6.17 6.63
Taiwan 6.23 6.55 5.85 5.62 5.65 5.45 5.36 5.31 5.00 6.08 5.75
Thailand 8.03 8.00 6.76 7.33 7.55 6.75 6.83 8.25 6.88 7.67 7.13
USA 2.28 1.83 2.71 1.89 1.39 2.59 3.82 3.50 4.59 4.61 5.54
Vietnam 7.54 7.75 7.40 7.13 8.30 7.75 8.13 8.73 8.24 7.92 7.90
Sumber: Political & Economic Risk Consultancy, Ltd.
Tabel 4. Perbandingan antara Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 dan UNCAC Tahun 2003
- Tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam
kaitan dengan penghasilannya
yang sah.
7. Penyuapan di Diatur dalam Pasal 21 huruf a dan Dalam peraturan perundang-
sektor swasta. huruf b UNCAC. undangan Indonesia, yang diancam
Unsur-unsur tindak pidana Pasal 21 dengan pidana adalah perbuatan
huruf a UNCAC: penyuapan atau gratifikasi kepada
- Dilakukan dengan sengaja. pejabat negara.
- Dalam rangka kegiatan ekonomi,
keuangan, atau perdagangan.
- Memberikan janji, penawaran, atau
pemberian manfaat yang tidak
semestinya.
- Secara langsung atau tidak
langsung.
- Kepada orang yang memimpin atau
bekerja dalam jabatan apapun atau
orang lain untuk badan sektor
swasta.
- Supaya orang yang bersangkutan
bertindak tidak sesuai dengan
tugasnya.
Unsur-unsur tindak pidana Pasal 21
huruf b UNCAC:
- Dilakukan dengan sengaja.
- Oleh orang yang memimpin atau
bekerja dalam jabatan apapun atau
orang lain untuk badan sektor
swasta.
- Dalam rangka kegiatan ekonomi,
keuangan, atau perdagangan.
- Meminta atau menerima manfaat
yang tidak semestinya.
- Secara langsung atau tidak
langsung.
- Untuk dirinya atau orang lain.
- Agar orang yang bersangkutan
bertindak tidak sesuai dengan
tugasnya.
8. Penggelapan Diatur dalam Pasal 20 UNCAC Diatur dalam Pasal 372 jo Pasal 374
kekayaan di Unsur-unsur tindak pidana Pasal 20 KUHP. Tidak diatur secara tegas
sektor swasta. UNCAC: dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
- Dilakukan dengan sengaja. Rumusan Pasal 22 UNCAC, apabila
- Dilakukan oleh orang yang dikonstruksikan ke dalam hukum
memimpin atau bekerja dalam nasional di Indonesia, merupakan
jabatan apapun di badan sektor tindak pidana penggelapan pada
swasta. umumnya.
- Penggelapan terhadap kekayaan,
dana, atau sekuritas swasta atau
barang lain yang berharga.
- Barang-barang tersebut
dipercayakan kepadanya karena
jabatannya.
- Dalam rangka kegiatan ekonomi
keuangan atau perdagangan.
Sumber: Kristian (2015:200211).
Triliun
12
10
8
6
4
2
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kegiatan
lapangan