Anda di halaman 1dari 9

AKUNTANSI FORENSIK

PERANAN AKUNTANSI FORENSIK

Dosen Pengampu:
Made Laksmi Sena Hartini, SE, M.Ak

Oleh : Kelompok
Ni Luh Putu Wulandari
;1902622010004 ; A Pagi 2019
Ni Wayan Sri Widayani ; 1902622010005 ; A Pagi 2019
Ni Putu Ika Candra Kirani ; 1902622010020 ; A Pagi 2019
Gede Pratama Putera Wikananda ; 1902622010022 ; A Pagi 2019
Ni Luh Putu Sinta Dewi ; 1902622010023 ; A Pagi 2019
Tri Arya Teja Kusuma ; 1902622010024 ; A Pagi 2019
Kadek Wahyu Widana Saputra ; 1902622010033 ; A Pagi 2019

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN 2022
1. Peranan Corporate Covermance dalam Akuntansi Forensik

Corporate Governance dengan Akuntansi Forensik


Tata kelola perusahaan didefinisikan sebagai mekanisme formal
arahan, pengawasan dan kontrol yang ditempatkan di dalam perusahaan untuk
memantau keputusan dan tindakan manajer seniornya dan memastikan
pemangku kepentingan memperoleh informasi yang kompatibel dan
konsisten. Akuntansi forensik menangani semua informasi keuangan yang
berkaitan dengan tinjauan hukum. Informasi yang terkumpul selanjutnya
dikompilasikan yang meliputi transaksi ekonomi, sistem akuntansi, tagihan
dan pembayaran, pengembalian dan penggajian, dll.
Menurut Houck: "Akuntasi Forensik terdiri dari dua komponen utama:
layanan litigasi yang mengakui peran akuntan sebagai konsultan ahli, dan
layanan investigasi yang menggunakan keterampilan akuntan forensik dan
mungkin memerlukan kemungkinan kesaksian di ruang sidang." Hal ini
berarti akuntan forensik harus memiliki keterampilan tidak hanya dalam
akuntansi keuangan, tetapi juga dalam sistem pengendalian internal, hukum,
persyaratan kelembagaan lainnya, kemampuan investigasi, dan keterampilan
interpersonal. (Article of Corporate Governance and Role of the Forensic
Accountant).
Dalam Good Corporate Governance ada 5 prinsip utama agar
prosesnya berjalan dengan baik. Sebagai seorang akuntan forensik dimana
yang ruang lingkupnya tidak hanya akuntansi saja, namunjuga berkaitan
denagn hukum dan audit. Maka dari itu kehadiran Good Corporate
Governance ni sangat diperlukan untuk menyelesaikan kasus keuangan yauitu
fraud (kecurangan) agar informasi yang diberikan oleh akuntan dapat
diungkapkan secara transparan, bersifat akuntabilitas, dapat
dipertanggungjawabkan, seorang akuntan forensik harus bersifat independen
atau tidak terpengaruh dan informasi yang diberikan wajar. Oleh karena itu
adanya Good Corporate Governance memberikan manfaat agar dalam
akuntansi forensik seorang akuntan dapat menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga menghasilkan hasil yang maksimal.

Pentingnya Akuntansi Forensik untuk Corporate Governance


Akuntansi forensik di masa depan akan membantu menerapkan bisnis
yang transparan, sehingga menghasilkan pasar yang etis. Melalui penilaian
ketat yang dilakukan oleh akuntan forensic, hal ini diharapkan dapat
mengurangi kecurangan dalam jumlah yang signifikan dalam perusahaan.
Perusahaan dalam menangani permasalahaan internal menginginkan cara yang
efisien dan efektif sehingga mereka dapat menghapus perjuangan individu
yang korup di dalam perusahaan mereka. Dengan bantuan akuntansi forensik,
perusahaan dapat menggali jauh kedalam informasi keuangan perusahaan dan
membantu perusahaan dalam mengeluarkan oknum yang tidak berfungsi dan
menghapus semua individu yang curang secara halus.
Pakar akuntansi forensik dapat menilai tempat dari mana penyelidikan
harus dimulai karena mereka adalah profesional terlatih dan dengan bantuan
tinjauan sederhana dari detail akun perusahaan. Proses penerapan praktik
rumit mudah bagi akuntan forensik. Bersamaan dengan itu, mereka dapat
mengantisipasi kegiatan kriminal dalam suatu organisasi, mengambil alih
proses akuntan tradisional. Perusahaan terutama mengadopsi akuntansi
forensik sebagai tindakan pencegahan untuk menyelamatkan diri dari segala
kemungkinan kegiatan penipuan di masa depan. Ini dapat dipahami sebagai
taktik manajemen risiko yang membantu bisnis meningkatkan tata kelola dan
menurunkan risiko penipuan internal.
Peran Pemeriksaan Fraud pada Perusahaan
Program terpusat diperlukan oleh perusahaan untuk membangun
sistem pengukuran dan pemantauan pengendalian internal secara efektif.
Keselarasan antara tata kelola perusahaan, kegiatan pelaporan eksternal, dan
pengendalian internal. Banyak pejabat tata kelola dan komite tata kelola
dibentuk untuk memenuhi permintaan akan integritas organisasi. Di setiap
bidang acara perusahaan, komite tata kelola harus aktif untuk memastikan
bahwa perusahaan beroperasi secara keseluruhan yang sinergis. Seorang
akuntan forensik dapat membantu dalam merumuskan dan menetapkan
kebijakan tata kelola yang komprehensif dengan latar belakang pengetahuan
yang kuat tentang persyaratan hukum dan kelembagaan tata kelola
perusahaan.
2. Sumber-sumber data yang dapat digunakan oleh akuntan Forensik
untuk memetakan kasus-kasus korupsi melalui Corruption Perception
Index, Global Corruption Barometer, Bribe Payers Index dan Global
Competitiveness Index
2.1 Corruption Perception Index ( Indeks Persepsi Korupsi )
Transparency International, institusi non-partisan yang berbasis di
Berlin (Jerman), menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi tahunan (berdasarkan
polling) yang menilai "sejauh mana korupsi dianggap terjadi di kalangan
pejabat publik dan politisi" di semua negara seluruh dunia. Indeks Persepsi
Korupsi Tahunan ini menggunakan skala dari satu sampai sepuluh. Semakin
tinggi hasilnya, semakin sedikit (dianggap) korupsi yang terjadi. Dalam edisi
terbaru mereka (2016) Indonesia menempati peringkat 90 (dari total 176
negara). Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa tidak ada metode yang
akurat 100 persen untuk mengukur korupsi karena sifat korupsi (sering
tersembunyi untuk umum).
Indonesia sebenarnya adalah salah satu dari sedikit negara dalam
Indeks Persepsi Korupsi yang menunjukkan perbaikan yang stabil dan nyata,
bertepatan dengan pemerintahan Yudhoyono (2004-2014) dan diteruskan oleh
pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, perlu ditekankan bahwa -
meskipun merepresentasikan perkembangan nyata - angka-angka ini harus
ditangani dengan hati-hati karena metodologi yang digunakan dalam jajak
pendapat berubah dari tahun ke tahun. Terkait dengan korupsi, masih ada
jalan panjang reformasi ke depan untuk Indonesia. Baik pada tingkat pusat
dan daerah, bisnis dan politik masih cenderung "pergi tangan-di-tangan",
maka membentuk semacam konteks oligarki di mana konflik kepentingan
terus terjadi. Misalnya, pembalakan liar tersebar luas di Sumatera dan
Kalimantan karena banyak ijin penebangan liar dikeluarkan oleh badan-badan
publik (sehingga mengancam keberadaan hutan di Indonesia). Demikian pula,
di sektor pengadaan di Indonesia kontrak yang menguntungkan sering
diberikan kepada perusahaan yang terkait dengan pejabat negara.
Korupsi sangat menghambat negara ini dalam merealisasikan potensi
ekonomi dan menyebabkan ketidakadilan yang signifikan di dalam
masyarakat Indonesia karena sebagian kecil orang mendapatkan manfaat yang
amat besar dari lembaga dan keadaan korup di negeri ini. Tetapi
pujian/penghargaan harus diberikan kepada media (bebas) Indonesia dan KPK
karena keduanya memainkan peran penting dalam soal pemberantasan
korupsi. Kemudian Indonesia belum pernah mengesankan di Indeks Persepsi
Korupsi Tahunan (diterbitkan oleh Transparency International). Indeks ini
menunjukkan tingkat korupsi di negara-negara dunia. Saat ini posisi Indonesia
berada di nomor 88 (dari jumlah total 175 negara) tetapi kinerjanya
menunjukkan peningkatan yang stabil sejak awal pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono pada tahun 2004. Bagian ini memberikan ikhtisar
terperinci korupsi di Indonesia.
2.2 Global Corruption Barometer
Mencakup sebanyak 198 negara, GCI menonjol karena pendekatan
globalnya. Hasilnya menunjukkan eksposur risiko korupsi yang berasal dari
sektor publik dan swasta. GCI juga mencakup masalah-masalah yang terkait
dengan kejahatan kerah putih dan lebih khusus lagi untuk pencucian uang dan
pendanaan terorisme.
GCI mengandalkan berbagai metode untuk mengumpulkan data yang
mencerminkan berbagai cara yang tersedia untuk memperkirakan korupsi.
Proses ini memungkinkan tujuan lebih lanjut dalam memberikan perkiraan
kepada pengguna kami sedekat mungkin dengan nilai nyata.
Empat indikator dianggap mengukur korupsi, dengan bobot sebagai
berikut:
1) Status ratifikasi konvensi kunci (OECD, PBB), 15%
2) Tingkat persepsi korupsi publik (Indeks Korupsi Transparansi
Internasional, data Bank Dunia, data Organisasi Proyek Keadilan
Dunia), 25,5%
3) Pengalaman korupsi publik dan swasta yang dilaporkan (Transparansi
Internasional Korupsi Global, Barometer, Survei Perusahaan Bank
Dunia), 17%
4) Pilihan karakteristik negara yang terkait erat dengan korupsi, 42,5%
Karakteristik negara dimaksudkan untuk menangkap mekanisme
pencegahan, efek terkait, efek kausal dan efek konsekuensial, dengan tujuan
menggali informasi korupsi laten. Indikator ini mengumpulkan hasil yang
terkait dengan 4 indikator berbeda:
1) Suara warga dan Transparansi
2) Fungsi dan Efektivitas Pemerintah
3) Konteks Hukum
4) Konteks Politik
Tabel hasil interaktif untuk dengan mudah membedakan menurut
wilayah, peringkat, skor (di mana 0 berarti risiko terendah dan 100 untuk
tertinggi) dan tingkat risiko, memberi Anda pengalaman yang ditingkatkan
dalam menemukan GCI. Di dalam table GCI terdapat 4 negara eropa dan 1
negara oceania teratas yang mengalami Global Corruption Index yaitu negara
Denmark yang memiliki score 5.41 dengan peringkat negara pertama lalu
evaluasi risiko sangat rendah, Norway yang memiliki score 5.41 dengan
peringkat negara kedua lalu evaluasi risiko sangat rendah, Finland yang
memiliki score 5.74 dengan peringkat negara ketiga lalu evaluasi risiko sangat
rendah, Sweden yang memiliki score 8.80 dengan peringkat keempat lalu
evaluasi risiko sangat rendah. Dan terakhir New Zealand yang memiliki score
9.46 dengan peringkat kelima lalu evaluasi risiko sangat rendah. Negara
Indonesia berada di peringkat 100 dengan evaluasi risiko medium dengan
score 48.07 yang berarti menunjukkan eksposur risiko korupsi yang berasal
dari sektor publik dan swasta.
2.3 Bribe Payers Index (Indeks Pembayar Suap)
Indeks Pembayar Suap ( BPI ) adalah ukuran seberapa besar keinginan
sektor bisnis suatu negara untuk terlibat dalam praktik bisnis yang korup. BPI
pertama diterbitkan oleh Transparency International pada 26 Oktober 1999.
Transparency International meluncurkan bribe payer index tahun 2011.
Hasilnya menempatkan Indonesia sebagai peringkat keempat terbawah negara
yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis di luar negeri.
Bribe payer index (BPI) merupakan hasil survei yang dilakukan secara berkala
oleh Transparency International. Survei BPI dilakukan terhadap 28 negara
yang secara kumulatif berperan signifikan terhadap perekonomian dunia,
dengan total rasio foreign direct investment dan ekspor global sebesar 78
persen. Dari daftar Indeks Pembayar Suap (Bribery Payers Index/BPI) yang
terdiri atas 28 negara, Indonesia menempati peringkat keempat daftar
pengusaha yang gemar memberi suap untuk memuluskan urusan
bisnisnya.Namun, survei ini tidak menjelaskan di negara mana saja pengusaha
Indonesia ditengarai kerap memberi suap.
2.3 Global Competitiveness Index (Indeks Daya Saing Global)
Global competitiveness index (GCI) atau indeks daya saing global
adalah suatu indeks yang mengukur progres suatu negara dalam
perkembangan semua faktor-faktor yang memengaruhi produktivitasnya.
Secara implisit, indeks ini mengukur seberapa efisien suatu negara
memanfaatkan faktor-faktor produksinya yang kemudian akan berujung pada
upaya memaksimalkan produktivitas faktor total/total factor productivity
(TFP) dan mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang, sehingga
bermanfaat bagi pembuat kebijakan untuk melakukan intervensi kebijakan
yang efektif, Indeks Daya Saing Global Indonesia dilaporkan sebesar 64.629
Score pada 2019. Rekor ini turun dibanding sebelumnya yaitu 64.935 Score
untuk 2018. Data Indeks Daya Saing Global Indonesia diperbarui tahunan,
dengan rata-rata 64.629 Score dari 2017 sampai 2019, dengan 3 observasi.
Data ini mencapai angka tertinggi sebesar 64.935 Score pada 2018 dan rekor
terendah sebesar 63.488 Score pada 2017. Data Indeks Daya Saing Global
Indonesia tetap berstatus aktif di CEIC dan dilaporkan oleh World Economic
Forum.
Terdapat 3 negara teratas yaitu Singapura, Amerika Serikat dan
Hongkong. Dari ketiga negara tersebut dapat disimpulkan bahwa daya saing
mereka di tingkat internasional sangat tinggi dengan memenuhi indikator-
indikator yang sudah ditentukan oleh world economic forum. Dan negara
Indonesia terdapat di peringkat 50 dikarenakan belum menjadi negara maju
sehingga tidak bisa bersaing dengan negara-negara lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bhasin, M. L. (2013). Corporate Governance and Role of the Forensic Accountant: an


exploratory study of an Asian country. Amity Business Review.
http://yogahartanto19.blogspot.com/2021/03/tugas-akuntansi-forensik-dan-
audit.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai