Anda di halaman 1dari 26

PERAMPASAN ASET TANPA PEMIDANAAN (NON CONVICTION BASED ASSET

FORFEITURE) DARI HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh : Dwidja Priyatno1

I. Pendahuluan.

Pada saat ini, pemberantasan terhadap kasus- kasus korupsi dititkberatkan kepada tiga
permasalahan pokok, yaitu pencegahan2, pemberantasan,3 dan pengembalian aset hasil korupsi
(asset recovery). Khusus terhadap pengembalian aset hasil korupsi merupakan perkembangan
yang positip dalam rangka mengembalikan kerugian keuangan Negara. Pemidanaan terhadap
para koruptor kadangkala tidak mengubahstatus koruptor itu sendiri yaitu koruptor tersebut tetap
“kaya” dan kedudukan status sosialnya tidak terganggu, bahkan mantan koruptor masih bisa
menduduki jabatan publik di pemerintahan.4Akan tetapi upaya untuk mengembalikan aset
tersebut dalam tindak pidana korupsi lebih banyak kesulitan dalam pengembalian aset Negara
yang dicuri (stolen asset recovery), karena para koruptor banyak menyembunyikan dan mencuci
aset hasil korupsi tersebut melalui modus pencucian uang hasil tindak pidana korupsi. Bahkan
banyak aset yang dicuri tersebut dilarikan ke luar negeri dan untuk mengembalikannya sangat
sulit, karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dan harus menempuh jalur hukum yang
sangat panjang, dan biaya serta ongkosnya sangat mahal.Asas atau prinsip “asset recovery” ini
secara eksplisit diatur dalam Konvensi Anti Korupsi. Prinsip ini dapat dilihat dari Chapter

1
Guru Besar Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Bandung
2
Strategi pencegahan harus dilaksanakan dan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya praktek
korupsi.Setiap penyebab korupsi yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan
penyebab korupsi, lihat IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi Perspektif Tegaknya
Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010, hlm 403, lihat juga Pasal 6 huruf d jo Pasal 13
UU 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK juga mempunyai tugas di bidang
pencegahan tindak pidana korupsi.
3
Trategi Pemberantasan atau represif harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam praktek korupsi. Dengan
demikian , proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan , penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya sehingga proses penanganan tersebut akan
dapat dilakukan secara cepat dan tepat.Ibid, hlm 404.
4
Sampai saat ini, berdasarkan catatan Kemendagri, di daerah ada 153 PNS yang statusnya bekas narapidana korupsi
.Para PNS itu termasuk mereka yang menduduki atau dipromosikan dalam jabatan tertentu. Lihat Kompas, edisi
Jumat, 9 November 2012,hlm 1.

1
V(Bab V) mengenai “Asset Recovery” (Pengembalian Aset), khususnya Article 51 UNCAC/
Pasal 51 Konvensi Anti Korupsi.5
Article 51 :
The return of assets pursuant to this chapter is a fundamental principle of this
Convention, and State Parties shall afford one another the widest measure of cooperation
and assistance in this regard.
(Pengembalian aset-aset menurut bab ini merupakan suatu prinsip yang mendasar dari
Konvensi ini, dan Negara-negara Peserta wajib saling memberi kerja sama dan bantuan
yang seluas-luasnya mengenai hal ini)

Meskipun setiap tahun data penanganan perkara tindak pidana korupsi meningkat, timbul
pertanyaan mengapa tindakan represif tersebut belum terlihat mampu menurunkan crime rate
korupsi di Indonesia, dan memunculkan daya tangkal ( preventive effect) dan daya jera (
deterrent effect) ? Justru akhir-akhir ini sepertinya makin menunjukkan korupsi di Indonesia
trendnya makin meningkat dan semakin tumbuh subur, bahkan sudah merasuk keseluruhan lini
kehidupan,6 baik dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.7Fakta tersebut
dapat dilihat dari data di bawah ini.

5
S. Eka Iskandar , Prinsip Pengembalian Aset Hasil Korupsi (Bagian IV),Diterbitkan September 29, 2008 , hlm 4,
artikel ini cuplikan dari ringkasan disertasi HS Eka Iskandar , dalam ujian Doktor Ilmu Hukum di Pascasarjana
Universitas Airlangga, 13 Agustus 2008. Judul aslinya ”Prinsip Pengembalian Keuangan Negara Akibat Tindak
Pidana Korupsi Melalui Gugatan Perdata”. Media online GagasanHukum.WordPress.Com .

6
Sebagai Catatan Korupsi yang sangat berbahaya adalah korupsi di kalangan pejabat publik ( corrupt activities of
public official) : dapat menghancurkan efektivitas potensial dari semua jenis program pemerintah ( can destroy the
potential effectiveness of all types of governmental programmes), dapat mengganggu/ menghambat pembangunan (
hinder development) , dan menimbulkan korrban individual maupun kelompok masyarakat (victimize individuals
and groups), lihat Resolusi Corruption in government dalam Kongres PBB ke-8 Havana Cuba 1990, dalam Barda
Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1998, hlm 69.
7
Marwan Effendi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Perkembangan dan Isu-Isu Aktual Dalam Kejahatan Finasial Dan
Korupsi, Penerbit Referensi, Jakarta, 2012, hlm 7

2
Tabel 1

DATA PERKARA KORUPSI DI INDONESIA DITANGANI OLEH POLRI,


KEJAKSAAAN RI DAN KPK PERIODE TAHUN 2007 S.D. 2010

TAHAP PENYIDIKAN TAHAP PENUNTUTAN


PENYIDIK PENYIDIK PENYIDIK BERASAL BERASAL BERASAL
TAHUN
POLRI KEJAKSAAN KPK DARI DIK DARI DIK DARI DIK
POLRI KEJAKSAAN KPK

2007 155 636 23 200 512 27


2008 190 1.348 47 178 1.114 37
2009 283 1.609 34 199 1.412 32
2010 201 2.297 37 180 1.684 27
JUMLAH 1.580 7.547 181 1.380 6.239 165

Sumber: Sunproglapnil Pidsus Kejaksaan Agung Data sampai bulan Desember 2010.8

“Uang hasil korupsi yang berkaitan dengan penyuapan yang diterima oleh pejabat Negara
di Negara-negara berkembang dan Negara-negara transisi diperkirakan berjumlah $20 milyar
hingga $40 milyar setiap tahunnya – sebuah angka yang setara dengan 20-40 persen dari aliran
dana bantuan perkembangan resmi.”9Dengan jumlah yang menajubkan besarnya mempunyai
dampak yang menghancurkan terhadap pembangunan.Aset curian sangat sulit, terkadang tidak
mungkin untuk ditelusuri apabila tindakan tidak dengan segera dilakukan. Apabila aset curian
digerakkan melalui sistem finansial internasional , maka akan terjadi gerakan-gerakan cepat dari
yuridiksi ke yuridiksi, sehingga asalnya kemudian memudar dalam perjalanan berliku-liku yang
terjadi atas pemindahan secara elektronik, yang memindahkannya, menyembunyikannya,

8
Ibid.
9
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, Stolen Asset Recovery Good Practice
Guide Untuk Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan ( Non-conviction Based/NCB Asset Forfeiture),TheStAR,
Washington, 2009, hlm. XV.

3
memecahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang dapat ditarik dan didepositokan
kembali ke tempat-tempat lain, sehingga menghilangkan jejaknya.10

Hal tersebut di atas , telah menggiring Presiden Bank Dunia dan Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memprioritaskan membantu negara-negara untuk
memulihkan aset curian. Dengan demikian, pada tanggal 17 September 2007, bersama dengan
Direktorat Kantor Narkoba dan Kejahatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNODC), the World
Bank meluncurkan Stolen Asset Recovery Initiative (”StAR”).”11 Secara singkat, ”StAR”
memuat pedoman praktis pemulihan aset curian tanpa pemidanaan, non-conviction based
(”NCB”). Perampasan aset tanpa NCB merupakan alat yang penting untuk memulihkan hasil
kejahatan korupsi. Dengan demikian, akan mendukung pemberantasan korupsi, terutama dalam
hal hasil korupsi itu telah dipindahkan ke luar negeri.12

II. Pencurian Aset Publik.

Pencurian aset publik merupakan masalah yang sangat serius khususnya dalam
pembangunan yang dilakukan di beberapa negara berkembang. Hal tersebut disebabkan :

1. Arus lalu lintas perbatasan hasil kegiatan kejahatan, korupsi dan penghindaran pajak
secara global diperkirakan berada di kisaran antara $ 1 trilyun dan $ 1.6 trilyun per
tahun.
2. Jumlah uang yang dicuri dari negara-negara berkembang dan negara-negara transisi
diperkirakan sekitar $ 20 milyar hingga $ 40 milyar setahunnya. Sebuah angka setara
dengan 20-40 persen aliran bantuan pembangunan resmi.
3. Kerugian akibat pencurian demikian termasuk degradasi dan ketidakpercayaan
terhadap lembaga-lembaga publik, melemahnya iklim investasi swasta , dan korupsi
mekanisme penyampaian layanan sosial untuk program-program dasar bagi kesehatan
dan pendidikan.13

Di Indonesia, masalah korupsi juga telah menyebabkan kerugian besar dari keuangan
negara. Kondisi tersebut dapat dilihat dalam data Indonesia Corruption Watch (ICW) berikut ini:

10
Ibid.
11
Ibid,
12
Ibid, hlm 2.
13
Ibid, hlm 1

4
Tabel 2

UANG PENGGANTI KASUS KORUPSI

(putusan inkracht maupun in absentia)

No Terpidana Hukuman Denda Uang keterangan


Penjara Pengganti
/perkara
korupsi
1. Hendra Raharja PN Jakarta Rp 30 Rp 1,9 Divonis in
Pusat juta trilyun. absentia.
Korupsi BLBI Melarikan diri dan
Bank BHS pidana meninggal di
seumur hidup Australia
2. Bob Hasan Kasasi 6 Rp 15 Rp 1,9 Telah menjalani
tahun juta triliun pidana di LP
Korupsi Nusakambangan
Pemotretan dan selama 4 tahun
Pemetaan Hutan
lindung (bebas bersyarat
sejak 20 Feb 04)
3. Samadikun Kasasi Rp 10 Rp169 Melarikan diri
Hartono juta miliar.
4 tahun
Korupsi BLBI
Bank Modern
4. Sudjiono Timan Kasasi Rp 50 Rp 369 Melarikan diri
juta miliar.
Korupsi BPUI 15 tahun
5. David Nusa Kasasi Rp 30 Rp 1,29 Melarikan diri
Widjaja Korupsi 8 tahun juta triliun.
BLBI Bank pidana
Servitia penjara
6. Huzrin Hood Kasasi Rp200 Rp3,4 Tidak jelas
juta miliar
Korupsi APBD 2 tahun
Kepulauan Riau pidana
(Kepri) Tahun penjara
2001 dan 2002
7. Bambang PN Jaklarta Rp 30 Rp 1,515 Divonis in
Sutrisno dan Pusat, pidana juta triliun absentia.
Adrian Kiki

5
Aryawan Seumur hidup (membayar Melarikan diri
kerugian
Korupsi BLBI (in absentia negara)
Bank Surya. dan kabur)
8. Eddy Tansil PN Jakarta Rp 30 Uang Sempat mendekan
Pusat juta pengganti di LP Cipinang
Korupsi Rp 500 namun melarikan
BAPINDO 20 tahun miliar diri

dan pada 4 Mei 1996


membayar
kerugian
negara Rp
1,3 triliun.

(Total 1, 8
Triliun)
9. Asriadi, PN Makassar Rp 100 Rp 13 Saat ini menghuni
juta miliar
Korupsi di 10 tahun LP khusus
bidang pajak pidana Koruptor di
sebesar Rp 40 penjara Nusakambangan
miliar
10. Iwan Zulkarnaen PN Makassar Rp 100 Rp 27 Saat ini menghuni
juta miliar
Korupsi di 16 tahun LP khusus
bidang pajak pidana Koruptor di
sebesar Rp 40 penjara Nusakambangan
miliar
TOTAL Rp. 595 Rp 8, 896
Juta Triliun

Sumber: Dokumen ICW (2008)14

Para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia misalnya, dicurigai menjadikan empat
negara maju (Singapura, Australia, Amerika dan Swiss) sebagai tempat penyembunyian hasil
‘harta curian’ mereka. Harta tersebut bahkan dilindungi oleh aturan kerahasian bank (bank

14
Dalam Saldi Isra, Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama Internasional ,Makalah
disampaikan dalam Lokakarya tentang Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Korupsi,
diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum Universias Diponegoro dan Kanwil Depkumham Prov. Jawa
Tengah, tanggal 22 Mei 2008, di Semarang, hlm 2,3.

6
secrecy) yang umumnya diterapkan pada negara-negara maju tempat aset hasil tindak pidana
korupsi disimpan.Belum lagi kemampuan tekhnologi negara-negara tersebut yang tidak dapat
diikuti oleh Indonesia.Kondisi itu memperlihatkan seolah-olah negara-negara maju tersebut
melindungi aset-aset curian tipikor agar berada tetap di dalam negaranya.15

Tabel 3

Perkiraan Dana Rakyat Yang dicuri dari 9 Negara


No Nama Kepala Negara Berkuasa Negara Perkiraan
1 Muhammad 1967- Indonesia US$ 15-35
Soeharto16 1998 miliar
2 Ferdinand Marcos 1972- Filipina US$ 5-10 miliar
1986
3 Mobutu Sese Seko, 1965- Zaire US$ 5 miliar
1997
4 Sani Abacha, 1993- Nigeria US$ 2-5 miliar
1998
5 Slobodan Milosevic 1989- Serbia/Yugoslavia US$ 1 miliar
2000
6 Jean-Claude 1971- Haiti US$ 300-800
Duvalier 1986 juta
7 Alberto Fujimori 1990- Peru US$ 600 juta
2000
8 Pavlo Lazarenko 1996- Ukraina US$ 114-200
Perdana Menteri 1997 juta
9 Arnoldo Aleman 1997- Nikaragua US$ 100 juta
2002
10 Joseph Estrada 1998- Filipina US$ 78-80 juta
2001

Data awal: StAR Report Juni 2007, sumber ; www.worldbank.org17

15
Ibid.
16
ICW mengklaim bahwa pemerintahan di bawah tangan Soeharto sebagai pimpinannya, keluarga, sahabat serta
kroni-kroninya mewarisi segudang masalah korupsi yang gawat.Korupsi tidak saja mendominasi wilayah eksekutif
dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatifhampir pada semua tingkatannya. Pendek kata , nyaris tidak ada ruang
yang bebas dari korupsi. Realitas ini diterima sebagai bagian dari kebudayaan yang menyimpang. Kehidupan
ekonomi yang nyaris melumpuhkan kehidupan masyarakat Indonesia pada tahun 1997, banyak yang menuding
dipicu atau diperburuk oleh masalah korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN), lihat Mansyur Sema, Negara dan
Korupsi Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara Manusia Indonesia, Dan Perilaku Politik, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2008, hlm 81, 82

7
Melihat data tersebut di atas, maka uang hasil korupsi jumlahnya sangat luar biasa, dan
apabila digunakan untuk pembangunan dan kemakmuran rakyat . Negara yang dikorupsi
keuangan negaranya, maka dapat menimbulkan dampak kesenjangan sosial yang makin tinggi,
kemiskinan struktural yang sulit diberantas, pembangunan yang tersendat dan tidak merata, dan
yang pasti Negara bisa bangkrut. Hal ini dapat dikatakan korupsi sebagai kejahatan yang luar
biasa, korupsi juga dapat dikatakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang harus diberantas di
negara manapun juga termasuk di Indonesia.

III. Pemulihan Aset Curian Tanpa Pemidanaan ( Non Conviction Based/NCB)


Perampasan aset tanpa pemidanaan atau NCB merupakan alat yang penting untuk
memulihkan hasil kejahatan korupsi. Dengan demikian, akan mendukung pemberantasan
korupsi, terutama dalam hal hasil korupsi itu telah dipindahkan ke luar negeri. Perampasan Aset
NCB dan publikasi pengetahuan pertama dibawah Stolen Asset Recovery Initiative (StAR)
tentang perampasan aset, antara lain ditujukan untuk membantu negara-negara berkembang
untuk pemulihan aset yang dicuri oleh pemimpin-pemimpin (rezim) yang korup. StAR ini
memperkenalkan 36 Konsep Kunci – hukum, operasional dan praktis – yang harus dicakup oleh
suatu sistem Perampasan Aset NCB agar efektif dalam pemulihan aset curian.18 Ke 36 Konsep
Kunci ini mewakili rekomendasi-rekomendasi yang telah disepakati oleh para pakar. Para pakar
ini setuju karena konsep demikian memadai tidak hanya secara teori, namun berdasarkan
pengalaman yurisdiksi yang menerapkannya.

Dalam StAR perlu diperhatikan dua hal. Pertama, tujuan keseluruhan petunjuk dalam
StAR adalah pengembangan dan pelaksanaa undang-undang yang mendukung perampasan aset
tanpa perlu adanya pemidanaan sebagaiman dijelaskan dalam UNCAC.19Kedua, konsep-konsep
kunci wajib diperhitungkan dalam konteks sebuah sistem hukum yang sudah ada dalam suatu
yurisdiksi.20 Dengan kedua hal ini perampasan aset secara hukum diharapkan akan lebih efektif.

17
Saldi Isra, Op Cit, hlm 9, Lihat juga I Gusti Ketut Ariawan, Stolen Asset Recovery Initiative, Suatu
Dalam Pengembalian Aset Negara, 2009, Hlm 3,4.
18
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, Op Cit, Kata Pengantar, hlm. 2
19
UNCAC telah menjadi UU No 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption.
20
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray,Op Cit, hlm . 3

8
StAR adalah merupakan operasionalisasi dari UNCAC. Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa melawan Korupsi (UNCAC), yang mulai berlaku pada tahun 2005, memperkenalkan
kerangka kerja yang inovatif ini dalam bab v khusus mengenai pemulihan aset, yang terbagi
dalam bagian-bagian, (i) ketentuan umum, (ii) pencegahan dan deteksi transfer hasil-hasil
kejahatan, (iii) tindakan-tindakan untuk pengembalian langsung atas kekayaan, (iv) mekanisme
untuk pengembalian kekayaan melalui kerjasama internasional, (v) kerjasama internasional
untuk tujuan perampasan, (vi) kerjasama khusus, (vii) pengembalian dan penyerahan aset, (viii)
unit intelijen, (ix) perjanjian-perjanjian dan pengaturan bilateral dan mutilateral.

Dalam Pasal 53 tentang tindakan untuk pengembalian langsung atas kekayaan ditentukan
bahwa setiap negara pihak wajib, sesuai dengan hukum nasionalnya, (a) mengambil tindakan-
tindakan yang dianggap perlu untuk mengizinkan negara pihak yang lain guna memprakarsai
gugatan perdata dalam pengadilan-pengadilannya untuk menetapkan hak pada atau pemilikan
kekayaan yang diperoleh melalui pelaksanaan suatu kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan
konvensi ini, (b) mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mengizinkan
pengadilan-pengadilannya untuk memerintahkan mereka yang melakukan kejahatan-kejahatan
yang ditetapkan sesuai dengan konvensi ini untuk membayar ganti-rugi atau kerugian kepada
negara pihak lain yang telah dirugikan oleh kejahatan-kejahatan tersebut, (c) mengambil
tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mengizinkan pengadilan-pengadilan atau badan-
badan berwenangnya, bilamana harus memutuskan tentang perampasan, untuk mengakui
tuntutan negara lain sebagai pemilik yang sah dari kekayaan yang diperoleh melalui pelaksanaan
kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan konvensi.

Mekanisme untuk pengembalian kekayaan melalui kerja-sama internasional dalam


melakukan perampasan selanjutnya diatur antara lain dalam dalam :

Pasal 54 ayat (1) butir (c) United Nations Convention Against Corruptiondisingkat
UNCAC yaitu ditentukan bahwa negara pihak ”mempertimbangkan untuk mengambil tindakan-
tindakan yang dianggap perlu untuk memungkinkan perampasan atas kekayaan tersebut tanpa

9
suatu penghukuman pidana dalam kasus-kasus di mana pelanggar tidak dapat dituntut dengan
alasan kematian, pelarian atau tidak ditemukan atau dalam kasus-kasus lainnya”. 21

Bagaimana membedakan antara Perampasan aset hasil Kejahatan dan Perampasan Aset
NCB.22Secara umum ada dua jenis perampasan yang diterapkan secara internasional untuk
memulihkan hasil dan instrumentalitas dari tindak kejahatan: Perampasan Aset NCB dan
perampasan kejahatan. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni perampasan oleh negara
atas hasil dan sekaligus sebagai instrumentalitas kejahatan untuk memberantas suatu tindak
kejahatan. Perampasan sebagai instrumentalitas memastikan bahwa aset hasil kejahatan tidak
akan digunakan untuk tujuan kejahatan selanjutnya, jadi merupakan suatu pencegahan.

Perampasan kejahatan adalah merupakan suatu perintah in personam yakni suatu


tindakan terhadap seseorang. Perintah ini biasa dilakukan dalam perkara pidana. Sebagai contoh,
perintah in personam dapat diilustrasikan dengan register suatu perkara pidana: Negara lawan
John Smith. Perampasan Aset NCB, yang juga disebut sebagai ”perampasan perdata” atau
”perampasan in rem”, atau ”perampasan obyek” dalam beberapa yurisdiksi adalah merupakan
tindakan terhadap aset itu sendiri: Negara lawan $100.000) dan tidak terhadap seorang individu.
23

Perspektif Historis dan Dukungan Internasional bagi Perampasan Aset NCB. 24Konsep
Perampasan Aset NCB sudah ada sejak lama dan didasari atas pemikiran bahwa apabila
”sesuatu” melanggar hukum, maka itu dapat disita untuk negara. Konsep yurisdiksi in rem,
secara harafiah ”melawan sesuatu”, menjadi kelaziman dalam hukum maritim agar kapal, dan
bukan kapten, awak kapal atau pemilik dapat digugat apabila kapal melakukan suatu
kesalahan.25Amerika Serikat sudah memiliki undang-undang NCB ini sejak tahun 1776, bahkan
undang-undang ini telah diamandemenkan lebih dari 30 tahun lalu. NCB adalah untuk

21
Luhut M.P Pangaribuan, Tindak Pidana Ekonomi dan Anti Korupsi StAR Stolen Asset Recovery Initiative: Suatu
Ihktisar,Jakarta, 2009, hlm 6
22
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, Op Cit, hlm. 13-16, ibid, Luhut
Pangaribuan, hlm 7
23
Ibid.
24
ibid, Hlm. 18
25
Luhut Pangaribuan, Op Cit, hlm 7,8

10
memerangi perdagangan narkoba dan untuk mencapai dua kategori harta benda: hasil tindak
kejahatan dan harta benda yang memudahkan dijalankannya tindak kejahatan itu.

Secara lebih konkrit persamaan dan perbedaan kedua perampasan Aset NCB dan
perampasan kejahatan dapat dilihat dalam uraian dengan tabel dibawah ini:26

Tabel 4

KOTAK 1 Perbedaan antara Perampasan Aset tindak kejahatan dan Perampasan Aset NCB

Perampasan Kejahatan Perampasan NCB

Terhadap orangnya (in Terhadap barangnya (in rem): tindakan


personam): bagian dari yudisial yang diajukan pemerintah
tuntutan pidana terhadap terhadap barang tersebut.
seseorang

Tindakan

Dikenakan sebagai bagian Diajukan sebelum, selama atau setelah


dari hukuman dalam kasus hukuman pidana, atau bahkan tanpa
pidana Bilakah terjadinya? adanya tuntutan pidana terhadap
seseorang.

Perlu adanya hukuman Hukuman pidana tidak diperlukan.


pidana. Wajib menetapkan Wajib menetapkan perbuatan yang
kegiatan kejahatan ”tanpa Membuktikan perbuatan melawan hukum menurut standar bukti
keraguan yang layak” atau yang melawan hukum ”keseimbangan probabilitas” (standar
dengan ”keyakinan yang mungkin berbeda-beda)
sungguh-sungguh”.

Berbasiskan obyek atau Keterkaitan antara hasil Berbasiskan obyek.


nilai. dan perbuatan yang
melawan hukum

Menyita kepentingan pihak Perampasan Menyita obyek tersebut sendiri, dalam


terdakwa dalam harta benda hal pemilik yang tidak bersalah.

Berbeda (pidana atau Yurisdiksi Berbeda (pidana atau perdata)

26
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, Op Cit, hlm 14, Luhut Pangaribuan,ibid,
Hlm 8,9

11
perdata)

Perampasan Aset NCB berguna dalam pelbagai konteks, terutama ketika


perampasan pidana tidak memungkinkan atau tidak dapat dilakukan, sebagaimana terlihat
dalam contoh-contoh berikut:

1. Pelanggar merupakan buronan. Penjatuhan pidana tidak memungkinkan dijatuhkan


apabila terdakwa merupakan buronan.
2. Pelanggar telah tiada atau meninggal dunia sebelum adanya pemidanaan. Kematian
mengakhiri suatu proses peradilan pidana.
3. Pelanggar sedemikian berkuasanya sehingga penyelidikan atau penuntutan pidana tidak
realistis atau tidak memungkinkan.
4. Pelanggar tidak dikenal dan asetnya ditemukan (misalnya, aset ditemukan dalam tangan
seorang kurir yang tidak terlibat dalam pelanggaran pidana). Apabila aset tersebut
diperoleh dari suatu tindak kejahatan, seorang pemilik atau pelanggar mungkin tidak
berkeinginan untuk menghadapi proses peradilan perdata pemulihan, dikarenakan
khawatir ini akan menuju ke suatu penuntutan pidana. Keraguan demikian sangat
mempersulit penuntutan pidana terhadap seorang pelanggar, bahkan tidak mungkin.
5. Harta benda yang berkaitan dipegang oleh pihak ketiga yang tidak dituntut dengan
pelanggaran kejahatan namun menyadari – atau membutakan diri terhadap fakta – bahwa
harta benda tersebut tercemar adanya. Meskipun perampasan pidana tidak dapat
mencapai harta benda yang dipegang oleh pihak ketiga yang bonafid, Perampasan Aset
NCB dapat menyita harta benda dari pihak ketiga tanpa pembelaan yang patut.
6. Tiada bukti yang layak untuk melanjutkan dengan penuntutan pemidanaan.27

Perampasan Aset NCB juga bermanfaat dalam keadaan sebagai berikut:

1. Pelanggar telah dibebaskan dari pelanggaran pidana pokok dikarenakan kurang


adanya bukti yang dapat digunakan atau kegagalan dalam memenuhi beban
pembuktian. Ini berlaku dalam yurisdiksi di mana Perampasan Aset NCB ditetapkan

27
Ibid, hlm 14, 15.

12
atas standar pembuktian yang lebih rendah daripada standar penghukuman pidana.
Meskipun ada kemungkinan bahwa bukti tidak memadai untuk sebuah penghukuman
pidan tanpa keraguan yang layak namun ada kemungkinan adanya bukti yang layak
untuk menunjukkan bahwa aset diperoleh dari kegiatan haram atas dasar
keseimbangan probabilitas.
2. Perampasan tidak dipermasalahkan. Dalam yurisdiksi di mana Perampasan Aset
NCB dilaksanakan sebagai proses peradilan perdata, prosedur putusan wanprestasi
digunakan untuk menyita aset, sehingga terjadi efisiensi dalam waktu dan biaya.28

1. Perampasan Aset NCB dalam Yurisdiksi Hukum Kontinental dan Hukum Anglo-
Saxon

Sebuah rezim perampasan Aset NCB dapat ditetapkan baik dalam yurisdiksi hukum
kontinental maupun hukum anglo-saxon. Titik mulanya adalah Pasal 54 (1)(c) UNCAC, yang
mewajibkan semua Pihak Negara untuk mempertimbangkan perampasan hasil tindak kejahatan
tanpa pemidanaan. UNCAC tidak fokus pada hanya satu tradisi hukum ataupun mengusulkan
bahwa perbedaan mendasar dapat menghambat pelaksanaan. UNCAC malah mengusulkan
Perampasan Aset NCB sebagai alat untuk semua yurisdiksi untuk dipertimbangkan dalamperang
melawan korupsi, sebuah alat yang melampaui perbedaan-perbedaan antar sistem

28
Ibid, hlm 15

13
Tabel 5

KOTAK 4 Perampasan Aset NCB dalam Yurisdiksi Hukum Kontinental dan Hukum
Anglo-Saxon
Hukum Kontinental Hukum Anglo-Saxon
Persamaan
Tindakan yang diambil
terhadap harta benda atau aset
(in rem)
Penghukuman/pemidanaan
tidak diperlukan
Memerlukan bukti perbuatan
melawan hukum
Perbedaan
Tanpa keraguan yang layak Bukti standar diperlukan Keseimbangan probabilitas
atau dengan keyakinan untuk perampasan atau banyaknya bukti yang ada
mendalam
Pidana Pengadilan Yurisdiksi Perdata
Terbatas Kebijaksanaan Penuntutan Luas
Catatan : Model-model perampasan berbeda antara satu yurisdiksi dengan yang lainnya,
sehingga pengecualian dapat berlaku

Meskipun memiliki pengalaman yang lebih lama dalam yurisdiksi hukum anglo-saxon
yang terpilih, seperti Amerika Serikat, Afrika Selatan dan Irlandia, sejumah yurisdiksi hukum
kontinental yang semakin meningkat telah memberlakukan legislasi. Antara lain yurisdiksi
hukum anglo-saxon demikian adalah Albania, Kolombia, Propinsi Quebec (Kanada),

14
Liechenstein, Slovenia, Swiss, dan Thailand. Dalam tradisi hukum anglo-saxon atau hukum
kontinental, model-model perampasan berbeda-beda antar yurisdiksi yang telah menganutnya.

Meskipun terdapat perbedaan mendasar dalam sistem hukum anglo-saxon dan hukum
kontinental , ada juga segi-segi sepemahaman yang cukup berarti. Dalam beberapa kasus,
yurisdiksi hukum kontinental telah memasukkan prinsip-prinsip hukum anglo-saxon ke dalam
sistemnya. Sebagai contoh, Propinsi Quebec, sebuah yurisdiksi hukum kontinental dalam
Kanada, menggunakan standar keseimbangan probabilitas untuk pembuktian dalam perkara
perdata, daripada standar tunggal yang merupakan ciri-ciri yurisdiksi hukum kontinental lainnya.
Dalam perkara lainnya, yurisdiksi telah menemukan solusi dengan mengadakan kerjasama
internasional. Sebagai contoh, pengadilan di Swiss telah menegaskan bahwa Swiss dapat
memberikan kerjasama yudisial pidana kepada Amerika Serikat dalam sebuah kasus Pembebasan
Aset NCB meskipun tidak adanya suatu maksud untuk menjalankan proses peradilan pidana.
Jenis kerjasama praktis demikian juga penting bagi kerjasama internasional yang dipersyaratkan
berdasarkan UNCAC.

Sebagaimana terindikasi dalam pengantar kata, petunjuk ini dirancang untuk bermanfaat
baik dalam yurisdiksi hukum kontinental maupun hukum anglo-saxon. Petunjuk ini mengambil
pengalaman dari kedua tradisi dan di mana tersedia, menggambarkan konsep-konsep kunci
dengan menggunakan contoh. Petunjuk ini mengidentifikasi persamaan dan perbedaan serta
menawarkan solusi yang memungkinkan untuk masalah-masalah yang ada. Dalam beberapa hal,
mungkin saja tidak terdapat solusi yang diajukan. Namun, masalahnya disorot agar yurisdiksi-
yurisdiksi menyadari masalahnya dan dapat mempertimbangkan solusi yang mungkin ada
berdasarkan konteks sistemnya masing-masing.29

2.Kesepakatan Konsep-Konsep Kunci Dalam Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan


(NCB).

Konsep Kunci 1.

Perampasan aset tanpa pemidanaan (NCB) seharusnya tidak pernah merupakan pengganti untuk
penuntutan pidana.30

29
Ibid, hlm 17,18
30
Ibid, hlm 27

15
Perampasan Aset NCB tidak digunakan sebagai alternatif untuk penuntutan pidana ketika
yurisdiksi memiliki kemampuan untuk menindak si pelanggar. Perampasan Aset NCB harus
dilengkapi dengan penuntutan pidana dan penghukuman. Tetapi NCB dapat mendahului suatu
tuduhan pidana atau berjalan paralel dengan proses peradilan pidana (lihat Konsep Kunci 2).

Konsep Kunci 2.

Keterkaitan harus ditetapkan antara sebuah Perampasan Aset NCB dan setiap proses peradilan
pidana, termasuk investigasi yang sedang dinantikan.31

Oleh sebab Perampasan Aset NCB dipicu oleh perbuatan kejahatan, mungkin ada beberapa
keadaan di mana investigasi dan penuntutan pidana berbenturan atau berjalan sejajar dengan
tindakan Perampasan Aset NCB. Pendekatan secara bersamaan merupakan metode yang lebih
dikehendaki. Namun demikian, keduanya tidak perlu berjalan pada waktu yang bersamaan.

Konsep Kunci 3.

Perampasan Aset NCB harus tersedia apabila penuntutan pidana tidak tersedia atau tidak
berhasil.32

Konsep Kunci 4.

Peraturan pembuktian dan prosedural yang berlaku harus serinci mungkin.

Konsep Kunci 5.

Aset yang diperoleh dari cakupan pelanggaran pidana seluas-luasnya harus tercakup dalam
Perampasan Aset NCB.

Konsep Kunci 6.

Kategori aset yang seluas-luasnya sebaiknya tunduk kepada perampasan.

31
Ibid, hlm 28
32
Ibid,hlm 30

16
Konsep Kunci 7.

Definisi mengenai aset yang tunduk kepada perampasan harus cukup luas untuk mencakup
bentuk-bentuk baru dalam nilai.

Konsep Kunci 8.

Aset-aset yang Tercemar yang diperoleh sebelum memberlakuan undang-undang Perampasan


Aset NCB harus tunduk kepada perampasan.

Konsep Kunci 9.

Pemerintah harus memiliki kebijaksanaan untuk menetapkan ambang batas dan garis-garis
petunjuk kebijakan yang sesuai untuk perampasan.

Konsep Kunci 10.

Langkah-langkah spesifik yang dapat diambil pemerintah harus ditunjuk untuk menyelidiki dan
preservasi aset-aset sambil menunggu perampasan.

Konsep Kunci 11.

Langkah-Langkah preservasi dan penyelidikan yang diambil tanpa pemberitahuan kepada


pemegang aset harus berwenang ketika pemberitahuan dapat memberatkan kemampuan
yurisdiksi untuk melakukan penuntutan kasus perampasan.

Konsep Kunci 12.

Harus ada suatu mekanisme untuk memodifikasi perintah-perintah preservasi, pemantauan dan
produksi bukti serta untuk memperoleh penundaan terhadap setiap putusan yang berlawanan
dengan pemerintah sambil menunggu pertimbangan ulang atau banding terhadap setiap perintah
yang dapat menempatkan harta benda yang dapat disita di luar jangkauan pengadilan.

a.Konsep Prosedural dan Pembuktian.

17
Konsep Kunci 13.

Persyaratan prosedural dan isi untuk permohonan pemerintah dan tanggapan penuntut harus
dispesifikasikan.

Konsep Kunci 14.

Konsep fundamental seperti standar (beban) bukti dan penggunaan prasangka yang dapat
dilawan harus ditetapkan oleh hukum.

b.Standar Bukti.

Di antara kedua hal ekstrim tersebut terdapat pertimbangan bukti atau keseimbangan standar
probabilitas, yang pada umumnya sama dengan lebih mendekati benar dibandingkan tidak benar,
atau kemungkinan lebih dari 50 persen bahwa proposisi tersebut benar.

Konsep Kunci 15.

Dimana pembelaan afirmatif telah digunakan, pembelaan atas perampasan juga harus
dispesifikasikan, bersama dengan elemen pembelaan tersebut dan beban bukti.

Konsep Kunci 16.

Pemerintah harus berwenang untuk menawarkan bukti berdasarkan bukti keadaan


(circumstantial) dan hearsay.

Konsep Kunci 17.

Undang-Undang pembatasan yang berlaku (instruksi) harus dirancang untuk mengizinkan


keberlakuan maksimal atas Perampasan Aset NCB.

Konsep Kunci 18.

Mereka dengan kepentingan hukum yang potensial atas harta benda yang menjadi subyek
perampasan berhak atas pemberitahuan mengenai proses peradilan.

18
Konsep Kunci 19.

Seorang penuntut umum atau aparatur pemerintah harus diberi wewenang untuk mengakui
kreditur yang menjaminkan tanpa mensyaratkan mereka untuk mengajukan gugatan formil.

Konsep Kunci 20.

Seorang buronan yang menolak untuk kembali ke yurisdiksi untuk menghadapi tuntutan pidana
tidak seharusnya diperkenankan untuk menentang proses Perampasan Aset NCB.33

Konsep Kunci 21.

Pemerintah harus memperoleh wewenang untuk membatalkan pengalihan apabila harta benda
telah dialihkan kepada pihak dalam atau kepada setiap orang yang mengetahui adanya tindakan
ilegal di baliknya.

Konsep Kunci 22.

Sejauh mana penuntut atas aset yang dapat disita dapat menggunakan aset tersebut dengan tujuan
menentang tindakan perampasan atau untuk biaya sehari-hari harus di spesifikasi.

Konsep Kunci 23.

Pertimbangkan untuk mengesahkan proses peradilan putusan yang standar apabila


pemberitahuan yang sesuai telah diberikan dan aset tetap tidak diklaim.

Konsep Kunci 24.

Pertimbangkan untuk mengizinkan para pihak menyetujui perampasan tanpa persidangan dan
mengesahkan pengadilan untuk menyatakan putusan perampasan yang telah ditentukan ketika
para pihak telah menyetujui prosedur tersebut.

Konsep Kunci 25.

Spesifikasikan seluruh pemulih yang tersedia bagi penuntut dalam hal pemerintah gagal
menentukan putusan perampasan.

33
Sebagai ilustrasi, lihat SEMA No. 6 tahun 1988 tentang Penasihat Hukum Atau Pengacara yang Menerima Kuasa
Dari Terdakwa/Terpidana “In Absensia”.

19
Konsep Kunci 26.

Putusan akhir pada Perampasan Aset NCB harus dinyatakan secara tertulis.

Konsep Kunci 27.

Spesifikasikan instansi mana yang memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki dan menuntut kasus
perampasan.

Konsep Kunci 28.

Pertimbangkan pengangkatan hakim dan penuntut umum dengan keahlian atas pelatihan khusus
di bidang perampasan untuk mengatasi Perampasan Aset NCB.

Konsep Kunci 29.

Harus terdapat sistem yang tepat waktu dan efisien untuk perencanaan, pemeliharaan, dan
pelepasan aset pra-perampasan.

Konsep Kunci 30.

Menentukan mekanisme untuk memastikan pembiayaan yang dapat diduga, berkelanjutan, dan
mencukupi untuk operasional program perampasan yang efektif dan membatasi interfensi politik
dalam kegiatan perampasan aset.

Konsep Kunci 31.

Terminologi yang benar harus digunakan, khususnya ketika melibatkan kerjasama internasional.

Konsep Kunci 32.

Yurisdiksi ekstra teritorial harus diberikan kepada pengadilan.

Konsep Kunci 33.

Negara harus memiliki wewenang untuk menegakkan putusan sela asing.

Konsep Kunci 34.

20
Negara harus memiliki wewenang untuk menegakkan perintah perampasan asing dan harus
mengesahkan legislasi yang memaksimalkan keberlakuan putusan mereka di yurisdiksi asing.

Konsep Kunci 35.

Perampasan Aset NCB harus digunakan untuk mengembalikan harta benda kepada korban.

Konsep Kunci 36.

Pemerintah harus diberikan wewenang untuk berbagi aset dengan atau mengembalikan aset
kepada yurisdiksi yang bekerjasama.34

Kesepakatan Konsep-Konsep Kunci Dalam Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan/NCB


tidak akan berhasil tanpa didukung oleh dukungan negara-negara besar, dan juga perlu didukung
dengan mengadakan perjanjian internasional, untuk mempermudah perampasan aset dalam
tindak pidana korupsi tanpa pemidanaan.

Menurut Sadli Isra, terhadap masalah tersebut di atas menyatakan , apabila


program StAR tersebut tidak disertai kemudahan akses (teknologi dan aturan hukum negara
maju) bagi negara-negara berkembang mendapatkan informasi mengenai keberadaan asset curian
tersebut akan sulit sekali dan tetap saja memakan banyak waktu dan biaya.

Walaupun demikian, dengan tidak berputus asa dalam perjuangan memberantas korupsi,
setidaknya pada saat ini Indonesia harus melakukan upaya dini dalam bentuk:

1. mendesak negara-negara maju melalui lembaga-lembaga internasional untuk


menciptakan kerjasama internasional yang lebih pro dengan keterbatasan kemampuan
negara-negara berkembang terhadap teknologi, akses dan politik internasional dalam
upaya pengembalian asset curian.
2. dengan keterbatasn fungsi UNCAC dan StAR initiative tersebut, maka yang harus
dikuatkan terlebih dahulu adalah fungsi kelembagaan Anti Korupsi dan money
laundering di Indonesia. Caranya dengan mengefektifkan fungsi dan menambah
kewenangan PPATK dan/atau KPK, misalnya dengan memberi kewenangan untuk

34
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, ibid, hlm 27,28, 30,32,35,
36,42,43,46,49,dan seterusnya sampai dengan kunci 34 , hlm 100.

21
melakukan perampasan aset seseorang ataupun kelompok walaupun baru diduga korupsi.
Upaya preventif tersebut penting mencegah mengalirnya dana atau aset tersebut ke luar
negeri.
3. KPK dan PPATK harus saling bekerjasama dalam mengembalikan aset-aset negara di
dalam maupun di luar negeri. Misalnya apabila KPK telah memproses seseorang pejabat,
maka PPATK langsung melakukan pencarian terhadap aset-aset si pejabat dan
memberitahukan kepada KPK. KPK dari pemberitahuan tersebut langsung dapat
merampas aset-aset kekayaan si pejabat (tanpa harus menunggu segala macam izin), jika
tidak terbukti melakukan tipikor maka aset tersebut dikembalikan. Hal itu untuk
mencegah mengalirnya aset-aset ke luar negeri selama proses di KPK.
4. melakukan upaya diplomasi bersama-sama negara-negara berkembang lainnya untuk
menciptakan suasana lebih kondusif untuk mencari, membekukan, menyita dan
pengambil-alihan aset dari tipikor di pusat-pusat finansial dunia.
5. sebagaitest case terhadap kesungguhan pemerintah Indonesia, hal yang pertama
dilakukan adalah menyita seluruh kekayaan keluarga Soeharto yang nilainya sama
dengan dugaan aset negara yang telah dicuri. Hal ini penting dilakukan karena di
beberapa negara yang melakukan upaya pengembalian aset curian tipikor dimulai dengan
kasus-kasus yang beraset besar agar upaya yang mengeluarkan banyak dana tidak
menjadi rugi. Jika pemerintah hanya mengejar aset-aset tipikor ‘kecil’, maka
kemungkinan dana yang dikeluarkan negara untuk penyidikan dan perampasan akan lebih
besar dari aset curian yang didapat.35

Di samping hal di atas penulis mengusulkan adanya amandemen Undang-Undang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UUPTPK) dan isinya diselaraskan dengan konsep baru
tentang perampasan aset tanpa pemidanaan/NCB. Pasal 4 UUPTPK menyatakan Pengembalian
kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 dan Pasal 3. Pasal 4 ini akan menghambat

35
Saldi Isra, Op Cit, Hlm 11, 12

22
konsep NCB, dan dalam praktek akan sulit diterapkan.36 Akan tetapi apabila mengacu kepada
Pasal 32UUPTPK , berbunyi :

(1) Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur
tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian
keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan
tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

(2) Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk
menuntut kerugian terhadap keuangan negara.

Sedangkan Pasal 33, menyatakan :

Dalam hal tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan
secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan
berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

Pasal 34, mengatur bahwa :

Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang
pengadilan, sedangkan secara nyata telah, ada kerugian keuangan negara, maka penuntut
umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan
perdata terhadap ahli warisnya.

Atas dasar ketentuan Pasal 32,33, 34 UUPTPK, maka ketentuan dan konsep tentang
perampasan aset tanpa pemidanaan (non conviction based/NCB asset forfeiture), dapat
dilaksanakan. Maka usulan amandemen dan melakukan harmonisasi UUPTK, perlu dilakukan
agar penyelamatan aset hasil korupsi dapat dilakukan secara optimal.

36
Terdapat pandangan bahwa maksud dicantumkannya Pasal 4 adalah untuk menghindari adanya pendapat bahwa
pengembalian kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara menghapuskan dipidananya pelaku tindak
pidana korupsi, lihat Putusan Mahkamah Agung RI dengan Putusannya tanggal 29 Juni 1994 Nomor 1401
K/Pid/1992 dengan pertimbangan hukum bahwa meskipun kerugian keuangan Daerah Tk II Sikka sudah
dikembalikan oleh terdakwa, tetapi sifat melawan hukum dari perbuatan tetap ada dan tidak hapus dan tidak dapat
dianggap sebagai alasan pembenar atau pemaaf atas kesalahan terdakwa serta terdakwa tetap dapat dituntut sesuai
dengan hukum yang berlaku. Lihat R.Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, Cet 2, 2006, hlm 43

23
IV. Penutup.

Dalam menutup tulisan ini penulis mengutip pandangan Robert B Zoellick, Presiden
Bank Dunia,pada tanggal 17 September 2007, yang perlu direnungkan, beliau menyatakan
bahwa, ”seharusnya tidak ada tempat yang aman bagi orang-orang yang mencuri dari yang
miskin, membantu negara-negara berkembang untuk memulihkan uang curian merupakan
kunci untuk mendanai program-program sosial dan menyampaikan pesan kepada pemimpin
yang korup bahwa mereka tidak akan lolos dari hukum”.37

Program StAR memuat pedoman praktis pemulihan aset curian tanpa pemidanaan, non-
conviction based (”NCB”). Perampasan aset tanpa NCB merupakan alat yang penting untuk
memulihkan hasil kejahatan korupsi. Dengan demikian, akan mendukung pemberantasan
korupsi, terutama dalam hal hasil korupsi itu telah dipindahkan ke luar negeri. Akan tetapi
agar tindakan tersebut menjadi kebijakan yang strategis, maka perlu dilakukan perjanjian
internasional dengan beberapa negara yang terkait dengan kasus-kasus korupsi, dan
harmonisasi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam rangka
mendukung perampasan aset tanpa pemidanaan dari hasil tindak pidana korupsi. Agar NCB
ini efektif maka program StAR dengan memperkenalkan 36 Konsep Kunci – hukum,
operasional dan praktis – yang harus dicakup oleh suatu sistem Perampasan Aset NCB agar
efektif dalam pemulihan aset curian.

37
Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, Op Cit, hlm 11

24
DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum
Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.

IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi Perspektif Tegaknya Keadilan
Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010.

I Gusti Ketut Ariawan, Stolen Asset Recovery Initiative, Suatu Dalam Pengembalian Aset
Negara, 2009.

Kompas, edisi Jumat, 9 November 2012.

KPK, Memahami Untuk Membasmi, Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana
Korupsi,,Jakarta, 2006.

Luhut M.P Pangaribuan, Tindak Pidana Ekonomi dan Anti Korupsi StAR Stolen Asset Recovery
Initiative: Suatu Ihktisar,Jakarta, 2009.

Mansyur Sema, Negara dan Korupsi Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara Manusia Indonesia,
Dan Perilaku Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008.

Marwan Effendi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Perkembangan dan Isu-Isu Aktual Dalam
Kejahatan Finasial Dan Korupsi, Penerbit Referensi, Jakarta, 2012.

R.Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar


Grafika, Jakarta, Cet 2, 2006.

Saldi Isra, Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama Internasional ,Makalah
disampaikan dalam Lokakarya tentang Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan
Korupsi, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum Universias Diponegoro dan
Kanwil Depkumham Prov. Jawa Tengah, tanggal 22 Mei 2008, di Semarang.

S. Eka Iskandar ,Prinsip Pengembalian Aset Hasil Korupsi (Bagian IV),Diterbitkan September
29, 2008 . Media online GagasanHukum.WordPress.Com .

Theodore S. Greenberg, Linda M.Samuel, Wingate Grant, Larissa Gray, Stolen Asset Recovery
Good Practice Guide Untuk Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan ( Non-conviction
Based/NCB Asset Forfeiture),TheStAR, Washington, 2009.

25
Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against
Corruption.

26

Anda mungkin juga menyukai