Anda di halaman 1dari 25

PENGATURAN TINDAK PIDANA SUAP TERHADAP PEJABAT

PUBLIK ASING DAN PEJABAT ORGANISASI


INTERNASIONAL PUBLIK DALAM HUKUM NASIONAL
INDONESIA

Ratna Juwitaningrum, Yuliati, Solehuddin

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya


Jl. MT. Haryono 169 Malang 65145
Email: rjuwitan@gmail.com

Abstrak
Jurnal ini mengangkat permasalahan kekosongan hukum mengenai pengaturan
tindak pidana suap terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik di Indonesia. Permasalahan ini dilatarbelakangi oleh adanya
praktik suap yang dilakukan oleh Rolls-Royce dan Airbus S.A.S kepada Emirsyah
Satar (Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2004-2015). Memberi suap
kepada Emirsyah Satar selaku Pejabat Publik Asing dari Indonesia adalah
perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 16 UNCAC, yang disebut sebagai
Foreign Bribery. Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC, perbuatan Foreign
Bribery belum diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu 1). Untuk mengetahui dan
menganalisis apakah perbuatan suap terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat
Organisasi Internasional Publik merupakan bentuk tindak pidana korupsi; dan 2).
Untuk mengetahui dan menganalisis konsep pengaturan perbuatan suap
terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik dalam
hukum nasional Indonesia di masa yang akan datang. Jurnal ini berdasarkan hasil
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan perbandingan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa
Foreign Bribery adalah perbuatan korupsi dengan maksud untuk memperoleh
atau mempertahankan bisnis atau mencari keuntungan yang tidak semestinya
dengan memanfaatkan jabatan atau kekuasaan yang melekat pada seorang
Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional Publik di suatu negara.
Foreign Bribery merupakan Mandatory Offences yang menimbulkan kewajiban
bagi negara pihak untuk mengkriminalisasi perbuatan tersebut, termasuk
Indonesia. Maka perlu dirumuskan pasal tentang Foreign Bribery untuk
menyelaraskan hukum pemberantasan korupsi Indonesia dengan UNCAC agar
kedepannya dapat memberikan kepastian hukum dalam penanganan perkara
korupsi yang melibatkan Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik.

Kata Kunci: suap asing, pejabat publik asing, pejabat organisasi internasional
public.

1
2

REGULATING BRIBERY GIVEN TO FOREIGN PUBLIC OFFICIALS AND


INTERNATIONAL ORGANIZATION OFFICIALS ACCORDING TO
NATIONAL LAW IN INDONESIA

Ratna Juwitaningrum, Yuliati, Solehuddin

Faculty of Law Brawijaya University


Jl. MT. Haryono 169 Malang 65145
Email: rjuwitan@gmail.com

Abstract
This research studies the legal loopholes concerning criminal regulations on bribery
given to foreign public officials and international public organization officials in
Indonesia. This issue departed from bribery practices performed by Rolls-Royce
and Airbus S.A.S towards Emirsyah Satar (The Director of PT Garuda Indonesia
2004-2015), while such foreign bribery is proscribed under Article 16 of UNCAC.
Although Indonesia has ratified UNCAC, foreign bribery has not been regulated in
Law concerning Corruption Eradication. This research aims to 1) investigate and
analyze whether this foreign bribery is categorized as corruption, and 2) find out
and analyze the concept of regulating bribery given to foreign public officials and
international public organization officials according to national law in Indonesia in
the future. This research was conducted based on normative-juridical methods,
statutory, and comparative approaches. The result of this research concludes that
foreign bribery can be categorized as corruption intended to gain or maintain
businesses or to gain profits inappropriately by making use of the official position
or authority of an official working for a foreign or international organization in a
particular state. Foreign bribery is seen as a mandatory offense that gives the
responsibility to the state, including Indonesia, to criminalize this act. Thus, it is
essential to formulate an article concerning foreign bribery to adjust the law
concerning corruption in Indonesia to UNCAC for the sake of legal certainty to
tackle corruption that involves foreign public officials and international public
organization officials.

Keywords: foreign bribery, foreign public officials, international public


organization officials.
3

Latar Belakang

Negara Indonesia dibentuk dengan tujuan yang mulia yaitu untuk


mendorong dan menciptakan kesejahteraan umum dalam payung Negara
Kesatuan Republik Indonesia.1 Kesejahteraan akan tercapai apabila
penyelenggaraan negara dilaksanakan secara tertib aturan dan bebas dari
korupsi. Namun, praktik korupsi nyatanya masih marak terjadi di Indonesia.
Berdasarkan data statistik penindakan perkara korupsi dari KPK, penyuapan
merupakan jenis perkara korupsi yang paling sering terjadi dan ditangani oleh
KPK. Data perkara korupsi yang masuk ke KPK dari tahun 2004 hingga 2020
menunjukkan, ada 708 perkara penyuapan yang terjadi.2 Sebagai salah satu
penyelenggara negara, pejabat publik menjadi pihak yang kerap terlibat dalam
praktik suap. Jabatan publik ini diemban baik oleh pegawai negeri maupun
penyelenggara negara lainnya yang melaksanakan atau menyelenggarakan
kepentingan publik atau umum.3
Mengingat dampak yang besar dari tindak pidana korupsi, tiap negara
diharapkan dapat melakukan kerjasama untuk memberantas kejahatan tersebut,
baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral.4 Norma utama yang
dijadikan acuan dan diratifikasi banyak negara di dunia mengenai korupsi
dikeluarkan oleh United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).5
Komitmen Indonesia sebagai negara pihak UNCAC ditunjukkan dengan
meratifikasi UNCAC melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang
Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003. Meskipun
sudah diratifikasi, masih banyak norma-norma mengenai korupsi yang
diamanatkan oleh UNCAC tetapi belum diterapkan ke dalam UU Pemberantasan

1
Ridwan, Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana
Korupsi, Tesis, Semarang, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010, hIm 1.
2
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Statistik Penindakan Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Jenis Perkara, https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-berdasarkan-jenis-perkara,
(11 September 2020).
3
Krisdianto Pranoto, Perbuatan Suap Terhadap Pejabat Publik dan Tanggung Jawab
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999, Jurnal Lex Administratum,Volume III, Nomor 8, 2015, hIm 5.
4
KPK dan Kementerian Luar Negeri, Komitmen Indonesia Pada United Nations Convention
Against Corruption (UNCAC) dan G20 Anti-Corruption Working Group (ACGW) Tahun 2012-
2018, Jakarta, 2019, hlm. viii.
5
Brigita P. Manohara, Dagang Pengaruh (Trading in Influence) di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2017, hlm 5.
4

Tindak Pidana Korupsi Indonesia. Salah satunya yaitu tentang tindak pidana suap
terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik atau
Foreign Bribery.
Foreign Bribery pernah terjadi kepada Pejabat Publik dari Indonesia yaitu
Emirsyah Satar yang merupakan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk tahun 2005-2014. Tindak pidana ini dilakukan oleh perusahaan Rolls-Royce
dan Airbus S.A.S. Pihak Rolls-Royce dan Airbus S.A.S menyuap Emirsyah Satar
dengan sejumlah uang dan fasilitas yang diberikan melalui perantara Soetikno
Soedarjo. Suap tersebut diberikan sebagai imbalan atas intervensi Emirsyah Satar
dalam negosiasi dan kesepakatan bisnis antara PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk dengan kedua perusahaan tersebut yang dinilai telah menguntungkan Pihak
Rolls-Royce dan Airbus S.A.S. Perbuatan suap yang dilakukan oleh pihak Rolls-
Royce dan Airbus S.A.S kepada pejabat publik dari negara lain ini yang oleh
UNCAC disebut sebagai tindak pidana suap terhadap Pejabat Publik Asing.
Kriminalisasi tindak pidana ini diatur dalam UNCAC pada Chapter III tentang
Criminalization and Law Enforcement yaitu Article 16 angka 1 yang berbunyi:
Each State Party shall adopt such legislative and other measures as
may be necessary to establish as a criminal offense, when
committed intentionally, the promise, offering or giving to a foreign
public official or an official of a public international organization,
directly or indirectly, of an undue advantage, for the official himself
or herself or another person or entity, in order that the official act
or refrain from acting in the exercise of his or her official duties, in
order to obtain or retain business or other undue advantage in
relation to the conduct of international business.6

Tindakan yang dikriminalisasi dalam Artikel 16 angka 1 ini bersifat


mandatory offences yang berarti ada kesepakatan dari seluruh peserta konvensi
untuk mengatur tindakan tersebut dalam undang-undang nasionalnya sehingga
menimbulkan kewajiban bagi state party termasuk Indonesia.7 Selain itu,
kriminalisasi tindak pidana suap terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat
Organisasi Internasional Publik ini penting dilakukan untuk melindungi setiap
warga negara dan korporasi Indonesia pada saat melakukan transaksi bisnis

6
Article 16 (1), United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.
7
Eddy O.S Hiariej, United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem Hukum
Indonesia, Mimbar Hukum, Volume 31, Nomor 1, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
2019, hlm 118.
5

terutama di luar negeri. Menurut Bribe Payers Index 2011, sebuah laporan yang
dibuat oleh Transparency International, Indonesia termasuk dalam daftar
negara yang perusahaannya diketahui berkemungkinan untuk memberi suap di
luar negeri. Dari 28 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat ke
25 yang artinya perusahaan-perusahaan dari Indonesia banyak terlibat dalam
penyuapan pada saat melakukan bisnis di luar negeri.8
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pihak yang berwenang dari
Indonesia dalam hal ini tidak dapat memberlakukan kewenangannya terhadap
organ-organ pelaku suap karena Indonesia belum mencantumkan aturan
mengenai Foreign Bribery ke dalam peraturan perundang-undangan
nasionalnya. Padahal realitanya hubungan kepemilikan perusahaan dengan
transaksi internasional saat ini membuat banyak perusahaan Indonesia memiliki
keterkaitan dengan negara-negara yang menegakkan larangan melakukan
penyuapan terhadap Pejabat Publik Asing, bahkan masuk sebagai objek
yurisdiksi hukum dari undang-undang larangan penyuapan terhadap Pejabat
Publik Asing, seperti Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) milik Amerika Serikat.9
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis berinisiatif
untuk membuat penelitian hukum dengan judul “Pengaturan Tindak Pidana Suap
Terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik
Dalam Hukum Nasional Indonesia”. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif yaitu penelitian dengan memaparkan suatu permasalahan yang
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teori-teori hukum yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.10 Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Perundang-Undangan
(Statute Approach), untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu
undang-undang dengan undang-undang lainnya11 dan Pendekatan
Perbandingan (Comparative Approach) untuk menjawab permasalahan
kekosongan hukum di Indonesia dalam mengatur Foreign Bribery dengan

8
Transparency International, Bribe Payers Index 2011, Jerman, 2011, hlm 4.
9
Nurul Ghufron dan Putri Rahayu Wijayanti, 10 Juli 2020, Sesat Pikir Kriminalisasi Suap
Kepada Pejabat Publik Asing,https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f07d7ce935db/sesat-pikir-
kriminalisasi-suap-kepada-pejabat-publik-asing-oleh--nurul-ghufron-putri-rahayu-wijayanti, (3 Agustus
2020).
10
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,
Malang, 2007, hlm 57.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenamedia Grup, Jakarta, 2015, hlm 134.
6

membandingkan pada peraturan di negara lain yang telah terlebih dahulu


menerapkan peraturan hukum tentang Foreign Bribery. Bahan hukum yang
diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik Interpretasi Gramatikal
untuk menentukan isi atau makna aturan hukum mengenai Foreign Bribery yang
terkandung dalam Pasal 16 UNCAC serta Interpretasi Sistematis yang digunakan
untuk meninjau ketentuan hukum dari beberapa peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.

Pembahasan
A. Perbuatan Suap Terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat
Organisasi Internasional Publik Sebagai Bentuk Tindak Pidana
Korupsi
1. Kasus Suap Emirsyah Satar (Putusan Nomor 121/PID.SUS-
TPK/2019/PN.JKT.PST) Sebagai Bentuk Foreign Bribery
Hasil Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
121/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jkt.Pst menyatakan Emirsyah Satar terbukti
menerima sejumlah suap dan melakukan pencucian uang pada saat
menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Kasus ini berawal dari agenda dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
untuk melakukan perawatan mesin terhadap enam unit pesawat Airbus
A330-300 milik Garuda. Pesawat-pesawat tersebut menggunakan mesin
produksi dari Rolls-Royce. Pihak Rolls-Royce kemudian melakukan
pendekatan kepada Emirsyah melalui Soetikno Soedarjo dengan
menawarkan paket perawatan mesin dengan metode TCP (Total Care
Program) yang seluruhnya akan dilakukan oleh Rolls-Royce tanpa
melibatkan pihak ketiga.12 Soetikno adalah pengendali utama (beneficial
owner) dari perusahaan Connaught International Pte. Ltd, yakni
perusahaan yang khusus bergerak dalam bidang jasa konsultasi bisnis
penjualan pesawat dan mesin pesawat di Indonesia. Soetikno menjadi
perantara negosiasi antara pihak Rolls-Royce dengan Emirsyah Satar
hingga akhirnya mereka sepakat untuk menandatangani kontrak
penggunaan metode TCP. Atas intervensi Emirsyah yang mengarahkan
7

penggunaan metode TCP, dirinya memperoleh uang sejumlah US$


680.000 dari Rolls-Royce melalui Connaught International dan PT
Ardyaparamita Ayuprakarsa yang juga milik Soetikno.13
Emirsyah juga menerima fee sejumlah €1.020.975 dari
perusahaan pesawat Airbus S.A.S atas pemesanan sejumlah pesawat
Airbus A330-300/200 untuk Garuda yang jumlahnya meningkat sesuai
amandemen perjanjian yang dibuat kedua pihak.14 Selain dua proyek di
atas, Emirsyah juga menerima uang melalui Soetikno untuk memuluskan
proyek pengadaan lainnya yang sedang dikerjakan oleh PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk, yaitu pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT
Citilink Indonesia oleh perusahaan Airbus S.A.S, pengadaan pesawat
Bombardier CRJ1000 dan pengadaan pesawat ATR 72-600.15
Dibalik tindak pidana korupsi penerimaan suap dan pencucian
uang yang dilakukan oleh Emirsyah Satar, penulis melihat adanya
perbuatan Foreign Bribery yang berupa suap terhadap Pejabat Publik
Asing. Perbuatan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 1
Ilustrasi Foreign Bribery oleh Rolls Royce dan Airbus S.A.S

Sumber: Bahan Hukum Sekunder, diolah, 2021.


Penjelasan singkat dari gambar di atas yaitu, baik pihak Rolls-
Royce maupun Airbus S.A.S mengetahui bahwa Emirsyah Satar selaku
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada saat itu adalah
pejabat yang berperan penting dalam setiap agenda kerjasama PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan pihak luar. Rolls-Royce dan
Airbus S.A.S memanfaatkan jabatan Emirsyah untuk mengadakan
kesepakatan kerjasama yang menguntungkan mereka dengan bantuan
dari Soetikno Soedarjo. Emir kemudian menerima sejumlah fee dari Rolls-

13
Ibid
14
Ibid.
15
Ardito Ramadhan, loc.cit.
8

Royce dan Airbus S.A.S sebagai bentuk ‘imbalan’ karena telah menyetujui
kesepakatan kerjasama tersebut.
Perbuatan yang dilakukan baik oleh Rolls-Royce maupun Airbus
S.A.S ini merupakan praktik dari perbuatan suap terhadap Pejabat Publik
Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 16 angka 1 UNCAC yang berbunyi:
Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan legislatif dan
lainnya yang perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan, jika
dilakukan dengan sengaja, janji, tawaran atau pemberian
manfaat yang tidak semestinya kepada pejabat publik asing atau
pejabat organisasi internasional publik, secara langsung atau
tidak langsung, untuk pejabat publik itu sendiri atau orang atau
badan lain agar pejabat itu bertindak atau tidak bertindak
melaksanakan tugas resminya, untuk memperoleh atau
mempertahankan bisnis atau manfaat lain yang tidak semestinya
dalam kaitannya dengan pelaksanaan bisnis internasional.

Perbuatan yang dilakukan oleh Rolls-Royce dan Airbus S.A.S


kepada Emirsyah Satar telah memenuhi unsur dari tindak pidana Pasal 16
angka 1 UNCAC ini. Berikut ini adalah analisis penulis:
Pertama, bentuk kesalahan dalam pasal ini adalah kesengajaan,
terlihat dari kata-kata “…dilakukan dengan sengaja…”. Kesengajaan
dalam pasal ini adalah kesengajaan sebagai maksud, artinya pelaku
menghendaki perbuatan beserta akibatnya.16 Tujuan dari si pembuat
(dalam kasus ini yaitu pihak Rolls-Royce dan Airbus S.A.S) adalah agar
pejabat itu (dalam kasus ini Emirsyah Satar selaku Pejabat Publik di
Indonesia) bertindak atau tidak bertindak melaksanakan tugas resminya
yang dalam kasus ini diwujudkan dengan tindakan dalam jabatan
Emirsyah Satar pada saat menyetujui kesepakatan dengan pihak Rolls-
Royce dan Airbus S.A.S.
Kedua, unsur “…janji, tawaran atau pemberian manfaat yang
tidak Semestinya…”. Sesuatu yang dijanjikan atau ditawarkan boleh
segala sesuatu baik berupa benda-benda (berwujud) maupun yang tidak
berwujud misalnya berupa pekerjaan, fasilitas, bahkan jasa, yang penting
sesuatu itu bernilai atau berharga (terutama dari segi ekonomi), berguna,

16
Eddy O.S Hiariej, op.cit., hlm 119.
9

bermanfaat atau segala sesuatu yang menyenangkan bagi penerima.17


Emirsyah Satar dalam kasus ini, selain menerima sejumlah uang dan
fasilitas yang diberikan melalui Soetikno Soedarjo yang berupa fasilitas
menginap di vila di Bali, jamuan makan malam di Four Season Hotel, dan
penyewaan jet pribadi dari Bali ke Jakarta.18
Ketiga, unsur “…kepada Pejabat Publik Asing atau Pejabat
Organisasi Internasional Publik…”. Emirsyah Satar, adalah seorang
Pejabat Publik Asing karena si pembuat dalam kasus ini merupakan
perusahaan yang berasal dari luar Indonesia. Meskipun hukum di
Indonesia belum mengenal istilah Pejabat Publik Asing, istilah ini telah
dijelaskan dalam UNCAC. Pada Article 2 UNCAC tentang Use of Terms
huruf b, yang dimaksud Pejabat Publik Asing tidaklah harus merupakan
orang yang memegang jabatan dalam lingkup pemerintahan (legislatif,
eksekutif, administratif, atau yudikatif), melainkan juga pada Public
Agency (Instansi Publik) dan Public Enterprise (Perusahaan Publik). Public
Enterprise sendiri merupakan perusahaan yang seluruh atau sebagiannya
dimiliki oleh negara atau di Indonesia dikenal sebagai Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).19
PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk merupakan BUMN yang
bergerak di sektor industri transportasi udara karena sebagian besar
saham Garuda Indonesia dimiliki oleh pemerintah. Proporsi saham
Garuda Indonesia per tahun 2019 yaitu pemerintah sebesar 60,54 persen,
kemudian disusul oleh PT Trans Airways sebesar 25,62 persen, dan publik
sebesar 13,84 persen.20 Pada saat melakukan tindak pidana, Emirsyah
Satar memegang jabatan sebagai Direktur Utama PT. Garuda Indonesia

17
Adami Chazawi, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2016, hlm 77.
18
Andita Rahma, 30 Desember 2019, Eks Bos Garuda Emirsyah Satar, Didakwa Terima Suap
Rp 46 Miliar, https://nasional.tempo.co/read/1289349/eks-bos-garuda-emirsyah-satar-didakwa-terima-
suap-rp-46-miliar/full&view=ok, Tempo News, (16 September 2021).
19
Pradipta Mahadika, Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Suap yang Dilakukan Terhadap
Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik Dikaitkan dengan Ratifikasi
United Nations Convention Against Corruption 2003 oleh Indonesia, Skripsi, Bandung, Fakultas
Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2018, hlm 19.
20
Topan Yuniarto, 17 Februari 2021, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,
https://kompaspedia.kompas.id/baca/profiI/Iembaga/pt-garuda-indonesia-persero-tbk, Kompas Indonesia,
(2 Oktober 2021)
10

(Persero) Tbk. Maka dapat dikatakan bahwa Emirsyah Satar adalah


Pejabat Publik Asing yang berasal dari Indonesia.
Keempat, bentuk kesengajaan dengan corak kesengajaan sebagai
maksud pada dasarnya tidak mudah untuk dibuktikan.21 Akan tetapi
kesulitan tersebut diimbangi dengan wujud perbuatan janji, tawaran atau
pemberian manfaat tidak semestinya yang mudah dibuktikan praktiknya.
Hal ini tersirat melalui kata-kata “…secara langsung atau tidak langsung
untuk Pejabat Publik itu Sendiri atau orang atau badan lain…”. Maksud
dari unsur pasal ini yaitu, untuk membuktikan adanya penyuapan Pejabat
Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional Publik, janji, tawaran
atau pemberian manfaat tidak semestinya tersebut tidak harus diberikan
secara langsung kepada para pejabat yang dimaksud. Berdasarkan
kronologi kasus yang telah diuraikan, diketahui bahwa ada perantara
yaitu Soetikno Soedarjo yang membantu menghubungkan antara pihak
Rolls-Royce dan Airbus S.A.S dengan Emirsyah Satar.
Kelima, unsur “…untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis
atau manfaat lain yang tidak semestinya dalam kaitannya dengan
pelaksanaan bisnis internasional”. Pihak Rolls-Royce dan Airbus S.A.S
memanfaatkan kekuasaan Emirsyah untuk diajak bekerja sama agar
menyetujui kesepakatan kontrak yang menguntungkan bagi bisnis
mereka. Berdasarkan analisis di atas, terlihat jelas bahwa perbuatan yang
dilakukan oleh perusahaan internasional Rolls-Royce dan Airbus S.A.S
kepada Emirsyah Satar yang merupakan Pejabat Publik Asing dari
Indonesia telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan
Pasal 16 angka 1 UNCAC.
2. Kriminalisasi Foreign Bribery sebagai Bentuk Tindak Pidana
Korupsi
Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC, Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi yang berlaku saat ini telah terbentuk sebelum
UNCAC diratifikasi. Maka jelas bahwa ketentuan tentang larangan
praktik Foreign Bribery belum tercantum dalam undang-undang ini.

21
Eddy O.S Hiariej, op.cit, hlm 119.
11

Berdasarkan kriteria-kriteria kriminalisasi yang telah diuraikan pada bab


sebelumnya, apabila dikaitkan dengan perbuatan suap yang dilakukan
oleh Rolls-Royce dan Airbus S.A.S terhadap Pejabat Publik Asing di
Indonesia, kriminalisasi terhadap perbuatan ini mempunyai alasan yang
kuat.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Soedarto dalam bukunya
yang berjudul Hukum dan Hukum Pidana, perbuatan yang diusahakan
untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus
merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang
mendatangkan kerugian atas warga masyarakat. Penyuapan yang
dilakukan oleh perusahaan multinasional kepada pejabat-pejabat suatu
negara seperti yang dilakukan oleh Rolls-Royce dan Airbus S.A.S
kepada Emirsyah Satar adalah perbuatan yang tidak dikehendaki untuk
terjadi terutama oleh negara-negara berkembang yang masih berupaya
untuk menstabilkan ekonomi dan memakmurkan rakyatnya. Selain itu,
karena perbuatan suap ini bersifat global, negara-negara berkembang
rentan menjadi objek dari yurisdiksi suatu instrumen hukum
pencegahan Foreign Bribery yang telah berlaku di negara-negara maju
tempat perusahaan-perusahaan multinasional biasanya berasal.
Lalu menurut Moeljatno, salah satu kriteria kriminalisasi dalam
proses pembaharuan hukum pidana adalah memastikan apakah
ancaman pidana dan penjatuhan pidana adalah jalan yang utama untuk
mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut. Pemidanaan atau
sanksi pidana biasanya digunakan sebagai alternatif atau upaya terakhir
dalam penegakan hukum. Namun bagi tindak pidana suap yang terjadi
di sektor bisnis dan melibatkan pejabat-pejabat di suatu negara seperti
yang dimaksud oleh Pasal 16 UNCAC, penjatuhan pidana adalah jalan
yang utama untuk mencegah terjadinya praktik suap ini.
12

B. Konsep Pengaturan Perbuatan Suap Terhadap Pejabat Publik Asing


dan Pejabat Organisasi Internasional Publik dalam Hukum
Indonesia di Masa yang Akan Datang
1. Pengaturan Perbuatan Suap terhadap Pejabat Publik Asing dan
Pejabat Organisasi Internasional Publik di Beberapa Negara
Bagi dunia, tindak pidana Foreign Bribery sudah bukan merupakan
hal baru karena mereka telah terlebih dahulu merumuskan aturan hukum
anti-Foreign Bribery dalam hukum nasional mereka seperti FCPA oleh
Amerika Serikat dan Bribery Act 2010 oleh Inggris. Berikut adalah
penjelasan pengaturan perbuatan Foreign Bribery yang diterapkan di
Amerika Serikat dan Inggris.
a) Amerika Serikat
Amerika telah terlebih dahulu mengkriminalisasi Foreign Bribery
melalui Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) yang dibuat pada tahun
1977. Pasal tentang Foreign Bribery dalam FCPA disebut dengan Anti-
Bribery Provisions. Pasal-pasal ini tercantum dalam Title 15 U.S. Code
§ 78dd-1, § 78dd-2, dan § 78dd-3. Bentuk perbuatan yang dilarang
berdasarkan tiga pasal tersebut secara umum adalah sama.
Perbuatan yang dilarang yaitu apabila dilakukannya suatu penawaran,
pembayaran, janji untuk membayar atau otorisasi pembayaran uang,
atau penawaran, hadiah, janji untuk memberi, atau otorisasi
pemberian sesuatu yang berharga kepada:
a. pejabat asing (foreign official);
b. partai politik asing (foreign political party) atau pejabatnya
atau kandidat untuk kantor politik di luar negeri; atau
c. setiap orang, yang diketahui bahwa semua atau sebagian dari
uang atau barang berharga tersebut akan ditawarkan,
diberikan, atau dijanjikan secara langsung atau tidak langsung
kepada pejabat asing, partai politik asing atau pejabatnya,
atau kepada kandidat untuk kantor politik di luar negeri.
Meskipun bentuk perbuatannya sama, masing-masing dari pasal
tersebut berlaku untuk tiga kategori orang dan entitas yang berbeda.
Subjek hukum yang dimaksud dalam § 78dd-1, § 78dd-2, dan §
78dd-3 masing-masing adalah sebagai berikut:
13

U.S. Code § 78dd-1


U.S. Code § 78dd-1 “Prohibited Foreign Trade Practices by
Issuers” mengatur tentang perbuatan Foreign Bribery yang dilakukan
oleh subjek hukum “Issuers”. Istilah “Issuers” menurut FCPA berarti
setiap orang yang menerbitkan atau mengusulkan untuk
menerbitkan sekuritas.22 Dalam praktiknya, ini berarti bahwa setiap
perusahaan dengan kelas sekuritas yang terdaftar di bursa efek
nasional di Amerika Serikat atau setiap perusahaan yang memiliki
kelas sekuritas di pasar Over the Counter (OTC) Amerika Serikat,
diharuskan untuk mengajukan laporan secara berkala kepada SEC.
Sebuah perusahaan tidak harus merupakan perusahaan Amerika
Serikat untuk menjadi Issuers. Perusahaan asing yang memiliki
American Depository Receipt yang terdaftar di bursa efek Amerika
juga merupakan Issuers.23 Pejabat, direktur, karyawan, agen, atau
pemegang saham yang bertindak atas nama Issuers (baik warga
negara Amerika Serikat atau warga negara asing) juga dapat dituntut
berdasarkan ketentuan FCPA.24
U.S. Code § 78dd-2
U.S. Code § 78dd-2 “Prohibited Foreign Trade Practices by
Domestic Concerns” mengatur tentang perbuatan Foreign Bribery
yang dilakukan oleh subjek hukum “Domestic Concern”. Domestic
Concern berarti (A) setiap individu yang merupakan warga negara,
warga kebangsaan, atau penduduk Amerika Serikat; dan (B) setiap
perusahaan, kemitraan, asosiasi, perusahaan saham gabungan,
perwalian bisnis, organisasi non-badan hukum, atau kepemilikan
tunggal yang memiliki tempat bisnis utama di Amerika Serikat, atau
yang diatur berdasarkan hukum Negara Bagian Amerika Serikat atau
wilayah, kepemilikan, atau persemakmuran Amerika Serikat. Selain
itu, pejabat, direktur, karyawan, agen atau pemegang saham yang
bertindak atas nama “Domestic Concern”, termasuk warga negara

22
15 U.S Code § 78dd-1, https://www.law.cornell.edu/uscode/text/15/78dd-1.
23
Ibid.
24
15 U.S Code § 78dd-1, https://www.law.cornell.edu/uscode/text/15/78dd-1.
14

atau perusahaan asing juga merupakan subjek hukum ini.25


U.S. Code § 78dd-3
U.S. Code § 78dd-3 berjudul “Prohibited Foreign Trade Practices
by Persons other than Issuers or Domestic Concerns”. Person yang
dimaksud dalam pasal ini adalah subjek orang selain daripada orang
yang telah disebutkan dalam U.S. Code § 78dd-1 dan § 78dd-2.
Istilah “Person” ketika merujuk pada pelaku, berarti setiap orang
perorangan selain warga negara Amerika Serikat atau setiap
perusahaan, perusahaan kemitraan, asosiasi, perusahaan saham
gabungan, perwalian bisnis, organisasi non-badan hukum atau
kepemilikan tunggal yang diselenggarakan di bawah hukum negara
asing atau subdivisi politiknya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa FCPA adalah
undang-undang yang memiliki cakupan luas. Cakupan undang-
undang ini tidak hanya sebatas pada asas nasionalitas dan teritorial
Amerika Serikat.26 Terlepas dari apakah perbuatan suap tersebut
dilakukan di dalam atau di luar negeri, yurisdiksi FCPA ini mencakup:
Pertama, warga negara AS, penduduk AS, dan perusahaan AS;
kedua, perusahaan AS dan perusahaan asing (non-AS) yang
terdaftar di bursa efek AS dan yang memiliki kewajiban untuk
menyerahkan laporan berkala kepada United States Securities
Exchange Commission; ketiga, pejabat, direktur, agen, karyawan,
dan pemegang saham perusahaan atau penerbit AS ketika mereka
bertindak atas nama perusahaan yang masuk dalam kategori kedua;
dan keempat, orang asing (warga negara dan perusahaan asing)
yang melanggar FCPA saat berada di wilayah Amerika Serikat.27
b) Inggris
The Bribery Act 2010 mulai berlaku di Inggris pada 1 Juli 2011.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan merupakan terobosan
dalam Bribery Act 2010 ini. Pertama, Bribery Act 2010
mengkriminalisasi penyuapan di sektor komersial dan privat. Kedua,

25
15 U.S Code § 78dd-2 (a), https://www.law.cornell.edu/uscode/text/15/78dd-2.
26
Nurul Ghufron dan Putri Rahayu Wijayanti, loc.cit.
27
Ibid.
15

dinyatakan bahwa perbuatan menerima suap yang melampaui


paradigma tradisional anti-penyuapan adalah sebuah kejahatan.
Ketiga, melarang suap terhadap Pejabat Publik Asing, mirip dengan
yang diatur dalam FCPA milik Amerika Serikat.28
Ada tiga pelanggaran umum (General Offenses) dan satu
pelanggaran korporasi (Corporate Offense) yang diatur dalam Bribery
Act.29 Tiga General Offenses tersebut terjadi apabila telah memenuhi
beberapa syarat dan kondisi. General Offenses ini berlaku:
a. jika ada bagian dari tindakan atau kelalaian yang terjadi di
Inggris30; atau
b. jika orang yang melakukan tindakan atau kelalaian tersebut
memiliki “Close Connection” dengan Inggris
Bribery Act 2010 mendefinisikan mereka yang memiliki “Close
Connection” sebagai warga negara Inggris (termasuk yang tinggal di
luar negeri); penduduk di wilayah seberang laut Inggris; seseorang
yang menurut Undang-Undang Kebangsaan Inggris 1981 adalah
orang Inggris; orang Inggris yang dilindungi berdasarkan Undang-
Undang; seseorang yang bertempat tinggal di Inggris; badan yang
didirikan berdasarkan hukum dari setiap bagian negara Inggris Raya;
dan kemitraan Skotlandia.31
Suap terhadap Pejabat Publik Asing sendiri termasuk dalam
General Offense yang diatur oleh Bribery Act 2010 pada Section 6.
Seseorang yang menyuap Pejabat Publik Asing dianggap melakukan
pelanggaran jika perbuatan itu dilakukan “dengan niat untuk
mempengaruhi” pejabat tersebut dalam “kapasitasnya sebagai
Pejabat Publik Asing”.32 Mempengaruhi seorang pejabat dalam
kapasitasnya sebagai Pejabat Publik Asing berarti mempengaruhi
kinerja pejabat dalam fungsinya sebagai seorang Pejabat Publik Asing
termasuk setiap kelalaian untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut;

28
Richard C. Rosalez, Weston C. Loegering, dan Harriet Territt, The UK’s Bribery Act and The
FCPA Compared, Journal of the Committee on Corporate Counsel, Vol. 25, No. 1, 2010, hlm 13.
29
Ibid.
30
Section 12 (1), Bribery Act 2010.
31
Section 12 (4), Bribery Act 2010.
32
Section 6 (1), Bribery Act 2010.
16

dan setiap penggunaan posisi Pejabat Publik Asing sebagai seorang


pejabat, meskipun tidak dalam wewenangnya (Pejabat Publik
Asing).33
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa yurisdiksi
Inggris berdasarkan Bribery Act 2010 lebih terbatas untuk individu di
bawah ketentuan General Offences, di mana tanggung jawab terbatas
pada tindakan atau kelalaian yang terjadi di Inggris atau untuk
individu yang memiliki “close connection” dengan Inggris. Selain itu,
jika dibandingkan dengan FCPA yang tidak mencakup bentuk
penerimaan suap, maka bentuk perbuatan pada Bribery Act 2010 ini
lebih beragam. Dalam Bribery Act 2010, adalah sebuah kejahatan
untuk meminta, menyetujui untuk menerima, atau menerima suap.34
2. Konsep Pengaturan Perbuatan Suap terhadap Pejabat Publik
Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik dalam Hukum
Indonesia di Masa yang akan Datang
Usaha Pemerintah Indonesia dalam menyelaraskan ketentuan
hukum pemberantasan tindak pidana korupsi Indonesia dengan UNCAC
dan mengakui konsep Foreign Bribery sebagai bentuk baru korupsi patut
diapresiasi. Usaha ini terlihat dari adanya pasal yang mengatur tentang
perbuatan suap terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP,
lebih tepatnya pada Bab XXXII tentang Tindak Pidana Korupsi, Pasal 693,
yang berbunyi sebagai berikut:35
1) Setiap orang yang menjanjikan, atau memberikan sesuatu
secara langsung atau tidak langsung kepada seorang
Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional
Publik supaya pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam pelaksanaan tugas jabatannya, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

33
Section 6 (4), Bribery Act 2010.
34
Richard C. Rosalez, Weston C.Loegering, dan Harriet Territt, op.cit., hlm 15.
35
Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RUU
KUHP), https://antikorupsi.org/sites/default/files/doc/RUU%20KUHP_2013.pdf (26 Juni 2021), hlm 182.
17

paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit


Kategori II dan paling banyak Kategori IV.
2) Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional
Publik yang menerima janji atau pemberian secara
langsung atau tidak langsung supaya pejabat tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam pelaksanaan
tugas jabatannya, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun
dan/atau denda paling sedikit Kategori II dan paling
banyak Kategori IV.
Ada beberapa hal yang perlu untuk dianalisis lebih lanjut dalam
pasal tersebut. Pertama, pada Pasal 693 RUU KUHP mengatur bentuk
perbuatan berupa “…menjanjikan atau memberikan sesuatu secara
langsung atau tidak langsung…”.Frasa memberikan sesuatu seolah-olah
membatasi bahwa kejahatan baru dianggap benar-benar terjadi apabila
‘sesuatu’ yang dijanjikan atau diberikan telah beralih kekuasaannya ke
dalam kekuasaan orang yang menerima. Padahal ‘sesuatu’ yang
dijanjikan atau diberikan tidak harus berupa benda-benda berwujud, akan
tetapi bisa juga segala sesuatu yang tidak berwujud misalnya pekerjaan,
fasilitas, jasa atau manfaat yang tidak semestinya seperti yang tertuang
dalam Pasal 16 UNCAC. Frasa ini perlu untuk dimaknai secara luas bahwa
kejahatan sudah dianggap terjadi meskipun si pejabat yang disuap belum
menerima sesuatu pemberian tersebut.
Kedua, pada Pasal 693 RUU KUHP terdapat unsur “…supaya
pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam pelaksanaan
tugas jabatannya…”.Penulis beranggapan bahwa perbuatan yang
dilakukan oleh Pejabat Publik Asing dan/atau Pejabat Organisasi
Internasional Publik sebagai timbal balik atas penerimaan janji dan
pemberian sesuatu, tidak hanya dilakukan terbatas pada lingkup jabatan
mereka saja. Tetapi juga bisa dilakukan melalui setiap penggunaan posisi
Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik sebagai
seorang pejabat, meskipun tidak dalam wewenangnya. Permasalahan ini
telah dicoba untuk diselesaikan oleh Bribery Act 2010 yang menyebutkan
bahwa bentuk mempengaruhi seorang Pejabat Publik Asing dan/atau
18

Pejabat Organisasi Internasional Publik sebagai seorang “Pejabat” juga


termasuk setiap penggunaan posisi Pejabat Publik Asing sebagai seorang
pejabat, meskipun tidak dalam wewenangnya.36
Ketiga, mengenai pidana yang dijatuhkan yaitu pidana penjara
dan denda, menurut penulis masih belum sesuai. Besaran pidana penjara
dan denda yang tercantum pada Pasal 693 RUU KUHP tidak sebanding
dengan perbuatan yang dilakukan. Apabila merujuk pada pasal tentang
penyuapan yang termuat dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Indonesia, yaitu Pasal Pasal 12 Huruf a dan b, dapat dilihat bahwa
undang-undang ini telah memberikan sanksi pidana yang lebih tegas
terutama bagi pelaku penerima suap yang merupakan Pegawai Negeri
atau Penyelenggara Negara. Pasal 12 ini mencantumkan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau
janji. Selain itu, pada Section 11 UK Bribery Act 2010 juga diatur bahwa
pidana penjara yang dijatuhkan bagi tindak pidana Bribery of Foreign
Public Officials adalah tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.37
Sehingga menurut penulis, perlu dipertimbangkan kembali untuk
menambahkan besaran pidana penjara dan denda yang akan diatur
dalam rumusan pasal tentang Tindak Pidana Suap Terhadap Pejabat
Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik di masa yang
akan datang untuk lebih menegakkan keadilan. Berdasarkan argumentasi
tersebut, Penulis mengusulkan konstruksi pasal tentang Tindak Pidana
Penyuapan Terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik sehingga dapat dijadikan referensi dan pertimbangan
dalam menyempurnakan Pasal 693 RUU KUHP atau melengkapi UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang akan datang, rumusannya
yaitu sebagai berikut:

36 Section 6 (4) huruf b, Bribery Act 2010.


37 Pasal 11 Ayat (1) Huruf b, Bribery Act 2010.
19

USULAN PASAL
TINDAK PIDANA SUAP TERHADAP PEJABAT PUBLIK ASING
DAN PEJABAT ORGANISASI INTERNASIONAL PUBLIK

a) Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan


sesuatu kepada seorang Pejabat Publik Asing atau Pejabat
Organisasi Internasional Publik, secara langsung atau tidak
langsung, untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain,
supaya pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya atau menggunakan posisinya sebagai seorang
pejabat meskipun tidak dalam wewenangnya, dengan maksud
untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis atau manfaat
lain yang tidak semestinya, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
b) Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional Publik
yang menerima janji atau pemberian, secara langsung atau tidak
langsung, untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain,
supaya pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya atau menggunakan posisinya sebagai seorang
pejabat meskipun tidak dalam wewenangnya, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Berdasarkan konstruksi pasal tersebut, penjelasan dari unsur pasal
tindak pidana Penyuapan Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik yaitu:
1) Setiap orang
Unsur setiap orang pada rumusan pasal yang pertama memiliki
arti orang perseorangan atau termasuk korporasi sebagaimana
yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korporasi dalam hal ini
20

merupakan kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi


baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Orang
perseorangan atau korporasi ini adalah pihak yang terlibat dalam
bidang bisnis baik sebagai pelaku perdagangan di luar profesi
mereka maupun mereka yang menjadikan bisnis sebagai profesinya
misalnya pengusaha. Sehingga dapat juga mencakup pejabat publik
dan pejabat organisasi publik dari Indonesia.
2) Menjanjikan atau memberikan sesuatu
Sesuatu yang dijanjikan atau diberikan tidak harus berupa
benda-benda (berwujud), bisa juga segala sesuatu yang tidak
berwujud, misalnya pekerjaan, fasilitas, bahkan jasa, yang
penting segala sesuatu itu bernilai atau berharga (terutama dari
segi ekonomi), berguna, bermanfaat atau segala sesuatu yang
menyenangkan bagi si penerima.
3) Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi
Internasional Publik
Definisi Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik dibentuk dengan merujuk pada beberapa
aturan hukum yang telah terlebih dahulu mengatur tentang
subjek hukum Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik. UNCAC, UK Bribery Act 2010, OECD Anti-
Bribery Convention dan Draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi memberikan definisi tentang Pejabat Publik Asing yang
pada intinya yaitu:38
a. Setiap orang yang memegang jabatan eksekutif, legislatif
atau yudikatif baik ditunjuk maupun dipilih di suatu negara
asing;
b. Setiap orang yang menjalankan fungsi publik untuk suatu
negara asing atau untuk perwakilan badan publik atau
perusahaan publik;

38
Article 2b of United Nations Commission Against Corruption (UNCAC), Article 6 point (5) of UK
Bribery Act 2010, Article 1 number 4a of OECD Anti-Bribery Convention dan Draf RUU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
21

Sedangkan definisi Pejabat Organisasi Internasional Publik


yaitu setiap pegawai sipil internasional atau setiap orang yang
diberi wewenang oleh suatu organisasi internasional publik untuk
bertindak atas nama organisasi tersebut. Definisi tersebut disusun
dengan merujuk pada ketentuan yang mengatur tentang subjek
hukum Pejabat Organisasi Internasional Publik yaitu UNCAC,
OECD Anti-Bribery Convention dan Draf RUU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.39
4) Berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
atau menggunakan posisinya sebagai seorang pejabat
meskipun tidak dalam wewenangnya
Mengharapkan seorang Pejabat Publik Asing atau Pejabat
Organisasi Internasiona Publik untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya atau menggunakan posisinya sebagai
seorang pejabat meskipun tidak dalam wewenangnya merupakan
tujuan terdekat dari si pemberi suap, yaitu agar mereka berbuat
sesuatu (perbuatan aktif) atau tidak berbuat sesuatu (perbuatan
pasif) dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
atau menggunakan posisinya sebagai pejabat untuk melakukan
sesuatu atas imbalan pemberian suap meskipun tidak sedang
dalam tugas jabatannya.
5) Untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis atau
manfaat lain yang tidak semestinya
Unsur untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis atau
manfaat lain yang tidak semestinya dapat berupa kebijakan atau
keputusan yang diambil oleh Pejabat Publik Asing atau Pejabat
Organisasi Internasional Publik yang menguntungkan si pemberi
suap.

39
Article 2c of United Nations Commission Against Corruption (UNCAC), Article 1 number 4a of
OECD Anti-Bribery Convention dan Draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
22

Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat
diambil kesimpulan yaitu:
1. Tindak pidana suap terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi
Internasional Publik atau Foreign Bribery adalah bentuk perbuatan korupsi
dengan maksud untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis atau
mencari keuntungan yang tidak semestinya dengan memanfaatkan jabatan
atau kekuasaan yang melekat pada seorang Pejabat Publik Asing atau
Pejabat Organisasi Internasional Publik di suatu negara. Tindak pidana ini
diatur dalam Pasal 16 angka 1 dan 2 UNCAC dan merupakan mandatory
offences yang menimbulkan kewajiban bagi setiap negara pihak untuk
mengkriminalisasi perbuatan tersebut, termasuk Indonesia yang telah
meratifikasi UNCAC melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006. Namun
hingga saat ini, belum ada ketentuan dalam UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana Foreign
Bribery ini.
2. Pemerintah dan DPR perlu melakukan revisi terhadap Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Indonesia karena substansi Undang-
Undang ini belum mencakup ketentuan mengenai Tindak Pidana Suap
terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik.
Usulan rumusan pasal tentang Tindak Pidana Suap terhadap Pejabat Publik
Asing dan Pejabat Organisasi Internasional Publik dalam hukum nasional
Indonesia di masa yang akan datang yaitu :
USULAN PASAL
TINDAK PIDANA SUAP TERHADAP PEJABAT PUBLIK ASING DAN
PEJABAT ORGANISASI INTERNASIONAL PUBLIK

a) Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan


sesuatu kepada seorang Pejabat Publik Asing atau Pejabat
Organisasi Internasional Publik, secara langsung atau tidak
langsung, untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain,
supaya pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya atau menggunakan posisinya sebagai seorang pejabat
meskipun tidak dalam wewenangnya,dengan maksud untuk
memperoleh atau mempertahankan bisnis atau manfaat lain yang
23

tidak semestinya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4


(empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b) Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional Publik
yang menerima janji atau pemberian, secara langsung atau tidak
langsung, untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain,
supaya pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya atau menggunakan posisinya sebagai seorang pejabat
meskipun tidak dalam wewenangnya, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
24

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adami Chazawi, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2016.
Brigita P. Manohara, Dagang Pengaruh (Trading in Influence) di Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2017.
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, 2007.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenamedia Grup, Jakarta, 2015.
Ridwan, Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak
Pidana Korupsi, Tesis, Semarang, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
2010.

JURNAL
Eddy O.S Hiariej, United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem
Hukum Indonesia, Jurnal Mimbar Hukum, Volume 31, Nomor 1, Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2019.
Krisdianto Pranoto, Perbuatan Suap Terhadap Pejabat Publik dan Tanggung
Jawab Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Jurnal Lex
Administratum,Volume III, Nomor 8, 2015.
Richard C. Rosalez, Weston C.Loegering, dan Harriet Territt, The UK’s Bribery Act and
The FCPA Compared, Journal of the Committee on Corporate Counsel, Vol.
25, No. 1, 2010.

SKRIPSI
Pradipta Mahadika, Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Suap yang Dilakukan
Terhadap Pejabat Publik Asing dan Pejabat Organisasi Internasional
Publik Dikaitkan dengan Ratifikasi United Nations Convention Against
Corruption 2003 oleh Indonesia, Skripsi, Bandung, Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan, 2018.
25

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KONVENSI


United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.
The Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) 1977, telah di amandemen ke dalam
United States Code Title 15 “Commerce and Trade”.
Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Lembaga
KPK dan Kementerian Luar Negeri, Komitmen Indonesia Pada United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) dan G20 Anti-Corruption
Working Group (ACWG) Tahun 2012-2018, Jakarta, 2019.
The Criminal Division of the U.S Department of Justice and the Enforcement Division of
the U.S Securities and Exchange Commission, A Resources Guide to the US
Foreign Corrupt Practices Acts Second Edition, U.S Department of Justice
dan U.S Securities and Exchange Commission, Amerika Serikat, 2020.
Transparency International, Bribe Payers Index 2011, Jerman, 2011.

INTERNET
Andita Rahma, 30 Desember 2019, Eks Bos Garuda Emirsyah Satar, Didakwa
Terima Suap Rp 46 Miliar, https://nasional.tempo.co/read/1289349/eks-
bos-garuda-emirsyah-satar-didakwa-terima-suap-rp-46-miliar/full&view=ok,
Tempo News, (16 September 2021).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Statistik Penindakan Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Jenis Perkara,
https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-berdasarkan-jenis-perkara,
(11 September 2020).
Nurul Ghufron dan Putri Rahayu Wijayanti, 10 Juli 2020, Sesat Pikir Kriminalisasi
Suap Kepada Pejabat Publik Asing,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f07d7ce935db/sesat-pikir-
kriminalisasi-suap-kepada-pejabat-publik-asing-oleh--nurul-ghufron-putri-
rahayu-wijayanti (3 Agustus 2020).
Topan Yuniarto, 17 Februari 2021, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,
https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/lembaga/pt-garuda-indonesia-
persero-tbk, Kompas Indonesia, (2 Oktober 2021).

Anda mungkin juga menyukai