Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi masih menjadi isu yang selalu menarik untuk dibahas baik di Indonesia

maupun negara-negara lainnya. Praktik-praktik korupsi hampir terjadi di setiap daerah

di Indonesia, mulai dari kasus kecil hingga sangat kompleks, misalnya kasus korupsi

kecil di tahun 2013, mantan rektor UNSYIAH menjadi tersangka kasus korupsi dana

umum beasiswa Universitas Syiah Kuala yang bersumber dari Anggaran Pendapatan

Belanja Aceh (APBA) tahun 2009-2010 senilai Rp 3,6 miliar (Burhanudin, 2013).

Menurut ICW (Indonesia Corruption Watch) terdapat kasus korupsi kompleks yang

belum tuntas, antara lain : (1) kasus korupsi boikot Bank Century; (2) suap cek pelawat

pemilihan deputi BI; (3) Kasus Nazaruddin mengenai wisma atlet dan hambalang; (4)

Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang

lain; (5) Rekening gendut jenderal Polri.

Pemberantasan korupsi telah banyak dilakukan, tetapi harapan untuk

menimbulkan efek jera dengan terpenjaranya pelaku koruptor ternyata tidak terjadi.

Hal ini disebabkan karena penegakkan hukum di Indonesia tidak bebas dari

permainan uang dan pengaruh kekuasaan. Strategi-strategi yang telah dirumuskan

oleh berbagai lembaga pemerintah seperti BPK, BPKP, Inspektorat, KPK maupun oleh

kalangan LSM seperti MTI dan ICW masih belum mampu menuntaskan permasalahan

korupsi yang sudah menjamur (Wiratmaja, 2010).

IPK Indonesia 2011 menjadi 3,0 yang mengalami kenaikan 1,0 dari IPK 2,0

pada tahun 2004. Kenaikan IPK tersebut merupakan peningkatan tertinggi di antara

seluruh negara ASEAN dalam rentang waktu yang sama (Yulianto dan Diantika,

2011). Tahun 2012 CPI (Corruption Performance Index) diluncurkan dengan metode

yang berbeda, yaitu melakukan perubahan rentang skalanya. Rentang indeks CPI

lama 0-10 (0 dipersepsikan sangat korup, 10 sangat bersih) diubah menjadi 0-100 (0

1
dipersepsikan sangat korup, 100 sangat bersih). Tahun 2012, CPI Indonesia sebesar

32 yang menempati urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Berikut ini skor CPI di

Negara ASEAN :

Tabel Daftar Skor CPI di Negara ASEAN

Negara Skor CPI Peringkat

Singapura 87 5

Brunei Darussalam 55 46

Malaysia 49 54

Thailand 37 88

Filipina 34 108

Indonesia 32 118

Vietnam 31 123

Myanmar 15 172

Sumber : Soebagjo (2012), Transparency International Indonesia : www.ti.or.id

Secara regional, Indonesia tidak banyak mengalami perubahan, masih di

jajaran bawah apabila dilihat berdasarkan skor CPI-nya. Skor 32 menunjukkan bahwa

Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar

(Soebagjo, 2012). Skandal-skandal keuangan seperti yang terjadi pada Enron,

WorldCom, Xerox, Adelphia Communication, dan jatuhnya Arthur Andersen pada awal

tahun 2000 telah menurunkan kepercayaan akuntansi, sehingga terjadi peningkatan

teknik forensik (Gunardi : 2012). Objek dari akuntansi forensik di sektor swasta

maupun sektor publik adalah skandal keuangan yang menyangkut fraud

“penghilangan” aset, seperti pencurian, penyalahgunaan, dan lain-lain. Oleh karena

itu, diperlukan akuntan forensik yang mempunyai keahlian dalam menginvestigasi

indikasi adanya korupsi atau fraud pada perusahaan atau instansi negara.

2
Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan pemerintah sejak dahulu (sebelum

tumbangnya rezim orde baru) hingga saat ini untuk memberantas korupsi di tanah air

ini. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari latar belakang munculnya peraturan-peraturan

tentang pemberantasan korupsi.

Setelah KUHP dirasa tidak mampu lagi menjerat pelaku kejahatan korupsi,

peraturan perundangan yang menjadi dasar penanggulangan kejahatan datang silih

berganti. Secara yuridis berawal dengan dibentuknya Peraturan Penguasa Militer

Angkatan Darat dan Laut RI Nomor PRT/PM/06/1957 yang kemudian pada

perkembangannya dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK). Karena modus operandi perbuatan

korupsi yang semakin canggih, Undang-Undang tersebut diganti menjadi UU Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada tanggal 21

Nopember 2001 UU No. 31 Tahun 1999 tersebut diubah lagi menjadi Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001. Penetapan kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa

membuat pemerintah dirasa perlu membentuk badan khusus yang independen dan

bebas dari kekuasaan manapun. Badan khusus tersebut adalah Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berwenang melakukan koordinasi dan supervisi,

termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sebenarnya

pembentukan badan khusus tersebut telah diamanatkan oleh Pasal 43 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lebih

lanjut penjelasan mengenai KPK saat ini tertuang dalam Undang-Undang No. 30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, pemerintah juga

memberi kuasa kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk

menangani kasus berindikasi tindak pidana korupsi. Hal ini dibuktikan dengan

dikeluarkannya Surat Ketetapan Bersama (SKB) Kepala Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: Juklak.001/JA/1989 dan Kep-

145/K/1989 Tanggal 25 Februari 1989 tentang upaya menetapkan kerjasama

3
Kejaksaan dan BPKP dalam penanganan kasus berindikasi Tindak Pidana Korupsi

(TPK). Keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN juga ditandai

ketika memasuki abad ke-21. Indonesia dan negara-negara lainnya bersepakat untuk

saling bekerja sama dalam pemberantasan praktek-praktek korupsi. Hal ini dibuktikan

dengan ditandatanganinya deklarasi pemberantasan korupsi di Lima, Peru pada

tanggal 7-11 September 1997 dalam konferensi anti korupsi yang dihadiri oleh 93

negara. Namun hingga saat ini korupsi masih tumbuh subur dan sepertinya sudah

menjadi budaya yang mengakar kuat di Indonesia dan sukar untuk dihilangkan. Seperti

dikemukakan oleh para pakar/pengamat ekonomi dan politik, serta para tokoh

masyarakat baik melalui media massa maupun forum-forum lainnya bahwa korupsi

telah menjadi suatu penyakit yang sangat parah dan sukar untuk disembuhkan. Era

reformasi yang digalakkan setelah tumbangnya era orde baru juga tidak sepenuhnya

dapat mencapai visinya yaitu memberantas praktek-praktek KKN di negeri tercinta ini.

Berbagai lembaga survey atau penelitian baik di Indonesia maupun di luar

negeri menyebutkan bahwa fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat parah dan

kondisi tersebut’ sering menempatkan Indonesia pada posisi yang cukup rendah

sebagai negara terkorup. Dari hasil pemeriksaan BPKP dan Kejaksaan Agung sebagai

tindak lanjutnya, telah cukup banyak kasus korupsi ditemukan berasal dari sektor

pemerintahan. Bahkan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh BPKP dengan

mengambil responden dari berbagai kalangan di masyarakat menunjukkan bahwa

instansi/lembaga atau kegiatan-kegiatan pemerintahan dianggap oleh masyarakat

paling banyak melakukan korupsi. Maka tak heran jika masyarakat menilai pemerintah

sebagai lembaga yang seharusnya berpihak pada rakyat dan mengutamakan

kesejahteraan rakyat hanyalah rekayasa belaka kalau pada akhirnya korupsi menjadi

hal yang lumrah di kalangan pemerintahan. Berdasarkan fenomena permasalahan

diatas, maka diperlukan pembahasan mengenai strategi-strategi yang dapat

digunakan untuk memberantas korupsi ditinjau dari sudut pandang bidang auditing.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang di maksud korupsi?

2. Bagaimana peranan akuntan dalam pemberantasan korupsi?

3. Bagaimana cara penanggulangan korupsi dalam auditing?

4. Apa saja strategi yang digunakan dalam pemberantasan korupsi?

5. Bagaimana peran auditing dalan pemberantasan korupsi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.

2. Untuk mengetahui peranan akuntan dalam pemberantasan korupsi.

3. Untuk mengetahui apa saja cara penanggulangan korupsi dalam auditing.

4. Untuk mengetahui strategi apa saja yang digunakan dalam pemberantasan korupsi.

5. Untuk mengetahui peranan auditing dalam pemberantasan korupsi.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Korupsi

Menurut Shleifer dan Vishny (1993) korupsi adalah penjualan barang-barang

milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh,

pegawai negerisering menarik pungutan liar dari perijinan, lisensi, bea cukai, atau

pelarangan masuk bagi pesaing. Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk

tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk

kepentingan pribadinya. Untuk kasus seperti ini, korupsi menyebabkan biaya

ekonomi tinggi, dan oleh karena itu korupsi tidak baik bagi pertumbuhan.

Menurut Adji (1996) berdasarkan pemahaman dan dimensi baru mengenai

kejahatan yang memiliki konteks pembangunan, pengertian korupsi tidak lagi hanya

diasosiasikan dengan penggelapan keuangan Negara saja. Tindakan bribery

(penyuapan) dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga dinilai sebagai

sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan tercela dari

oknum pemerintah seperti bureaucratic corruption atau tindak pidana korupsi, yang

dikategorikan sebagai bentuk dari offences beyond the reach of the law (kejahatan-

kejahatan yang tidak terjangkau oleh hukum). Banyak contoh diberikan untuk

kejahatan-kejahatan semacam itu, misalnya tax evasion (pelanggaran pajak), credit

fraud (penipuan di bidang kredit), embezzlement and misapropriation of publicfunds

(penggelapan dan penyalahgunaan dana masyarakat), dan berbagai tipologi

kejahatan lainnya yang disebut sebagai invisible crime (kejahatan yang tak terlihat).

Istilah invisible crime banyak ditujukan untuk menunjuk pada kejahatan yang

sulit dibuktikan maupun tingkat profesionalitas yang tinggi dari pelakunya.

Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menyimpang dari aturan

maupun hukum yang berlaku dengan maksud dan tujuan untuk keuntungan pribadi

dan memberikan kerugian pada negara.

6
2.2 Sebab-Sebab Terjadinya Korupsi

Adapun sebab-sebab terjadinya korupsi dapat dilihat dalam 4 aspek:

1. Aspek Individu Perilaku Korupsi

Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab manusia terdorong melakukan

korupsi antara lain: sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi

godaan, penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar dan

mendesak, gaya hidup konsumtif, tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran

agama kurang diterapkan secara benar.

2. Aspek Organisasi

Organisasi dapat memberi andil terjadinya praktek korupsi apabila ada kesempatan

untuk berkorupsi di organisasi tersebut. Jika tidak ada kesempatan maka korupsi

juga tidak akan terjadi. Dari sudut pandang organisasi, sebab-sebab terjadinya

korupsi antara lain: kurangnya keteladanan pemimpin, kelemahan sistem

pengendalian manajemen, sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang

memadai, dan tidak adanya kultur organisasi yang benar.

3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada

Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa yang harus bertanggungjawab

atas terjadinya perbuatan korupsi hanyalah aparat pemerintah saja. Padahal pihak

swasta (anggota masyarakat itu sendiri) terkadang menjadi pemicu dan punya andil

yang cukup dalam praktek korupsi. Misalnya penerimaan pajak penghasilan negara

yang seharusnya besar ternyata menjadi lebih kecil karena sebagian masuk ke

kantong aparat pemerintah, tentunya dengan kesepakatan si wajib pajak yang

bersangkutan.

4. Aspek Perundang-undangan

Tindakan korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan

perundang-undangan, yang dapat mencakup: adanya peraturan perundang-

undangan yang monopolistik, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang

7
memadai, sosialisasi peraturan kurang, sanksi terlalu ringan, penerapan sanksi

tidak konsisten dan pandang bulu, dan lemahnya bidang evaluasi dan revisi

peraturan perundang-undangan.

2.3 Peran Akuntan dan Cara Kerja Akuntan Dalam Pemberantasan Korupsi

Peran akuntan sangat penting dalam memastikan laporan pertanggung

jawaban keuangan dan kinerja yang tepat dengan menerapkan fungsi kontrol.

Audit memberikan kontribusi dalam strategi memerangi korupsi. kerugian

Negara dapat ditemukan oleh penerapan audit yang efektif seperti audit forensik, audit

investigatif atau audit jenis lainnya. Korupsi adalah “penyalahgunaan jabatan publik

untuk keuntungan pribadi.” Karena itu, ia melibatkan perilaku yang tidak tepat dan tidak

sah pejabat publik-pelayanan, baik politisi dan pegawai negeri sipil, yang posisinya

menciptakan peluang bagi pengalihan uang dan aset dari pemerintah untuk diri

mereka sendiri dan mereka kaki. Salah satu contoh korupsi adalah penipuan.

pelaporan keuangan sebagai melakukan kecurangan disengaja atau ceroboh, baik

perbuatan atau kelalaian, yang menghasilkan laporan keuangan material yang

menyesatkan. Auditor harus mencari tahu dan laporan ini kegiatan kriminal seperti

yang diceritakan oleh standar auditing.

Sebagai akuntan, kejujuran merupakan harga mati. Namun kadang kejujuran

mesti berbagi dengan loyalitas perusahaan, sebagai contoh untuk mengurangi jumlah

pajak penghasilan seringkali perusahaan meminta trik-trik akuntansi untuk menahan

laju jumlah pembayaran pajak yang jumlahnya sangat besar, contoh paling sederhana

dengan mengakui beberapa transaksi asset kedalam biaya perusahaan sehingga laba

perusahaan berkurang hingga pajak penghasilan juga berkurang. Kasus paling luar

biasa kerugian Negara yang berhasil diungkap terjadi di Pertamina yang diakibatkan

kesalahan pencatatan akuntansi, jumlahnya lumayan fantastik sebesar 14 trilyun

rupiah.

8
Dan sebagai manusia biasa tentu saya tidak bisa lepas dari dosa, namun

dalam perkara kejujuran saya berusaha untuk setia. Bagai saya kejujuran merupakan

kunci utama menghadang budaya korupsi, dan korupsi merupakan malapetaka yang

sangat besar bagi negara.

Sebagai profesi, seseorang yang menjadi akuntan harus memenuhi prasyarat,

kompeten, memiliki integritas, independen, kepribadian yang prima. Prasyarat tadi

dinilai memadai sebagai modal melawan kejahatan ekonomi seperti korupsi.

Cara Kerja Akuntan

Wadah akuntan untuk melawan korupsi sangatlah luas. Akuntan bisa menjadi

auditor pemerintah dengan bekerja di BPKP, inspektorat jenderal

departemen/lembaga. Auditor di lembaga tinggi negara yakni BPK. Bahkan di

lembaga-lembaga yang menaruh perhatian kepada pemberantasan korupsi seperti

KPTPK.

Kemampuan terpenting yang dimiliki akuntan dalam menjalankan profesinya

adalah kemampuan melakukan pemeriksaan (audit). Dalam praktiknya audit terbagi

dalam tiga jenis. Pertama audit laporan keuangan, audit ini bertujuan menentukan

apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah sesuai dengan kriteria-kriteria

tertentu. Umumnya, kriteria itu adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum.

Jenis yang kedua adalah audit operasional. Audit operasional merupakan penelaahan

atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi guna menilai

efektivitas dan efisiensinya. Yang terakhir, audit ketaatan. Audit ini bertujuan

mempertimbangkan apakah unit yang diperiksa telah mengikuti prosedur tertentu yang

telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan audit laporan keuangan, pertama kali auditor biasanya

melakukan penilaian risiko bawaan untuk melihat tingkat kerawanan dari tiap transaksi

dan menelaah pengendalian internnya. Selanjutnya, auditor bisa melakukan pengujian

substantif atas transaksi dan saldo.

9
Prosedur yang lazim digunakan dalam pengujian substantif mencakup

rekalkulasi, observasi fisik, konfirmasi yakni komunikasi langsung dengan pihak ketiga

yang independen, tanya-jawab verbal, pengujian yang dimulai dari laporan keuangan

kemudian ditelusuri ke bukti-bukti transaksi. Juga termasuk mereview dokumen untuk

mencari hal-hal yang janggal.

Dalam mengaudit lembaga-lembaga nonlaba seperti pemerintah, bagian

terbesar biasanya adalah audit operasional dan ketaatan. Audit operasional tidak saja

terbatas pada masalah akuntansi dan keuangan tetapi juga meliputi evaluasi terhadap

struktur organisasi yang sedang berjalan.

2.4 Strategi Dalam Pemberantasan Korupsi

Sejak orde baru tumbang, kita semua tahu bahwa agenda utama reformasi

adalah pemberantasan korupsi. Mengapa korupsi? Karena korupsi adalah sumber

utama dari segala masalah yang mendera bangsa ini. Meminjam istilah yang dipakai

Kwik Kian Gie, korupsi adalah the roots of all evils. Sebagai contoh, mengapa para

investor asing kurang berminat berinvestasi di Indonesia? Karena untuk berinvestasi

di Indonesia selain harus melalui prosedur yang berbelit-belit terlalu banyak pungutan-

pungutan liar yang dilakukan oleh para birokrat baik itu di pusat maupun di daerah

yang jumlahnya cukup besar dan signifikan. Sedikitnya investor yang masuk ke

Indonesia menyebabkan tidak tumbuhnya lapangan pekerjaan sehingga

mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran. Tingginya angka pengangguran

dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial. Ini hanya salah satu contoh dampak dari

korupsi. Padahal seperti kita ketahui, korupsi di Indonesia sudah ada pada proses

pembuatan KTP, SIM, pengadaan barang dan jasa (baik itu di pemerintahan maupun

swasta), perjalanan dinas, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi,

dsb.

10
Akuntan sebenarnya memiliki peran yang sangat penting dalam pemerintahan.

Akan tetapi selama ini akuntan banyak yang kurang berminat untuk masuk kedalam

pemerintahan. Dalam hal pemberantasan korupsi, sebenarnya banyak hal yang dapat

dilakukan oleh akuntan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam hal

pemberantasan korupsi adalah memaksimalkan fungsi akuntan. sedangkan akuntan

sendiri harus memiliki strategi untuk memberantas korupsi.

 Strategi pemberantasan korupsi dari sisi akuntan

1. Melakukan audit keuangan dan kinerja secara periodik secara profesional dan

melaporkannya kepada DPR dan masyarakat.

2. Mempermudah birokasi untuk mengeluarkan dana untuk pengeluaran diluar

budget namun memperketat pengawasan atas penggunaan dana negara. Ini

harus dilakukan sehingga tidak ada lagi yang namanya dana nonbudgeter yang

semula dibuat sebagai dana cadangan yang dapat digunakan untuk

pengeluaran mendadak diluar budget namun pada prakteknya dana yang cukup

besar ini menggoda para pejabat dan akhirnya digunakan untuk korupsi.

3. Memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan.

korupsi terbesar sebenarnya terjadi pada proses ini. Salah satu contoh

perbaikan di sistem pengadaan barang dan jasa adalah dengan penerapan e-

procurement. E-procurement adalah proses pengadaan barang dan jasa secara

on-line melalui internet yang akan mendapatkan pengawasan dari masyarakat.

4. Memperbaiki sistem perpajakan nasional. Dengan sistem perpajakan yang baik,

kekayaan para pejabat negara dapat ditelusuri asal-usulnya. Selain itu dengan

sistem perpajakan yang baik kebocoran pajak dapat ditekan seminimal mungkin.

5. Mengisi posisi keuangan dengan akuntan yang profesional. Jika dalam waktu

dekat masih belum dapat merekrut akuntan, pemerintah dapat menyewa

akuntan-akuntan dari BPKP atau BPK atau bahkan dari KAP swasta untuk

11
memberikan usul perbaikan sistem, konsultasi, pelatihan, atau bahkan

penyusunan laporan keuangan.

6. Penetapan sebuah sistem evaluasi kinerja yang baru, untuk menumbuhkan

orientasi positif dalam melakukan pekerjaan, yaitu sebagai lawan dari

ketidakjelasan orientasi yang menyebabkan tumbuh suburnya korupsi.

7. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan baik secara internal oleh

instansi/lembaga pemerintah maupun eksternal oleh akuntan publik. Dengan

matriks matriks, diarahkan pada penilaian pencapaian indikator kinerja keluaran

dan indikator kinerja hasil pada setiap kegiatan.

8. Integrasi sistem informasi antar departemen, instansi, di pemerintahan secara

nasional. Dengan intergrasi sistem ini maka segala birokrasi menjadi lebih

mudah dan dapat ditelusur jejaknya jika terjadi penyimpangan.

9. Mendorong IAI untuk aktif dalam segala tindakan pencegahan, pendeteksian,

maupun penindakan tindak pidana korupsi.

10. Memberikan dukungan teknis kepada gerakan atau lembaga anti-korupsi.

Dukungan teknis sangat mungkin dilakukan oleh IAI karena organisasi ini

mempunyai anggota yang ahli dalam menentukan ada tidaknya penyelewengan

keuangan atau korupsi, yaitu akuntan yang bertindak sebagai auditor.

 Strategi Dibidang Auditing Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi

Salah satu upaya yang dapat dilakukan memberantas tindak korupsi adalah

dengan melakukan strategi dibidang auditing di lingkungan lembaga pemerintahan.

Dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang berakibat merugikan pihak lain

(rakyat atau negara), maka para auditor dituntut untuk tidak hanya paham prosedur

akuntansi tetapi juga pengetahuan-pengetahuan lain yang mendukung seperti

perdagangan, perpajakan, perdagangan saham, dan asuransi. Bidang ilmu auditing

yang berhubungan dengan penyelesaian tindak pidana korupsi adalah auditing

forensik. Disamping itu konsep value for money atau 3E (ekonomi, efisiensi, dan

efektifitas) juga dapat dikembangkan dalam rangka menekan terjadinya tindakan

12
korupsi. Dengan demikian strategi dibidang auditing dalam upaya pemberantasan

korupsi ada dua macam yaitu auditing forensik dan value for money audit.

1. Auditing Forensik

Pada dasarnya ilmu forensik adalah aplikasi ilmu untuk penyelidikan kriminal

dalam rangka untuk mencari bukti yang dapat digunakan dalam penyelesaian

kasus-kasus kriminal. Tujuan auditing forensik sangat khusus sehingga

penyusunan program maupun pelaksanaan auditnya sangat berbeda dengan

audit biasa. Program audit forensik harus diarahkan untuk mengumpulkan bukti-

bukti yang cukup dan kompeten sehingga kasus kriminal yang sedang ditangani

dapat terungkap. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya amat dibutuhkan

auditor-auditor yang memiliki karakteristik khusus. Seorang auditor forensik

dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga dibalik angka-angka yang

tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang sedang berkembang

agar bisa mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, dan dapat

menemukan adanya penyimpangan. Kemampuan ini hanya dimiliki oleh auditor

dengan pengalaman mengaudit yang tinggi sekaligus paham ilmu pengetahuan

lain yang mendukung. Para auditor forensik biasa disebut Certified Fraud

Examiner (CFE) selain memeriksa kasus-kasus penyelewengan terhadap

catatan-catatan akuntansi, penyimpangan prosedur akuntansi dan korupsi, juga

memeriksa kasus-kasus tuntutan perdata seperti ganti rugi, asuransi,

persengketaan pemegang saham dan perusahaan sampai pada gugatan

pembagian harta akibat perceraian.

Secara umum pekerjaan akuntan forensik meliputi kelompok fraud auditor,

expert witness, dan konsultan litigasi. Berikut ini uraian masing-masing profesi

tersebut:

 Fraud Auditor

Perkembangan dunia usaha yang demikian kompleks dan bervariasi

dewasa ini, membuat kemajuan di bidang ekonomi cenderung diiringi pula

13
dengan munculnya kejahatan-kejahatan seperti praktek-praktek fraudulent

dan misrepresentation, pengelapan pajak, pemakaian kartu kredit oleh orang-

orang yang tidak berhak, money laundering, window dressing, dan berbagai

bentuk korupsi serta penipuan konsumen. Hal tersebut menuntut para auditor

khususnya harus dapat memahami fraud. Pada dasarnya fraud merupakan

serangkaian irregularities dan perbuatan-perbuatan melanggar hukum (illegal

acts) yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu. Praktek ini

mungkin dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar organisasi,

untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok dan secara

langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain. Fraud auditor

berperan untuk mencegah dan mengoreksi kecurangan-kecurangan dalam

dunia bisnis pada umumnya, seperti yang telah disebutkan diatas.

 Expert Witness (Saksi Ahli)

Auditor forensik yang bertindak sebagai expert witness, pekerjaannya

adalah mengumpulkan informasi, melakukan analisis, dan memberikan

kesaksian di pengadilan jika diminta. Jadi dalam pokja (kelompok kerja) saksi

ahli, auditor forensik tidak hanya berperan untuk mengumpulkan bukti-bukti

dan mengungkap kasus-kasus kriminal saja, tetapi juga berperan dalam

penyelidikan dan persidangan kasus-kasus kriminal. Auditor forensik sebagai

saksi ahli dapat dikontrak oleh pengacara atau penggugat, dan apabila pihak

lawan meminta hasil analisanya, maka auditor forensik wajib menyajikannya.

Auditor forensik harus bersikap jujur, terbuka, dan obyektif.

 Konsultan Litigasi

Sebagai seorang konsultan, peran akuntan forensik terbatas pada

pemberian nasehat dan konsultasi kepada pengacara. Akuntan tidak

dipandang sebagai saksi ahli di dalam pengadilan, tetapi lebih dipandang

sebagai seorang litigator yang bekerja sebagai konsultan. Kertas kerja

akuntan forensik sebagai konsultan litigator tidak terbuka untuk umum.

14
Akuntan forensik dapat menggunakan teori dan dasar analisis yang berbeda

tanpa adanya rasa takut karena pengacara tersebut memilih dan

menggunakan kertas kerja akuntan forensik untuk memenuhi

kepentingannya.

2. Value For Money Audit

Value For Money (VFM) merupakan ekspresi pelaksanaan lembaga sektor

publik yang mendasarkan pada tiga elemen dasar yaitu: ekonomi, efisiensi, dan

efektivitas.

• Ekonomi : pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

harga yang termurah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input

value.

• Efisiensi : tercapainya output yang maksimum dengan input tertentu.

Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan

standar kinerja yang telah ditetapkan.

• Efektivitas : tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.

Secara sederhana efektivitas adalah perbandingan outcome dengan output

(target/result).

Ketiga elemen tersebut memberikan rerangka bagi pelaksanaan audit

kinerja pada pemerintah daerah. Sebagaimana diatur dalam SAP 1995, audit

kinerja mencakup audit tentang ekonomi, efisiensi, dan efektivitas/program.

Audit tentang ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan apakah: (1)

suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber

dayanya seperti karyawan, gedung, peralatan kantor, dan sebagainya secara

hemat dan efisien; (2) penyebab ketidakhematan dan ketidakefisienan; (3)

entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan kehematan dan efisiensi.

15
Sedangkan audit efektivitas/audit program digunakan untuk menentukan:

(1) tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah

ditetapkan oleh Undang-Undang atau badan lain yang berwenang; (2) efektivitas

kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang

bersangkutan; (3) apakah entitas yang diaudit telah mentaati peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatan.

Dengan kata lain tujuan-tujuan audit tersebut adalah untuk meningkatkan

akuntabilitas lembaga-lembaga pemerintahan. Akuntabilitas lembaga

pemerintahan berarti bahwa lembaga-lembaga pemerintahan harus

memberikan penjelasan kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas atas aktivitas

yang dilakukan sebagai konsekuensi dari amanat yang diembannya.

Value for money dicapai ketika suatu badan publik melakukan tugasnya

dengan standar tinggi dan biaya rendah. Dengan kata lain, segala tugas yang

ada dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Ekonomi dan efisiensi

berkaitan dengan penghematan sumber daya. Ekonomis berarti meminimalkan

input, efisiensi berarti mencapai output maksimum dengan tingkat minimum agar

menjadi efektif. Selain itu di lingkungan BPKP sendiri yang notabene adalah

lembaga non departemen yang bertugas untuk melaksanakan tugas pemerintah

di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, jelas menginginkan konsep 3E dapat terus

ditingkatkan sebagai upaya dalam mencapai misinya yaitu meningkatnya

manajemen yang baik di lingkungan BPKP sendiri.

Perlu kami kemukakan kembali bahwa maraknya konsep value for money

atau 3E (ekonomis, efisien, dan efektif) ini berawal dari reformasi pemerintah

atas penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah secara otonomi yang

menuntut lembaga-lembaga publik tidak hanya merubah format lembaganya

saja, tetapi alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-

16
lembaga publik publik tersebut juga perlu diperbaharui secara ekonomis, efisien,

efektif (3E), transparan dan akuntabel sehingga good governance dapat

tercapai. Kemudian adanya tuntutan sistem keuangan baik di daerah maupun

pusat yaitu uang rakyat (public money) dapat dikelola secara transparan,

menjadikan konsep 3E dipercaya sebagai dasar yang memadai dalam upaya

menciptakan akuntabilitas publik (public accountability).

Lalu apa gunanya value for money audit? Value for money audit atau 3E

audit berguna untuk menjamin dikelolanya uang rakyat secara ekonomis, efisien,

efektif, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan publik.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa informasi manajemen dan akuntansi

pada organisasi sektor publik kurang komprehensif dibandingkan dengan sektor

swasta. Jasa publik seharusnya dapat menunjukkan apa saja yang telah

diperoleh dengan uang publik dan berapa banyak uang yang telah digunakan.

Dengan demikian value for money audit merupakan jenis audit yang tepat

untuk diterapkan di lembaga-lembaga pemerintahan, karena tidak hanya melihat

aspek Ketaatan dan Keuangan saja (audit 2K), melainkan sudah mengarah pada

hubungan input dan output suatu aktivitas, serta pencapaian tujuan yang telah

ditentukan. Diharapkan dengan diterapkannya value for money audit ini

tindakan-tindakan yang mengarah pada perbuatan tindak pidana korupsi, atau

yang memicu tindakan korupsi dapat terdeteksi sedini mungkin dan dapat

diantisipasi secara cepat.

17
 Strategi Menurut BPKP

BPKP dalam buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional , telah menyusun

beberapa strategi pemberantasan korupsi yang meiuti strategi preventif, detektif

dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut:

1. Strategi Preventif

Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan

cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang

terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan:

 Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat.

 Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya

 Membangun kode etik di sektor public

 Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi

Bisnis.

 Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.

 Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan

peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri.

 Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas

kinerja bagi instansi pemerintah.

 Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.

 Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN).

 Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

 Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;

2. Strategi Detektif

Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan

korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :

 Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat.

 Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu.

18
 Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi public.

 Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di

masyarakat internasional.

 Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional.

 Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana

korupsi.

3. Strategi Represif

Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan

korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi

represif dapat dilakukan dengan :

 Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi.

 Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar

(Catch some big fishes).

 Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan

untuk diberantas.

 Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.

 Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam

sistem peradilan pidana secara terus menerus.

 Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana

korupsi secara terpadu.

 Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.

 Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik

tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.

Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana

tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua

komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus

19
berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang

bersifat segera.

Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan

menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi

pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun

pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat

(wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).

Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan

pengawasan internal dan fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan menyusun petunjuk teknis operasional

pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN Nomor : 37a/M.PAN/2/2002

tanggal 8 Februari 2002. Petunjuk teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai

petunjuk praktis bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP)/

Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN/D dan Perbankan dalam upaya

mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing.

20
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kasus Korupsi di Lingkungan Pemerintahan

Korupsi bukan merupakan hal yang asing di lingkungan masyarakat. Korupsi

di birokrasi pemerintahan sudah seakan mengakar sejak birokrasi tersebut berdiri.

Korupsi terjadi karena kewenangan yang diberikan kepada pejabat pemerintah

disalahgunakan demi mendapatkan uang maupun jabatan dan keuntungan lainnya.

Permasalahan korupsi sebelumnya selalu dikaitkan dengan gaji PNS yang rendah,

tetapi ketika gaji PNS dinaikkan dan diberikannya tunjangan yang setara dengan

pegawai di sektor swasta, praktek korupsi tetap berlangsung. Dorongan dari pribadi

dan tekanan pihak luar mempengaruhi terjadinya korupsi, sementara penegakan

hukum masih lemah.

Kasus korupsi di lingkungan pemerintahan terbukti pada hasil audit BPK

terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010 yang menyatakan

bahwa Kementerian Pendidikan Nasional mendapatkan opini disclaimer atau tidak

memberikan pendapat. Berdasarkan data yang dirilis BPK, penyebab opini disclaimer

tersebut yaitu penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai standar akuntansi

pemerintah, data yang disampaikan tidak lengkap dan akurat, adanya ketidaksesuaian

dengan peraturan perundangan, dan pengendalian internal yang lemah. Hasil

pemeriksaan BPK juga menemukan adanya dana tidak wajar mencapai Rp 763 milyar,

meliputi dana yang tidak disalurkan dan tidak disetor ke kas negara, adanya tunjangan

profesi dan tagihan beasiswa selama tahun 2010 kurang bayar sebesar Rp 61,9

milyar, pembayaran honorarium dan perjalanan dinas sebesar Rp 4,7 milyar, dan

pengadaan barang atau tidak selesai dilaksanakan senilai Rp 55 milyar (Transaktual,

2012).

21
Kasus proyek hambalang menambah deretan kasus korupsi di pemerintahan

Indonesia. Proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat ini pada awalnya

merupakan sebuah proyek APBN dengan kontrak pengadaan barang/jasa tahun

tunggal yang kemudian berubah menjadi kontrak pengadaan barang/jasa tahun jamak.

Pembangunan Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Nasional (PLOPN) di

Hambalang merupakan inisiasi Direktur Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan

Nasional yang membutuhkan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga dalam rangka

persiapan pembinaan atlet nasional bertaraf internasional.

Proyek PLOPN kemudian dialihkan kepada Kementerian Negara Pemuda dan

Olahraga, dan terjadi perubahan nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Prestasi Olahraga Nasional. Tahun 2009, dilakukan pengajuan anggaran

pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125 miliar, tetapi tidak dapat

dicairkan (dibintangi) karena surat tanah Hambalang belum selesai. Berdasarkan

Surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/HP/BPN RI/2010 yang diterbitkan pada 6

Januari 2010 tentang pemberian hak pakai atas nama Kemenpora atas tanah di

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kemudian pada tanggal 20 Januari 2010 diterbitkan

sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2.

Tahun ini juga terdapat perubahan yakni penambahan fasilitas sarana dan prasarana

dengan dibutuhkan anggaran Rp 1,75 triliun. Total anggaran yang sudah dikeluarkan

sejak 2009-2010 adalah sebesar Rp 675 miliar (Aziz, 2012).

Awal mula proyek Hambalang menjadi kasus publik adalah setelah keluarnya

Sertifikat Hambalang Nomor 60 tanggal 20 Januari 2010, di mana pada Rapat Kerja

Menpora dengan Komisi X DPR RI, Menpora mengajukan pencabutan bintang

(anggaran Rp 125 Miliar) dan mengusulkan peningkatan program penambahan sarana

dan prasarana sport centre, sehingga mengajukan anggaran menjadi Rp 1,75 Triliun,

bahkan usulan tambahan pembelian alat- alat menjadi proyek hambalang

membutuhkan dana sampai Rp 2,5 triliun (Azis, 2012).

22
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merampungkan audit investigasi

tahap I proyek pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Hasil

audit menyimpulkan indikasi kerugian negara sampai pemeriksaan per 30 Oktober

2012 mencapai Rp 243,66 miliar. Hasil pemeriksaan oleh BPK, menemukan beberapa

temuan, antara lain Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) menerbitkan surat

keputusan pemberian hak pakai tertanggal 6 Januari 2010 bagi Kementerian Pemuda

dan Olahraga atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang, sedangkan

persyaratan berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya diduga palsu

(Gatra, 2012).

B. Analisa Kasus Perbankan Di Indonesia Pada Kasus MALINDA DEE, Mantan

Senior Relation Manager CITIBANK

Inong Malinda dee, mantan senior Relationship Manager Citibank diduga

melakukan tindak pidana pencucian dana nasabah Citibank sebesar lebih dari Rp 16

milyar. Nasabah-nasabah yang ditangani Malinda biasanya adalah nasabah kelas

kakap dengan dana lebih dari Rp 500 juta. Sedangkan bank-bank di Indonesia masih

didominasi bukan oleh nasabah seperti itu. Motif pelaku adalah untuk memuaskan dan

menyenangkan suami keduanya yaitu Andhika Gumilang.

Modus Operasi yang dilakukan pelaku sebagai karyawan bank adalah dengan

sengaja melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap

bebrapa slip transfer. Slip transfer digunakan untuk menarik dana pada rekening

nasabah dan memindahkan dana milik nasabah tanpa seizin nasabah ke beberapa

rekening yang dikuasai oleh pelaku. Pelaku mengalirkan hasil penggelapan dana

nasabah Citibank ke 30 rekening. Total dana yang digelapkan pelaku diduga mencapai

lebih dari Rp 16 milyar. Dana tersebut dibelanjakan barang mewah berupa empat

mobil mewah dan dua apartemen yang saat ini disita polisi.

Penyidikan kasus ini relatif terhambat lantaran sejauh ini baru tiga nasabah

yang berani melapor polisi. Korban pelaku diduga lebih dari jumlah tersebut karena

23
pelaku memiliki ratusan nasabah. Proses penyelidikan juga terbentur aturan

perbankan yang merahasiakan identitas serta jumlah dana nasabah dan saat ini

penyelidikan masih tertuju pada lalu lintas dari tiga nasabah saja.

Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti

hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban

bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun

kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undang yang berlaku. Menurut pasal 1

angka 28 undang-undang perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan

dan simpanannya.

Analisa Dari Segi Perbankan

Kasus ini tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia

perbankan Indonesia serta Citibank itu sendiri khususnya pada manajemen

likuiditasnya. Manajemen likuiditas adalah Kemampuan manajemen bank dalam

menyediakan dana yang cukup utk memenuhi semua kewajibannya maupun

komitmen yg telah dikeluarkan kpd nasabah serta pengelolaan atas reserve

requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro wajib minimum sesuai ketentuan BI,

dan secondary reserve. Resiko yang dapat timbul apabila gagal dalam manajemen

likuiditas adalah resiko pendanaan dan resiko bunga.

Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari kasus ini, Jika Citibank tidak bisa

atau tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan dana yang cukup untuk

memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah

sebab penggelapan dana oleh Malinda Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh

Bank Indonesia serta hilangnya trust atau kepercayan nasabah dan masyarakat

kepada Citibank pada khususnya dan perbankan indonesia pada umumnya. Informasi

24
baru, Citibank mengkonfirmasikan ke masyarakat bahwa pihak Citibank menjamin

uang nasabah dan aman.

Analisa Dari Segi Politik dan Sosial

Media berpengaruh besar dalam membentuk main set pola pikir masyarakat.

Yang terjadi saat ini media dapat dipesan untuk mengabarkan suatu berita dan fokus

pada berita tersebut dalam jangka waktu yang sudah ditentukan yang memang

sengaja untuk membuat masyarakat lupa dengan kasus besar yang sudah terlanjur

menjadi berita besar sebelumnya. Jika kita peka mengamati situasi nasional, maka

kasus Malinda dee ini merupakan isu turunan untuk menutupi kasus besar yang

pernah terjadi dan diberitakan sebelumnya, sebut saja kasus talangan dana Bank

Century dan beberapa kasus lainnya yang memang sedang menyudutkan pemerintah

Indonesia sekarang ini.

Analisa Dari Segi Hukum

Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuanuntuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang

diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang

seolah-olah dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2002 tentang Tindak PidanaPencucian Uang, tindak pidana yang menjadi

pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyeelundupan

barang/tenaga kerja/imigran, Perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan

budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan

penipuan.

Dengan sudah dikeluarkannya UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau

diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses

pencucian uang yang terdiri atas:

25
• Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari

tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya

menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat, deposito, dan lain-lain)

kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.

• Transfer (layering) yakni upaya untik mentransfer harta kekayaan yang berasal dari

tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa

keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke

penyedia jasa keuangan yang lai. Dilakukannya layering, membuat penegak hukum

sulit untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut.

• Menggunakan harta kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan harta

kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam

sistem keuangna melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi

harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk

membiayai kembali kegiatan kejahatan.

Pelaku dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No 7 tahun 1992 sebagaimana

diubah dengan UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No

15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 sebagaimana

diubah dengan UU no 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian Uang dan

pastinya pelaku dikenakan sanksi berupa denda dan hukuman penjara.

26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi adalah tindakan menyimpang dari aturan maupun hukum yang berlaku

dengan maksud dan tujuan untuk keuntungan pribadi dan memberikan kerugian pada

negara.

Akuntan bisa berperan dalam upaya pemberantasan korupsi karena akuntan

memiliki kemampuan audit. Audit ini bisa digunakan untuk melacak kemungkinan

adanya penyelewengan. Di samping itu, akuntan bisa memberikan sumbangan yang

lain dalam bentuk perbaikan atas internal kontrol. Jika internal kontrol baik, maka

kemungkinan timbulnya penyelewengan bisa diperkecil. Perlunya peningkatan

kesadaran dan pengetahuan etika di kalangan para akuntan dan perlunya perluasan

pandangan dari akuntan hanya sebagai tukang administrasi atau tukang catat menjadi

akuntan yang mempunyai loyalitas profesi dan lebih independen dalam pelaksanaan

tugas merupakan cara yang dapat memperkecil terjadinya korupsi. Namun jika dari

sisi akuntannya sendiri tidak menanamkan moral dan etikanya sebagai seorang

akuntan sesungguhnya, maka korupsi yang diharap kan berkurang dan hilang dari

negeri ini tidak akan terjadi.

Strategi dibidang auditing dalam upaya pemberantasan korupsi ada dua

macam yaitu auditing forensik dan value for money audit. Seorang auditor forensik

dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga dibalik angka-angka yang

tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang sedang berkembang agar

bisa mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, dan dapat menemukan adanya

penyimpangan. Secara umum pekerjaan akuntan forensik meliputi kelompok fraud

auditor, expert witness, dan konsultan litigasi. Sedangkan, value for money audit

merupakan jenis audit yang tepat untuk diterapkan di lembaga-lembaga

pemerintahan, karena tidak hanya melihat aspek Ketaatan dan Keuangan saja (audit

27
2K), melainkan sudah mengarah pada hubungan input dan output suatu aktivitas,

serta pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Peranan auditing dalam pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah

penting, wadah pada auditor dalam mengaudit kasus – kasus korupsi yang terjadi di

Indonesia yaitu di lembaga tinggi negara yakni BPK. Bahkan di lembaga-lembaga

yang menaruh perhatian kepada pemberantasan korupsi seperti KPTPK.

Dalam kasus proyek pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor,

Jawa Barat. Hasil audit menyimpulkan indikasi kerugian negara sampai pemeriksaan

per 30 Oktober 2012 mencapai Rp 243,66 miliar. Hasil pemeriksaan oleh BPK,

menemukan beberapa temuan, antara lain Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN)

menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai tertanggal 6 Januari 2010 bagi

Kementerian Pemuda dan Olahraga atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa

Hambalang, sedangkan persyaratan berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak

sebelumnya diduga palsu (Gatra, 2012).

B. Saran

Dengan semakin terpuruknya keadaan Indonesia sekarang ini, banyaknya

terjadi korupsi di negara ini sangat memprihatinkan. Korupsi terjadi karena lemahnya

pengawasan sistem–sistem yang dimiliki oleh lembaga – lembaga atau instansi

pemerintah sehingga memudahkan berbagai pihak tertentu untuk melakukan

kecurangan. Dalam perbaikannya kita harus meningkatkan pemahaman tentang

berbgai bentk penyimpangan yang berindikasi tindak pidana korupsi antara lain

melalui sosialisasi dan asistensi, meningkatkan kemampuan dan profesionalitas

seorang auditor, dan memberikan sanksi pidana dan hukuman yang lebih berat dari

yang sudah ada agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku kecurangan (fraud)

khususnya korupsi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Sudaryati, Nafi’ Inayati Zahro. 2010. Auditing Forensik Dan Value For Money

Audit. Jurnal Akuntansi dan Auditing ISSN : 1979-6889. Kudus.

Haryono Umar. 2011. Peran Akuntan dalam Pemberantasan Korupsi.

Sosiohumaniora, Volume 13, No. 1, Maret 2011 : 108 – 126. Komisi

Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Jl. Ir. H. Juanda No. 36, Jakarta

Pusat 10110.

Ni Putu Sri Astuti. 2011. Peran Audit Forensik dalam Upaya Pemberantasan Korupsi

di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Universitas Negeri Surabaya

www.antikorupsi.org.id

www.bpkp.go.id/unit/inspektorat

www.antikorupsi.org.id

www.kompas.com (Selasa, 13 September 2011 | 16:33 WIB)

www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=2035

www.okezone.com (Senin, 26 Desember 2011 12:04 WIB)

www.polarhome.com/pipermail/pdiperjuangan/2003-January/000096.html
www.sinarharapan.co.id/ceo/2004/0412/ceo2.html

www.suarapembaruan.com/News/2007/05/22/index.html

www.transparansi.or.id/agenda/agenda2/seri_dialog/dialog34.html

www.transparansi.or.id/artikel/artikel_pk.html

29

Anda mungkin juga menyukai