Anda di halaman 1dari 9

ISU KEBIJAKAN PEMBERANTASAN

KORUPSI DI INDONESIA
MK. ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD NUR
NIM: E013221021

PROGRAM DOKTORAL ADMINISTRASI PUBLIK


FISIP
UNIVERSITAS HASANUDDIN
I. LATAR BELAKANG MASALAH

A. DESKRIPSI SITUASI MASALAH

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa ada


1261 kasus korupsi yang terjadi sepanjang 2004 hingga 3 Januari 2022.
Berdasarkan wilayahnya, korupsi paling banyak terjadi di pemerintah pusat,
yakni 409 kasus. Posisinya disusul oleh Jawa Barat dengan 118 kasus rasuah.
Sebanyak 109 kasus korupsi terjadi di Jawa Timur. Kemudian, ada 84 kasus
korupsi yang terjadi di Sumatera Utara. Kasus korupsi yang terjadi di Riau
dan Kepulauan Riau serta DKI Jakarta masing-masing sebanyak 68 kasus dan
64 kasus. Lalu, ada 55 kasus korupsi yang terjadi di Sumatera Selatan.
Sementara, Jawa Tengah menduduki posisi kedelapan dalam daftar ini.
Tercatat ada 53 kasus korupsi yang ditangani KPK di Jawa Tengah.
Jawa Tengah
Sumatera Selatan
DKI Jakarta
Riau dan Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Jawa Timur
Jawa Barat
Pemerintah Pusat
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Kasus
Su
mber: Komisi Pemberantasan Korupsi
Selanjutnya dalam laporan yang disampaikan oleh Transparency
International melaporkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau corruption
perception index (CPI) Indonesia mengalami penurunan sebanyak empat poin
menjadi 34 pada tahun 2022 dari 38 pada 2021 silam.
Kemerosotan poin IPK Indonesia ini turut menurunkan peringkat
Indonesia pada skala global. Berdasarkan data, ranking IPK Indonesia
tercatat berada di urutan ke-110 pada 2022. Peringkat IPK Indonesia
menurun sebanyak 14 poin dari tahun 2021 yang berada di peringkat ke-96.
Dalam mengukur Indeks Persepsi Koruspi menggunakan sembilan
indikator, yaitu Political Risk Service (PRS.) International Country Risk
Guide, Global Insight Country Risk Ratings, dan IMD World
Competitiveness Yearbook. Selanjutnya, penilaian IPK memakai indikator
Economist Intelligence Unit Country Ratings, Bertelsmann Foundation
Transform Index, PERC Asia Risk Guide, World Justice Project-Rule of Law
Index, serta Varieties of Democracy Project.

Jika dilihat berdasarkan statistik, tren IPK Indonesia 2022 terlihat cukup
membaik dibandingkan satu dekade lalu pada tahun 2012, yang saat itu
mendapatkan skor 32 poin. Sementara, skor IPK Indonesia tertinggi terjadi
pada tahun 2019 silam dengan perolehan 40 poin.
Berdasarkan laporan IPK oleh Transparency International, Indonesia
menempati peringkat ke-110 dari total 180 negara di dunia pada 2022.
Adapun, skor 0 artinya negara bersangkutan sangat rawan korupsi.
Sedangkan, jika mendapat skor 100, negara bersangkutan bebas dari kasus
korupsi. Sementara itu, Indonesia tercatat menempati posisi kelima dalam
daftar skor indeks korupsi terburuk di kawasan Asia Tenggara berdasarkan
laporan dari TII. Myanmar menduduki peringkat pertama sebagai negara
terkorup di kawasan Asia Tenggara dengan skor IPK 23 poin di tahun 2022.
Disusul oleh Kamboja dengan skor IPK 24 poin, Laos 31 poin, dan
Filipina dengan skor 33 poin. Sedangkan, Singapura menjadi negara yang
paling minim korupsi dengan skor IPK mencapai 83 poin. Angka ini juga
mengantarkan Singapura menjadi negara terbaik di peringkat kelima dalam
skala global setelah Norwegia.
Data-data di atas menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di
Indonesia belum maksimal dan terindikasi mengalami penurunan dari tahun
ke tahun.

B. HASIL SEBELUM USAHA PEMECAHAN MASALAH


Data 5 tahun terakhir mulai tahun 2019 IPK Indonesia mengalami
penurunan artinya buruk dimana pada tahun 2019 IPK berada pada poin 40 di
tahun 2022 ini merosot ke poin 34. Selanjutnya di antara negara yang berada
di Asia Tenggara Indonesia menempati urutan ke-5 terburuk dari 10 negara
yang dirilis oleh data Transparancy International.
II. LINGKUP DAN RAGAM MASALAH

A. PENILAIAN KINERJA KEBIJAKAN MASA LALU

ICW (Indonesia Corruption Watch) melaporkan, terdapat 252


penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum
(APH) pada semester I 2022 di Indonesia. Angka ini jauh dari target
penyelesaian kasus korupsi, yakni 1.387 pada semester I 2022.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa, jika melihat statistiknya, penindakan
kasus korupsi terlihat sempat merosot pada periode semester I 2019 dengan
jumlah penindakan hanya 122 kasus. Sementara sisanya, penanganannya kian
meningkat secara signifikan.
Pada semester I 2020, jumlah penindakan tercatat mencapai 169 kasus
dengan total tersangka sebanyak 250 orang. Lalu, jumlah penanganan kasus
meningkat menjadi 209 kasus dengan jumlah 482 tersangka pada periode
semester I 2021.
Sehubungan dengan ini, ICW mengungkapkan bahwa masih ada
kebijakan yang tidak pro terhadap agenda antikorupsi dalam penanganan
kasus korupsi di mata hukum. Selain itu, ada juga permasalahan mengenai
tidak berjalannya pronsip tata kelola pemerintahan yang baik, adanya politik
transaksional, maraknya konflik kepentingan, juga banyaknya oknum yang
memanfaatkan instrumen hukum sebagai alat untuk merepresi suara kritis.
B. PENTINGNYA SITUASI MASALAH
Dalam uraian di atas dijabarkan mengenai gambaran umum situasi
masalah terkait korupsi di Indonesia yang diharapkan dapat ditemukan solusi
permasalahan terhadap korupsi di Indonesia, penyebab terjadinya korupsi dan
cara efektif dalam pemberantasannya.

C. KEBUTUHAN UNTUK ANALISIS


Data terkait Indeks Persepsi Korupsi yang semakin merosot dari tahun
ketahun dan Jumlah penindakan kasus korupsi yang semakin meningkat
sebagai aspek dalam menganalisis kebijakan pemberantasan korupsi yang ada
di Indonesia.

III. PERNYATAAN MASALAH

A. DEFINISI MASALAH

Tindakan koruptip atau prilaku korupsi adalah tindakan yang sejak lama
terjadi di Indonesia dan terjadi di banyak negara lainnya. Praktek-praktek
seperti penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan (abuse of power), jual beli
jabatan, penyuapan, penyogokan, pemberian uang pelican, pungutan liar,
pemberian imbalan atas dasar KKN, dan penggunaan uang negara untuk
kepentingan pribadi. Kesemuanya itu adalah tindakan-tindakan koruptif yang
sering banyak terjadi baik di pemerintahan pusat maupun daerah. Hasil
Penelitian yang diterbitkan di Jurnal Ekonomi Internasional bereputasi
menyebutkan “korupsi memiliki dampak yang kuat pada pembangunan
ekonomi dan sosial dan tunduk pada berbagai kondisi kelembagaan,
yurisdiksi, sosial, dan ekonomi”. (Eugent Dimant)
B. PERILAKU UTAMA
Dari berbagai kasus yang ada dapat disimpulkan sementera bahwa
faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek,
yaitu:

1. Aspek Perilaku Individu


Aktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan
korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat
menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan
hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup
konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak
diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar;
2. Aspek Organisasi,
Kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang
tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan
sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi
perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasi ;
3. Aspek Masyarakat
Berkaitan dengan lingkungan masyarakat dimana individu dan
organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang
kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang
paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat
dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan
dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut
berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertian-
pengertian dalam budaya bangsa Indonesia.
4. Aspek Peraturan Perundang-Undangan
yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan yang bersifat
monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni
penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang
kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan
sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan
pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan
perundang-undangan.

C. TUJUAN DAN SASARAN


Tujuan kebijakan pemberantasan korupsi yakni
1. Merumuskan tindakan preventif pemberantasan korupsi di
Indonesia;
2. Merumuskan tindakan detentif terhadap tindakan-tindakan yang
mengarah pada praktek korupsi di Indonesia;
3. Merumuskan alternatif kebijakan penindakan yang tepat dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Adapun sasaran kebijakan
yakni aturan-aturan perundang-undangan, serta pencegahan dan
penindakan pada aparatur pemerintah pusat dan daerah, serta
masyarakat.

D. UKURAN EFEKTIVITAS
Dalam mengukur efektivitas pemberatasan korupsi dapat dilihat dari
pengukuran Penilaian Indeks Persepsi Koruspi (IPK) dan jumlah data kasus
korupsi di Indonesia tiap tahunnya serta indikator-indikator lainnya terkait
tingkat korupsi di Indonesai.

E. SOLUSI YANG TERSEDIA


Dalam pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan secara parsial saja.
Harus dilakukan secara holistic dan komprehensif dan massif mulai dari
komitmen kepala negara dan daerah terhadap pemberantasan korupsi sampai
pada aturan-aturan yang mengarah pada pencegahan dan penindakan korupsi
itu sendiri. Selain komitmen kepala negara dan daerah tersebut dapat dirinci
strategi dalam pemberantasan korupsi berdasarkan aspek preventif, detektif
dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan.
Adapun aspek yang dimaksud yaitu sebagai berikut:
1. Upaya preventif adalah segala usaha pencegahan korupsi yang
diarahkan untuk meminimalkan penyebab dan peluang untuk
melakukan korupsi;
2. Upaya detektif adalah segala usaha yang diarahkan untuk
mendeteksi terjadinya kasus-kasus korupsi dengan cepat, tepat
dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindak lanjuti;
3. Upaya represif adalah segala usaha yang diarahkan agar setiap
tindakan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara
cepat, tepat, dengan biaya murah, sehingga kepada para oknum
pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan
perundangan yang berlaku;

Untuk ketiga aspek stretegi tersebut yang dimaksud di atas akan


dirincikan lebih lanjut pada bagian alternatif kebijakan dan rekomendasi
pada bagian yang terpisah dari makalah ini.

REFERENSI:
Dimant E. and Tosata Guglielmo (2017). “Causes and Effects of Corruption:
What Has Past Decade’s Empirical Research Taught Us? A Survey.”
Journal of Economic Survey. Vol.00 No. 0 p. 1-22

Anda mungkin juga menyukai