Anda di halaman 1dari 4

RI Menempati Urutan Ke-5 Indeks Persepsi Korupsi

di ASEAN
Suhendra - detikNews

Jakarta - Indeks persepsi korupsi Indonesia menempati posisi kelima dari 10 negara ASEAN. Tahun 2009 
berdasarkan Transparency International Indonesia, skor Indonesia mencapai  2,8 atau naik dari tahun lalu sebesar
2,6.

Dengan demikian posisi Indonesia berada  di bawah  langsung Thailand yang mencapai skor  3,4 menempati posisi
ke-4, kemudian Malaysia dengan skor 4,5 berada di posisi ke-3, Brunei Darussalam dengan skor 5,5 menempati
posisi ke-2 dan posisi teratas dipegang oleh Singapura dengan skor 9,2.

Sedangkan posisi di bawah Indonesia antara lain Vietnam yang memiliki skor 2,7 menempati posisi ke-6,  disambung
Filipina dengan skor 2,4 menempati posisi ke-7, Kamboja memiliki skor 2 dengen peringkat ke-9, Laos skor 2 berada
di posisi ke-9 dan posisu buncit ditempati oleh Myanmar dengan skor 1,4.

Ketua Badan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis mengatakan posisi ke-5 di ASEAN
belum menjadi ukuran buat Indonesia. Terlebih lagi sebelum mencapai skor 5, Indonesia belum bisa dikatakan lulus
karena angka itu terbilang sangat minim.

"Skor suatu negara jauh lebih penting dari pada rangkingnya," kata Todung  acara peluncuran indeks persepsi
korupsi 2009, di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11/2009).

Sementara itu Sekjen Tranparency International Indonesia Teten Masduki mengatakan dengan meraih skor 2,8 pada
tahun ini, posisi Indonesia dari indeks persepsi korupsi masih menempatkan Indonesia sebagai negara yang
dipersepsikan korup. Perubahan dari 2,6 menjadi 2,8 pada tahun ini tidak terlalu signifikan.

"Kenaikan sebesar 0,2 tersebut tidak perlu dilihat sebagai suatu prestasi yang harus dibangga-banggakan," kata
Teten.

Indeks persepsi korupsi (IPK) tahun 2009 berdasarkan Transparency International  mengukur skala persepsi korupsi
dengan skala 0 berarti dipersepsikan paling korup, sedangkan hingga angka 10 berarti dipersepsikan paling tidak
korup (paling bersih).

(hen/nrl)

Rabu, 21 Januari 2009


Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2008 dan Indeks Suap 15 Institusi Publik di Indonesia
Kategori: Siaran Pers (4749 kali dibaca)
Siaran Pers
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2008 
dan Indeks Suap 15 Institusi Publik di Indonesia

Dalam usaha memerangi korupsi, dibutuhkan suatu strategi nasional yang didukung oleh data
dan informasi yang cukup dapat diandalkan, sehingga penerapan langkah-langkah pencegahan
ataupun penindakan dapat diambil secara terukur dan tepat sasaran. Survei pengukuran korupsi
seperti yang dilaksanakan Transparency International (TI) Indonesia adalah salah satu cara untuk
mendapatkan referensi data tersebut. 

Survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang dilakukan pada September sampai dengan
Desember 2008, bertujuan untuk mengukur tingkat korupsi pemerintah daerah berdasarkan
persepsi pelaku bisnis setempat. Survei ini juga mengukur tingkat kecenderungan terjadinya suap
di 15 institusi publik di Indonesia, yang ditampilkan dalam Indeks Suap. Total sampel dari survei
ini adalah 3841 responden, yang berasal dari pelaku bisnis (2371 responden), tokoh masyarakat
(396 responden), dan pejabat publik (1074).

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, seperti pada tahun 2004 dan 2006, merupakan hasil analisa
data dari responden pelaku bisnis, mengenai persepsi mereka tentang lazim atau tidak lazimnya
pejabat pemerintah daerahnya melakukan tindakan korupsi, dan bagaimana usaha pemda dalam
memberantas korupsi. Sementara itu, Indeks Suap menggambarkan tingkat kecenderungan
terjadinya suap di 15 institusi publik di Indonesia, berdasarkan pengalaman kontak antara pelaku
bisnis dengan institusi terkait. Indeks Suap juga memberikan rata-rata jumlah uang yang dipakai
dalam setiap transaksi.
Yogyakarta Kota Terbersih, Kupang Terkorup
Dari 50 kota yang disurvei dalam IPK Indonesia 2008, Yogyakarta mendapatkan skor tertinggi
yaitu 6,43. Nilai tersebut dapat dibaca bahwa pelaku bisnis di Yogyakarta menilai pemerintah
daerah cukup bersih, dan cukup serius dalam usahanya memberantas korupsi. Interpretasi ini
dapat menggambarkan hal yang sama di kota-kota yang berada di urutan teratas kota dengan skor
tertinggi, seperti Palangkaraya (6,1), Banda Aceh (5,87), Jambi (5,57), dan Mataram (5,41).

Terpilihnya Yogyakarta sebagai kota terbersih dimungkinkan mengingat sejak 2006 dibentuk
Dinas Perizinan yang merupakan pengembangan dari Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap
(UPTSA). Belum lama ini, Pemerintah Kota Yogyakarta bahkan mendapat penghargaan Citra
Pelayanan Prima 2008. Hal itu terkait dengan keberhasilannya dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik. Begitu juga kota-kota lainnya yang terbersih. Palangkaraya pernah mendapat
penghargaan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Terbaik pada 18 Desember 2007
lalu.

Sementara itu, Kupang mendapatkan skor terendah (2,97), disusul Tegal (3,32), Manokwari
(3,39), Kendari (3,43), dan Purwokerto (3,54). Ini menunjukkan bahwa di kota-kota ini, pelaku
bisnis melihat bahwa korupsi masih sangat lazim terjadi di jajaran pemerintah daerah, dan pemda
juga tidak serius dalam usaha mereka memberantas korupsi. Skor terendah dicapai Kupang,
karena pada tahun-tahun sebelumnya di kota ini banyak terjadi kasus korupsi yang melibatkan
pejabat dan anggota DPRD setempat. 

Secara umum, dapat dlihat bahwa sebagian besar kota di Indonesia pemerintah daerahnya
dipersepsikan korup, melihat bahwa hanya Yogyakarta dan Palangkaraya kota yang
mendapatkan skor diatas 6. Namun skor IPK Indonesia memang masih lebih baik dibanding
Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi) untuk Indonesia, yang pada tahun 2008
skornya adalah 2,6. 

Polisi lembaga yang paling rentan suap


Dalam Indeks Suap, pengukuran dilakukan dengan menghitung rasio kontak antara pelaku bisnis
dan institusi publik yang terjadi suap, dibanding total kontak yang terjadi. Indeks Suap polisi
mencapai 48%, yang berarti dari total interaksi antara responden pelaku bisnis dengan institusi
tersebut (n=1218), hampir setengahnya terjadi suap. Hasil ini masih relevan dengan hasil Global
Corruption Barometer (GCB) yang dikeluarkan Transparency International pada tahun akhir
2007 lalu. Menyusul polisi, bea cukai (41%), imigrasi (34%), DLLAJR (33%) dan pemda (33%)
adalah lembaga-lembaga yang berada pada urutan paling tinggi kecenderungan terjadi suap.

Peran Survei Pengukuran Korupsi 


IPK Indonesia bisa digunakan menjadi masukan berarti bagi pemerintah daerah yang disurvei
untuk introspeksi dan berbenah diri (terutama untuk kota-kota yang skornya rendah). Demikian
juga Indeks Suap, yang dapat menjadi acuan bagi institusi yang dinilai rentan terhadap praktik
suap untuk memperbaiki performanya. 
Jakarta, 21 Januari 2009
Transparency International Indonesia

Anda mungkin juga menyukai