Anda di halaman 1dari 34

PENYULUHAN ANTI

KORUPSI
OLEH
ZAINUL ELMY
INSPEKTORAT KABUPATEN
HULU SUNGAI SELATAN
USAHA MENCEGAH DAN
MENENTANG KORUPSI
RENCANA AKSI STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN
KORUPSI
PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2018
Peran yang dapat kita kontribusikan dalam pemberantasan korupsi bisa dengan :
Memilih peran dalam strategi represif :
Hampir sebagian besar kasus yang terungkap di KPK, bermula dari pengaduan masyarakat. Bukan hanya
kasus-kasus yang tidak menjadi sorotan publik, bahkan kasus besar pun tak sedikit yang bermula dari peran
serta masyarakat itu. Jika Anda memilih peran represif, melalui pengaduan seperti itulah antara lain bisa
melakukan. Jika mendapati rekan kerja, atasan, atau bahkan rekanan melakukan perbuatan yang terindikasi
tindak pidana korupsi, Anda bisa langsung melaporkan kepada KPK.

Memilih peran dalam strategi perbaikan system :


Masyarakat juga bisa berkontribusi dalam strategi perbaikan sistem. Melalui strategi ini, seorang anggota
masyarakat bisa melakukan hal-hal sebagai berikut :
 Memantau layanan publik
 Melakukan kajian dan penelitian terkait layanan publik
 Menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah
 Membangun manajemen antikorupsi di lingkungan masing-masing.

Pegawai negeri sipil (PNS) atau penyelenggara negara (PN) dapat pula berkontribusi. Caranya, dengan
melaporkan LHKPN dan gratifikasi. Terkait LHKPN, pnyelenggara negara dapat menyampaikan LHKPN
kepada KPK baik secara langsung maupun lewat pos. Customer service LHKPN akan memberikan bukti tanda
terima terkait penyerahan LHKPN kepada Penyelenggara yang datang secara langsung, atau mengirimkan
tanda terima tersebut lewat pos. Sementara gratifikasi, selain langsung kepada KPK, PNS atau penyelenggara
negara dapat pula melaporkan melalui unit pengendalian gratifikasi (UPG) yang berada di lingkungan kerja
masing-masing.
Tujuan akhir dari berbagai usaha mencegah dan menentang
korupsi

Tujuan akhir dari pemberantasan korupsi adalah


menurunnya tingkat korupsi yang dilengkapi dengan
prayarat adanya kondisi penegakan hokum yang efektif,
terbangunnya integritas dikalangan pemerintah,
masyarkat, politik dan swasta serta terbinanya hubungan
mitra kerjasama yang efektif.
Secara garis besar dapatlah pula disebutkan sebagai
berikut :
 Dilakukan Penindakan, agar Takut Korupsi
 Dilakukan Pencegahan, agar Tidak Bisa Korupsi
 Dilakukan Pendidikan dan Peran serta Masyarakat,
agar Tidak Ingin Korupsi.
Indikator keberhasilan pemberantasan
korupsi
Untuk mengukur keberhasilan capaian setiap fase dalam Road Map
KPK, digunakan dua indikator, yaitu:
a. Indeks Penegakan Hukum (Law Enforcement Index). Indeks
Penegakkan Hukum ini digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan penegakkan hukum yang dilakukan oleh KPK dan
apgakum lain dalam pemberantasan korupsi.
b. Tingkat Keberhasilan Pemberantasan Korupsi oleh KPK. Indikator
ini diperoleh dari rata-rata kumulatif capaian sasaran strategis KPK
pada Perspektif Stakeholders (Pemangku Kepentingan).

 Keberhasilan capaian kedua indikator tersebut pada setiap fase


Road Map KPK,diharapkan akan memberikan kontribusi yang
signifikan bagi Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
Referensi/role model negara/daerah/instansi yang
anti korupsi
Pada Indeks Persepi Korupsi 2015 yang dikeluarkan oleh Lembaga
Transparansi Internasional, Denmark menempati peringkat teratas
sebagai negara yang bebas dari korupsi. Apa rahasia negera itu
terbebas dari kejahatan korupsi? Duta Besar Denmark di Indonesia,
Casper Kylnge, menungkapkan kiat-kiatnya.
"Kami membuat semangat antikorupsi menjadi hal yang mainstream
di Denmark," ujar Casper ketika membuka diskusi Demokrasi dan
Korupsi yang digelar oleh Transparency International Indonesia di
Jakarta, Selasa, 15 Maret 2016.
Casper menjelaskan, yang dimaksud dengan semangat antikorupsi
yang mainstream adalah menerapkan toleransi nol terhadap korupsi
di berbagai lembaga pemerintah. Salah satu perwujudannya dengan
menempatkan lembaga serupa KPK  Komisi Pemberantasan Korupsi)
di tiap lembaga tersebut
DAMPAK KORUPSI DALAM BEBAGAI BIDANG/SEKTOR

1. Pendapatan Per Kapita (PDB Per Kapita) Indonesia


termasuk rendah :
Berdasarkan data Wikipedia, pendapatan per kapita
(PDB per kapita) Indonesia termasuk rendah. Pada
Mei 2013, berada pada angka USD4,000.
Bandingkan dengan negara-negara maju, Indonesia
jaug tertinggal. Pada 2010 saja, Luksemburg sudah
mencapai USD80,288, Qatar USD43,100, dan
Belanda USD38,618.
DAMPAK KORUPSI DALAM BEBAGAI BIDANG/SEKTOR

2. Tingkat pengangguran yang masih tinggi:


Berdasarkan data BPS, Februari 2013, angka
pengangguran terbuka usia 15 tahun ke atas
adalah 5,92% atau berdasarkan angka absolut
sekitar 7,17 juta jiwa. Angka yang luar biasa, bukan?
Karena dibandingkan negara maju, angka
tersebut jauh lenih tinggi. Sebut saja Belanda yang
hanya 3,3% atau Denmark 3,7%. Bahkan,
dibandingkan dengan negara tetangga, angka
pengangguran di Indonesia juga termasuk tinggi.
Kamboja hanya 3,5% pada 2007 dan Thailand hanya
2,1 pada 2009.
DAMPAK KORUPSI DALAM BEBAGAI
BIDANG/SEKTOR
3. Tingkat pendidikan yang rendah:
Pendidikan adalah modal penting pembangunan. Dengan
pendidikan, akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang dimiliki. Tetapi
lihatlah negeri ini. Fakta menunjukkan, tingkat pendidikan
masyarakat masih tergolong rendah yang dibarengi pula angka
putus sekolah yang tinggi.
Saat ini, rata-rata pendidikan pendidikan masyarakat Indonesia
adalah 5,8 tahun atau tidak lulus sekolah dasar (SD). Sejalan
dengan itu, angka putus
sekolah juga sangat tinggi. Setiap tahun, lebih dari 1,5 juta anak
Indonesia tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Mengenaskan
sekali, bukan?
DAMPAK KORUPSI DALAM BEBAGAI
BIDANG/SEKTOR
4. Angka mortalitas ibu hamil:
Secara makro, angka kematian ibu hamil dan
melahirkan merupakan parameter kualitas kesehatan
masyarakat pada suatu negara. Faktanya, angka
tersebut cukup tinggi di negara kita. Pada 2012,
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran. Angka tersebut
meningkat tajam dibandingkan 2007, yang
“hanya” 228 per 100 ribu kelahiran. Jadi secara
makro pula, justru terdapat penurunan kualitas
kesehatan masyarakat kita.
Dampak korupsi dalam berbagai bidang/sektor
Perbandingan antara Kerugian Keuangan Negara
dengan Hukuman finansial Koruptor

Dengan metode penghitungan Biaya Sosial Korupsi, terjadi peningkatan


sebesar 4 kali lipat bahkan hingga 543 kali lipat dari tuntutan konvensional

Implementasi untuk pembebanan Biaya Sosial Korupsii ini dapat


dilakukan dengan penerapan penggabungan perkara pidana dan
perdata melalui gugatan ganti kerugian sebagaimana yang diisyaratkan
pada Pasal 98 KUHAP.
Pengertian dan unsur-unsur biaya sosial korupsi

PENGERTIAN BIAYA SOSIAL KORUPSI, TERDIRI DARI :


1. Biaya Akibat Korupsi (Eksplisit) yaitu Nilai uang yang dikorupsi, baik itu dinikmati
sendiri maupun bukan (kerugian negara secara eksplisit)
2. Biaya Antisipasi Korupsi, terdiri dari :
- Biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten
- Reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat korupsi
- Berbagai kegiatan lain dalam rangka pencegahan korupsi oleh KPK
 3. Biaya Reaksi Terhadap Korupsi
- Biaya proses penanganan perkara:pengaduan, penyelidikan, dan penyidikan
- Biaya peradilan (panitera, jaksa, hakim, dll)
- Biayaproses perampasan aset di luar dan di dalam negeri
- Biaya rutan dan lapas, biaya pengumpulan denda, dll.
4. Biaya Akibat Korupsi (Implisit)
- Opportunity costs akibat korupsi, termasuk beban cicilan bunga di masa datang
yang timbul akibat korupsi di masa lalu
- Perbedaan multiplier ekonomi kondisi tanpa korupsi dengan kondisi jika terdapat
korupsi
UNSUR-UNSUR BIAYA SOSIAL KORUPSI :
1. BIAYA EKSPLISIT KORUPSI
- Biaya Antisipasi Tindak Korupsi: Besaran anggaran yang dikeluarkan untuk kegiatan
pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Dalam studi ini akan mengambil anggaran
kegiatan pencegahan di KPK.
- Biaya Reaksi Terhadap Korupsi: Besaran anggaran yang dikeluarkan untuk
penanganan tindak pidana korupsi, mulai dari penyelidikan hingga pemasyarakatan.
Dalam studi ini
akan mengambil anggaran kegiatan penindakan TPK di KPK.
- Biaya Akibat Korupsi (Eksplisit): Nilai uang yang dikorupsi, baik itu dinikmati
sendiri maupun bersama dengan orang lain. Dalam studi ini akan mengambil contoh
penghitungan
biaya kerugian keuangan negara yang telah dihitung oleh BPK/BPKP dari 4 kasus
TPK inkracht TPK yang ditangani KPK.
 2. BIAYA AKIBAT KORUPSI (IMPLISIT)
- Opportunity costs akibat korupsi, termasuk beban cicilan bunga di masa datang yang
timbul akibat korupsi di masa lalu
- Perbedaan multiplier ekonomi antara kondisi tanpa adanya korupsi dengan kondisi jika
terdapat korupsi
Hubungan antara Dampak Korupsi, Biaya Sosial Korupsi, dan indikator
keberhasilan pemberantasan korupsi

Biaya Sosial Korupsi, merupakan biaya yang muncul karena Dampak Korupsi.
Biaya ini dihitung dari hasil perbedaan output multiplier ekonomi pada kondisi
tanpa korupsi dengan kondisi terdapat korupsi.

Indikator Keberhasilan Pemberantasan Korupsi (tidak ada korupsi) pada setiap fase
dalam Road Map KPK, digunakan dua indikator, yaitu:
Indeks Penegakan Hukum (Law Enforcement Index). Indeks Penegakkan Hukum
ini digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penegakkan hukum yang
dilakukan oleh KPK dan aparat penegak hukum lain dalam pemberantasan korupsi.
Tingkat Keberhasilan Pemberantasan Korupsi oleh KPK. Indikator ini diperoleh
dari rata-rata kumulatif capaian sasaran strategis KPK pada Perspektif
Stakeholders (Pemangku Kepentingan).
Keberhasilan capaian kedua indikator tersebut pada setiap fase Road Map
KPK,diharapkan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi Corruption
Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Sebagai
output dari keberhasilan pemberantasan korupsi tersebut adalah diprolehnya
pengembalian uang negara yang jauh lebih besar dari kerugian negara.
Pengertian Korupsi
APA ITU KORUPSI ?
Korupsi menurut perspektif hukum/definisi
korupsi, dijelaskan melalui 13 pasal Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut, pengertian


korupsi dirumuskan ke dalam 30 delik tindak
pidana korupsi (tipikor), yang kemudian
dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) jenis
tipikor.
Faktor-faktor dan teori penyebab korupsi
GONE THEORY
PRILAKU SERAKAH SEBAGAI POTENSI
GREED DLAM DIRI SETIAP ORANG

OPPORTU KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN


NITY KECURANGAN

NEEDS KEBUTUHAN PENUNJANG KEHIDUPAN


YANG MENURUTNYA WAJAR

PENGUNGKAPAN KONSEKUENSI YANG


EXPO AKAN DIHADAPI OLEH PELAKU APABILA
SURE DIKETAHUINYA KECURANGAN
Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi
di Indonesia

Beberapa peraturan yang terbit di masa Orde Baru berkaitan dengan pemberantasan korupsi :
 GBHN Tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam
Pengelolaan Negara;
 GBHN Tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-Langkah dalam rangka Penertiban Aparatur
Negara dari Masalah Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan
Kekayaan dan Kuangan Negara, Pungutan-Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan
Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan;
 Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi;
 Keppres No. 52 Tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat dan PNS;
 Inpres Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban;
 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.
 
Jejak Kebijakan Pemberantasan Korupsi Sejak Th.1960 Sd Th.2016 :
Perjalanan bangsa ini dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia, terdokumentasi
dalam naskah perundang-undangan dan peraturan pendukung lainnya. Setidaknya, apa yang
tersaji dalam halaman ini sebagai pengingat dan indikator, apakah upaya pemberantasan korupsi
di negeri ini sudah berjalan sesuai dengan harapan, visi dan semangat yang menjiwai lahirnya
perundang-undangan dan peraturan ini? Ada sekitar 17 peraturan perundang-undangan yang
terbit sejak Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2016

Pada 2001, lahir Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 sekaligus sebagai ganti dan pelengkap UU
Nomor 31 tahun 1999. Dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tersebut, lahirlah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Di antara materi baru yang disisipkan dalam UU tersebut, adalah terkait dengan
gratifikasi. Sebagai tindak lanjut, pada 27 Desember 2002 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
30 Delik Tindak Pidana Korupsi dan pengelompokannya

Jenis Tipikor (UU No.31/1999 Jo.UU


No.20/2001)
Korupsi dirumuskan dalam 30 jenis
tipikor, dikelompokkan menjadi
tujuh jenis besar
Perbedaan Gratifikasi, Uang Pelicin, Pemerasan, dan Suap

 Gratifikasi :
 Siapa pun pegawai negeri yang disebabkan jabatan atau kewenangannya, lantas
menerima berbagai hadiah serta fasilitas dari seseorang, dikategorikan sebagai
korupsi. Hadiah atau fasilitas itu bisa berupa uang, barang, diskon, komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket pesawat, cek perjalanan, liburan gratis, atau biaya pengobatan
 Uang Pelicin :
 Uang pelicin adalah uang yang diberikan secara tidak resmi kepada petugas yang
berwenang untuk memperlancar urusan. Arti lainnya dari uang
pelicin adalah uang semir.
 Pemerasan :
 Di mana pun pemerasan menjadi perbuatan yang tidak tepuji, sekaligus dikategorikan
tindak pidana korupsi. Apabila seorang pegawai negeri memiliki kekuasaan dan
kewenangan, lalu dia memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu
yang menguntungkan dirinya, perbuatannya dianggap korupsi
 Suap :
 Suap sangat populer sebagai upaya memuluskan ataupun meloloskan suatu
harapan/keinginan/ kebutuhan si penyuap dengan memberi sejumlah uang. Aksi suap
banyak dilakukan para pengusaha dan dianggap sebagai aksi yang umum melibatkan
pejabat publik ketika menjalankan bisnis.
Strategi dan Rencana Aksi Pemberantasan
Korupsi
Strategi Pemberantasan Korupsi
Integritas, Nilai-nilai Anti Korupsi, dan Benturan Kepentingan

INTEGRITAS
Merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.
Unsur-unsur antara lain taat pada peraturan perundang-undangan, konsisten pada nilai-nilai kebenaran, tidak berperilaku
koruptif, kejujuran, berbudi luhur, kebaikan, bisa dipercaya, dan reputasi baik.
NILAI-NILAI ANTIKORUPSI
Nilai-Nilai integritas disebut juga dengan Nilai-Nilai Anti Korupsi, terdiri dari :
Inti (jujur, disiplin dan tanggungjawab)
Etos Kerja (kerja keras, sederhana dan mandiri)
Sikap (adil, berani dan peduli)
Nilai-nilai integritas tersebut wajib diaktualisasikan dalam langkah-langkah pencegahan korupsi/anti korupsi. Mengaktualisasikan
Nilai-Nilai Integritas bagi seorang Penyuluh Antikorupsi berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang
dibutuhkan dalam pengembangan pribadi penyuluh untuk mengaktualisasikan nilai-nilai integritas dalam pencegahan
korupsi. Nilai-nilai tersebut dapat berasal dari nilai kode etik, nilai luhur masyarakat atau nilai moral pribadi, serta konsisten
dengan apa yang dikatakan dan dilakukan.
BENTURAN KEPENTINGAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2012 Tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan, bahwa benturan kepentingan merupakan suatu kondisi di
mana pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban
tugas. Pertimbangan pribadi tersebut dapat berasal dari kepentingan pribadi, kerabat atau kelompok yang kemudian mendesak
atau mereduksi gagasan yang dibangun berdasarkan nalar profesionalnya sehingga keputusannya menyimpang dan akan
berimplikasi pada penyelenggaraan negara khususnya di bidang pelayanan publik menjadi tidak efisien dan efektif.
Untuk melaksanakan tugas-tugas dalam proses pembangunan nasional sangat diperlukan adanya penyelenggara negara yang
berwibawa, bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, efektif, dan efisien, karena setiap penyelenggara negara mempunyai
peranan yang menentukan. Selain disyaratkan untuk memiliki profesionalisme, setiap penyelenggara negara harus juga
mempunyai sikap mental yang jujur dan penuh rasa pengabdian kepada kepentingan rakyat, negara, dan bangsa serta harus
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai