Anda di halaman 1dari 87

KURIKULUM PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

MODUL PRAKTIKUM
KEPERAWATAN
KRITIS

PENYUSUN:
Ifa Hafifah, Ns, M. Kep.
Eka Santi, Ns, M. Kep.
Devi Rahmayanti, Ns., M. Imun.
Fatma S. Ruffaida, Ns., MNS.
Tina Handayani N., Ns., M.Kep.

EDITOR
Ifa Hafifah, Ns, M. Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Tahun Ajaran 2021/2022
BUKU PANDUAN PRAKTIKUM
KEPERAWATAN KRITIS

FOTO 3x4

NAMA MAHASISWA :
NIM :
SEMESTER :

Tanda Tangan Mahasiswa

(………………………………….)
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan pada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, dan

hidayah-Nya beserta kemudahan-Nya, sehingga Buku Panduan Praktikum

Keperawatan Kritis telah selesai dibuat. Buku panduan praktikum ini disusun dengan

tujuan agar mahasiswa dapat memperoleh gambaran umum tentang asuhan

keperawatan pada klien kritis. Buku panduan ini berisi tentang informasi umum,

proses dan peraturan pelaksanaan, tujuan, dan kompetensi dari praktikum, panduan

praktik, evaluasi dan daftar acuan yang dapat digunakan. Semoga buku ini dapat

digunakan dalam proses pencapaian kemampuan mahasiswa sesuai dengan tujuan dan

kompetensi pada praktik Keperawatan Kritis yang diharapkan.

Banjarbaru, Agustus 2021

Tim Penyusun
BAB I PENDAHULUAN

Praktikum Keperawatan Kritis merupakan rangkaian dari kegiatan


pembelajaran mata kuliah Keperawatan Kritis. Mata kuliah ini diberikan pada
mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Program Reguler semester VII.
Praktikum Keperawatan Kritis memberikan gambaran umum tentang tata
laksana klien kritis, khususnya tentang pengkajian biopsikososiokultural pada pasien
kritis, mekanisme ventilator dan perawatan pada pasien dengan ventilator,
penghitungan dosis dan pemberian obat high alert dengan infuse pump/syringe pump,
penatalaksanaan closed suction, interpretasi EKG abnormal, gastric feeding dan
gastric lavage, pendidikan kesehatan pada kasus kritis.
Praktikum Keperawatan Kritis ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk
memberikan asuhan keperawatan pada klien kritis. Dengan adanya praktikum ini,
mahasiswa mampu untuk melakukan pengkajian, serta dapat mengikuti pedoman
praktik terbaik yang berdasarkan pembuktian (Evidence-based) dalam melakukan
praktik keperawatan.
BAB II PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. KETENTUAN PRAKTIKUM
a. Kehadiran 100%
b. Praktikan yang tidak mengikuti kegiatan praktikum dengan alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan (sakit dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter,
keluarga inti meninggal dibuktikan dengan surat keterangan wali, dan tugas
resmi dibuktikan dengan surat tugas dari instansi terkait) maka berhak
mengganti kegiatan praktikum dengan ketentuan dari dosen pembimbing
praktikum.
c. Praktikan yang tidak mengikuti kegiatan praktikum dengan alasan selain pada
poin b, maka tidak bisa mengikuti ujian praktikum.
d. Praktikan diharuskan datang tepat waktu, 15 menit sebelum praktikum dimulai.
Jika terlambat kurang dari 15 menit praktikan wajib melapor ke dosen
koordinator, dan hanya dapat mengikuti praktikum atas izin dosen koordinator
praktikum. Keterlambatan lebih dari 15 menit tanpa alasan yang jelas dianggap
praktikan tidak mengikuti kegiatan praktikum pada hari itu.
e. Saat praktikum dilaksanakan, praktikan harus :
 Membawa Buku Panduan praktikum
 Memakai jas praktik dan memakai identitas/ tanda pengenal
 Bekerja dengan tertib dan teliti, membawa literatur serta alat bantu
pembelajaran yang diperlukan (alat tulis menulis)
 Jika menemukan kesulitan pada saat praktikum, praktikan diperkenankan
untuk bertanya kepada dosen pengawas praktikum dengan sopan
 Praktikan harus dapat menyelesaikan praktikum tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Kelompok yang belum menyelesaikan praktikum pada
waktunya diharuskan mengulangnya pada waktu yang lain.
 Setiap selesai praktikum meminta tandatangan/ paraf dosen pembimbing
praktikum pada lembar kegiatan praktikum
 Segala masalah yang mungkin timbul saat sebelum, selama dan sesudah
praktikum diselesaikan dengan mengutamakan dialog, keterbukaan, dan
suasana kekeluargaan demi menjunjung kejujuran keilmuan dan
profesionalisme keperawatan.

2. KEGIATAN PRAKTIKUM
Kegiatan praktikum adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan materi praktikum oleh dosen pembimbing praktikum
2. Praktik mandiri masing-masing kelompok praktikan dengan pendampingan
dosen pembimbing praktikum
3. Demonstrasi representatif dari masing masing kelompok praktikan
4. Evaluasi oleh dosen pembimbing praktikum

3. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN PRAKTIKUM


Hari/ Waktu : Senin/ 10.00-13.00 WITA
Metode : Zoom atau Gmeet

4. PENILAIAN PRAKTIKUM
NO KRITERIA PENILAIAN PERSENTASE
1. Sikap (kedisiplinan, tanggung jawab, 10%
kejujuran, dan kerja tim)
2. Pretest 20%
3. Laporan praktikum 30%
4. Ujian praktikum 40%
5. MEKANISME UJIAN PRAKTIKUM
Mahasiswa yang bisa mengikuti ujian adalah mahasiswa yang telah
mengumpulkan semua laporan praktikum, kehadiran praktikum 100%, dan
mempunyai sikap yang baik. Ujian praktikum dilakukan sebanyak satu kali kegiatan
dan dilaksanakan setelah semua pertemuan praktikum selesai.
6. JADWAL PRAKTIKUM
Senin, 10.00-13.00 wita
Dosen
Tanggal
No. Materi Praktikum Pembimbing
Praktikum
1. Penghitungan dosis dan Tina Handayani
16/8/21 N., Ns., M.Kep.
pemberian obat high alert
dengan infuse pump dan
syringe pump
2. 23/8/21 Pengkajian Biologis, Ifa Hafifah, Ns.,
M.Kep.
Psikologis, Sosial, Spiritual,
dan Budaya pada pasien kritis
3. 30/8/21 Gastric Feeding dan Gastric Tina Handayani
N., Ns., M.Kep.
Lavage
4. 6/9/21 Penatalaksanaan closed suction Ifa Hafifah, Ns.,
M.Kep.
5. 13/9/21 Interpretasi EKG abnormal Nofrianti, Ns.,
M.Kep.
6. 20/9/21 Penatalaksanaan EKG Nofrianti, Ns.,
M.Kep.
abnormal
7. 27/9/21 Setting Ventilator Lukmanul
Hakim, Ns.,
M.Kep
8. 4/10/21 Perawatan Pasien dengan Lukmanul
Hakim, Ns.,
Ventilator (bundle VAP)
M.Kep
9. 11/10/21 Pendidikan Kesehatan pada Ifa Hafifah, Ns.,
M.Kep.
pasien atau keluarga pasien
kritis
10. 18/10/21 Ujian Praktikum Kelompok 1-4 Ifa Hafifah, Ns.,
M.Kep.
Tina Handayani
N., Ns., M.Kep.
11. 25/10/21 Ujian Praktikum Kelompok 5-8 Ifa Hafifah, Ns.,
M.Kep.
Tina Handayani
N., Ns., M.Kep.

7. DAFTAR NAMA MAHASISWA KELOMPOK PRAKTIKUM DAN ASDOS

KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3


RAHMAH NI WAYAN SITI MUHAMMAD KHAIRUL FIKRI

IMAM SETYAWAN ALDA RENJANI ASPRILLA FERNANDO

ROBIATUL ADAWIYAH PRIMA MAYA NITIAS NURAHMASARI

ZAKIANOR ISNARAWATI IRMA LESTARI NURIYAH SUASTIKA

SRI ERNA KRISTANTI FARAH AULIA SAFITRI SELIZA NEVA USNUL DEWIPA

AMALIA RAHMAWATI ELFINA RUSANI AJRINA NURWIDYA SARI

RUSDIANA NUR MAGFIRAH ANISSA

NURHANA KHOFIFAH ACHMAD RIDHO AKBAR INDRYA ANGGITA SARI

RIFKA ADELINA RIZKY IRHAMNI NUR KHALISAH HAYATI

KELOMPOK 4 KELOMPOK 5 KELOMPOK 6


ANGELINE DUANA YASHINTIA
RAHADIN NUR ANBIYA IRAWAN SITI AMALIA
NUGROHO

ANASTHASIA FLORENTINA SIBORO MARIA ULFAH NOORLITA WIDYASTUTI

ABDUL RAHMAN AKBAR MUHAMMAD ILHAM WIDA YANTI

PRINANDITA SYAFIRA RIZA FAHMI KURNIAWAN ARSYA RAFA AGNIS


RANIA NINDIA OKTAVIANA AGNES DEWI AYU PUTRI

ANNISA DIVA AMALIA FIRDA ROSA MELIYANI INTAN NURULYA HADIE

NOOR HIDAYAH CICI APRILIANTY WULANDARI AHMAD AZHAR

NURHALIZA MAHARANI ASHAR JAUHAR LATIFAH HANI PUPUT ARIANTO HAKIM

KELOMPOK 7 KELOMPOK 8
NUARITA DEWI LESTARI ANTUNG JAHRA FAUZIAH

TIO YULIA MARGARETHA ARISKA IMELDA

NI MADE DWI ARMAWATI KETUT SUNARTIASIH

MASFUR LISNARITA IRHAMNA PUTRI NADA RAMADHINI

FEBRIYANTI PARAMITA PUTERI DINDA PUTRI LESTARI

PUTRI SARI ULFA HALIMAH


TONI WENDA
TUSADDIAH

HIDAYATURRAHMAN DEWI SYIFAH AMTAROHIM

ZAINUR RIDHO YUNI AYU LESTARI

Asisten Dosen:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.
8. DAFTAR HADIR KEGIATAN PRAKTIKUM
Paraf
Hari/ Tanggal Materi Praktikum Dosen
pembimbing
BAB III MATERI PRAKTIKUM

3.1 Pengkajian Biologis, Psikologis, Sosial, Spiritual, dan Budaya


1. PENGKAJIAN BIOLOGIS ANTARA LAIN PENGKAJIAN NYERI
a. CPOT
Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) merupakan instrumen
pengkajian nyeri pada pasien kritis yang tidak dapat berkomunikasi secara
verbal. Instrumen pengkajian nyeri tersebut terdiri dari 4 item penilaian, setiap
item memiliki kategori yang berbeda, yaitu ekspresi wajah, pergerakan badan,
tegangan otot dan keteraturan dengan ventilator untuk pasien terintubasi dan
pasien yang tidak terintubasi.
Petunjuk penggunaan CPOT menurut Gelinas, dkk (2006) sebagai berikut:
1) Amati pasien selama satu menit
2) Kemudian pasien harus diamati selama mendapatkan tindakan
3) Pengobatan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi
4) Pasien harus diamati sebelum dan pada puncak tindakan pengobatan
untuk menilai apakah pengobatan efektif atau tudak dalammenghilangkan
nyeri
5) Penilaian diambil nilai yang tertinggi dari nilai CPOT
6) Amati nilai CPOT setelah dilakukan tindakan pengobatan.
TABEL SKALA CPOT MENURUT GELINAS
Indikator Kondisi Skor Keterangan
Ekspresi wajah Rilek 0 Tidak ada ketegangan otot
Kaku 1 Mengerutkan kening, mengangkat
alis, orbit menegang (misalnya
membuka mata atau menangis
selama prosefur nosiseptif)
Meringis 2 Semua gerakan wajah sebelumnya
ditambah kelopak mata tertutup rapat
(Pasien dapat mengalami mulut
terbuka, mengigit selang ETT)
Gerakan tubuh Tidak ada 0 Tidak bergerak (tidak kesakitan) atau
gerakan posisi normal (tidak ada gerakan
abnormal lokalisasi nyeri)
Lokalisasi 1 Gerakan hati-hati, menyentuh lokasi
nyeri nyeri, mencari perhatian melalui
gerakan
Gelisah 2 Mencabut ETT, mencoba untuk
duduk, tidak mengikuti perintah,
mencoba keluar dari tempat tidur
Aktivasi alarm Pasien 0 Alarm tidak berbunyi
ventilator kooperatif
mekanik terhadap kerja
(Pasien ventilator
diintubasi) mekanik
Alarm aktif 1 Batuk, alarm berbunyi tetapi berhenti
tapi mati secara spontan
sendiri
Alarm selalu 2 Alarm sering berbunyi
aktif
Berbicara jika Berbicara 0 Bicara dengan nada pelan
pasien dalam nada
diekstubasi normal atau
tidak ada
suara
Mendesah, 1 Mendesah, mengerang
mengeran
Menangis 2 Menangis, berteriak
Ketegangan Tidak ada 0 Tidak ada ketegangan otot
otot ketegangan
otot
Tegang, kaku 1 Gerakan otot pasif
Sangat tegang 2 Gerakan sangat kuat
atau kaku
Total

Catatan:
1. Skor 0 : tidak nyeri
2. Skor 1-2 : nyeri ringan
3. Skor 3-4 : nyeri sedang
4. Skor 5-6 : nyeri berat
5. Skor 7-8 : nyeri sangat berat
b. BPS
BPS atau Behavioural Pain Scale adalah sebuah tehnik yang dapat digunakan
untuk penilaian nyeri pada pasien penurunan kesadaran dengan ventilator
dimana penilaian tersebut berdasarkan tiga ekspresi perilaku, yaitu ekspresi
wajah, pergerakan ekstremitas atas, dan kompensasi terhadap ventilator.

Dari gambar di atas adapun penilaiannya adalah sebagai berikut


1) Ekspresi Wajah: relaks/santai (skor 1), sedikit mengerut/mis. mengerutkan
dahi (skor 2), mengerut secara penuh/mis. hingga menutup kelopak mata
(skor 3), meringis (skor 4).
2) Pergerakan Ekstremitas Atas: tidak ada pergerakan (skor 1), sedikit
membungkuk (skor 2), membungkuk penuh dengan fleksi pada jari (skor
3), retraksi permanen (skor 4)
3) Kompensasi terhadap Ventilator: pergerakan yang menoleransi (skor 1),
batuk dengan pergerakan (skor 2), melawan ventilator (skor 3), tidak
mampu mengontrol ventilator (skor 4).

c. PENGKAJIAN TINGKAT KESADARAN: FOUR SCORE


Petunjuk kategori pengkajian individu dengan menggunakan 4 skor, yaitu:
1) Respon mata, tingkat respon terbaik setidaknya setelah 3 percobaan dalam
upaya untuk memperoleh tingkat kesadaran terbaik.
 E4 : Jika mata tertutup, pemeriksa harus membukanya dan memeriksa
dengan penelusuran jari atau benda. 1 kelopak mata membuka akan
cukup dalam kasus kelopak mata edema trauma wajah. jika tidak ada
penelusuran horizontal, penelusuran vertikal periksa. berkedip apabila
di perintah harus didokumentasikan. Hal ini berarti pasien sadar
sepenuhnya.
 E3 : Menunjukkan kelopak mata terbuka tapi tidak tidak ada tracking
 E2 : Menunjukkan kelopak mata terbuka dengan suara yang keras
 E1 : Menunjukkan kelopak mata terbuka dengan rangsangan nyeri
 E0 : Menunjukkan kelopak mata tidak terbuka walaupun dengan
rangsangan nyeri
2) Respon motorik, tingkatan respon terbaik dari lengan
 M4 : Menunjukkan bahwa pasien menunjukkan setidaknya 1 dari 3
posisi tangan (acungan jempol, kepalan tangan atau peace sign) dengan
kedua tangan
 M3 : Menunjukkan bahwa pasien menyentuh tangan pemeriksa setelah
diberikan rangsangan nyeri dengan menekan sendi temporomandibular
atau saraf supraorbital (dapat melokalisasi nyeri)
 M2 : Menunjukkan respon fleksi tungkai atas terhadap nyeri
 M1 : Tmenunjukkan ekstensi tungkai
 M0 : Tidak ada respon terhadap nyeri atau mioklonus status epileptikus
3) Refleks Brainstem, tingkat respon terbaik. Dengan memeriksa refleks
pupil dan kornea. Refleks kornea di tes dengan meneteskan 2-3 tetes cairan
steril pada kornea dengan jarak 4-6 inchi, cotton swab bisa dipergunakan.
Refleks batuk pada pengisapan trakhea di tes hanya ketika refleks pupil
dan kornea tidak ada.
 B4: menunjukkan refleks pupil dan kornea ada, baik
 B3: menunjukkan salah satu pupil lebar dan tetap
 B2: menunjukkan salah satu refleks tidak ada, refleks pupil atau kornea
 B1:refleks pupil dan refleks kornea tidak ada
 B0 : refleks pupil, refleks kornea dan refleks batuk (yang menggunakan
pengisapan trakhea) tidak ada
4) Respirasi, memastikan pola pernapasan spontan pada pasien tidak
terintubasi.
 R4: Tidak terintubasi, pola napas reguler
 R3: Tidak terintubasi, pola napas cheyne-stokes
 R2: Tidak terintubasi, pola napas irreguler
 R1: bernafas dengan menggunakan ventilator, namun PaCO2 masih
dalam batas normal
 R0: bernafas dengan menggunakan ventilator atau apneua

2. PENGKAJIAN PSIKOLOGIS
Menurut kamus besar Indonesia Psikologis diartikan berkenaan dengan psikologi;
bersifat kejiwaan: kegugupan yang disebabkan oleh faktor-faktor. Sehingga
pengkajian psikologis menggali perasaan dan suasana hati pasien dan keluarganya.
Pada pasien kritis, keluarga dapat dikaji terkait point-point berikut:
a) Cara pengambilan keputusan
b) Stresor dalam 1 tahun terakhir
c) Koping yang biasa digunakan
d) Pengobatan untuk mengatasi stress
e) Kecemasan
f) Sistem pendukung
g) Perilaku yang ditunjukkan

3. PENGKAJIAN SOSIAL
Pada aspek sosial yang perlu di kaji pada pasien kritis adalah:
a) Peran dalam keluarga
b) Hubungan dengan orang terdekat
c) Interaksi dengan klien lain
d) Cara berkomunikasi
e) Efek perubahan peran
f) Perilaku selama dirawat
g) Bahasa yang digunakan sehari-hari

4. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi: dimensi VERTIKAL adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi HORIZONTAL adalah hubungan seseorang dengan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Point-point yang dapat digali adalah:
a) Persepsi klien tentang agama
b) Kegiatan keagamaan
c) Sikap terhadap nilai
d) Bantuan spiritual

DAFTAR PUSTAKA
Priambodo, Ayu Prawesti, Kusman Ibrahim, & Nursiswati. (2016). Pengkajian Nyeri
pada Pasien Kritis dengan Menggunakan Critical Pain Observation Tool (CPOT)
di Intensive Care Unit (ICU). Jurnal Keperawatan Padjadjaran 4(2), 162-169.

Herdman, T.H. 2017. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2017-2019. Edisi 10. Jakarta: EGC
Jhonson, Marion dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,
Misouri: Mosby, Inc

McCloskey, Joanne C, 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise,


Misouri: Mosby, Inc

Laura A. Talbot, Mary Mayers-Marquardt. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis.


Jakarta : EGC.
3.2 Mekanisme Ventilator dan Perawatan Pasien dengan Ventilator
1. Pengertian
Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di
desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.
2. Tujuan Pemasangan Ventilator
a. Memberikan kekuatan mekanis pada system paru untuk mempertahankan
ventilasi yang fisiologis.
b. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki
efisiensi ventilasi dan oksigenasi.
c. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.
3. Indikasi Pemasangan Ventilator
a. “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
b. “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
c. PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
d. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
4. Alat-alat yang disediakan
a. Ventilator
b. Spirometer
c. Air viva (ambu bag)
d. Oksigen sentral
e. Perlengkapan untuk mengisap sekresi
f. Kompresor Air
5. Jenis dan Mode Ventilator
a. Jenis Ventilator
1) Ventilator Volume-Konstan
Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur sebelumnya kepada
pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor dalam sebuah silinder atau
peniup bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat disesuaikan untuk memberi
ventilasi yang diperlukan. Rasio inspirasi terhadap waktu ekspirasi dapat
dikendalikan oleh mekanisme kenop khusus. Oksigen dapat ditambahkan ke
udara inspirasi sesuai keperluan, dan sebuah pelembab dimasukkan dalam
sirkuit. Ventilator volume-konstan adalah mesin kuat dan dapat diandalkan
yang cocok untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak digunakan dalam
anestesia. Alat ini memiliki keuntungan dapat mengetahui volume yang
diberikan ke pasien walaupun terjadi perubahan sifat elastik paru atau dinding
dada maupun peningkatan resistensi jalan napas. Kekurangannya adalah dapat
terjadi tekanan tinggi. Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup pengaman aliran
mencegah tekanan mencapai tingkat berbahaya. Memperkirakan ventilasi
pasien dari volume stroke dan frekuensi pompa dapat menyebabkan kesalahan
penting karena kompresibilitas gas dan kebocoran, dan lebih baik mengukur
ventilasi ekspirasi dengan spirometer.
2) Ventilator Tekanan-Konstan
Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur sebelumnya dan
merupakan mesin yang kecil dan relatif tidak mahal. Alat ini tidak memerlukan
tenaga listrik, tetapi bekerja dari sumber gas terkompresi bertekanan minimal
50 pon/inci persegi. Kekurangan utamanya, yaitu jika digunakan sebagai
metode tunggal ventilasi, volume gas yang diberikan dipengaruhi perubahan
komplians paru atau dinding dada. Peningkatan resistensi jalan napas juga dapat
mengurangi ventilasi karena mungkin tidak cukup waktu untuk
menyeimbangkan tekanan yang terjadi antara mesin dan alveoli. Oleh karena
itu, volume ekspirasi harus dipantau. Ini sulit pada beberapa ventilator.
Kekurangan lain ventilator tekanan-konstan adalah konsentrasi oksigen
inspirasinya bervariasi sesuai kecepatan aliran inspirasi. Ventilator tekanan-
konstan kini terutama digunakan untuk “ventilasi bantuan-tekanan”, yaitu
membantu pasien yang diintubasi mengatasi peningkatan kerja napas yang
terjadi karena slang endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini
berguna untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu peralihan dari ventilasi
mekanik ke ventilasi spontan.
3) Ventilator Tangki
Ventilator tipe (1) dan (2) adalah ventilator tekanan-positif karena memberi
tekanan positif ke jalan napas. Sebaliknya, respirator tangka memberi tekanan
negatif (kurang dari atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali kepala.
Ventilator tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (“paru besi”) yang dihubungkan
dengan pompa bervolume besar, bertekanan rendah yang mengendalikan siklus
pernapasan. Ventilator tangki tdak lagi digunakan dalam penanganan gagal
napas akut karena membatasi akses ke pasien, ukuran besar, dan tidak nyaman.
Alat ini dipergunakan secara luas untuk ventilasi pasien dengan penyakit
neuromuskular kronik yang perlu diventilasi selama berbulanbulan atau
bertahun-tahun. Sebuah modifikasi ventilator tangki adalah perisai yang pas di
atas toraks dan abdomen serta menghasilkan tekanan negatif. Ini biasanya
dicadangkan bagi pasien yang sudah sembuh parsial dari gagal napas
neuromuskular.
4) Patient-Cycled Ventilators
Pada ventilator ini, fase inspirasi dapat dipicu oleh pasien ketika ia melakukan
upaya inspirasi. Istilah “ventilasi bantuan” terkadang diberikan untuk cara kerja
ini. Banyak ventilasi tekanan-konstan memiliki kemampuan ini. Ventilator ini
berguna pada terapi pasien yang sembuh dari gagal napas dan sedang dilepas
dari penggunaan ventilasi terkendali.
b. Mode Ventilator
1) Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV)
Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) terkadang disebut
pernapasan tekanan positif intermiten (Intermitten Positive Pressure
Breathing/IPPB) dan merupakan pola umum berupa pengembangan paru oleh
penerapan tekanan positif ke jalan napas dan dapat mengempis secara pasif pada
FRC. Dengan ventilator modern, variabel utama yang dapat dikendalikan
meliputi volume tidal, frekuensi napas, durasi inspirasi versus ekspirasi,
kecepatan aliran inspirasi, dan konsentrasi oksigen inspirasi.
Pada pasien dengan obstrksi jalan napas, perpanjangan waktu ekspirasi
memiliki keuntungan karena daerah paru dengan konstan waktu yang lama akan
memiliki waktu untuk mengosongkan diri. Di sisi lain, tekanan jalan napas
positif yang lama dapat mengganggu aliran balik vena ke toraks. Umumnya,
dipilih frekuensi yang relatif rendah dan waktu ekspirasi yang lebih besar dari
inspirasi, tetapi setiap pasien memerlukan perhatian yang berbeda-beda.
2) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Pada pasien ARDS, perbaikan PO2 arterial yang besar sering kali dapat
dicapai dengan mempertahankan tekanan jalan napas positif yang kecil pada
akhir ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H2O sering kali bermanfaat. Akan tetapi,
tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala digunakan. Katup khusus
tersedia untuk memberi tekanan. Keuntungan PEEP adalah alat ini
memungkinkan konsentrasi oksigen inspirasi diturunkan sehingga mengurangi
risiko toksisitas oksigen.
Beberapa mekanisme mungkin berperan pada peningkatan PO2 arterial
yang dihasilkan dari PEEP. Tekanan positif meningkatkan FRC, yang tipikalnya
kecil pada pasien ini karena pengingkatan rekoil elastic paru. Volume paru yang
kecil menyebaban penutupan jalan napas dan ventilasi intermiten (atau tidak ada
ventilasi sama sekali) di beberapa daerah, terutama di daerah dependen, dan
absorpsi atelektasis. PEEP cenderung membalikkan perubahan ini. Pasien
dengan edema jalan napasnya juga mendapat keuntungan, mungkin karena
cairan bergeser ke dalam jalan napas perifer kecil atau alveoli, memungkinkan
beberapa daerah paru diventilasi ulang. Terkadang, penambahan PEEP yang
terlalu besar menurunkan PO2 arteri, bukan meningkatkannya. Mekanisme
yang mungkin meliputi: 1) curah jantung sangat menurun, yang menurunkan
PO2 dalam darah vena campuran dan PO2; 2) penurunan ventilasi daerah
berperfusi baik (karena peningkatan ruang mati dan ventilasi ke daerah
berperfusi buruk); 3) peningkatan aliran darah dari daerah berventilasi ke tidak
berventilasi oleh peningkatan tekanan jalan napas. Akan tetapi, efek PEEP
membahayakan ini pada PO2 ini jarang terjadi.
PEEP cenderung menurunkan curah jantung dengan menghambat aliran
balik vena ke toraks, terutama jika volume darah yang bersirkulasi menurun
karena perdarahan atau syok. Oleh karena itu, nilainya tidak boleh diukur dari
efeknya pada PO2 arteri saja, tetapi bersamaan dengan jumlah total oksigen
yang dikirim ke jaringan. Hasil dari konsentrasi oksigen arterial dan curah
jantung merupakan indeks yang berguna karena perubahan padanya akan
mengubah PO2 darah vena campuran dan kemudia PO2 banyak jaringan.
Beberapa dokter menggunakan kadar PO2 dalam darah vena campuran sebagai
panduan untuk tingkat optimal PEEP. Dalam keadaan tertentu, pemasangan
PEEP menyebabkan penurunan seluruh konsumsi oksigen pasien. Konsumsi
oksigen menurun karena perfusi di beberapa jaringan sangat marginal sehingga
jika aliran darahnya menurun lagi, jaringan tidak dapat mengambil oksigen dan
mungkin mati perlahan.
Bahaya PEEP tingkat tinggi yang lain adalah kerusakan pada kapiler paru
akibat regangan tinggi pada dinding alveolar. Dinding alveolar dapat dianggap
sebagai benang kapiler. Tegangan tingkat tinggi meningkatkan stres pada
dinding kapiler yang menyebabkan robekan pada epitel alveolar, endotel
kapiler, atau semua lapisan dinding.
3) Continious Positive Airway Pressure (CPAP)
Beberapa pasien yang sedang disapih dari ventilator bernapas spontan,
tetapi masih diintubasi. Pasien demikian mendapat keuntungan dari tekanan
positif yang diberikan kontinu ke jalan napas melalui sistem katup pada
ventilator. Perbaikan oksigenasi dihasilkan dari mekanisme yang sama seperti
PEEP. Suatu bentuk CPAP telah digunakan secara sukses dalam ARDS. CPAP
bentuk lain berguna untuk menangani gangguan pernapasan saat tidur yang
disebabkan oleh obstruksi jalan napas atas. Di sini, peningkatan tekanan
diberikan melalui masker wajah yang dipakai sepanjang malam.
4) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
Ini merupakan modifikasi IPPV, yaitu pemberian volume tidal besar pada
interval yang relatif jarang kepada pasien diintubasi yang bernapas spontan.
IMV sering dikombinasi dengan PEEP atau CPAP. Pola ini berguna untuk
menyapih ventilator dari pasien, dan mencegah oklusi jalan napas atas pada
apnea tidur obstruktif dengan menggunakan CPAP nasal pada malam hari.
5) Ventilasi Frekuensi Tinggi
Gas darah dapat dipertahankan normal dengan ventilasi tekanan positif
berfrekuensi tinggi (sekitar 20 siklus/detik) dengan volume sekuncup yang
rendah (50-100 ml). Paru digetarkan bukan dikembangkan seperti cara
konvensional, dan transpor gas terjadi melalui kombinasi difusi dan konveksi.
Salah satu pemakaiannya adalah pada pasien yang mengalami kebocoran gas
dari paru melalui fistula bronkopleura.
6. Setting Ventilator
a. Tentukan “Minute Volume” (M.V.), yaitu:
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R =
Pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C:
M.V di bawah 4 liter, pakai standar “infant”
M.V. di atas 4 liter, pakai standar “adult”
b. Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
c. PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2
dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5
mmHg.

Catatan:
Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 % PEEP dapat
dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.
d. Pengaturan Alarm:
Oksigen =
batas terendah: 10 % di bawah yang diset
batas tertinggi: 10 % di atas yang diset
Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
“Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm di atas yang diset
7. Pemantauan
a. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas
darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar:
PCO2 = 35 – 45 mmHg
Saturasi O2 = 96 – 97 %
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
b. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
c. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien: denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
d. Auskultasi paru untuk mengetahui :
1) letak tube
2) perkembangan paru-paru yang simetris
3) panjang tube
e. Periksa keseimbangan cairan setiap hari
f. Periksa elektrolit setiap hari
g. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
h. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
i. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
j. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda
sebagai berikut:
1) gelisah, kesadaran menurun
2) sianosis
3) distensi vena leher
4) trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
5) salah satu dinding torak jadi mengembang
6) pada perkusi terdapat timpani.
8. Perawatan
a. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada
keluarganya bagi pasien yang tidak sadar.
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah
infeksi.
c. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar
pengembunan air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
d. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air
diganti tiap 24 jam.
e. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan
sampai letak dan panjang tube berubah.
Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
f. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga
posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
g. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah
posisi tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah
terjadinya dekubitus.
h. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
i. Teknik mengembangkan “cuff”:
1) kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
2) “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.
Daftar Pustaka
Alspach, J. G. (2006). AACN Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th Ed.
Bench, S & Brown, K. (2011). Critical Care Nursing: Learning from Practice.
Iowa: Blackwell Publishing
Burns, S. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing, Third Edition (Chulay,
AACN Essentials of Critical Care Nursing). Mc Graw Hill
Comer. S. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. 2nd ed. Clifton Park:
Thomson Delmar Learning
Elliott, D., Aitken, L. & Chaboyer, C. (2012). ACCCN’s Critical Care Nursing, 2nd
ed. Chatswood: Elsevier
Porte, W. (2008). Critical Care Nursing Handbook. Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers
Schumacher, L. & Chernecky, C. C. (2009). Saunders Nursing Survival Guide:
Critical Care & Emergency Nursing, 2e. Saunders
Urden, L.D., Stacy, K. M. & Lough, M. E. (2014). Critical care Nursing: diagnosis
and Management. 7th ed. St Louis: Mosby
Tugas Mahasiswa
1. Lihat video yang ditayangkan oleh dosen
2. Jelaskan tentang langkah-langkah setting ventilator
3. Jelaskan langkah-langkah perawatan pasien terpasang ventilator
3.3 Penghitungan dosis dan pemberian obat high alert dengan infuse pump
dan syringe pump
1. Pengertian
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obat-
obatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien
jika tidak digunakan secara tepat (drugs that bear a heightened risk of causing
significant patient harm when they are used in error (ISMP - Institute for Safe
Medication Practices)).
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) merupakan obat yang
persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadinya kesalahan/ error dan/atau
kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak
yang tidak diinginkan (adverse outcome) termasuk obat-obat yang tampak mirip
(Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, atau Look-Alike Sound-
Alike/LASA), termasuk pula elektrolit konsentrasi tinggi.
Jadi, obat yang perlu diwaspadai merupakan obat yang memerlukan
kewaspadaan tinggi, terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi, dapat
menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi kesalahan dalam
penggunaan.
Infuse pump adalah suatu alat untuk mengatur jumlah cairan / obat yang
masukkan ke dalam sirkulasi darah pasien secara langsung melalui vena.

2. Rumus Pemberian Obat pada Syringe Pump


a. Dopamin
- Indikasi:
1) terapi syok kardiogenik
2) terapi syok anafilaktik yang disertai hipotensi berat
3) pasca operasi
- Efeknya tergantung dosis yang digunakan.
1) Dosis: 2-3 g/kg/menit, mempunyai efek stimulasi 2.
2) Dosis: >3-8 g/kg/menit, mempunyai efek inotropik 1 yang kuat.
3) Dosis: >8 g/kg/menit, mempunyai efek :
a) Meningkatkan efek inotropik 1

b) Juga efek stimulasi reseptor  yang dapat meningkatkan systemic

vascular resistance, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan filling


pressure, meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dan memperburuk
fungsi ventrikel kiri; hal ini dapat dicegah dengan pemberian
vasodilator seperti nitroprusid, sehingga cardiac output dapat
meningkat.
- Kontra indikasi:
1) Feokromositoma

2) Takikardi

3) Fibrilasi ventrikel

4) Tirotoksikosis

5) Adenoma prostat

6) Penderita dengan hipoksemia dan hipovolemi

7) Glaukoma sudut sempit

- Efek samping:
1) Denyut jantung ektopik

2) Takikardi

3) Angina

4) Palpitasi

5) Vasokonstriksi

6) Hipotensi

7) Dispneu

8) Gangguan gastrointestinal

9) Sakit kepala
- Rumus Dopamin
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ×𝐵𝐵 (𝑘𝑔)×60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Rumus Dopamin =
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

b. Dobutamin
- Indikasi:
Terapi decompensatio cordis ataupun operasi jantung (terapi inotropic
penunjang untuk jangka pendek)
- Dosis: 2-20 mg/kg/menit per infus
- Mempunyai efek inotropik melalui stimulasi 1 yang kuat, efek 2 ringan,
dan 1 sangat minimal.
- Seperti dopamine, dobutamin juga meningkatkan konsumsi oksigen miokard,
namun dobutamin mampu menyeimbangkan dengan cara meningkatkan
aliran darah miokard. Dari beberapa penelitian, dobutamin terbukti lebih baik
daripada dopamine.
- Dobutamin juga mengurangi left ventricle wall stress melalui penurunan
preload dan afterload. Perubahan ini dapat memperbaiki keseimbangan
oksigen miokard, sehingga selanjutnya akan memperbaiki fungsi miokard.
- Kontraindikasi dobutamin:
1) Stenosis subaorta
2) Hipertrofi idiopatik
3) Hipoksemia yang disertai hypovolemia
- Rumus Dobutamin
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ×𝐵𝐵 (𝑘𝑔)×60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Rumus Dobutamin =
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

c. Morfin
- Indikasi morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan
atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik
non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan. Morfin
sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai:
1) Infark miokard
2) Neoplasma
3) Kolik renal atau kolik empedu
4) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau coroner
5) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan
6) Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
7) Rasa sakit hebat yang terkait dengan laba-laba janda hitam
envenomation, ular berbisa envenomation, atau gigitan atau sengatan
lainnya.
8) Sakit yang disebabkan oleh cedera korosif pada mata, kulit, atau saluran
pencernaan.
9) Edema paru akibat gagal jantung kongestif. Kimia-diinduksi edema paru
noncardiogenic bukan merupakan indikasi untuk terapi morfin.
- Kontraindikasi
1) Diketahui hipersensitif terhadap morfin.
2) Pernapasan atau depresi sistem saraf pusat dengan kegagalan
pernapasan yang akan datang, kecuali pasien diintubasi atau peralatan
dan personil terlatih berdiri untuk intervensi jika diperlukan.
3) Dugaan cedera kepala. Morfin dapat mengaburkan atau menyebabkan
depresi sistem saraf pusat berlebihan.
- Dosis toksik sangat bervariasi tergantung pada senyawa spesifik rute dan
tingkat administrasi, dan toleransi terhadap efek obat sebagai akibat dari
penggunaan kronis. Beberapa turunan fentanil lebih baru memiliki potensi
sampai dengan 2000 kali dari morfin. Dosis dan sediaan Morfin tersedia dalam
tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur
dalam tiap 4 jam. Dosis awal 5-10 mg biasa adalah mg IV atau SC atau IM,
dengan pemeliharaan dosis analgesik 5-20 mg setiap 4 jam Dosis anjuran
untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang atau untuk dosis
pediatrik adalah 0,1-0,2 mg/kgbb setiap 4 jam. Untuk nyeri hebat pada dewasa
1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan. Morfin diabsorbsi
dengan baik setelah pemberian subkutan (dibawah kulit), intra muskuler,
intravena, tetapi tidak diabsorbsi dengan baik di saluran pencernaan. Oleh
sebab itu morfin tidak pernah tersedia dalam bentuk obat minum. Rute oral
dan rektal menghasilkan penyerapan tidak menentu dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan pada pasien akut. Morfin diberikan secara
parenteral dengan injeksi subkutan, intravena, maupun epidural. Saat
diinjeksikan, terutama intravena, morfin menimbulkan suatu sensasi kontraksi
yang intensif pada otot.

3. Prosedur
a. Bawa alat-alat ke dekat klien
b. Siapkan cairan infus dan infuse set dan gantungkan di tiang penyangga infus
pump
c. Pasangkan bagian selang pada infus set pada infus pump, pastikan tidak ada
udara pada selang
d. Pasang drip sensor (jika ada) sesuai jenis infus pump pada tempat tetesan infus
set
e. Nyalakan infus pump
f. Atur infus set pada infuse pump sesuai infuse set yang digunakan dan jenis
infus pump yang digunakan
g. Atur jumlah cairan yang akan diberikan pada pasien tiap jam dan total cairan
keseluruhan yang akan dimasukan
h. Tekan start untuk memulai pemberian cairan
i. Jika ada hal yang kurang tepat, alat akan memberikan peringatan dengan suara
dan lampu yang menyala merah pada tulisan air, occlusion, flow err, empty,
door, completion
j. Evaluasi respon klien terhadap pemberian cairan.

Daftar Pustaka
Alspach, J. G. (2006). AACN Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th
Ed. Bench, S & Brown, K. (2011). Critical Care Nursing: Learning from
Practice. Iowa: Blackwell Publishing
Burns, S. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing, Third Edition
(Chulay, AACN Essentials of Critical Care Nursing). Mc Graw Hill
Comer. S. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. 2nd ed. Clifton
Park: Thomson Delmar Learning
Elliott, D., Aitken, L. & Chaboyer, C. (2012). ACCCN’s Critical Care Nursing,
2nd ed. Chatswood: Elsevier
Porte, W. (2008). Critical Care Nursing Handbook. Sudburry: Jones and
Bartlett Publishers
Schumacher, L. & Chernecky, C. C. (2009). Saunders Nursing Survival Guide:
Critical Care & Emergency Nursing, 2e. Saunders
Urden, L.D., Stacy, K. M. & Lough, M. E. (2014). Critical care Nursing:
diagnosis and Management. 7th ed. St Louis: Mosby
3.4 Penatalaksanaan closed suction
Pendahuluan
Tracheal Suction (Penghisapan trakea) melalui jalan napas buatan (tabung
endotrakeal, trakeostomi dan nasotrakeal) memintas mekanisme perlindungan normal
seperti refleks pada pada saluran pernapasan atas. Jalan napas buatan mengacu pada
tabung plastik yang dimasukkan melalui hidung, mulut atau trakea dan lokasi berada
pada trakea pasien. Pasien kritis seringkali mengalami peningkatan produksi mucus
dan tidak mampu dalam membersihkan sekret. Jika sekresi tidak dibersihkan secara
efektif, maka pasien akan mudah mengalami infeksi, atelektasis dan kolaps alveolar.
Manajemen jalan napas buatan pada pasien dapat meminimalkan risiko komplikasi
seperti VAP (ventilator-associated pneumonia), lama rawat di ruang intensif,
penggunaan ventilator mekanik, angka kesakitan dan kematian. Penghisapan pada
trakea direkomendasikan untuk menjaga kepatenan jalan napas dan membantu
mencegah terjadinya hipoksia, infeksi dan atelectasis karena adanya retensi sputum.
Komplikasi seperti hipoksia, disritmia kardiak dan kerusakan mukosa dapat
dihubungkan dengan penghisapan trakea.
Definisi
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan
cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri
(Ignativicius, 1999).
Closed Suction System (CSS) atau Sistem Penghisapan Tertutup adalah
penggabungan sistem isap ke dalam ventilator mekanis yang memungkinkan
penyedotan jalan nafas tanpa memutuskan pasien dari ventilator. Penyedotan tertutup
mencegah kehilangan PEEP dan kehilangan volume alveolar, dan mengurangi
kontaminasi jalan napas atau sirkuit ventilator oleh gas, kuman, cairan, atau fomites
di unit perawatan intensif (Farlex and Partners, 2009). Penghisapan sistem tertutup
menggunakan kateter penghisap tertutup dengan penutup plastic tanpa perlu
pemutusan ventilasi mekanik. Penghisapan sistem tertutup seharusnya digunakan pada
pasien dengan ETT, NTT atau trakeostomi. Penggantian dan cara membersihkan
kateter sistem tertutup sesuai dengan instruksi dari produsen.
Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya sekret yang
menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
1. Terdengar adanya suara pada jalan nafas
2. Hasil auskultasi: ditemukan suara crackels atau ronkhi basah
3. Kelelahan
4. Nadi dan laju pernafasan meningkat
5. Ditemukannya mukus pada alat bantu nafas
6. Permintaan dari klien sendiri untuk di suction
7. Meningkatnya peak airway pressure pada mesin ventilator
8. Pada neonates yang terpasang ETT : desaturase, takikardi, bradikardi, tidak
ada atau penurunan pergerakan dada, terlihat sekresi pada ETT, peningkatan
ETT CO2 atau O2 transkutan, irritable, penurunan atau perubahan suara
napas, peningkatan kinerja napas, fluktuasi tekanan darah, riwayat
peningkatan sekresi.

Suction jangan dilakukan bila kita akan melakukan pemeriksaan analisa gas darah 15
menit -20 menit sebelumnya dan hindarkan bila hemodinamik tidak stabil.

Pengkajian
1. Inspeksi, palpasi dan auskultasi tanda adanya sekret
2. Respirasi: desaturasi, peningkatan peak inspiratory pressure (selama volume-
controlled mechanicall ventilation/modes), penurunan tidal volume (selama
pressure-controlled mechanicall ventilation/modes), peningkatan frekuensi
napas, peningkatan kerja napas atau suara napas kasar saat auskultasi
3. Kardiovaskular: peningkatan heart rate dan tekanan darah
4. Lainnya: gelisah/agitasi atau pasien berkeringat
5. Pada grafik ventilator terlihat pola gigi gergaji pada flow volume loop atau
gelombang expiratory flow time
6. Kecemasan pada pasien
7. Evaluasi sebelum, selama dan setelah tindakan antara lain: monitor denyut
jantung dan ritme, tekanan darah, pulse oximetry, reaktivitas jalan napas, tidal
volume, peak airway pressure, tekanan intracranial

Kateter Penghisap
Kateter suction yang akan digunakan untuk membersihkan jalan nafas biasanya
mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda idealnya kateter suction yang baik adalah
efektif menghisap sekret dan resiko trauma jaringan yang minimal. Diameter kateter
suction bagian luar tidak boleh melebihi setengah dari diameter bagian dalam lumen
tube diameter kateter yang lebih besar akan menimbulkan atelektasis sedangkan
kateter yang terlalu kecil kurang efektif untuk menghisap sekret yang kental. Yang
penting diingat adalah setiap kita melakukan suction, bukan sekretnya saja yang
dihisap tapi Oksigen di paru juga dihisap dan alveoli juga bisa kolaps. Ukuran kateter
suction biasanya dalam French Units (F).
Cara menentukan kateter penghisap
Dewasa
Anak:

Teknik
Setiap melakukan suction melalui artificial airway harus steril untuk mencegah
kontaminasi kuman dan dianjurkan memakai sarung tangan yang steril. Karakter
suction harus digunakan satu kali proses suction misalnya setelah selesai suction ETT
dapat dipakai sekalian untuk suction nasofaring dan orofaring dan sesudah itu harus
dibuang atau disterilkan kembali. Ingat “Jangan sekali-kali memakai kateter suction
untuk beberapa pasien”. Peralatan lain yang perlu disediakan cairan antiseptik, vacum
suction, spuit 5-10 ml untuk spooling (lavage sollution) dan ambu bag (hand
resuscitator) untuk oksigen 100%. Vacum Suction harus dicek dan diatur jangan
terlalu tinggi karena dapat menyebabkan trauma jaringan dan jangan terlalu rendah
==> penghisapan tidak efektif.
o Cairan antiseptik untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah suction untuk
mengurangi kontaminasi kuman.
o Sebelum suction, pasien harus diberi oksigen yang adekuat (pre oxygenasi)
sebab oksigen akan menurun selama proses pengisapan.
Pada pasien-pasien yang oksigennya sudah kurang. Pre oksigen isi dapat
menghindari hipoksemia yang berat dengan segala akibatnya, sebab proses
suction dapat menimbulkan hiposemia. Pre oksigen dapat diberikan dengan
ambu bag dengan O2 100 % (2-10 liter) atau dengan memakai alat ventilator
mekanik dengan O2 100%.
o Setelah pre oksigensi yang cukup, masukan kateter suction ke dalam airway
sampai ujungnya menotok tanpa hisap, kemudian tarik kateter suction sedikit,
lakukan penghisapan dan pemutaran berlahan dan sambil menarik keluar untuk
mencegah kerusakan jaringan dan memudahkan penghisapan secret. Proses
suction tidak boleh melebihi 10-15 detik di lumen artificial airway, total proses
suction jangan melebihi 20 detik. Bila hendak mengulangi suction harus
diberikan pre-oksigenasi kembali 6-10 kali ventilasi dan begitu seterusnya
sampai jalan nafas bersih.
o Jangan lupa monitor vital sign, ECG monitor, sebelum melanjutkan suction, bila
terjadi dysritmia atau hemodinamik tidak stabil, hentikan suction sementara
waktu. Suction harus hati-hati pada kasus-kasus tertentu misalnya penderita
dengan orde paru yang berat dengan memakai respirator dan peep, tidak
dianjurkan melakukan suction untuk sementara waktu sampai oedem parunya
teratasi. Bila sputum kental dan sulit untuk dikeluarkan dapat dispooling dengan
cairan NaCl 0,9% sebanyak 5-10 ml dimasukkan ke dalam lumen artificial
airway sebelum di-suction, untuk bayi cukup beberapa tetes saja. Dianjurkan
setiap memakai artificial airway harus menggunakan humidifier dengan
kelembaban I 100% pada temperatur tubuh untllk mengencerkan dan
memudahkan pengeluaran sputum.

Bahaya dan Komplikasi


Sistem Bahaya dan Komplikasi Pasien berisiko
Respirasi  Penurunan pada dinamika  Perdarahan akut paru
komplians paru dan FRC  ALI/PEEP dependent/
 Atelectasis peningkatan kebutuhan
 Hipoksia/hipoksemia O2
 Trauma jaringan pada trakea dan  Kurang refleks batuk
atau mukosa bronkial  Risiko tinggi
 Bronkokonstriksi/bronkospasme mengalami
bronkospasme/reaktif
jalan napas
Jantung  Hipertensi  Tidak stabil CVS
 Hipotensi
 Disritmia jantung
Neurologi  Perubahan pada aliran darah otak  Tidak stabil/tinggi ICP
dan peningkatan ICP  Trauma spinal dengan
autonomic dysreflexia
Hematologi  Koagulopati missal
platelet <20, INR>2.5
Pencegahan  Peningkatan kolonisasi mikroba  Immunocompromised
infeksi pada jalan napas bawah
Sumber: AARC (2010) Clinical Practice Guidelines
ALI = acute lung injury, CVS = cardiovascular system, FRC=functional residual
capacity, ICP=intracranial pressure, INR=international normalized ratio,
PEEP=positive and expiratory pressure

1. Hipoksemia, karena suction melalui artificial airway dapat menghisap oksigen


yang di alveoli dan menurunkan oksigen pada darah arteri yang dapat
menimbulkan takikardi, aritmia/PVC, bradikardi
Untuk mencegah hipoksemia ini:
 Oksigenasi yang baik sebelum dan sesudah suction
 Suction jangan melebihi I5 detik
 Ukuran diameter suction yang benar
2. Trauma Jaringan
Suctioning dapat menyebabkan trauma jaringan, iritasi dan pendarahan untuk
pencegahan:
 Pakai kateter suction dengan jenis dan ukuran yang benar
 Teknik suction yang baik dan benar
3. Atelektasis
Atelektasis dapat terjadi bila pemakaian kateter suction yang terlalu besar dan
vakum suction yang terlalu kuat sehingga terjadi collaps paru atau atelektasis dan
bisa terajdi persisten hipoksemia.
Untuk pencegahan:
 Pakai kateter suction dengan jenis dan ukuran yang benar
 Teknik suction yang baik dan benar
 Auskultasi pre dan post suction
 Atur tekanan vakum
4. Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pada sewaktu suction biasanya oleh karena : vagal stimulasi,
batuk dan hipoksemia. Vagal stimulasi menyebabkan bradikardi, batuk
menyebabkan penurunan venous return, sedangkan hipoksemia menyebabkan
aritmia dan vasodilatasi perifer. Walaupun tekanan darah sistemik menurun,
namun tekanan intra cranial pressure (ICP) tetap naik pada waktu dilakukan
suction.
Untuk pencegahan;
 Cek darah sebelum dan sesudah suction
 Monitor yang ketat vital sign dan ECG.
5. Konstriksi jalan nafas
Konstriksi jalan nafas terjadi karena adanya rangsangan mekanik langsung dari
suction terhadap mukosa saluran nafas sehingga terjadi broncho konstriksi dengan
tanda adanya wheezing.
Peralatan yang digunakan
a. Kateter suction sesuai ukuran*
b. Sarung tangan steril atau bersih
c. Normal salin dalam kom steril
d. Masker, gown/apron
e. Mesin suction dinding atau portable
f. Stetoskop
g. Lembar Catatan Keperawatan

PROSEDUR SUCTIONING PADA TABUNG ENDOTRAKEAL (ETT):


SISTEM TERTUTUP
No. Kegiatan
1. Siapkan peralatan di dekat pasien atau di meja terdekat dengan
pasien
2. Cuci tangan sesuai indikasi
3. Identifikasi pasien
4. Pasang sampiran atau tirai penutup di sekitar pasien dan tutup
pintu (sesuaikan kondisi tempat)
5. Pastikan kebutuhan pasien terhadap penghisapan. Verifikasi
order penghisapan pada kartu pasien. Kaji nyeri atau penyebab
potensial terjadinya nyeri. Siapkan obat anti nyeri, jika
diresepkan sebelum penghisapan
6. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan,
meskipun pada pasien yang tidak sadar. Pastikan pasien tidak
akan menghambat prosedur jika pasien memiliki indikasi
kesulitan bernapas
7. Atur bed pada posisi yang nyaman, turunkan side rail terdekat.
Jika pasien sadar, posisikan pasien semi fowler. Jika pasien
tidak sadar, posisikan pasien lateral menghadap perawat.
Pindahkan meja dekat dengan area kegiatan dan sesuaikan
ketinggian.
8. Nyalakan mesin penghisap sesuai dengan tekanan
Unit suction dinding
Dewasa (100-120 mmHg); Neonatus (60-80 mmHg); Bayi
(80-100 mmHg); Anak (80-100 mmHg); Remaja (80-120
mmHg)
Unit suction portable
Dewasa (10-15 cmHg); Neonatus (6-8 cmHg); Bayi (8-10
cmHg); Anak (8-10 cmHg), Remaja (8-10 cmHg)
9. Buka kemasan closed suction (penghisapan dengan sistem
tertutup) menggunakan teknik aseptik. Pastikan peralatan masih
dalam kondisi steril.
10. Pasang sarung tangan steril
11. Gunakan tangan non dominan, putuskan sambungan ventilator
dengan ETT. Lepaskan pipa ventilator pada lokasi yang nyaman
sehingga bagian dalam tabung tetap steril atau terus memegang
tabung pada tangan non dominan
12. Gunakan tangan dominan dan jaga peralatan dalam kondisi
steril, sambungkan peralatan penghisapan sistem tertutup
sehingga kateter penghisap sejajar dengan ETT
13. Jaga bagian dalam tabung ventilator tetap steril, pasang tabung
ventilator pada bagian yang tegak lurus pada ETT. Pasang
tabung penghisap dengan kateter penghisap
14. Buka kemasan normal salin steril. Buka sambungan dengan
kateter penghisap dan masukkan sebotol normal salin atau
menggunakan jarum suntik
15. Hiperventilasi pasien menggunakan tombol pada ventilator
sebelum penghisapan. Nyalakan tutup pengaman pada tombol
kateter penghisap sehingga tombolnya mudah ditekan
16. Pegang kateter penghisap dengan pelindungnya, sekitar 6 inchi
(15 cm) dari ETT. Masukkan perlahan kateter ke dalam ETT.
Lepaskan kateter sambil berpegangan pada pelindung.
Gerakkan tangan ke belakang kateter. Pegang kateter dengan
pelindung dan ulangi gerakan, masukkan kateter sesuai dengan
panjang yang sudah ditentukan. Jangan menutupi Y-port ketika
memasukkan kateter.
17. Lakukan penghisapan intermiten dengan menekan tombol
penghisap menggunakan ibu jari tangan non dominan. Putar
secara perlahan kateter dengan ibu jari dan telunjuk tangan
dominan kemudian ditarik. Jangan lakukan penghisapan lebih
dari 10-15 detik setiap penghisapan. Hiperoksigenasi atau
hiperventilasi dengan tombol pada ventilator, sesuai pesanan
18. Kateter ditarik kembali ke dalam plastik, tekan tombol hisap
sambil dengan perlahan menekan botol normal salin sampai
kateter bersih. Biarkan kurang lebih 30 detik – 1 menit, jika
ingin dilakukan penghisapan kembali sesuai kebutuhan. Tidak
boleh melakukan penghisapan lebih dari 3 kali selama 1
episode.
19. Ketika prosedur selesai, pastikan kateter sudah di tarik ke dalam
plastik dan matikan tombol pengaman. Lepaskan botol normal
salin dan bersihkan tutup penyambung
20. Hisap rongga mulut dengan kateter sekali pakai dan lakukan
kebersihan mulut. Lepaskan sarung tangan. Matikan mesin
penghisap
21. Bantu pasien pada posisi yang nyaman. Naikkan side rail dan
letakkan bed pada posisi yang lebih rendah
22. Kaji ulang status respirasi pasien, frekuensi napas, usaha,
saturasi oksigen dan suara napas
23. Lepaskan masker/gown/apron (sesuai ketentuan PPI) jika
digunakan. Cuci tangan hand hygiene

Daftar Pustaka
Lynn, LeBon. 2011. Skills Checklist for Taylor`s Clinical Nursing Skills: A Nursing
Process Approach. Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Medical Dictionary, © 2009 Farlex and Partners
Endotracheal tube suction of ventilated neonates. Royal Children`s Hospital
Melbourne.
Chaseling, et all. 2014. Suctioning an Adult ICU Patient with an Artificial Airway: A
Clinical Practice Guidline. Agency for Clinical Innovation. Australia.

Tugas Mahasiswa
Melakukan tugas secara ber kelompok melaksanakan prosedur sesuai kasus yang
diberikan dosen atau asisten praktikum. Tugas individu adalah melakukan telaah
prosedur dan berikan komentar terhadap prosedur closed suctioning berdasarkan
pustaka yang berkaitan dan legal.
3.5 Interpretasi EKG abnormal
Tujuan : Mahasiswa mampu melakukan interpretasi EKG abnormal pada
pasien kritis antara lain LVH, RVH, LBBB, RBBB.
Left Ventricular Hypertrophy (LVH)
Kondisi di mana sisi kiri dinding otot jantung (ventrikel) mengalami penebalan
atau disebut dengan hypertrophy.
Right Ventricular Hypertrophy (RVH)
Merupakan penebalan atau penambahan massa otot atau miokardium dari
ventrikel kanan sebuah jantung.
Left Bundle Branch Block (LBBB)
Salah satu abnormalitas konduksi jantung yang terlihat pada elektrokardiogram
(EKG). Pada kondisi ini, aktivasi ventrikel kiri mengalami penundaan yang kemudian
menyebabkan ventrikel kiri berkontraksi lebih lambat dari ventrikel kanan.
Right Bundle Branch Block (RBBB)
Pada saat terjadi blok cabang berkas kanan, ventrikel kanan tidak teraktivasi
secara langsung oleh impuls yang berjalan melalui cabang berkas kanan.

Gambaran EKG
Interpretasi berdasarkan rate dan ritme
Rate
Merupakan metode terbaik untuk mengukur rate atau denyut per menit (x/menit)
pada EKG 12 lead karena dasarnya adalah 3 detik. Metode lain yang lebih mudah
untuk mengukur rate adalah pada strip ritme. Lihat pada kertas EKG dan ukur dari
1 gelombang R ke gelombang R berikutnya.
- Garis hitam tebal pertama ke garis hitam berikutnya (1/300 menit) =300
denyut/menit
- Kemudian = 150 denyut/menit (2 garis tebal = 2/300 atau 1/150)
- Kemudian = 100 denyut/menit (3 garis tebal = 3/300 atau 1/100)
- Kemudian = 75 denyut/menit (4 garis tebal) = 4/300 atau 1/75)
- Kemudian = 60 denyut/menit (5 garis tebal) = 5/300 atau 1/60)
- Kemudian = 50 denyut/menit (6 garis tebal) = 6/300 atau 1/50)
Pada strip 6 detik, hitung siklus dari gelombang R dan kalikan dengan 10 (jumlah
interval 6 detik dalam 1 menit = siklus/menit)
- Bradikardi (slow) --- kurang dari 60 siklus/menit
- Takikardi (fast) --- lebih dari 100 siklus/menit
Ritme
Pola fenomena konduksi listrik jantung ketika arus listrik melewati dari SA node ke
AV node kemudian bundle of His, bundle branches dan serat purkinje. Reguler
adalah jarak antara gelombang R selalu sama (normal ritme sinus 60-100
denyut/menit).
Ireguler adalah jarak antara gelombang R tidak selalu sama:
- Derajat pertama AV block adalah interval P-R lebih dari 0,2 detik pada setiap
siklus
- Derajat kedua AV block Wenckebach (tipe I) adalah interval P-R yang makin
progresif lebih lama sampai 1 interval P-R pada akhirnya turun/drop (tidak
mengancam jiwa)
- Derajat kedua Mobitz II (tipe II) adalah kompleks QRS turun/drop tanpa adanya
pemanjangan interval P-R (dapat menyebabkan penyumbatan jantung
total/complete heart block)
- Derajat 3 AV block (complete heart block) adalah tidak adanya interval P-R yang
berhubungan langsung dengan kompleks QRS
- Rate dapat menunjukkan fokus dari mana asalnya
- Fokus ventrikel adalah pada rate 20 – 40 denyut/menit
- Fokus fungsional (a junctional focus) adalah pada rate 40-60 denyut/menit

Daftar Pustaka
Colyar, M.R. 2015. Advanced Practice Nursing Procedurs. F.A. Davis Company.
Philadelphia.

Tugas Mahasiswa :

1. Jelaskan perbedaan mendasar antara gambaran EKG normal dengan gambaran


EKG abnormal yang sudah dibahas sebelumnya
3.6. Prosedur Irigasi Lambung
Pendahuluan
Irigasi lambung atau bilas lambung atau pompa perut merupakan suatu tindakan
yang dilakukan untuk membersihkan isi perut yang bertujuan untuk membuang
racun yang tidak terabsorbsi masuk ke saluran pencernaan, mengidentifikasi
adanya perdarahan lambung, meningkatkan visualisasi pada prosedur diagnostik
endoskopi, dan membersihkan cairan atau partikel yang ada di dalam lambung.
Indikasi irigasi lambung
1. Keracunan obat oral kurang dari 1 jam
2. Overdosis obat/narkotik
3. Terjadi perdarahan yang lama (hematemesis melena) pada saluran pencernaan
4. Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis lebih lanjut
5. Dekompresi lambung
6. Pra operasi bagian perut atau prosedur diagnostic endoskopi
Cairan yang digunakan
Air hangat atau cairan isotonis seperti NaCl 0,9% dianjurkan untuk digunakan. Akan
tetapi untuk pasien anak, hindari menggunakan air biasa karena akan merangsang
muntah sehingga mengakibatkan hiponatremi. Jumlah cairan yang digunakan, dewasa
100-300cc sekali memasukkan.
Kontra indikasi irigasi lambung
Pasien yang mengalami cedera atau trauma pada sistem pencernaan bagian atas, menelan
racun yang bersifat korosif pada kulit, dan mengalami cedera jalan nafas, perforasi
pada saluran pencernaan atas.
Komplikasi irigasi lambung
Pasien yang berada dalam kondisi aspirasi, bradikardi, hiponatremia, epiktaksis, spasme
laring, hipoksia dan hiperkapnia, injuri mekanik pada leher, esophagus, dan saluran
cerna atas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, serta pada pasien gelisah atau
berontak akan memperburuk komplikasi
Persiapan alat
1. Syringe 50mL/barrel syringe
2. Cairan normal saline NaCl 0,9%

3. Kom

4. Selang NGT disesuaikan dengan ukuran pasien (dewasa, anak, atau bayi)
5. Dua buah kom
6. Perlak dan handuk sebagai pengalas

7. APD (apron & sarung tangan)

8. Bengkok

9. Stetoskop

Persiapan pasien dan keluarga


1. Jelaskan tujuan, prosedur secara singkat dan durasi tindakan
2. Libatkan keluarga terdekat pasien

Implementasi
1. Verifikasi order dokter atau SOP RS tentang frekuensi irigasi, jenis cairan, dan jumlah
cairan irigasi.
2. Cek waktu kadaluarsa pada cairan dan set irigasi yang akan digunakan
3. Tarik tirai kamar untuk menjaga privasi pasien.
4. Cuci tangan dan pakai APD (skort dan sarung tangan)
5. Beri salam dan identifikasi pasien kembali dengan bertanya nama dan mencocokkan
dengan gelang tangan.
6. Jelaskan prosedur secara singkat ke pasien dan jelaskan alasan intervensi ini
dilakukan ke pasien. Jawab semua pertanyaan pasien dan keluarga terlebih dahulu
setelah itu lakukan pemeriksaan abdomen apabila diperlukan
7. Pasang pengalas di samping kepala sampai ke atas bahu pasien dekat dengan area
insersi NGT.
8. Dekatkan bengkok di samping pasien.
9. Tuangkan cairan NaCl 0,9% ke dalam kom
10. Pakai apron dan sarung tangan
11. Pasang NGT apabila belum terpasang.
12. Cek ketepatan letak/posisi selang NGT dengan aspirasi isi lambung pasien.
Identifikasi warna dan karakteristiknya.
13. Hisap 10-30mL larutan normal saline dari dalam kom (atau jumlah yang
diindikasikan pada order dokter) ke dalam barrel syringe.
14. Klem selang NGT lalu sambungkan tip syringe ke selang NGT.
15. Lepas plunger dari syringe.
16. Buka klem dan alirkan cairan dengan posisi syringe di atas area insersi NGT
(prinsip gravitasi).
17. Klem sebelum cairan habis untuk mencegah udara masuk
18. Ulangi kembali tindakan no 13-17.
19. Setelah cairan masuk 100cc, masukkan ujung selang ke bengkok dan biarkan cairan
keluar mengalir ke bengkok.
20. Tidak mengaspirasi cairan karena penarikan cairan yang dipaksa dapat merusak
mukosa lambung)

21. Apabila mengalami kesulitan dalam mengalirkan cairan, masukkan 20mL udara dan
aspirasi kembali, dan/atau reposisi klien atau NGT (pemberian udara dan reposisi
dapat memindahkan ujung selang dari dinding lambung. Apabila masih kesulitan,
sambungkan selang ke suction intermiten dan beritahukan perawat primernya.
22. Observasi sampai jumlah cairan tercapai atau cairan lambung yang keluar bersih.
23. Jika air yang keluar sudah jernih, selang NGT dicabut pelan-pelan. Apabila masih
digunakan selang NGT dapat dibiarkan terpasang.
24. Sambungkan kembali konektor NGT untuk mengunci selang NGT
25. Jelaskan pada pasien bahwa prosedur sudah selesai dan rapikan pasien
26. Rapikan alat dan Cuci tangan
27. Dokumentasikan: waktu irigasi dilakukan, warna dan konsistensi drainase,
ketepatan letak selang, jumlah cairan.

PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL


Pendahuluan
Apabila pasien tidak bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya secara oral, maka
perawat dapat menggunakan metode pemberian makan alternative secara enteral
(melalui saluran intestinal) atau secara parenteral (melalui intravena).

Nutrisi enteral adalah pemberian cairan nutrisi melalui saluran pencernaan bagian atas
lewat selang bersifat sebagai tambahan atau dapat juga mengambil alih pemberian
nutrisi keseluruhan pada pasien. Nutrisi enteral ini dipilih sebagai metode yang
efektif bagi pasien dengan masalah nutrisi tetapi saluran pencernaan yang masih
berfungsi dengan baik. Sebagai contoh pasien dengan kebutuhan metabolism yang
tinggi, pasien yang mengalami trauma, luka bakar, atau malnutrisi berat, gangguan
saraf dengan masalah menelan, anoreksia nervosa, premature, tidak bisa menelan, atau
masalah khusus pada bowel). Terapi nutrisi enteral ini dapat berlangsung singkat/
lama.
Nutrisi enteral lebih dipilih daripada nutrisi parenteral karena dapat mempertahankan
peristaltic dan memiliki risiko infeksi lebih rendah. Meskipun begitu risiko yang
dihadapi dengan pemberian nutrisi enteral adalah cairan makanan dapat masuk ke
paru-paru yang dapat memicu infeksi, pneumonia, abses, ARDS, dan kematian. Isi
nutrisi yang mengandung tinggi glukosa merupakan media yang disukai untuk
pertumbuhan bakteri. Komplikasi lainnya adalah diare, mual dan muntah, trauma
nasofaring, masalah absorbsi obat dan metabolism, dan beberapa gangguan metabolic
lainnya.
Be ALERT
Untuk mengurangi kesalahan dan membantu memastikan nutrisi enteral yang
aman, be ALERT (perhatikan hal di bawah ini)
A Aseptic Technique Saat mempersiapkan dan memberikan formula
enteral, cuci tangan, gunakan sarung tangan saat
mmegang selang, hindari kontaminasi pada tutup
formula makanan
L Label enteral Tulis nama pasien, nomor kamar, nama formula dan
equipment kecepatan pemberian formula (rate), tanggal dan
waktu pemberian, dan inisial perawat
E Elevate head of the bed Naikkan 30o-450 saat memberikan makan sesuai
indikasi sehingga dapat mengantisipasi risiko
refluks dan aspirasi isi lambung.
R Right Patient, Cocokkan formula dengan order klinis, verifikasi
Right kembali selang enteral tersambung dengan tabung
Formula, Right Tube formula.
T Trace all lines and Hindari miskoneksi—cek kembali selang-selang
tubing back to patient yang tersambung ke pasien, pastikan koneksi hanya
selang enteral ke enteral, bukan enteral ke intravena.

Jenis larutan nutrisi enteral (Taylor et al., 2016)


Jenis Formula Keterangan
Basic feeding Diberikan pada klien yang tidak dapat makan dan minum
dan tidak mempunyai tanda kurang nutrisi. Formula standar
mengadung 12-20% kcal protein, 45-60% kcal karbohidrat,
30-40% kcal lemak, vitamin dan mineral. Biasanya bebas
laktosa, mudah dicerna dan diabsorbsi.
Tinggi protein Klien secara khusus memerlukan protein seperti klien yang
mengalami luka bakar, luka terbuka, atau malnutrisi
Elemental Tidak mengandung protein kompleks dengan asam amino,
tanpa serat dan tinggi osmotik. Ditujukan pada pasien dengan
disfungsi absorpsi usus kecil.
Diabetik Formula ini berfungsi mengatur intake karbohidrat pada pasien
DM tipe 1 dan 2.
Renal Formula yang ditujukan pada pasien dengan gagal ginjal atau
insufisiensi ginjal yang membatasi natrium, kalium, dan
nitrogen.
Pulmonary Formulayang menyediakan 55% kalori dan lemak sehingga
CO2 yang diproduksi lebih kecil per unit oksigen yang
diambil. Diberikan pada pasien penyakit paru.
Mengandung serat Serat mempunyai efek proteksi pada penyakit multiple
seperti divertikulosis, kanker kolon, diabetes, dan jantung.
Diberikan pada pasien yang rawat inap lama atau pasien
yang memerlukan nutrisi enteral dalam jangka waktu lama.
Jenis pemberian makan secara enteral (Taylor, et al., 2016)
Continous feeding Aliran makanan yang konstan, bahkan dapat berlangsung
seharian. Contoh pemberian makanan 50mL/jam selama 24
jam dengan total 1200kcal/hari. Biasanya diberikan melalui
selang NG lumen kecil, pasien gelisah, butuh nutrisi intensif.
Cyclic feeding Diberikan secara teratur. Pemberian makan nocturnal
merupakan bentuk cyclic feeding. Pasien dapat makan dan
beraktifitas seharian tetapi menerima makanan enteraldi
malam hari saat istirahat. durasi
Intermitten feeding Pemberian makanan yang hanya melalui selang NGT
dimana menggunakan syringe untuk mengalirkan 300-400mL
formula melalui tabung makanan. Keluarga dapat diajarkan
untuk perawatan di rumah.

Sistem pemberian makanan (Berman, Snyder, Frandsen, 2016)


Open System Close System
 Terpapar dengan lingkungan  Berfungsi seperti cairan IV

 Menggunakan syringe untuk  Secara manual terhubung


memasukkan makanan ke dalam dengan mesin/pompa
selang NGT
 Mengurangi risiko kontaminasi
 Berisiko tinggi infeksi apabila
tidak waspada  Dapat digunakan 24-48 jam
Persiapan alat

1. Syringe luer lock 60mL atau catheter tip


syringe

2. Stiker label, untuk ditempelkan pada


syringe yang berisikan nama pasien, nomor
ruangan, tanggal dan waktu pemberian
makanan, jenis formula, rate feeding, dan
inisial perawat.

3. Formula makanan yang diresepkan: jenis,


rate, frekuensi, kadaluarsa.
4. Feeding bag, -------------------

5. Air

6. Stetoskop

7. Tiang infus
Persiapan pasien
1. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian makanan (TTV dapat bervariasi
diakibatkan oleh adanya nyeri, atau dehidrasi)
2. Auskultasi suara usus sebelum pemberian makan atau setiap 4-8 jam untuk
continous feeding. Juga cek adanya distensi, mual, muntah, dan diare
(tanda-tanda tersebut merupakan intolerasi terhadap selang NGT. Apabila
motilitas usus terganggu, makanan terakumulasi dalam lambung bercampur
dengan sekresi lambung menyebabkan refluks dan aspirasi. Obat seperti opioid
juga dapat memperlambat pengosongan lambung)
3. Cek riwayat pasien terhadap alergi makanan (membantu mencegah reaksi
alergi yang ada pada formula makanan)
4. Libatkan keluarga dalam pemberian makanan ke pasien
5. Perkenalkan diri dan jelaskan prosedur pada klien dan keluarga, alasan
dilakukan, sejauhmana partisipasi klien dan keluarga.
6. Informasikan bahwa pemberian makan tidak akan membahayakan hanya akan
membuat perasaan penuh di lambung atau kenyang. Berikan waktu untuk
bertanya
7. Pertahankan privasi

Implementasi
1. Cuci tangan
2. Cek kembali order medis untuk tipe formula, rate, rute, dan frekuensi
pemberian makanan
3. Dekatkan alat ke pasien
4. Cek penempatan selang NGT sebelum pemberian makan dilakukan
5. Cek residu lambung dengan cara aspirasi isi lambung dan ukur jumlahnya
sebelum pemberian makan (digunakan untuk mengevaluasi absorbsi dari
pemberian makan terakhir kali yang dilakukan).
Apabila residu >250mL dan tidak ada nyeri atau distensi abdomen, lanjutkan
pemberian makanan. Cek kembali 1 jam kemudian. Apabila residu >250mL
hentikan pemberian makan selama 4 jam dan cek kembali. apabila tetap
>250mL hubungi dokter. Ini merupakan tanda adanya masalah pada
pengosongan lambung. Apabila residu lambung <250mL, mulai pemberian
makan dengan 50% kecepatan yang dianjurkan dan terus dimonitor.
6. Naikkan kepala bed 300-450 sebelum, selama pemberian makan sesuai
indikasi.
7. Pakai sarung tangan
Penggunaan feeding bag (Open & Close system)
8. Pasang label pada feeding bag yang berisikan tanggal, waktu mulai pemberian
makan, dan inisial perawat. Gantung feeding bag 30 cm di atas area insersi
selang NGT (jarak ini aman untuk formula masuk ke dalam lambung)
9. Klem selang feeding bag dengan menggunakan roller clamp
10. Masukkan formula makanan pada feeding bag terlebih dahulu jika dengan
open system.

a. Open System b. Close System


11. Buka klem selang feeding bag, biarkan formula mengalir melalui selang NGT
kemudian tutup atau klem kembali selang feeding bag (formula akan
menggantikan udara yang ada pada selang)
12. Sambungkan feeding bag dengan selang NGT
13. Atur jumlah tetesan atau kecepatan dengan mengikuti faktor tetes pada feeding
bag (missal 20 tetes/mL) apabila tidak ditempatkan pada pompa/pump
(gambar a) atau atur jumlah yang diberikan pada pump (gambar b).
14. Catat respons klien selama pemberian makan berlangsung.
Penggunaan syringe (open system)
15. Lepaskan plunger dari syringe

16. Klem atau lipat ujung proksimal selang NGT sebelum memulai pemberian
makan (mencegah udara masuk ke selang NGT).
17. Sambungkan syringe ke ujung proksimal selang NGT
18. Isi syringe dengan formula sesuai dengan jumlah yang diresepkan
19. Buka klem selang NGT dan naikkan posisi syringe. Jangan naikkan syringe lebih
dari 45cm di atas area insersi (gravitasi memungkinkan formula makanan
mengalir melalui selang NGT. Kecepatan aliran ditentukan oleh tinggi
syringe. Pemberian makanan yang perlahan mencegah distensi perut
sementara pemberian makanan yang cepat dapat mengakibatkan diare, keram,
mual, dan muntah).

20. Ketika syringe hampir kosong, isi kembali syringe sampai jumlah yang
seharusnya diberikan habis (apabila syringe dibiarkan kosong, udara dapat
masuk ke lambung dan menyebabkan rasa tidak nyaman akibat gas)
21. Saat volume makanan dimasukkan dan hampir habis, klem atau lipat ujung
selang NGT.
22. Catat respons klien saat pemberian makan. Kaji adanya mual, muntah, nyeri.
23. Lepaskan syringe dari selang NGT
24. Bilas selang NGT dengan jumlah air yang dianjurkan (biasanya 50-100mL).
25. Tutup ujung proksimal selang makan (mencegah keluarnya isi lambung dan
masuknya udara ke dalam lambung)
26. Tetap biarkan kepala bed elevasi 300-450 selama 1 jam setelah pemberian
makan.
27. Berikan oral hygiene secara rutin dan anjurkan untuk berkumur (oral care
dapat mencegah ketidaknyamanan orofaring dari adanya selang)
28. Dokumentasi : jenis selang NGT, rate, volume, jumlah volume residu
lambung (apabila ada), dan respon pasien selama prosedur, cairan bilas
juga dicatat sebagai jumlah intake.

Referensi

Berman, A., Snyder, S., Frandsen, G. 2016. Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing: Concepts, Process, and Practice. Tenth Editioncx. Pearson: New
Jersey
Taylor, CR., Lilis, C., LeMone, P., Lynn, P., Lebon, M. 2011. Skill Checklists
for Fundamentals of Nursing: The Art and Science of Nursing Care. Seventh
Edition. P. 137. Lippincott Williams & Wilkins : USA
Wilkinson, J., Treas, LS., Barnett, K., Smith, MH. 2016. Fundamentals of
Nursing. Volume 1. Third Edition. FA Davis Company: USA
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………

…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………….
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
……………………………………………….
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………….......................................

PANDUAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KRITIS 2021

Anda mungkin juga menyukai