RUANG HEMODIALISA
Disusun Oleh :
MILFA WARNI
P2003022
B. Hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang
tertimbun dalam darah dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga
asam basa melalui sirkulasi ekstrakorporeal dengan menggunakan ginjal
buatan. Beberapa aspek yang mempunyai hubungan erat dengan masalah
keperawatan antara lain : Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan Air, Akses
Darah, Antikoagulan, tekhnik Hemodialisa, Perawatan Pasien Hemodialisa,
Komplikasi akut hemodialisa dan pengelolaannya, peranan perawat yang
bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa). Tindakan hemodialisa dilakukan
ketika ginjal sudah tidak dapat berfungsi dengan normal. Pada gagal ginjal
kronik maka hemodialisa bisa dilakukan seumur hidup bila tidak melakukan
operasi transplantasi ginjal.
Hemodialisa adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut (Choudhary et al., 2019). Proses dialisa
menyebabkan pengeluaran cairan dan sisa metabolisme dalam tubuh serta
menjaga keseimbangan elektrolit dan produk kimiawi dalam tubuh. Tujuan
hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh
pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Aliran darah akan melewati tubulus
tersebut sementara cairan dialisat bersikulasi di sekitarnya. Pertukaran limbah
dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi membran semipermeabel
tubulus (Davenport, 2016)
Proses hemodialis dilakukan 1-3 kali dalam seminggu di rumah sakit
dengan memerlukan waktu sekitar 2-45 jam setiap kali hemodialisis (Viecelli
& Lok, 2019), pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Keputusan
untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan parameter laboratorium bila LFG
antara 5 dan 8 ml/menit/l.73 m2.
b. Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan, yaitu air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke daerah dengan tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat).
c. Ultrafiltrasi
Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif
yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis (Kraus et al., 2016).
Tekanan negatif diterapkan pada alat ini. Untuk meningkatkan kekuatan
penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran air. Kekuatan ini
diperlukan hingga mencapai isovolemia (keseimbangan cairan).
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
antihipertensi, infark jantung,tamponade,
reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi
yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin,
besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan
yang terlalu
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan
elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis antara intrasel dan
ekstrasel
menyebabkan sel menjadi bengkak, edema
serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang
terlalu cepat
Masalah pada dialisat / kualitas air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom
charcoal
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop,
tetanus, gejala neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri / endotoksin Demam, mengigil, hipotensi oleh karena
kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti
air
Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
b. Komplikasi Kronik
Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis
kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Penyakit jantung
Malnutrisi
Hipertensi / volume excess
Anemia
Renal osteodystrophy
Neurophaty
Disfungsi reproduksi
Komplikasi pada akses
Gangguan perdarahan
Infeksi
Amiloidosis
Acquired cystic kidney disease
Tabel 2.2 Penyakit akibat komplikasi CKD (Bieber dan Himmelfarb, 2013
4. WOC Hemodialisis
GAGAL GINJAL KRONIS
Mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mengeluarkan zat sisa dan
mempertahankan metabolisme cairan, serta keseimbangan elektrolit
Penurunan fungsi Ketidakmampuan Tidak mampu Sekresi renin tidak stabil Ketidakmampuan Kadar kalium
filtrasi glomerulus mempertahankan mengeluarkan zat sisa mengkonsentrasi urine, pengaturan serum yang tinggi
keseimbangan metabolism cairan
elektrolit
Aktivasi aksis RAA
Kadar ureum serum Retensi natrium dan H2O
Suasana asam tinggi
Peningkatan TD
Penumpukan ureum Cairan intravaskuler masuk
kejaringan
Mengiritasi
pericardium Edema
(pericarditis)
Penurunan fungsi
Pre HD Intra HD
ginjal Post HD
Prod.Hb ↓
Suplai O2 kejaringan ↓ Resiko cidera
Ggn. Perfusi jaringan Ggn. Nutrisi kurang dari Anoreksia
kebutuhan
oksihemoglobin ↓
Intoleransi aktivitas Kelelahan
5. Penatalaksanaan Hemodialisa
a. Persiapan untuk program dialisis regular
Setiap pasien yang akan menjalani program dialisis
regular harus mendapat informasi yang harus dipahami sendiri
dan keluarganya. Beberapa persiapan (preparasi) dialisis regular:
1) Sesi dialisis 3-4 kali per minggu (12-15 jam) per minggu
2) Psikoligis yang stabil
3) Finalsial cukup untuk program terapi dialisis regular
selama waktu tidak terbatas sebelum transplantasi
ginjal
4) Pemeriksaan laboratorium dan perasat lainnya sesuai
denganjadwal yang telah ditentukan. Pemeriksaan ini
sangat pentinguntuk menjamin kualitas hidup optimal
5) Disiplin pribadi untuk menjalankan program terapi ajuvan :
a) Diet, perbatasan asupan cairan dan buah-buahan
b) Obat-obatan yang diperlukan yang tidak terjangkau
dialisis
6) Operasi A-V fistula dianjurkan pada saat kreatinin serum
7 mg/% terutama pasien wanita, pasien usia lanjut dan
diabetes mellitus.
b. Terapi pengganti ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada Glomerular filtration Rate (GFR) kurang dari 15
ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, continious
ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan transplantasi
ginjal.
1) Dialisis
Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan
kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan
perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal
sebagai ekskresi. Dialisis dianggap perlu dimulai bila
dijumpai salah satu hal dibawah ini :
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b) K serum > 6 mEq/L
c) Ureum darah > 200 mg/Dl
d) pH darah < 7,1
e) Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)
f) Fluid overloaded
Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air
secara pasif melalui suatu membran berpori dari suatu
kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya.
Terdapat dua teknik yang digunakan dalam dialisis, yaitu :
a) Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi
pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.
Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah
kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien.
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan.
Tujuan tersebut diantaranya adalah menggantikan fungsi
ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam
mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan
sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta
Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain. Tujuan utama Hemodialisis adalah
untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel
yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal.
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu
difusi, osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam
darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara
bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke
cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah
(Lavey, 2011). Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit
yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal.
Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikandengan
menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari
daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke
tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative
yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis.
Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan
penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air
(Elizabeth, et all, 2011)).
Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas
subklavikula dan femoralis, fistula, dan tandur. Akses ke
dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian
sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam
pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan
sementara. Fistula yang lebih permanen dibuat melalui
pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan bawah)
dengan cara menghubungkan atau 19 menyambung
(anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to
side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah).
Kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lama
tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan namun
pasien dengan hemodialisis mengontrol asupan cairan
merupakan salah satu masalah yang utama karena
ketidaktepatan dalam mengontrol asupan cairan akan
menimbulkan beberapa komplikasi, perburukan pada
kondisi pasien. Tujuan penatalaksanaan cairan pada pasien
yang menjalani hemodialisis adalah untuk dapat
mempertahankan status cairan yang optimal