DEMENSIA
Pembimbing:
Oleh:
Regi Mohammad Rochmat
20360213
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehendak dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul ”DEMENSIA”. Penyusunan tugas
paper ini di maksudkan untuk mengembangkan wawasan serta melengkapi tugas Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian Ilmu Psikiatri yang diberikan pembimbing.
Dalam penulisan paper, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, baik berupa petunjuk,
bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr.dr. Elmeida Effendy, M. Ked. KJ., Sp.KJ (K) selaku
pembimbing dalam kepaniteraan klinik ilmu kedokteran psikiatri serta dalam penyusunan paper
ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa paper terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, mengingat segala keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Maka dari ini, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata semoga paper ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan semua pihak
yang membaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
2.1 Demensia..................................................................................................................3
2.1.1. Definisi..........................................................................................................3
2.1.2. Epidemiologi.................................................................................................3
2.1.3. Klasifikasi.....................................................................................................4
2.1.4. Etiologi..........................................................................................................5
2.1.5. Patofisiologi..................................................................................................6
2.1.7. Diagnostik.....................................................................................................7
2.1.8. Penatalaksanaan............................................................................................8
2.1.9. Prognosis......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
progresif. Demensia
penyakit organik
serebri (demensia
subkortikal – misal
penyakit Alzheimer)
subkortikal (demensia
subkortikal, misalnya
penyakit Parkinson
dan Huntington)
(Elvira, Sylvia D, et
al. 2010).
Gangguan ini
dapat bersifat
permanen atau
reversibel. Adanya
harus seklalu
tampaknya mustahil
untuk menemukan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Demensia
2.1.1 Definisi
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III (PPDGJ –III)
menyatakan bahwa demensia merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh penyakit atau
gangguan otak yang biasanya bersifat kronik progresif dimana terdapat gangguan fungsi
luhur kortikal yang multipel (multiple higher cortical function) termasuk di dalamnya daya
ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya nilai (judgement). Demensia umumnya disertai dan ada kalanya diawali
motivasi hidup.
Demensia adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi mental intelektual
(kognitif) yang progresif. Demensia dapat disebabkan oleh penyakit organik difusi pada
hemisfer serebri (demensia subkortikal – misal penyakit Alzheimer) atau kelainan struktur
Sylvia D, et al. 2010). Memori adalah bagian kognitif yang paling banyak hilang pada
demensia. Kemampuan mental juga terpengaruh pada kasus demensia, seperti bahasa,
pemecahan masalah. Neuropsikiatri dan defisit sosial juga berkembang di banyak gejala
Practice Guideline for the Treatment Of Patients with Alzeimer’s disease and other
Dementians of Late Life dari the American Psyciathric Association (APA), awitan penyakit
ini umumnya paling kerap terjadi pada usia 60-an, 70-an dan 80-an keatas (Kaplan 2015).
Estimasi jumlah penderita demensia untuk usia lebih dari 60 tahun di Indonesia,
Thailand, dan Sri Lanka pada 2001 adalah 0,6 persen dari jumlah penduduk, jumlah tersebut
diperkirakan meningkat pada tahun 2020 menjadi 1,3% dan menjadi 2,7% pada tahun 2040
Insidensi penyakit alzheimer meningkat diperkirakan 0,5 %a per tahun dari usia 65-
69, 1 % per tahun dari usia 70 – 74, 2 % per tahun dari usia 75 – 79, 3 % per tahun dari usia
berusia 60 – 70 . Penyebab demensia lain masing masing meliputi 1-5 % seluruh kasis
adalah trauma kepala,demensia terkait alcohol dan berbagai demensia terkait gangguan
2.1.3 Klasifikasi
yaitu:
1) Penyakit Alzheimer, terdiri dari 2 tipe yaitu demensia presinilis (Alzheimer tipe 2)
yang menyerang orang dewasa sebelum berumur 65 tahun dan demensia sisnilis
adalah jenis yang paling umum dari demensia, dan disebabkan oleh berkurangnya
sel otak. Demensia Alzheimer merupakan penyakit keturunan, oleh sebab itu
cenderung muncul pada keluarga. Walaupun bersifat genetik, tidak berarti semua
memori dihancurkan oleh protein abnormal yang tersimpan di dalam otak. Orang
dengan penyakit Alzheimer juga mempunyai tingkat bahan kimia otak yang kurang
2) Demensia Vaskular, terdiri dari 4 macam yaitu demensia vascular serangan akut,
subkortikal. Demensia vaskular merupakan jenis demensia yang paling umum dan
disebabkan oleh peredaran darah yang lemah ke otak. Pada multi infark demensia,
beberapa stroke ringan atau infark muncul di tempat aliran darah beredar ke bagian
otak. Dengan demensia jenis ini, pengendalian tekanan darah yang baik, dan tidak
mengkonsumsi rokok.
Jakob, Hutington dan Parkinson. Penyakit ini secara khas akan mengalami
2.1.4 Etiologi
dimensia vaskuler, adanya tumor, trauma pada kepala, cidera pada kepala, gangguan
neurodegeneratif, gangguan nutrisional, lupus dll (M. Rosser 1992 dalam Kaplan 2010).
Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab,
dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seseorang pasien dengan
demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien yang mempunyai riwayat
Penyebab demensia sangat beragam, setiap penyebab yang melibatkan otak dapat
gangguan metabolik, dan penyakit degeneratif. Gejala atau kelainan yang menyertai
demensia sangat diteliti. Diagnosa dan etiologi dapat di tegakkan melalui atau dengan
bantuan penyakit yang menyertai, seperti stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes
yaitu :
diberi nama dengan namanya dalam tahun 1970, saat ini menggambarkan wanita
berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif 4,5 tahun. Diagnosis akhir
degan penyakit Alzheimer adalah antrofi difus dan pembesaran ventrikel serebal serta
2) Demensia Vaskuler
Penyebab utama dari demensia vascular dianggap adalah penyakit vascular serebral
yang multiple, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vascular
paling sering terjadi pada laki-laki, khususnya pada mereka yang mengalami hipertensi
Penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal.
Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, yang merupakan massa elemen
sitoskeletal. Penyakit pick berjumlah kira-kira 5 persen dari semua demensia yang
ireversibel. Penyakit pick sangat sulit untuk dibedakan dengan demensia tipe
Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit pick lebih sering ditandai oleh perubahan
kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relative bertahan.
3) Demensia yang berhubungan dengan HIV
Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan
14 persen. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV sering kali
Demensia dapat dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.
Saat ini didapatkan kemajuan pesat dalam bidang pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
laboratorium, seperti CT-scan, MRI, pemeriksaan darah (Riri & Ari, 2008).
2.1.5 Patofisiologi
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 dan atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10
tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan
Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun,
demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia
memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian
terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah
3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan
mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum
Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang
samar-samar. Gejala fase awal hanya samar-samar, gejala semakin jelas saat demensia
Terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan
untuk 25 beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi
tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada
demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe
vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan
Komponen utama dari bercak saraf adalah A-beta, peptide, yang mengandung 39-
42 asam amino. A beta dihasilkan dari pembelahan precursor protein amiloid (APP) oleh
protease. APP diproses oleh tiga macam protease; alfa-, beta-, dan gamma-sekretase.
produksi A-beta sehingga terbentuk plak pada saraf. Normalnya, A-beta bersifat soluble
(larut), namun pada penderita Alzheimer A-beta bersifat insoluble karena mengalami
fibrilisasi. Perubahan ini bersifat spontan dan belum diketahui pemicunya. Semakin
banyak fibrilisasi yang terjadi maka A-beta yang bersifat soluble semakin berkurang,
2+
akibatnya terbentuk plak. Plak yang terjadi ini mengganggu homeostatis Ca di sel saraf
Teori tau and tangle hypothesis adalah adanya korelasi yang kuat antara keparahan
demensia dan frekuensi banyaknya kekusutan di saraf. Kekusutan ini terjadi dari banyak
protein, tetapi protein utamanya adalah protein tau. Protein tau sangat penting untuk
elongasi akson dan perbaikan akson. Tau adalah fosfoprotein sehingga kemampuannya
berkurang oleh proses fosforilasi. Proses fosforilasi ini dikaitkan dengan enzim glikogen
kinase-3 (GSK-3). Pada penderita demensia, protein yang diisolasi bersifat hiperfosforilasi
sehingga kemampuannya untuk memperbaiki akson sangat berkurang, oleh karena itu
ApoE adalah protein yang memainkan peran penting dalam metabolisme dan distribusi
lemak. ApoE berperan dalam siklus kolesterol, ApoE terikat ke lipoprotein dan reseptor
LDL. Afinitas terikatnya ApoE terhadap lipoprotein dan reseptor LDL bervariasi,
tergantung dari isoform ApoE (el-e4). ApoE juga merupakan bagian dari A-beta dan
protein tau, ApoE dan A-beta akan membentuk fibril juga, namun fibril yang terbentuk
tidak sama dengan fibril A-beta sendiri yang mengalami fibrilasi (Rochmah et al, 2014).
2.1.6 Gejala Klinis
1. Gangguan Memori
Gangguan memori merupakan ciri yang awal dan menonjol pada kasus
Demensia dimana penderita mengalami penurunan daya ingat segera dan daya ingat peristiwa
jangka pendek (recent memory – hipokampus) kemudian secara bertahap daya ingat recall
juga mengalami penurunan (temporal medial dan regio diensephalik). Pasien demensia tidak
mampu untuk belajar tentang hal-hal baru atau lupa mengenai hal-hal yang baru saja
dikenal, dilakukan atau dipelajari seperti lupa akan janjinya, orang yang baru saja dijumpai atau
2 Orientasi Daya ingat penting untuk orientasi terhadap waktu, orang dan tempat. Orientasi dapat
terganggu secara progresif selama terjadi perjalanan penyakit demensia. Pasien dengan
demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi dari kamar mandi.
3. Afasia
Afasia yaitu kesulitan dalam menyebutkan nama benda atau orang. Penderita afasia
berbicara samar-samar dengan ungkapan kata-kata yang panjang atau dengan menggunakan
istilah-istilah yang tak menentu, seperti 12 “itu”, “apa itu“. Pada tahap lanjut, penderita dapat
menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia yang berarti
menirukan apa yang dia dengar atau palilia yang berarti mengulang suara atau kata terus
menerus.
4. Apraksia
motorik yang diperlukan tetap baik. Penderita mengalami kesulitan dalam menggunakan benda
tertentu atau melakukan gerakan-gerakan yang telah dikenali misalnya melambaikan tangan.
5 Agnosia
suatu benda meskipun fungsi sensoriknya utuh, seperti penderita tidak dapat mengenali meja
13
ataupun kursi meskipun visusnya atau penglihatannya baik. Penderita semakin lama semakin
6 Gejala psikotik
Sekitar 20%-30% pasien demensia memiliki halusinasi dan 30%-40% pasien demensia
mempunyai waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik
walaupun waham yang kompleks, menetap dan tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada
pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya sering terjadi pada pasien demensia
7 .Perubahan kepribadian
perkembangan demensia. Pasien dengan demensia mungkin menjadi introvert dan tampaknya
juga kurang memperhatikan efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang
ataupun pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami
8 Gangguan lain
menerapkan perilaku abstrak sesuai dengan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein. Pasien
mempunyai kesulitan dalam generalisasi dari satu contoh tunggal, membentuk konsep dan
mengambil perbedaan serta persamaan diantara konsep-konsep. Pada tahap selanjutnya, pasien
mengalami kesulitan dalam hal kemampuan untuk memecahkan masalah, memberikan alasan
secara logis dan memberikan pertimbangan yang baik. Reaksi katastropik menurut Goldstein
ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit fungsi intelektualnya.
Pasien berusaha untuk mengompensasi defeknya tersebut dengan menggunakan strategi untuk
membuat lelucon atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain. Penderita demensia yang 14
terutama mempengaruhi lobus frontalis sering ditemukan tidak adanya pertimbangan atau
kontrol impuls yang buruk, sebagai contoh dari gangguan tersebut adalah bahasa yang kasar,
14
humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan higiene pribadi dan mengabaikan aturan
15
2.1.7 Diagnosis Demensia
1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai mengganggu
berikut:
mengetahui perjalanan penyakit pada pasien. Hal yang penting untuk diperhatikan pada saat
melakukan anamnesis adalah riwayat penurunan fungsi terutama fungsi kognitif pada pasien
dibandingkan sebelumnya, mendadak atau progresif lama dan adanya perubahan perilaku
kepribadian.
a. Riwayat medis umum Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis
ke demensia vaskular.
c. kognitif Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang
yang meliputi:
komprehensif)
suatu aktifitas)
Gangguan praksis dan visuospasial. Hal lain yang perlu untuk diketahui
d. Riwayat gangguan perilaku dan kepribadian Pada penderita demensia dapat ditemukan
pikiran paranoid, apatis dan cemas. Gejala perilaku salah satu contohnya dapat berupa
bepergian tanpa tujuan, agitasi, agresivitas fisik maupun verbal, kegelisahan dan
e. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air
terutama pemakaian kronis obat anti depresan dan narkotika perlu diketahui.
2 Pemeriksaan fisik
pemeriksaan neuropsikologis.
a. Pemeriksaan umum Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan medis umum atau status
degeneratif primer atau sekunder dan kondisi komorbid lainnya. Pasien Demensia
Alzheimer onset awal pada umunya memiliki pemeriksaan neurologis yang normal.
Kelainan hanya didapatkan pada status mental pasien. Gejala tambahan spesifik selain
status mental dapat mengarah ke suatu diagnosis tertentu. Peningkatan tonus otot dan
bradikinesia dengan tidak adanya gejala tremor mengarah pada dementia Lewy’s 22 Body.
pada toksin dan enselopati metabolik. Pemeriksaan pendengaran dan visus penting untuk
keseimbangan, tonus otot, gerakan abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan
c. Pemeriksaan neuropsikologis
(MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan awal yang berguna untuk
menentukan progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Gejala awal
demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kurang atau dibawah
dari 27 terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Pemeriksaan aktifitas harian dengan
pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan instrumental Activity of Daily Living
penunjang
fungsi hati, hormon tiroid dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis pada
menentukan beratnya penyakit serta prognosis. Computed Tomography (CT) – Scan atau
menunjukkan kelainan struktur hipokampus secara jelas dan berguna untuk membedakan
kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut ditemukan adanya perlambatan umum dan
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. Setiap allel
penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menjadikan genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
neuropsikologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan dan membutuhkan waktu yang relatif singkat yaitu
antara lima sampai sepuluh menit yang mencakup penilaian orientasi, registrasi, perhatian
dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Pasien dinilai secara kuantitatif pada
fungsi tersebut dengan nilai sempurna adalah 30. Pemeriksaan MMSE dapat digunakan
secara luas sebagai pemeriksaan yang sederhana dan cepat untuk 25 mencari
kemungkinan munculnya defisit kognitif sebagai tanda demensia (Kaplan & Sadock,
2007).
Pemeriksaan ini juga digunakan secara luas pada praktik klinis sebagai instrumen
skrining kognitif yang telah dibuktikan dalam studi National Institute of Mental Health
yang menyebutkan bahwa MMSE sebagai penilai fungsi kognitif yang direkomendasikan
untuk kriteria diagnosis penyakit Alzheimer dan dikembangkan oleh National Institute of
Neurological and Communication Disorders & Stroke and the Alzheimer’s Disease &
Related Disordes Association (Zulsita, Arni, 2011 cit McKhann et al, 1984).
Menurut Folstein (1990), interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh
pada saat pemeriksaan: 1. Skor 27-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal, 2.
Skor 21-26 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif ringan 3. Skor 10-20
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Non-Medikamentosa
a. Memperbaiki memori
The Heart and Stroke Foundation of Canada mengusulkan
sebelum melakukannya.
a. Diet
2. Medikamentosa
clopidogrel.
sintesis prostaglandin
infark.
22
:
Obat-obat demensia adalah seperti berikut
maksimal 2 x6mg/hr diare,
anoreksia
Memantine Penghambat Demensia Dosis awal 5 mg/hr, Pusing,
reseptor sedang- stelah 1 minggu dosis nyeri kepala,
NMDA berat dinaikkan menjadi 2x5 konstipasi
mg/hr hingga maksimal 2
x 10 mg/hr
1. RAWAT INAP
Jika pasien yang depresi tidak menunjukkan respon terhadap pengobatan atau
diindikasikan.
Pada demensia yang terus berlanjut, perubahan perilaku yang lebih berat seperti
agitasi, agresi, berjalan tanpa arah jelas, gangguan tidur dan perilaku seksual yang
perilaku tidak terkawal, aktivitas harian sangat memerlukan bantuan atau penjaga tidak
2. RAWAT JALAN
kondisi umum pasien dan gejala kognitif. Pengobatan faktor resiko seperti hipertensi,
Beberapa pasien dapat mengalami beberapa siri stroke dan kemudian bebas
stroke selama beberapa tahun jika diterapi untuk modifikasi faktor resiko
dari stroke.
jangka hayat sebanyak 50% pada lelaki, individu dengan tingkat edukasi
yang rendah dan pada individu dengan hasil uji neurologi yang memburuk
KESIMPULAN
Demensia adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi mental intelektual
(kognitif) yang progresif. Demensia dapat disebabkan oleh penyakit organik difusi pada
hemisfer serebri (demensia subkortikal – misal penyakit Alzheimer) atau kelainan struktur
Demensia (PPDGJ III), anamnesis, pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang dan MMSE..
Penyebab kematian adalah komplikasi dari demensia, penyakit kardiovaskular dan berbagai