Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL

PROSES LEGISLASI DAN REGULASI


KEPERAWATAN DI INDONESIA

Dosen Pembimbing :
Hepta Nur Anugraheni, S.Kep.,Ns, M.Kep

Disusun Oleh :
1. Silvia Kusumaningtyas (P27820119092)
2. Anisa Wahyu
3. Hanna
4. M Khlaish Aljibran
5. Yuniar
6. Wieke
7. Siti Nuraini
8. Amrizal

Tingkat 2 Reguler B

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Legislasi Praktek Keperawatan


Legislasi praktek keperawatan merupakan ketetapan hukum yang
mengatur hak dan kewajiban seorang perawat dalam melakukan praktek
keperawatan. Legislasi praktek keperawatan di Indonesia diatur melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan tentang registrasi dan praktek perawat.    
Legislasi (Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri
Kesehatan No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga
profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan
keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya sesuai dengan kewenangannya. Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur
tentang hak dan kewajiban seseorang untuk terkait dengan pekerjaan/profesi.”
Tujuan utama Legislasi adalah untuk melindungi masyarakat serta melindungi
perawat.

2.2 Tahap-tahap Legislasi Keperawatan 


Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap, antara lain :
1. Surat Izin Perawat (SIP). Surat ini diberikan oleh Departemen Kesaehatan
kepada perawat setelah lulus dari pendidikan keperawatan sebagai bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktek keperawatan.
Registrasi SIP adalah suatu proses dimana perawat harus (wajib)
mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan Propinsi
untuk mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan menjalankan
pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. Sasarannya
adalah semua perawat. Sedangkan yang berwenang mengeluarkannya
adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi perawat itu
berasal. Bagi perawat yang sudah bekerja sebelum ditetapkan keputusan
ini memperolah SIP dari pejabat kantor kesehatan kabupaten/kota
diwilayah tempat kerja perawat yang bersangkutan.
a. Jenis dan waktu registrasi :
Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus pendidikan
keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan ini di
keluarkan. Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak tanggal
registrasi sebelumnya, diajukan 6 bulan berakhir berlakunya SIP.
2. Surat Izin Kerja (SIK). Surat ini merupakan bukti yang diberikan kepada
perawat untuk melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan
kesehatan. SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan
kesehatan. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIK adalah kantor dinas
kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan praktek
keperawatan.
3. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP). Surat ini merupakan bukti tertulis yang
diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktek keperawatan secara
perorangan atau kelompok. SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktek
perorangan atau kelompok dimana yang bersangkutan mendapat izin untuk
melakukan praktek perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIPP
adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan
melaksanakan praktek keperawatan. 

2.3 Kegunaan Legislasi kesehatan


Legisalasi Kesehatan Meliputi HUkum Kesehatan dan Undang-Undang
Kesehatan. Kedua bidang ini Harus didalami secara baik karena keduanya
berkaitan dengan pelayanan profesi kesehatan kepada masyarakat. Di satu sisi
Hukum Kesehatan Harus diketahui dan didalami karena pemhetahuan ini akan
member wawasan tentang ketentuan –k etentuan hokum yang berhubungn dengan
pelayanan kesehatan. Memahami dan memdalami pengetahuan hokum kesehatan
akan member keyakinan diri kepada kepada tenaga kesehatan  dalam menjalankan
profesi kesehatan yang berkualitas dan selalu berada pada jalur yang aman, tidak
melanggar etika dn ketentuan hokum.
Dalam hal ini, seluruh tenaga kesehatan harus memahami adanya landasan
hukum dalam transaksi terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien (klien),
mengetahui dan memahami hak dan kewajiban masing-masing, dan adanya wajib
simpan rahasia kedokteran (seluruh tenaga kesehatan), rahasia jabatan dan
pekerjaan, memahami dalam situasi dan keadaan apa rahasia dan jabatan boleh
dikesampingkan, memilki pengetahuan tentangstandar pelayanan medic dan
standar profesi medic, pengetahuan tentang malpraktek medic, penangan tentang
penderita gawat darurat, dan lain-lain. Oleh sebab itu, penting bagi tenaga kesehan
mengetahui dan memahami beberapa  peraturan perundang-undangan  yang
berhubungan dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
Sejak berdirinya repulik, pemerintah telah banyajk menerbitkan peraturan
dan ketentuan hokum dalam bidang kesehatan dengan maksud agar pelayanan dan
pemeliharaan kesehatan  dapat berjalan dengan baik yang mencangkup berbagai
bidang kesehatan. Kumpulan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan  inilah
yang  dimaksud dengan Hukum Kesehatan. Salah satu ketentuan hokum di bidang
kesehatan yang baru di terbitkan pemerintah adalah UU Kesehatan.
Undang-undang ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam
mencapai derajad kesehatan yang lebih baik bagi seluruh anggota masyarakat. Hal
ini berkaitan dengan sasaran pembangunan disegala bidang. Termasuk bidang
kesehatan. Bagaimanapun kesehatan manusia sebagai pelaku pembangaunan
harus mendapat perhatian yang cukup. Seperti yang dijelaskan dalam pasal 3UU
Kesehatan, tujuan pembangunan kesehatan adalah peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad
kesehatan yang optimal.

2.4 Kegunaan legislasi dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Memberikan  rambu-rambu dalam pelayanan kesehatan yang harus
dipahami oleh pelaku pelayanan profesi kesehatan, agar terhindar dari
pelayanan kesehtan yang bermasalah.
2. Mencapai terwujudnyaderajat kesehatan yang optimal  yaitu  dengan
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajad kesehatan yang optimal..
3. Mendorong tenaga kesehatan untuk menambah, mengasah,dan
memperdalam pengetahuannya dan keterampilan pada bidang
kesehatan, serta mengikuti perkembangan hokum dan aspek
medikolegal dari pelayanan kesehatan.
4. Sebagai alat unruk meningkatkan hasil guna dan daya guna
penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan
dan sumber daya.
5. Penjankau perkembangan makin kompleks yang akan terjadi dalam
kurun waktu mendatang.
6. Pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan
penerima jasa pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan pembinaan
dan pengawasan, sehingga diatur juga bagaimana penyidikan dapat
dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
diatur, mencakup juga sanksi hokum menurut ketentuan pidana dan
perdata.            

2.5 Regulasi / Registrasi dan Praktik Keperawatan


Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Regulasi
keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan)adalah kebijakan atau ketentuan
yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas profesinya dan
terkait dengan kewajiban dan hak.

2.6 Tujuan Regulasi


Tujuan umum regulasi keperawatan adalah melindungi masyarakat dan
perawat, sedangkan tujuan khusus regulasi adalah:
1.       Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan;
2.       Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan;
3.       Menetapkan standar pelayanan keperawatan
4.       Menapis IPTEK keperawatan
5.       Menilai boleh tidaknya praktik;
6.       Menilai kesalahan dan kelalaian.
Pada Kepmenkes No.1239 tahun 2001(Pasal 16),dalam melaksanakan
kewwenangan perawat berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
c. Menyimpan rahasiasesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
d. Melakukan catatan perawatan dengan baik.
Regulasi perlu mengatur prasyarat pelayanan keperawatan bermutu untuk
dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan yang diharapkan oleh
masyarakat sebagai penerima jasa layanan keperawatan harus didukung adanya
beberapa faktor berikut:
1. Kualifikasi dan jumlah tenaga yang memadai
2. Sarana dan prasarana kerja yang memadai
3. Iklim kerja yang kondusif
4. Budaya organisasi yang mendukung
5. Struktur organisasi memfasilitasi kewenangan membuat keputusan
6. Proteksi risiko kerja dan tindak kekerasan
7. Jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata
8. Jasa, insentif dan sistem penghargaan yang sesuai
Beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan sistem
regulasi yang ketat adalah terjadinya hal-hal berikut (Marquis & Huston, 1998;
Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
1. Pelaksanaan tugas keperawatan diluar batas waktu yang ditentukan
2. Kegagalan memenuhi standar pelayanan keperawatan.
3. Mengabaikan bahaya yang mungkin timbul
4. Hubungan langsung antara kegagalan memenuhi standar pelayanan
keperawatan dengan terjadinya bahaya
5. Terjadi kecelakaan/kerusakan yang dialami oleh klien
Registrasi merupakan proses administrasi yang harus ditempuh oleh
seseorang yang ingin melakukan pelayanan keperawatan kepada orang lain sesuai
dengan kemampuan atau kompotensi yang dimilikinya. Tujuan registrasi adalah
untuk menjamin tingkat kemampuan perawat memenuhi standar mutu. Dalam
proses registrasi perawat akan mendapatkan Surat Izin Perawat (SIP) dan no
register. Dalam masa transisi professional keperawatan di Indonesia, sistem
pemberian izin praktik dan registrasi sudah saatnya segera diwujudkan untuk
semua perawat baik bagi lulusan SPK, akademi, sarjana keperawatan maupun
program master keperawatan dengan lingkup praktik sesuai dengan kompetensi
masing-masing.
Pengaturan praktik perawat dilakukan melalui Kepmenkes nomor 1239
tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, yaitu setiap perawat yang
melakukan praktik di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta
diharuskan memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Izin Kerja (SIK). SIP
adalah suatu bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan diseluruh wilayah indonesia oleh departemen kesehatan. SIK adalah
bukti tertulis yang diberikan perawat untuk melakukan praktek keperawatan
disarana pelayanan kesehatan. SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan atau bekelompok,
Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan
rumah.
2.6.1 Registrasi meliputi dua kegiatan berikut:
1. Registrasi administrasi;adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun,berlaku untuk perawat profesional dan vokasional
2. Registrasi kompetensi adalah registrasi yang dilakukansetiap 5 tahun
untuk memperolehpengakuan,mendapatkan kewenangan dalam melakukan
praktik keperawatan.

2.6.2 Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk :


a. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan.
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
c. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait
lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik
keperawatan komunitas.
d. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan
jaminan pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang
profesional.
e. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan
efektif.

2.6.3 Lingkup praktik keperawatan meliputi :


a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan
kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat,
konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem
klien.
c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan
lainnya.
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan
obat/resep.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

2.6.4 Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan.


Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan
dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar
dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan
hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan
cenderung menjadi objek hukum.
Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara
eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena
adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model
medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan .
Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga
perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat
menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat
realita yang ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan
.Fenomene “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada
maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari.

2.6.5 PPNI mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan


Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik
Keperawatan. Hal ini karena pertama, Keperawatan sebagai profesi memiliki
karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang
melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik
keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di
Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan
bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan
sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena
fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,
kelompok dan komunitas. Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan
keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan
keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel
terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya.
Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat,
apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu
diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan
dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik
perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak
ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan
fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi
pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat
yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat
yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan
untuk bekerja sesuai standar. Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar
dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan
hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan.
Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan
pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan
dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional
(WHO, 2002).
2.7 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan
praktik keperawatan.
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa
pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan
hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan
penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga
kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter,
dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan
sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan
dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah
pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu
kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas
untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah
selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada
pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki
kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai
negeri juga diberlakukan terhadapnya.UU ini untuk saat ini sudah tidak
sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai
negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut
sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja,
apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat
dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan
akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian,
perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap
pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis
keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari
aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan
tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980. Pemerintah
membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan
mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi
tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati
orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB.
Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi
keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka
praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan
atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan
mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal
tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang
pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka
seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau
pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan
bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya
setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini,
tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang
sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan,
Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem
ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/golongan atasannya.
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992. Merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan
profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-
hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23
Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik
Keperawatan adalah :
a. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar
profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
b. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang
keahlian dan kewenangannya
c. Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat
perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

2.8 Terkait dengan Tindakan Medik:


1. Menetapkan diagnosis penyakit (92.6%)
2. Membuat resep obat (93.1%)
3. Memperlakukan tindakan pengobataban di dalam maupun luar gedung
puskesmas (97.1%)
4. Memperlakukan pemeriksaan kehamilan (70.1%) dalam melakukan
pertolongan persalinan (57,7).

2.9 Tata hukum di indonesia


UUD 1945 Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum (Rechstaat)
dan tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machstaat). Sumber hukum antara
lain UUD 1945,Tap MPR, UU/Peraturan pengganti UU, PP, Kepres,
Permenkes/Kepmenkes, dan peraturan lainnya.

2.9.1 Fungsi Hukum dalam praktek perawat


1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum.
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri.
4. Membantu mempertahankan standart praktik keperwatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

2.9.2 Tanggung Jawab Hukum


Melaksanakan keperawatan mandiri atau pun yang didelegasi. Pasal
Krusial dalam Kepmenkes 1239/2001tentang praktek keperawatan :
1. Melakukan asuan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.
2. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis
dokter.
3. Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban : Menghormati
hak pasien, merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, memberikan
informasi, meminta persetujuan tindakan yang dilakukan, melakukan
catatan perawatan dengan baik.
4. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan yang
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
5. Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantumkan SIPP
diruang prakteknya.
6. Perawat yang menjalakan praktek perorangan tidak diperbolehkan
memasang papan praktek (sedang dalam proses amandemen).
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah.
8. Persyaratan praktek perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
9. Tempat praktek memenuhi syarat.
10. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir/buku
kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan.

2.9.3 RUU Praktek Keperawatan :


1. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, berdasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.
2. Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi
dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada
berbagai tatanan pelayanan.

2.9.3 Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan Dalam RUU Keperawatan:


1. Fungsi Keperawatan. Pengaturan, pengesahan serta penetapan kompetensi
perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
2. Tugas Keperawatan.
a. Melakukan uji kompetensi dalam registrasi keperwatan.
b.  Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik keperwatan
untuk melindungi masyarakat

2.9.4 Wewenang.
1. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi keperawatan.
2. Mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi
profesi keperawatan dan asosiasi institusi pendididkan keperawatan.
3. Menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh perawat.
4. Menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan oeh
perawat.
5. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan.

2.9.5 Implikasi dalam Tatanan Praktek


Sebagai tenaga perawat rumah sakit dan puskesmas atau tenaga kesehatan
dilembaga kesehatan lainnya. “Perawat bekerja dan melakukan kewajiban sesuai
dengan perintah jabatan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas kerugian
atau kesalahan yang dilakukan” KUHP pasal 51″.

2.9.6 Praktek Mandiri Perawat


1. SIP dan SIPP harus ada.
2. Ruangan praktek sesuai ketentuan.
3. Tersedia alat perawatan, alat rumah tangga dan alat emergency sesuai
ketentuan.
4. Kewenangan : Pemenuhan kebutuhan O2, Nutrisi, integritas jaringan,
cairan dan elektrolit, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, obat-
obatan, sirkulasi, keamanan dan keselamatan, manajemen nyeri, kebutuhan
aktivitas, psiko sosial, interaksi sosial, menjelang ajal, seksual, lingkungan
sehat, kebutuha bumil, ibu melahirkan, bayi baru lahir,post partum, dan
lain-lain.

2.10 Dalam fase transisi tindakan medik dilakukan :


1. Algoritme klinik untuk perawat yang bekerja di puskesmas.
2. Balai pengobatan dibawah pengawasan dokter.
3. Berbagai sarana kesehatan dalam praktek mandiri : delegasi tertulis dan
delegasi lisan.
4. Kewenangan atributif (harus terdapt dalam UUPK).
5.  Amandemen Kepmenkes 1239/2001 : Papan nama harus dipasang,
kewenangan atributif, uji kompetensi.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai