Anda di halaman 1dari 2

MENINGITIS (MENINGOENSEFALITIS)

Dalam bidang apa saja masalah yang muncul atau masalah apa saja yang muncul?
Meningitis merupakan penyakit peradangan pada selaput otak, sedangkan ensefalitis adalah penyakit
peradangan pada otak. Dalam beberapa kasus kedua penyakit ini dapat terjadi bersamaan yang dikenal
dengan nama meningoensefalitis.
Meningitis bakteri termasuk infeksi akut yang mengenai selaput meningeal yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme dengan gejala spesifik dari SSP seperti gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningeal, gejala peningkatan tekanan intracranial, dan gejala deficit neurologi.

(Callosum Neurology, Volume 2. Nomor 1: 1-7. 2019 ISSN 2614-0276 IE-ISSN 2614-0248)

Meningitis bakteri merupakan infeksi pada meningen, lapisan yang melingkupi otak dan medulla spinalis.
Meningitis bakteri adalah penyakit serius yang terjadi pada anak yang dapat menyebabkan kerusakan
otak, kerusakan saraf, tuli, stroke, dan kematian, meningitis merupakan penyakit yang darurat sehingga
jika anak mengidap infeksi tersebut harus segera di hospitalisasi dan ditangani. Penyakit ini jika tidak
ditangani dengan cepat dalam waktu kurang dari 24 jam maka akan terjadi pemburukan yang
mengakibatkan kerusakan neurologis jangka panjang dan bahkan kematian
Masalah yang muncul pada pasien meningitis adalah terjadi hipersensitivitas kulit, hiperanalagesia, dan
hipotonus otot (walaupun fungsi motorik masih dapat dipertahankan). Efek toksin pada otak atau
thrombus pada suplai vaskular ke areal serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen fungsi
cerebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi hemiparesis, demensia dan paralisis.
Pada meningitis bakterial gejala yang timbul umumnya diawali dengan demam serta gejala-gejala infeksi
saluran nafas atau system gastrointesnital yang berlangsung selama beberapa hari. Gejala-gejala
nonspesifik pada meningitis bacterial terkait dengan infeksi sistemik yaitu demam anoreksia, batuk,
mialga, arthralgia, takikarda, hipotensi, petikie, purpura dan eritema. Kemudian diikuti dengan gejala
rangsang meningeal seperti kuduk kaku, nyeri punggung, tanda Kernig, dan Brudzinski. Tanda
peningkatan tekanan intracranial seperti nyeri kepala, muntah, ubun-ubun besar tegang dan cembung,
sutura merenggang, hiperventilasi atau apne, postur dekortikasi atau deserebrasi, stupor atau koma. Tanda
neurologi fokal dijumpai 10-20% pada kasus meningitis bakteri, 20- 30% disertai dengan kejang bersifat
fokal atau umum yang disebabkan oleh adanya serebritis, infark atau gangguan elektrolit. Beberapa
komplikasi juga dapat terjadi pada meningitis bakteri, seperti demam dalam jangka waktu yang lama,
kejang, herniasi medulla oblongata, efusi subdural, sindrom kekurangan hormon antidiuretk (SIADH)
yang mengakibatkan hiponatremia dan hipoosmolalitasserum. Komplikasi lainnya adalah karditis, artritis,
trombositosis, dan anemia.
(Fauziah FitrahKarakteristik Penderita Meningitis pada Anak di Ruang Rawat Inap di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2014-2016. Skripsi Mahasiswa FKM USU.)

Masalah lain yang muncul menderita meningoensefalitis, antara lain: gangguan kesadaran,
demam, sakit kepala, kejang, dan perubahan perilaku, serta dengan atau tanpa defisit neurologi
fokal. Status epileptikus ditandai dengan kejang yang berlangsung terus menerus selama ≥ 30
menit atau kejang berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran diantara kejang tersebut.
(Callosum Neurology, Volume 2. Nomor 1: 1-7. 2019 ISSN 2614-0276 IE-ISSN 2614-0248)
Penelitian dalam jurnal yang dikeluarkan oleh (Eka Pangandaheng) dengan judul skripsi
“Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Meningitis di Kelurahan
Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe” mengemukan Sebagian besar responden
belum mengetahui tentang penyakit meningitis dan hanya kadang kadang menjaga kebersihan, dan inilah
masalah yang dapat menimbulkan penularan meningitis, dari hasil penelitian didapatkan data responden
memperlihatkan bahwa responden yang belum pernah mendengar atau mengetahui penyakit meningitis
sebanyak 62 orang (72,10%) dari 89 responden sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritarwan
bahwa penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang. Sekitar 75% kasus
terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun, dan 25% terjadi pada orang dewasa.
Masalah lain yang terjadi adalah, Sebanyak 64 responden (74,41%) berpendapat bahwa pertolongan
pertama pada penderita meningitis memerlukan dokter segera dan harus ditangani secara tepat dan benar,
sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pasomba menyatakan mendapatkan bahwa infeksi
SSP khususnya meningitis, merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan
efisien untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis
meningitis secara akurat, untuk itu dibutuhkan analisis cairan serebrospinal (CSS) yang diperoleh melalui
tindakan pungsi lumbal. Informasi yang dihasilkan melalui pemeriksaan CSS sangat penting dan bernilai
sebagai alat bantu diagnostik dalam mengevaluasi kondisi peradangan, perdarahan subaraknoid, serta
penyakit yang memengaruhi tekanan intracranial.
Masalah tingkat pengetahuan dan infromasi di indonesia masih minim ini dikuatkan dengan jurnal yang
dikeluarkan oleh Eka A. S. S. Pangandaheng, Arthur H.P. Mawuntu, Winifred Karema dari universitas
Sam Ratulangi Manado bahwa
1. Sebagian besar masyarakat belum mengetahui tentang penyakit meningitis, penyebab dari penyakit
meningitis, serta tindakan yang harus dilakukan bila mengalami penyakit meningitis.
2. Sebagian besar masyarakat tidak menganggap pemeriksaan pungsi lumbal sebagai pemeriksaan yang
berbahaya.
3. Sebagian besar masyarakat hanya kadang-kadang menjaga kebersihan di lingkungannya. Sebagian
besar masyarakat menolak tindakan pemeriksaan pungsi lumbal.

Anda mungkin juga menyukai