Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan
ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan
pajak.” (Agoes dan Trisnawati,2007:177)
Adanya rekonsiliasi pajak atau koreksi pajak mempunyai sebuah fungsi sebagai penyesuaian
terhadap transaksi sesuai dengan sistem akuntansi keuangan dan peraturan dalam perpajakan
yang berlaku (Undang-Undang perpajakan).
Koreksi fiskal sangat penting dilakukan setelah laporan keuangan dibuat oleh perusahaan. Teliti
kembali draft tersebut sebelum diberikan ke dirjen pajak. Meneliti draft tentu didasarkan data-
data yang sudah ada dengan memperhatikan transaksi, lakukan penyesuaian antara penghasilan
oleh wajib pajak.
Dirjen pajak mengeluarkan aturan dan regulasi kepada wajib pajak. Agar draft bisa terpenuhi
dengan baik maka perusahaan wajib melakukan rekonsiliasi fiskal untuk melihat ada tidaknya
kerancuan pada laporan yang sudah dibuat. Karena jika terjadi kesalahan akibatnya akan terjadi
kesalahan hitung untuk nominal pajak.
Pentingnya koreksi pada fiskal menghindari adanya kesalahan perhitungan pajak, karena dalam
bisnis jika ada nominal angka yang salah bisa jadi akan merugikan perusahaan. Oleh karena itu,
ketelitian dalam melakukan rekonsiliasi fiskal ini dibutuhkan penyesuain data, transaksi hingga
penghasilan yang benar.
1. Koreksi fiskal positif: koreksi fiskal yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi
fiskal berkurang sehingga laba fiskal lebih besar dari laba komersial atau rugi fiskal lebih
kecil dari rugi komersial.
1. Koreksi fiskal negatif: koreksi fiskal yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi
fiskal bertambah sehingga laba fiskal lebih kecil dari laba komersial atau rugi fiskal lebih
besar dari rugi komersial.
Faktor yang menyebabkan koreksi fiskal menjadi negatif:
Contoh
1. Beda Tetap
Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh
dikurangkan pada penghasilan kena pajak. Beda tetap diakibatkan oleh transaksi yang diakui
wajib pajak sebagai pendapatan atau biaya, sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Rekonsiliasi beda tetap membedakan antara laba kena pajak dengan laba akuntansi sebelum
pajak yang muncul karena transaksi yang -mengacu pada UU Perpajakan- tidak terhapus
dengan sendirinya pada periode lain.
Contoh Biaya
Contoh Penghasilan
mersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh fi
un secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh ter
Laporan L/R Komersial Jumlah
Penjualan Bruto 3.000.000
HPP (200.000)
Laba Kotor 2.800.000
Biaya Saksi Pajak (100.000)
Penghasilan Bunga Deposito 200.000
Penghasilan Sumbangan/Donatur 300.000
Laba Bersih 3.200.000
bunga Deposito sebesar 200,000. Penghasilan bunga deposito ini merupakan salah satu penghasilan yang tergolong final maka
2. Beda Waktu
Beda waktu, yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebananya
berbeda.Beda waktu disebabkan oleh bedanya waktu antara sistem akuntansi dan sistem
perpajakan. Jadi, transaksi yang menurut akuntansi komersial dan pajak sama, tetapi perbedaan
terletak pada waktu alokasi biaya. Ada beberapa sebab atau kondisi terjadinya beda waktu. Beda
waktu ini sebagian besar disebabkan karena metode/asumsi yang digunakan di dalam akuntansi
komersial. Metode/asumsi ini akan berdampak pada penilaian akun-akun di dalam laporan
keuangan. Pada umumnya terjadi pada akun-akun persediaan, piutang dagang, aktiva tetap,
investasi, dan lain-lain. Koreksi beda waktu juga dapat terjadi karena perbedaan metode
penyusutan, di mana menurut UU PPh, metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode
garis lurus (straight line method) dan saldo menurun (double declined method).
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial
penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip
matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut
harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Contoh Biaya
- Biaya Sewa Pembiayaan
- Biaya Penyusutan
- Penyisihan Biaya Karyawan
- Penyisihan Kerugian piutang
- Penilaian inventory
- Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham , sekutu atau anggota
- Premi Asuransi kesehatan
- Harta yang dihibahkan
- Biaya yang ditangguhkan pengakuannya
Contoh Penghasilan
- Pendapatan lebih selisih kurs
- Pendapatan instalasi tangguhan
- Dividen
- Bunga deposito
- Bagian laba yang diperoleh dari perseroan komanditer
- Iuran yang diterima dari dana pensiun
- Penggantian berupa natura
Biaya penyusutan, perusahaa nmenetapkan masa manfaat aktiva 10 tahun, tapi berdasarkan fiskal
Cuma 4 tahun, maka akan terjadi pembebanan yang berbeda.
Contoh Lainnya :
Dari data di atas kita dapat m nghitung laba menggunakan ketiga metode di atas sebagai berikut
FIFO
Permasalahannya harga pokok yang mana yang digunakan untuk menilai persediaan akhir
tersebut. Karena Metode yang digunakan FIFO maka harga yang digunakan adalah harga yang
terakhir dibeli. Jadi nilai persediaan akhir menjadi = 5 Unit X Rp 1,200 = Rp 6,000,-
Penjualan ,80,000
Pembelian ,39,500
HPP ,43,500
Laba ,36,500
Masih menggunakan hasil persediaan pada metode FIFO sebesar 5 Unit. Karena Metode yang
digunakan LIFO maka harga yang digunakan adalah harga yang pertama dibeli. Jadi nilai
persediaan akhir menjadi = 5 Unit X Rp 1,000 = Rp 5,000,-
Penjualan ,80,000
Penjualan
Pembelian ,39,500
HPP ,44,500
Laba ,35,500
AVERAGE
Masih menggunakan hasil persediaan pada metode FIFO sebesar 5 Unit. Karena Metode yang
digunakan Average maka harga yang digunakan adalah harga rata-rata.
Harga rata-rata = Nilai barang siap jual/unit
= Rp 49,500/45 unit = Rp 1,100, –
Jadi nilai persediaan akhir menjadi = 5 Unit X Rp 1,100 = Rp 5,500,-
Penjualan ,80,000
Pembelian ,39,500
HPP ,44,000
Laba ,36,000
Dari ketiga metode di atas, diketahui bahwa laba yang tertinggi diperoleh jika menggunakan
metode FIFO dan yang terendah adalah jika menggunakan metode LIFO.
Oleh karena itu berdasarkan undang-undang PPh metode LIFO ini tidak diperkenankan
digunakan oleh perusahaan dalam menghitung nilai persediaan.
Ketika awalnya perusahaan dalam menghitung nilai persediaan menggunakan metode LIFO,
maka dalam Laporan keuangan fiskal perlu dilakukan koreksi fiscal karena harus menggunakan
metode yang diperbolehkan berdasarkan undang-undang PPh.
Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk melakukan rekonsiliasi fiskal, antara lain:
PT. ABADI JAYA SENTOSA (AJS) bergerak dalam bisnis perdagangan kain tenun. PT AJS
merupakan wajib pajak badan yang berdomisili di Jepara, Jawa Tengah. Informsasi dan data
laporan keuangan komersial PT AJS pada 2019 adalah sebagai berikut (dalam ribuan rupiah): Keterangan Tamb
Pertanyaan:
1. Buatlah rekonsiliasi fiskal untuk PT. AJS, sehingga diketahui penghasilan kena pajaknya
2. Hitunglah PPh Pasal 29 untuk tahun pajak 2019.
Penghitungan PPh Pasal 29 PT AJS untuk tahun pajak 2019:
Dengan demikian, PT AJS wajib melunasi sisa kekurangan pembayaran PPh Badan terutang
tahun pajak 2019 sebesar Rp6.550.000 maksimal sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan Sumber :
https:// perpajakan/
https:// pajak/#:~:text=Rekonsiliasi%20fiskal%20merupakan%20lampiran%20SPT,yang%20meliputi% 20pendap
https:// https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pengertian-koreksi-fiskal/ https://dosen.perbanas.id/koreksi-fis
https://