Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian uji coba acak, double-blind terkontrol paralel
yang berlangsung selama 24 minggu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menguji apakah buspirone bermanfaat untuk memperbaiki defisit kognitif
skizofrenia karena hal tersebut masih belum jelas. Dua ratus pasien diterima pada
penelitian dengan urutan acak untuk pengobatan buspirone dengan AAPDs atau
monoterapi dengan AAPDs. Semua pasien pernah diobati dengan dosis AAPD
hingga stabil selama setidaknya tiga bulan. Skala sindrom positif dan negative
(PANSS), Hamilton Depression Scale-24 (HAMD-24), dan 14-item Hamilton
Rating Scale for Anxiety (HAMA-14) digunakan untuk mengevaluasi gejala klinis.
Versi pendek dari Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised in China (WAIS-RC)
digunakan untuk menilai fungsi neurokognitif. Fungsi sosial dan beban keluarga
dievaluasi dengan Jadwal Penyaringan Disabilitas Sosial (SDSS) dan Jadwal
Wawancara Beban Keluarga (FBIS). Semua pasien yang terdaftar pada awal
ditindaklanjuti setelah 12 dan 24 minggu. Sebanyak 196 pasien menyelesaikan uji
coba, dengan 99 orang pada kelompok perlakuan dan 97 pada kelompok kontrol.
Selama intervensi, skor PANSS, HAMD-24, dan HAMA-14 sedikit menurun antar
kelompok. Pada uji statistic ANOVA menunjukkan signifikan perbedaan kedua
kelompok dalam nilai aritmatika, persamaan, kelengkapan gambar, desain balok,
SDSS, dan FBIS (P < 0,05), tetapi tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan
berkaitan dengan skor informasi, rentang digital tes, atau simbol digital (P > 0,05).
Kesimpulannya, pengobatan bersama dengan buspirone dan APPDs mengungguli
APPDs sendirian dalam meningkatkan defisit kognitif dan mengurangi beban
keluarga skizofrenia. Buspirone mungkin menjanjikan sebagai kandidat untuk
pengobatan bersama APPDs guna memperbaiki kondisi defisit kognitif pada pasien
skizofrenia.
1. Pendahuluan
Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, melemahkan, dan kronis
mempengaruhi sekitar 0,7-1% dari populasi di seluruh dunia, yang ditandai dengan
gejala positif (halusinasi, delusi), gejala negatif (penarikan diri, apatis, anhedonia),
gejala kognitif (bekerja),kelainan memori, defisit pemrosesan kognitif dan
perhatian), depresi, dan gejala kecemasan. Sebagai satu dari gejala inti skizofrenia,
gangguan kognitif hadir pada sekitar 85% pasien skizofrenia, yang melibatkan
perhatian, memori kerja, memori deklaratif, kinerja motivasi, dan fungsi eksekutif
fungsi. Gejala kognitif dikaitkan dengan efek merugikan pada status fungsional
pasien,dan merupakan gejala yang paling stabil selama perjalanan penyakit.
Bahkan jika gejala klinis membaik atau menghilang, sekitar 80% pasien akan
menderita gangguan kognitif yang persisten. Gangguan tersebut mengakibatkan
ketidakmampuan mereka untuk hidup mandiri, untuk bekerja dan untuk belajar.
Sebuah tinjauan sistematis dari 50 hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya
13,5% pasien yang dapat direhabilitasi secara klinis dan sosial. Menurut data dari
Global Disease Burden (GBD) skizofrenia yang diterbitkan pada tahun 2016,
sekitar 21 juta orang di seluruh dunia menderita skizofrenia dan 18 juta tidak dapat
mencapai rehabilitasi klinis dan sosial. Karena lebih banyak kehilangan biaya baik
secara langsung atau tidak langsung, kehilangan sumber daya dan kehilangan
produktivitas, pasien dengan skizofrenia biasanya membutuhkan perawatan lebih
dari keluarga dan masyarakat daripada mereka dengan penyakit gangguan mental
lainnya. Di negara-negara Asia, sekitar 70% pasien diasuh oleh keluarga mereka,
dan membawa beban berat bagi keluarga dari segi ekonomi, kegiatan sosial, dan
fisik dan mental kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting diperlukan langkah-
langkah efektif lainnya untuk meningkatkan kondisi kogntif pada pasien
skizofrenia kronis.